Selasa, 06 Desember 2022

SEJARAH HIDUP & BIOGRAFI ; SAYYID HUSEIN MEMPAWAH.I.

SEJARAH HIDUP & DA'WAH.I ; DARI YAMAN HINGGA  MATAN

SAYYID HUSEIN TUAN BESAR MEMPAWAH  : 1708 - 1771 M  63 tahun


By : SAY Qadrie 
Pustaka Sejarah 


Pendopo tempat peristirahatan terakhir 
As Sayyid As Syarif Al Habib Al Arif Billah
Husein bin Ahmad Al Kadri Jamalullail
Keturunan ke 34 dari Rasullullah


VERSI ASLI ;  DARI CATATAN LANGSUNG WARISAN TURUN TEMURUN


" Hanya Al Qadri yang bisa menelusuri dan mengenali kaum kerabat Al Qadri, karena sama jalurnya dan adanya hubungan darah serta kekeluargaan mereka"  Selain Al Qadri, tentunya mereka lebih baik fokus menelusuri jalur mereka masing-masing"  Karena Al Qadri terlalu besar puak nya dan terlalu luas sebaran nya di Nusantara ini"  Sultan Pontianak ke. IX. 

 


KUPAS TUNTAS SEJARAH HIDUP SAYYID HUSEIN AL KADRI

MANAQIB BIOGRAFI

Sayid Syarif Husein Alkadri Jamalulail

Jabatan : Mufti dan Kadhi Kesultanan Matan, 1722 - 1747 M

Maha Patih dan Maharaja Imam Mempawah,  1747 - 1771 M

 

Pengantar : 



      Fam Alqadri muncul kembali ketika Sayid Husein Hijrah dari Yaman ke Indonesia bersama  3 orang Sahabat beliau, dari beliau ini, yang menikahi 12 wanita, dan melanjutkan keturunannya dengan 42 anak laki - laki


     Sayid Husein  bin Ahmad Alqadrie Jamalulai., lahir Tariem Yaman.,  1127 H - 1706 M dan wafat 3 Julhijah 1184 H - 1763 M., ibunda beliau bernams Siti Zahara., dan Makam beliau di Kampung Pedalaman Mempawah., sekarang berada di desa Sejegi Kampung Pedalaman Mempawah.,

Sayid Syarif Husein Alkadri Jamalulai


       Sayid Husein Al-Kadri., lahir, Tariem Arridha Hadramaut Yaman Selatan 1120 H - 1706 -1708. M Nama dan gelar lengkap beliau ; , As-Sayid Asyarif Husein bin Ahmad Muhammad Jamalulai


     Ketika Sultan Abdurrahman  menggunakan Al - Kadri, maka, nama beliau mendapat tambahan As - Syarif  Husein  Al-Kadri Jamalulai, nama beliau di saat itu juga di kenal  As-Sayid  Husein bin Ahmad Ba - Alawi Jamalulail, di karenakan beliau keturunan Ba 'Alawi (yang seharusnya  penulis saat itu menulis keturunan Ali Al - Ba"alwi ) karena antara Ali Al - Ba'alwi dengan Ba' Alawi adalah orang yang berbeda


      Sebab yang di kenal sebagai Ba'alwi adalah Abdullah Ba'alwi jalur Alwi Al - Ghoyur, yang konon nasab keduanya sampai kepada Rasullullah.SAW. Beliau juga di kenal menjadi Tuan Besar Mempawah Mufthi kesultanan Mempawah, setelah pindah dari Kesultanan Matan.


    Kepindahan beliau, dari Matan ke Mempawah disebabkan karena untuk menenangkan dirinya, setelah istri Pertamanya meninggal dunia ( Bukan karena tidak cocok atau ada masalah di Matan sebagaimana sejarah yang difahami selama ini, melainkan sejak awal beliau memang ingin menerima tawaran dari menetap di Kesultanan Mempawah )



Mesjid Raya Sultan Abdurrahman Al Kadrie 
Pontianak Timur - Kalimantan Barat
Didirikan pada tahun 1771 M


MANAQIB BIOGRAFI

As Sayid  As Syarif  Al Arif Billah Jadduna :  Husein Alkadri Jamalulai

MUfti Kesultanan Matan dan Mempawah : 1708 - 1771 M   Usia 63 tahun


     Sayid Husein Al-Kadri., lahir, Tariem Arridha Hadramaut Yaman Selatan 1120 H - 1706 -1708. M Nama dan gelar lengkap beliau ; , As-Sayid Asyarif Husein bin Ahmad Muhammad Jamalulai


   Ketika Sultan Abdurrahman menggunakan Al - Kadri, maka, nama beliau mendapat tambahan As - Syarif Husein Al-Kadri Jamalulai, nama beliau di saat itu juga di kenal As-Sayid Husein bin Ahmad Ba - Alawi Jamalulail, di karenakan beliau keturunan Ba 'Alawi ( yang seharusnya  penulis saat itu menulis keturunan Ali Al - Ba"alwi ) karena antara "Ali Al - Ba'alwi" dengan "Ba' Alawi" adalah orang yang berbeda


    Sebab yang di kenal sebagai Ba'alwi adalah Abdullah Ba'alwi jalur Alwi Al - Ghoyur, yang konon nasab keduanya sampai kepada Rasullullah.SAW. Beliau juga di kenal menjadi Tuan Besar Mempawah Mufthi kesultanan Mempawah, setelah pindah dari Kesultanan Matan.


   Kepindahan ini karena untuk menenangkan dirinya, setelah istri Pertamanya meninggal dunia (Bukan karena tidak cocok atau ada masalah, melainkan awal mulanya beliau memang ingin menerima tawaran dari Kesultanan Mempawah saat itu)


 

Dalam babat sejarah Maktab NANGQ 1857


     Pada saat Sayyid Husein bin Ahmad menginjakkan kakinya di negeri Matan, usia beliau sudah diatas 40 tahun waktu itu, sehingga tidak benar jika dikatakan usia beliau dibawah itu.


      Karena diketahui Sayid Husein hampir 2 tahun menetap di Singgapura, Aceh 1 tahun, semarang hampir 2 tahun dari sinilah beliau menikahi Zahra Assegaf,.Beliau sempat di Betawii 7 bulan, sehingga tercatat lebih kurang lebih  5 Tahun 7 bulan beliau bolak balik dari Singapura, ke Aceh Pulau jawa hingga ke Trengganu termasuk ke Sulawesi.


PERJALANAN KE MATAN


       Kemudian atas undangan Daeng Celak (Sayid Syech Abdullah Adeni Qaulan Jajirah) dari Sulawesi, sampailah beliau ke pulau Sulawesi

Disana beliau di kawinkan dengan anaknya Utien Kasmiri dan memiliki 3 anak.


       Berdasarkan saran Daeng Celak bin Tandre borang Dilaga Daeng Rileke (Sayid Syech Ahmad bin Adeni Qaulan Jajirah), agar Sayid Husein menemui abang beliau di pulau Boerneo Opu Daeng Manambong (Sayid Syech Abu bakar Adeni Qaulan Jajirah) di Mempawah,


       Sayid Husein Al-Kadri Jamalulai, meminta ke tiga sahabat agar ikut rombongan bersama Daeng Celak, untuk menuju Mempawah bersama - sama. Karena perhitungan akan meninggalkan keluarga agak lama, maka Sayid Husein memberi ke tiga istrinya masing 2, satu peti Emas sebagai bekal kehidupan keluarganya,


Syahdan kemudian berangkatlah beliau dari pulau Sulawesi ke pulau Boerneo.


      Dalam perjalanan beliau di gerakan panggilan gaib sehingga nyasar di gunung peniraman,  untuk mengenang bahwa beliau pernah berada di gunung akhirnya di beri nama Gunung Sahabat 4, sesuai dengan nama ke 3 Sahabat beliau dan termasuk Syarif Husein sendiri.


     Dari Mempawah , Kemudian beliau melanjutkan perjalanan ke Matan dan sempat singgah di Mempawah beberapa saat atas permintaan Daeng Celak,


        Setelah itu beliau berlima berpisah, : Daeng celak melanjutkan perjalanan  ke Malaysia, Sayid Husein dengan seorang Sahabat menuju Matan, ( diperkirakan bernama Syaik Salim Hambal dari Semarang), sementara 2 orang Sahabat kembali ke tempat tinggal mereka masing - masing, yang satu ke Trengganu, dan satu lagi ke Aceh


Kaitan antara Kesultanan di Kalimantan



TIBA DI MATAN


       Ketika sampai Matan, beliau di sambut rombongan Sayid Hasyim bin Yahya (Tuan Janggut Merah) Bersama  murid - murid beliau,  kemudian beliau  memanggil  sahabat  sayid  Husein,  yaitu Syech Salim bin Hanbal yang mendampingi Sayid Husein, sebab Abu Bakar Alidrus sudah menyatakan dirinya ingin menetap di Aceh


      Sayid  Hasyim bin Yahya, menyampaikan kepada sahabat Sayid Husein, ( Syeck Salim Hambal ), bahwa sultan memerlukan beliau sebagai Mufthi dan sekaligus untuk membina penduduk negeri Matan untuk mendalami ajaran Islam


       Sebelumnya Sultan juga berpesan untuk menguji kemampuan Sayid Husein Al-Kadri di bidang ilmu olah diri tanpa harus di ketahui sayid Husein,  


       Maka ditengah acara, Tuan Janggut Merah, mematahkan kacip di depan Sultan dan pembesar kerajaan, untuk menguji kesaktian dan kemampuan Sayyid Husein. Dengan izin Allah, Sayyid Husein hanya dengan menggosok - gosok besi kacip itu dapat dikembalikan ke bentuk semula,,


      Jadi peristiwa kacip sudah di setting sebelumnya antara Sultan dan Tuan Janggut Merah, dengan Syeck Salim Hambal, sahabat Sayyid Husein itu, 


 Ini bukanlah suatu kejadian sebagaimana yang telah beredar,  


Seharusnya kita menggunakan akal yang sehat untuk melihat setiap peristiwa, seandainya  itu di lakukan secara tiba -tiba dapat di pastikan Sayid Hasyim bin Yahya Tuan Janggut merah, pasti akan mendapatkan hukuman karena merusak acara kehormatan Kesultanan,.


Akan tetapi Sultan tidak melakukan tindakan hukum terhadap beliau, apalagi Sayid  Hasyim bin Yahya Tuan Janggut merah sudah lama menetap  di Matan tentunya paham betul tradisi  kesultanan


      Bukan pribadi beliau sebagai seorang ulama besar gagah dan pemberani tetapi melakukan tindakan hina ( tetapi sejarah baru telah merusak dua nama beliau di karena tidak memiliki mengetahui kebohongan kejadian yang sebenarnya diduga sisipan sejarawan Belanda ), - termasuk ketika Sayyid Husein menggunakan ludahnya memperbaiki kacip, : 


      Itu adalah manipulasi sejarah, sama sekali tidak benar !  


    Kisah yang terlanjur beredar , begitu jorok terdengar dimana kacip sirih yang bertulis gambar Bali berbentuk ular, di hancurkan dan di tumbuk tumbuk dengan tongkat sehingga hancur,  demikian Sayid Hasyim Tuan Janggut merah melakukannya

Kemudian di ambil sayid husein di usap dengan air liur, 


     Catatan yang sudah telanjur beredar , sangatlah menyayat si pemilik roh, sehingg beliau di anggap ulama yang beringas demikian juga Sayid Husein di anggap ulama yang jorok


      Padahal yang sesungguhnya beliau hanya mematahkan saja dan sayid Husein mengembalikan seperti semula cukuo dengan menggosok saja. Tanpa air liur sebagai perekat

        Karena karomah kedua nya memang sangat luar biasa

 

        Ketika memutuskan pindah dari Matan karena istrinya meninggal,

    Sayid Husein sudah beberapa tahun berada di Matan, beliau juga sudah menerima tawaran dari Opu Daeng Manambong dalam bentuk surat agar mau pindah ke Mempawah, sebab tujuan Utama beliau sesuai dengan petunjuk, memang harus berada di Mempawah, karena itulah ketika istri beliau Nyai Tua meninggal setelah melahirkan,: Syarifah Khadijah. 

Sayid Husein memutuskan pindah ke Mempawah dan jenazah istrinya juga di makamkan di Mempawah, disebelah beiau saat ini.


     Sebelum pindah beliau menikah lagi dengan putri tengahnya Sultan, bernama  Utin Krinci Srikandi ( Nyai Tengah ) saudara Nyai Tua, dengan tujuan agar dapat memelihara dan merawat anak - anak kakaknya. 

Dari Nyai Tengah beliau dikaruniai 5 anak  lagi, salah satunya bernama : Syarif Abubakar, yang nanti ketika Abdurrahman menjadi Sultan, beliau diangkat sebagai Panglima Laksamana nya. 

 



HIJRAH KE MEMPAWAH :


       Beliau pindah ke Mempawah Pada 8 Muharam 1160 H.

       / 20 januari 1747 M, Kemudian menetap di Gala herang

 

       Dalam babat Sejarah Maktab NANGQ 1857, Delapan anak Sayid Husein lahir di Matan kecuali Anak dari Nyai bungsu dan anak Nyai Piring yang tidak lahir di Matan, artinya beliau menetap di Matan paling tidak selama sekitar  10 - 16 tahun.

 

      Ketika Istri Sayid Husein Nyai Tua meninggal dunia, Sayid Hasyim bin Yahya Tuan janggut merah, mengucapkan bela sungkawa dan juga mengucapkan terima kasih telah berbagi ilmu, sehingga Sayid Husein Al-Kadri mengerti apa yang beliau maksud walaupun beliau sudah mengetahuinya. ( Peristiwa Kacip ) 


     Ketika menetap di Mempawah Syed Husein tinggal di perkampungan Gala Herang, kedatangan beliau menjadi daya tarik bagi masyarakat Mempawah, sehingga banyak orang yang berdatangan di Mempawah selain berniaga juga untuk belajar ilmu agama islam.

 

       Sultan Mempawah Opu Daeng Manambong (yang sebenarnya beliau adalah Syed Syech Abu bakar Adeni Qaulan Jajirah, nenek monyang beliau yang tinggal di perkampungan Aden Yaman). Sultan kemudian Mengangkat Syed Husein menjadi Mufthi Mempawah


 

FITNAH KEJI KEPADA NAKHODA AHMAD DAN SULTAN MATAN

 

     Sebelum Syed Husein pindah ke Mempawah, Matan sudah berkembang sangat pesat, sehingga banyak yang datang terutama dari negeri Bugis Makasar,


    Salah seorang yang berasal dari Siantan telah melakukan Fitnah kepada Nahkoda Ahmad dengan fitnah melakukan maksiat tanpa bukti berupa saksi.


    Mendengar berita tersebut Sultan Matan sangat murka dan ingin membunuh Nahkoda tersebut tanpa melakukan penyelidikan terlebih dahulu.


    Coba bayangkan seandainya  waktu kejadian kacep serba kebetulan dapat di pastikan Syed Hasyim bin Yahya ( Tuan Janggot Merah pasti akan mendapat hukuman, karena telah merusak Jamuan Kesultanan)


  Kemudian peristiwa tersebut di serahkan kepada Syed Husein, beliau menetapkan dengan hukum Syariah sehingga terlepas dari hukum bunuh, lalu di suruh bertaubat dan sedikit uang denda yang di berikan kepada Sultan


    Sementara tukang fitnah lari dan menunggu di laut untuk menyelamatkan diri serta membawa kawanan bajak laut untuk menunggu Nahkoda Ahmad, jika selamat dari fitnah, maka mereka akan mengambil tindakan sendiri.


      Sultan sangat senang dengan tindakan Syed Husein tersebut, 

      karena mampu menyelesaikan perkara dengan bijak dan menyelamatkan beliau dari tindakan yang salah, karena akan membunuh orang yang tidak bersalah dan memerintahkan tukang fitnah di cari tetapi tidak ketemu karena sudah melarikan diri lewat laut,


     Tidak banyak yang tau kejadian ini,

     Tetapi sejarah yang beredar justru seolah - olah Sultan lah memerintahkan membunuh mereka dengan mengantar Nahkoda menuju Perahunya di antar 2 perahu Kesultanan dengan bekal yang cukup


    Sebenarnya : 2 perahu dari kesultanan yang mengantar juga tidak kembali karena  di serang di laut, atas perintah tukang fitnah kepada kawanan gerombolan mereka. Hingga saat ini berita kejam tersebut, seolah olah Sultan lah yang memerintahkan. 


         Demikian yang berkembang didunia maya, sehingga pemilik Roh hingga saat ini tidak bisa menerima fitnah tersebut ,  


Sebenarnya,:


      Syed Huseib jauh sebelum kajadian tersebut memang sudah membuat jawaban dalam bentuk surat kepada Opu Daeng Manambong untuk pindah di Mempawah,  untuk mencari waktu yang tepat, 

Maka ketika istri  beliau meninggal itulah waktu yang tepat walaupun masih bolak balik  dari Mempawah ke Matan di karenakan beliau baru di nikahkan dengan anak Sultan, sampai istri kedua, Nyai tengah melahirkan 4 anak, barulah Syed Husein menetap di galah Herang dan sekali kali tetap berkunjung di Matan, 


Ruang tahta  Istana Kadriah Kesultanan Pontianak


KEPASTIAN TANGGAL LAHIR SULTAN ABDURRAHMAN

 

      Ketika Syed Husein pindah ke Mempawah,  umur Syarif Abdurrahman hampir 16 tahun (15 sd 16, beliau adalah anak kedua dari Nyai Tua)  sebab itu ahli sejarah menarik mundur tahun kelahiran Syarif Abdurrahman menjadi Senin pagi jam 10.00, 3 Rabiul Awwal 1153 H (sementara tahun masehinya seharusnya 1732, akan tetapi ada yang menafsirkan tahun 1729 M dan 1731 M)

 

     Akan tetapi dalam Dokumen Maktab NANGQ 1857 (beliau Lahir Senin jam 10..00 waktu setempat (03 Rabiul Awwal 1153 H - 1731 M) Berdasarkan catatan Tua langsung dari Syed Husein sendiri. Dalam hal tahun lahir mungkin tidak perlu di permasalahkan sebab tanggal dan hari kelahiran beliau merujuk pada data yang sama.

     Ketika usia Syarif Abdurrahman bin Syed Husein 18 tahun beliau menikah dengan Putri Daeng Manambong (Syed Syech Abu bakar Adeni Qaulan Jajirah) Bernama Putri Utien Candramidi, 


     Sehingga walaupun istrinya Nyai Tua sudah meniggal saat itu. Untuk nama istri pertamanya Syed Husein sekaligus ibu Syarif Abdurrahman ini, di gantilah dengan nama "Utien Kabanat ", agar mudah difahami dalam catatan sejarahnya


       Menurut catatan Pangeran Bendahara Syarif Jafar bin Sultan Hamid I Al Kadri, walaupun namanya sama akan tetapi berbeda dalam tulisan,  seharusnya membacanya juga harus berbeda karena :

1. Istri Syed Husein Alqadri Jamalulai

Bernama : Nyai Utien Chendramidie

Sedangkan istri

2. Syarif Abdurrahman  Bernama Putri Utin Tjindramidi

Walaupun dengan berbeda tulisan tetapi jika di ucapkan jelas hampir sama bunyinya, Sebab itu Almarhum di sebut saja Utien Kabanat 



PERISTIWA MAHAR PERNIKAHAN SYARIF ABDURRAHMAN


    Dalam babat sejarah pernikahan Syarif Abdurrahman dengan Putri Utin Tjindramidi tidaklah Semudah perkiraan karena syarat yang cukup memberatkan menurut Syarif Abdurrahman.


     Tetapi anehnya Syed Husein langsung saja menyanggupi nya walaupun hantaran wajibnya 7 peti emas berukuran setengah hasta dan panjang satu hasta ukuran orang Dewasa atau : ( panjang 97 Cm x Lebar 57 Cm dengan tinggi 57 Cm, terbuat dari tembaga murni

 

      Saat itu Syed Husein meminta tempo dalam waktu 3 bulan sesuai permintaan Opu Daeng Manambong, Karena beliau yaqin Syed Husein mampu memenuhi Mahar wajib tersebut

 

       Peti - peti yang sudah jadi tersebut beliau pesan dari seorang pengrajin yang ahli dalam membuat ukiran Kaligrafi di daerah Matan, Kemudian di masukan dalam kamar tertutup yang di lapisi kain kuning, hijau dan terakhir hitam, baik pada lantai, dinding dan dek atap di ruang yang gelap selama 3 bulan, serta Melarang Anak - anak beliau membuka kamar tersebut kecuali Syed Husein sendiri.


       Setelah sampai waktunya, untuk di berikan, barulah Syed Husein membuka kamar tersebut dan di saksikan seluruh anak beliau termasuk Syarif Abdurrahman sendiri


        Sehingga anak - anak beliau heran tetapi Syed Husein berkata :" jangan heran karena itu pemberian Allah" (kisah ini menjadi buah bibir hingga saat ini tentang Karomah yang di miliki Syed Husein Al-Kadri Jamalulai


NAZAR SULTAN ABDURRAHMAN DAN PENGEMBARAAN DI LAUTAN


       Perlu juga di ketahui oleh seluruh keturunan Syarif Abdurrahman Alqadri kuhsus nya dan keturunan Syarif Husein umumnya,


       Setelah Syarif Husein mengabulkan permintaan Utin Tjindramidi calon istri Syarif Abdurrahman., pada saat itu juga di depan calon istrinya , beliau ( Syarif Abdurrahman ) berkata :


       ""Seandainya dia mampu memenuhi permintaan Mahar 7 peti emas, maka Ulun bernazar akan mengikuti jejak Abah dan bahkan akan melampaui Abah memiliki anak - anak 101 Orang anak, dan ulun tidak akan berhenti menikah jika belum tercapai jumlah anak tersebut serta menjadi Raja dan Pelaut yang ""Tangguh di Negeri ini"", : setelah itu Syarif Abdurrahman berlalu dari hadapan calon istrinya.  


      

WAFATNYA OPU DAENG MANAMBON : 1751 M


     Setelah beberapa waktu dari pernikahan Putrinya., Opu Daeng Manambong jatuh sakit., kemudian meninggal Dunia pada  1165 H -  1751 M.,  dan Gusti Djamiril di angkat oleh Syarif Husein sebagai anak angkat beliau di Kampung Galah Herang


      Kemudian Tahun 1166 H - 1752 di angkat menjadi Sultan  dalam usia yang masih cukup muda menggantikan Abah nya Opu Daeng Manambong. Dengan Gelar ""Penembahan Adiwijaya Kesuma""

 

        Dan kenyataannya memang benar dalam Dokumen Resmi Maktab NANGQ 1857, anak - anak Syarif Abdurrahman Alqadri berjumlah 101 orang dengan jumlah istri 67, walaupun tidak semua istri Syarif Abdurrahman memiliki anak, sebab ketika istri yang beliau Nikahi tidak memiliki keturunan beliau menikah lagi.


      Sehingga jumlah istri beliau sebanyak 67 dengan hadiah pernikahan 1 peti emas berukuran sama dengan peti yang di berikan Syarif Husein kepada Utin Tjindramidi,  


Dari ke 67 istri Syarif Abdurrahman hanya 2 istri saja yang Menerima lebih dari 1 peti emas sebagai mahar yaitu :

 

1. Putri Utin Tjindramidi binti Opu Daeng Manambong Raja Mempawah,  7 peti emas langsung pemberian dari Syarif Husein sebagai mahar Syarif Abdurrahman dan

2. Kesumasari binti Sultan Sa'ad,  3 peti emas sebagai mahar dari Syarif Abdurrahman

 

3. 65 istri yang lain masing2 Satu peti emas


4. Jumlah anak keturunan Sultan Abdurrahman :    101 anak

 

     Syarif Abdurrahman  juga berlayar dan berdagang di Johor kawasan Selat Malaka, Palembang,  Banjarmasin, daerah Pasir Borneo  timur  


     Di daerah Pasir, Syarif Abdurrahman menikah dengan Ratu Syahranum Putri Kerajaan Banjar (1768 M - 1184 H)  kemudian Syarif Abdurrahman mendapat gelar Pangeran Syarif Abdurrahman Nur Alam ( Yang maksudnya Pangeran yang menerangi Cahaya Alam) 


    Beliau jaga meneruskan perjalanan ke Balik Papan serta mengeliligi wilayah Kaltim, dan sempat singgah menemui adik kandungnya : 


      Pangeran Indra Giri Syarif Ahmad yang menikah dengan Putri Ajie Meter, :


    Selanjutnya beliau meneruskan berlayar hingga ke Papua terus menyeberangi Samudra laut Jawa ke Surabaya.


    Dari Surabaya beliau mendapat kabar Abah nya Syarif Husein yang sakit kemudian beliau pulang ke Mempawah.  Seminggu setelah Abdurrahman tiba di Galah Herang Mempawah


Sayyid Syarif Husein wafat pada hari Rabu,3 Dzulhijjah 1184 H - 1771 M, Setelah Sholat Zuhur, beliau berpulang Kerahmatullah dalam usia 64 tahun

 

Lambang Negara  Garuda Pancasila
Hasil olah fikir salah satu cucu Habib Husein
bernama Sultan Hamid.II, Pontianak


PENDIDIKAN SAYYID HUSEIN 


      Sayid Syarif Husein yang mendapat pendidikan berawal dari orangtua beliau sendiri  sampai umur 18 tahun.


    Selain itu beliau juga belajar dari ilmu pengetahuan Umum.,


     Kemudian beliau mengembara ke Negeri Kulaindi salah satu Kota Besar Yaman Selatan, untuk belajar ilmu agama dan umum kepada Syed muhammad Hamid , kemudian beliau di nikahkan dengan anak beliau Zahara di usia 19 tahun dan memperoleh seorang anak, menetap selama 4 tahun, kemudian beliau  menikah lagi dengan Khodijah dan memperoleh 3 orang anak, 


     Setelah 4 tahun, di Kulaindi, beliau pulang ke Negerinya di Tarim Ar Ridha, istrinya melahirkan 13 anak, sehingga beliau memiliki 17 orang anak dengan 2 istri.

      

      Setelah merasa cukup menguasai di siplin ilmu dan olah jiwa serta wawasan mancanegara, serta menguasai ilmu pelayaran dan perdagangan, di mulai dari dari Teluk Persia hingga ke Kalkuta  Pantai Afrika barat dan Bangladeh, maka beliau mulai mengatur strategi untuk berangkat Ke Asia Benua melayu dengan tujuan terselubung dagang dan Da"wah serta merahasiakan tujuan utama yang sebenarnya  ( Menghidupkan Fam Alqadri )


          Tidak banyak yang mengetahui percis keadaan beliau


        Sejarah hanya mengupas perjalanan beliau dari Yaman dan beberapa tempat Negara yang beliau singgahi hingga sampai ke  Borneo, Kalimantan Barat, tetapi tidak menjelaskan secara detail setiap daerah yang beliau singgahi, bersama  dengan ke 4 Sahabat dan berapa lama beliau tinggal.


        Sesungguhnya Sayid Husein Al-Kadri Jamalulai memiliki 12 orang istri dan 42 anak, anak yang pertama bernama Sayid Aqil Jamalulai dan anak yang terakhir Syarif Ahmad Al-Kadri dengan ibu Nyai Piring.


        Tidak di jelaskan juga secara rinci kapan Sayid Husein Al-Kadri merantau, sesungguhnya beliau hijrah dari dari Yaman sekitar umur 40 tahun dengam meninggalkan 2 istri dan 17 anak.


        Hal ini dapat di ketahui dari 3 Sahabat beliau yang pergi merantau ke wilayah Timur (Indonesia), 3 Ulama lain yang turut serta bersama beliau adalah :

1. Sayid Husein sendiri

2. Abu bakar Alidrus ( Tuan besar Aceh)

3. Umar Assegaf  (Tuan besar Siak)

4. Sayid Ahmad bin Muhamad Usman Alquds (Tuan Dato Narang) kemudian menetap di Trengganu


      Ada koreksi yang kurang diperhatikan pencatat sejarah bahwa umumnya ulama Arab jika merantau atau ber da wah,  apalagi setingkat Ulama, rata - rata mereka yang berumur paling sedikit 40 tahun, karena banyak menimba ilmu agama dan kebanyakan mereka yang telah menikah di kampung halamanya sendiri, sehingga informasi yang di sampaikan tidak akurat

 

      Hal ini dapat di ketahuinya salah satu Sahabat Beliau di Panggil Datu ketika menginjakkan kaki di Singgapura karena usia beliau memang lebih tua dari ke 3 Sahabatnya, dan termuda saat itu hanya Sayid Husein sendiri berkisar antara 40 tahun sedangkan ke 3 Sahabat itu beliau juga di atas usia 45 tahun terkecuali Dato narang saat itu juga usianya sekitar 55 Tahun, sehingga  penduduk setempat memanggil beliau Dato ( Melayu Singgapura )


        Maka sangat tidak mungkin Sayid Husein Al-Kadri 

        ke Indonesia ber umur 20 Tahun

 

       Dari catatan sejarah belajar dengan ayahnya umur 18, belajar dengan gurunya 4 tahun serta belajar ilmu pelayaran dan perdagangan sambil berusaha, waktunya di habiskan bolak balik Afrika, Banglades dan beberapa Negara lainya, untuk berdagang telah menyita banyak umurnya, sehingga ketika umur 40 - 41 barulah beliau mengadakan Pelayaran ke Asia, tepatnya singgah  ke Singgapura, kemudian masuk ke Indonesia, namun sebagian ada yang mengatakan beliau ke Asia ketika umur beliau mendekati umur 39 - 40 dan itu dapat di terima


Maka berangkatlah Sayed Husein dari Negeri Kulaindi menuju Aceh.,


     Kalimat ini sudah terlanjur tersebar di dunia maya melalui google dan sejenis., sedangkan Sayid Husein Al-Kadri hanya belajar selama 4 tahun kemudian pulang ke tempat kelahiran beliau bersama 2 orang istrinya, kemudian belajar ilmu perdagangan dan pelayaran di Afrika sambil membawa barang Dagangan,  hingga menginjak usia hampir 40, sedangkan beliau belajar dengan gurunya ketika umur 18 tahun, menikah umur 19 hanya selama 4 tahun belajar ilmu agama dan umum kepada gurunya, artinya umur 22 tahun, beliau pulang dari tempat guru sekalian mertua, kembali ke rumah beliiau, di Aridha Hadramaut Yaman


       Jelas terjadi kesalahan sejarah (fiktif) yang seharusnya berangkat dari runah beliau Aridha Hadramaut Yaman ke Aceh, walaupun kenyataan beliau bermukim di Singgapura  dalam waktu yang cukup lama sehingga ia sempat menikah dan memiliki 2 anak, tetapi saat itu beliau sudah bolak - balik ke Aceh hingga ke Pulau jawa dan ahirnya beliau menetap di Aceh


       Dalam babat sejarah  beliau dari Ar ridha Hadramaut Yaman hanya berangkat bertiga saja, sebab salah satu sehabat beliau bermukim di Banglades, sehingga beliau bertiga harus ke Banglades terlebih dahulu baru berangkat, akan tetapi  justru Sayed Husein agak lama tinggal karena cuaca buruk sehingga memutuskan untuk menikahi gadis Banglades dan memiliki 3 anak,


        Dari bangladesh beliau mengatur strategi untuk berlayar melewati pinggiran pantai baru menyeberangi Samudra karena satu satunya jalan dan tidak ada jalan lain.

       Tetapi Allah berkehendak lain, ketika melewati Samudra mereka di hantam ombak besar, atas ijin Allah melalui perantaranya, beliau mendapat pertolongan, sehingga rencana mereka berlayar lebih dari 1 tahun ternyata dalam 3 bulan mereka telah sampai di Singgapura


Tetapi mereka rahasiakan Kepada umum


        Ketika sampai di Singgapura salah satu sahabat beliau di pangil Datu ( karena sudah tua dari yang lain yang selanjut setelah tinggal di Trengganu beliau di panggil Dato Marang ) Sayid Husein kemudian menikah dapat 3 anak di Singgapura,  sambil bolak balik ke Aceh, Semarang,  Jakarta, Trengganu, Siak termasuk Sulawesi untuk berdagang dan da wah


       Sahabat beliau Abu bakar Alidrus melanjutkan perjalanan di Aceh dan menjadi Tuan Besar Aceh, ketika Sayid Husein berdagang dan da wah ke Aceh Tuan besar Aceh menikahkan beliau dengan Cut Helmira dan memiliki 1 anak


         Selain itu beliau juga menikah dengan Zahara Assegaf binti Zein dan memiliki 1 anak di Tanjung periok. Sayid Husein juga berda wah dan berdagang Trengganu, Siak, Betawi sempat tinggal 7 bulan. Sementara Sayid Muhammad bin Ahmad Alquds beliau memelih menetap di Trengganu beliau lalu di Panggil Dato Marang

       Tetapi mereka tetap selalu bersama sama sehingga mendapat gelar Sahabat  Empat


Seprahan di Istana Kadriah Pontianak


KELUARGA ASAL 


       Dalam catatan Maktab NanGq 1857., beliau anak bungsu atau anak kelima dari 5 bersaudara 

1. Aqil bin Ahmad
2. Alwi bin Ahmad
3. Fatimah binti Ahmad
4. Zahara binti Ahmad   

5. Sayid Husein Alqadri Jamalulai.,    

       Secara silsilah beliau keturunan yang ke 34 dari Rasullullah. SAW., saat ini, 2022  keturunan Sayid Husein  mencapai keturunan terpendek 39 hingga terpanjang 46 untuk kelahiran baru., hal ini karena faktor usia menyebabkan nasab mereka berbeda., ada yang berumur panjang dan ada yang menikah muda antara umur 14., sehingga nasab mereka menjadi panjang. 


         Penyebab nasab panjang diantaranya : Menikah di usia muda, anak pertama dari istri pertama laki -laki, lahir di usia ayah dan ibunya sangat muda, keturunan ini kemudian menikah lagi di usia muda, usia hidup yang panjang, dll. Sedangkan penyebab nasab pendek adalah sebaliknya.  



      Selama ini informasi keturunan Sayid Husein Alqadri sangat terbatas., hanya dikatakan datang dari Yaman., singgah di Aceh., Batavia., Sulawesi dan terakhir masuk di Kalimantan Barat - Borneo,  tepatnya di Matan. 

        Dalam kitab tulisan Yaman pada abad ke 19, "Samsud  Dzahiroh", juga hanya mencatat secara singkat, sehingga tak dapat dijadikan sumber rujukan untuk keturunan ini, apalagi statistik yang dibuat tahun 1936, oleh Habib Ali bin Ja Far, sangat jauh dari zaman kehidupan beliau pada abad ke 17 M, ini. 

    " Hanya Al Qadri yang bisa menelusuri dan mengenali kaum kerabat Al Qadri, karena sama jalurnya dan adanya hubungan darah serta kekeluargaan mereka"  Selain Al Qadri, tentunya mereka lebih baik fokus menelusuri jalur mereka masing-masing"  Karena Al Qadri terlalu besar puak nya dan terlalu luas sebarannya di Nusantara ini"  Sultan Pontianak ke. IX. 

 


PEREMPUAN YANG DINIKAHI  DI YAMAN ;


Istri - istri Sayid Husein Alqadri Jamalulai bin Ahmad :

1. Istri  Pertama di Yaman bernama Zahara mempunyai keturunan / anak tunggal  : 

1.1. Sayid Aqil Jamalulai (saat itu Alqadri di tekan dan tidak boleh di gunakan)


2. Istri kedua Khodijah., di Yaman berketurunan / anak  16 :

2.1. Jamalulail al jamalullail
2.2. Husein Jamalulai
2.3. Saleh Jamalullail
2.4. Abu Bakar Jamalullail
2.5. Alwi Jamalullail
2.6. Nijamudien Jamalullail
2.7. Husayin jamalullail
2.8. Fagih Jamalullail
2.9. Abdurahman Jamalullail
2.10. Abdul Hamid Jamalullail
2.11. Salim Jamalullail
2.12. Abdullah Jamalullail
2.13. Umar Jamalullail
2.14. Usman Jamalullail
2.15. Kasim Jamalullail
2.16. Muhammad Aminurrullah Jamalullail


     Fam yang di gunakan Jamalulai dan bukan Alqadri., jumlah anak beliau di Yaman ada 17 dari 2 orang istri. Mereka dengan ihklas di tinggalkan karena ada Misi yang  Besar (Yaitu hijrah dari Yaman ke negeri Benua melayu dengan maksud untuk tempat yang aman untuk menghidupkan Fam Alqadrie)

 
    Setelah mendapat  restu keluarga, beliau bertiga  langsung  berlayar  ke Bangladesh melalui  pesisir  agar  lebih aman., untuk menjemput teman  beliau.,  akan tetapi  perjalanan  tidak dapat di lanjutkan  karena  badai sehingga beliau menetap  beberapa  saat di Bangladesh ini. 



PEREMPUAN YANG DINIKAHI  SELAMA PERJALANAN  DA"WAH;


        Karena  cukup lama tertahan, beliau  memutuskan untuk menikahi bangsa Bangladesh  sebagai istri  ke 3., bernama : Ken Here  dan memiliki Anak :

3.1. Khairullah Jamalullail
3.2. Aminullah Jamalullail
3.3. Bandarullah Jamalullail

      Setelah  hampir  6 tahun menetap baru beliau  menuju Indonesia saat Itu.,  sehingga dari ke 3  istri  beliau  memiliki Anak 20 orang laki - laki, Anak - Anak Sayed Husein di Bangladesh juga menggunakan Fam Jamalulai 


     Keturunan Bangladesh tersebut  Masih terdengar .,  Karena Salah satu  keturunan pernah bertemu  di Al - Azhar  Cairo Mesir., sementara yang  di yaman  hingga  saat ini belum terdengar  jejak mereka, 


    Sebelum  berangkat ke benua  melayu  beliau Mengatur Strategie Untuk melakukan  perjalanan agar perahu bisa di sampai Tujuan dengan aman, Sehingga Sepakat  untuk  menelusuri daerah  pantai  namun  tidak semua bisa melalui pesisir pantai dan  harus  menyeberangi samudra



RIWAYAT PITUTUR TURUN TEMURUN 


        Menurut riwayat pitutur dari para leluhur :


     Dalam perjalanan ke Benua melayu., ketika melewati Samudra beliau  Di hantam ombak  besar yang hampir menenggelam kan perahu., atas munajat  dan doa  kepada  Allah., melalui  perantara., maka muncullah  seekor naga yang menyanggah perahu beliau sehingga sampai Tujuan lebih Cepat dari Rencana., 
beliau  melewati   Aceh  ke mudian menetap Di Singapura


          Menurut Dokumen Maktab NanGq 1857

          Setelah Sayyid Husein  di Singgapura

     Naga lalu menjelma menjadi  manusie Biasa  dengan ketinggian hampir  7 meter.,  tetapi kemudian  mengecil  setara  dengan mereka ber 4., kemudian jelmaan tersebut  berkata.,: 

   "Ana adalah .,,Syech Madudhudini Kharomani yang  hidup Di jaman nabi  Ilyas.AS., tetapi Umur Ana sampai di Jaman Rasullullah. SAW., ana sering bikin lelucon., Ana meninggal  Di jaman Rasullullah. sekitar umur 999 tahun " katanya. 

     Ketika said Husein bermunajat., maka Rasullullah menemui  Ana dan berkata.,:  ""wahai penguasa  samudra bantulah  cicit  Ku Itu dan hantar  sampai tujuan "

       Kemudian  syed Husein  meminta  bantuan untuk  mengitari  pulau  mana yang  cocok untuk bermukim di jadikan  perkampungan  beliau Dan cicit beliau. 
     Setelah mengitari beberapa hari., kemudian menyampaikan kepada Syed Husein Bahwa  tempat yang beliau kitari  itulah tempat  keturunan mu  nanti berkembang., 
 
        "Di Mempawah telah kutitip cahaya ku., berapa gunung peniraman apabila kamu tiba di sana berilah nama bukit sahabat 4., dan ilmuku akan mengelilingi gunung itu., barang siapa yang berani meratakanya., maka mereka dan penduduk akan di telan air dan lumpur.,"" demikian pesannya. 

     Segedong., batu layang, berapa daerah  sungai yang mengapit dataran (Daerah Keraton) berapa setiap gunung yg ada di pulau ini pasti ada keturunan mu

    Dan jika suatu saat kamu ( sayed Husein ) dan keturunan mu ingin bertemu dengan ku, Alfatihakanlah diri ku memanggil dengan nama ku NAGA  SENGKUIK., atas  ijin Allah., aku akan hadir  membantu mereka, : demikian menurut riwayat itu, 

Syech Madudhudini Karomani adalah adik kandung Nabi Ilyas. AS., 

     Nabi Ilyas. AS adalah Nasab Rasulullah. SAW sehingga beliau masih ada hubungan   darah dari Nabi Ilyas. AS. tetapi Syekh tidak memiliki keturunan karena hari harinya di habiskan bertapa di gua gua., dan beliau  penganut ajaran Nabi Ibrahim. AS.  maka ketika  islam datang beliau pun menyatakan ke islaman kepada Rasullullah. SAW., 

       menurut Dokumen Maktab NanGq 1857 umur Syeh lebih dari 1000 tahun, Jika di tarik dari kehidupan Nabi Ilyas. AS saat itu

      Sebelum Syech berpamitan kepada Sayid Husein beliau di menitip cahaya di dada Sayed Husein dan berkata : "" cahaya itu adalah bertulisan arab Alqadri Berbentuk Naga. Ketika kamu meninggal maka cahaya ku itu tertulis di maqam mu dan keturunan mu ""

      ""Sekalipun maqam itu rata dgn tanah tengelam di laut atau di jadikan jalan., maka cahaya itu tetap ada., dan inilah pembeda dengan maqam yang lain., dan jika maqam tersebut tidak ada cahaya itu., berarti bukan keturunan mu"" (Syed Husein)  

Kemudian Syech itu menghilang hingga saat ini., terkecuali jika di panggil baru beliau datang itupun belum tentu.,karena harus bersyarat hati yang bersih dan percaya dengan kehidupan gaib

   Kehidupan  Syed Husein selalu berhubungan dengan kehidupan gaib., sebagaimana riwayat tentang  7 peti  emas untuk pernikahan putra nya Abdurrahman dan mengembalikan kacep ( alat membelah pinang )  yang patah


Sultan Pontianak ke IX
Salah satu cucu Sayyid Husein Mempawah 



ISTRI - ISTRI LAIN ;


   Selama berada di Singapura  kemudian Syed Husein menikah lagi., dengan Maimunah keturunan Tionghoa melayu, sebagai istri ke 5 , 

        Hasil pernikahanya beliau memiliki anak :

5. 1. Sindus Jamalulai
5.2. Kendus Jamalulai

      Ada dugaan ketika Syarifah Zahara bin Sultan Hamid I Alqadri yang menikah dengan Syed Muhammad Jamalulai.,  merupakan salah satu dari keturunan beliau  hal ini dari hasil penelitian Syed Ibrahim bin Ahmad Alqadrie 1965., nasab Syed Muhammad  Jamalulaii mengarah ke salah satu keturunan tersebut

    Istri yang di Singgapura merupakan istri ke 5., karena istri ke 4 beliau tidak memiliki anak, Sehingga jumlah anak beliau  menjadi 22 orang  dengan 5 istri

  
    Setelah  beberapa lama berada di Singapura kemudian memiliki seorang istri dan 2 anak kecil Syed Husein  mulai menapakkan kakinya di Aceh dan sering pulang pergi hingga ke tanah Jawa.,  kemudian beliau mohon ijin  untuk berdawah dan menikahi gadis aceh yang bermata biru dari keturunan Aceh -  Belanda sebagai 

          istri yang ke 6 bernama  Cut Helmira, dari pernikahan ini beliau memiliki anak :

6.1. Sayidah Cut Zahara

6.2. Tengku Syed  Jainudien Jamalulai

6.3. Tengku Syed Jainudien Maulana Malik Husein

 

      Selama berada  di Aceh beliau sering mengunjungi pulau jawa bersama sahabatnya yang juga  sudah berkeluarga., beliau juga sering ke Sulawesi untuk melaksanakan tugas dawah dan mulai melirik pulau Kalimantan., karena sesuai dengan petunjuk Syech beliau  harus menetap di Matan., tetapi masih di urungkan  karena beliau  harus membesarkan Anaknya yang di Aceh

 

       Dari istri yang ke 6 beliau memperoleh anak 3, sehingga keturunan beliau ada menjadi lebih 25 orang


    Ternyata ketika beliau  bola balik dari Singgapura., Aceh.,  Jawa, Batavia, Sulawesi., Syed Husein memutuskan untuk menikah lagi dengan  Syarifah Zahara Assegaf  binti Zein  dari Tanjung priok  Batavia Jakarta., sebagai 

          istri yang ke 7 dan memiliki anak  satu : 

       7.1. Ahmad Jamalulai, Dari istri yang ke 7 beliau memiliki 1 anak, sehingga menjadi 26 anak

 

Istana  Kadriah Kesultanan Pontianak



PERJALANAN DA"WAH  KE SULAWESI 


       Kemudian beliau membagikan 3 peti emas  kepada ke 3 istrinya, agar dapat di tinggal dalam waktu yang  lama untuk merantau  dan berdawah ke Sulawesi . 


       Setelah membagjkan 3 peti emas kepada 3 istrinya,  Syed Husein berangkat ke Sulawesi untuk memenuhi undangan  Daeng Celak (Syed  Syech Abdullah Adeni  Qaulan Jajirah), kemudian beliau di minta untuk  menikahi anaknya Utien  Kasmiri  binti Daeng Celak untuk mengikat hubungan kekeluargaan,

          Dari pernikahan ke 8 ,  ini beliau memiliki anak :

 

8.1. Syarifah  Utien Kesumasari

8.2. Abu Bakar Jamalulai

8.3. Ahmad Alqadrie Jamalulai, Sehingga dari 8 istri beliau memiliki anak 29 orang

 

        Setelah  merasa cukup tinggal di Sulawesi, beliau dengan ke 4 temannya yang mencoba untuk  bersilaturahmi  dan berangkat ke Matan, lalu Daeng Celak  ikut rombongan itu untuk bertemu dengan abang beliau  Opu  Daeng Manambong (Syed Syech Abu Bakar Adeni Qaulan Jajirah)

 

      Namun sebelum menuju ke matan  beliau justru nyasar di daerah pegunungan  Peniraman secara  tidak sadar digerakan oleh Syech Madudhudini Kharomani,  agar menepati janjinya memberi nama Pegunungan  Peniraman dengan nama (Bukit Sahabat Empat) terdiri dari 2 gunung yang berdempetan di peniraman,  1 gunung di Sungai Daya (saat itu belum ada nama dan 1 gunung sungai cina sekarang Nusapati)

 


Selanjutnya  beliau menuju ke Matan Ketapang........ 

        KLIK DISINI >> : BACA DISINI PRIODE  MATAN DAN MEMPAWAH 



        Dalam Dokumen Maktab NanGq 1857, 
        Nama bukit Sahabat empat di ambil dari sahabat Syed Husein 

1. Syed Husein Alqadri Jamalulai Mufthi Mempawah (Tuan Besar Mempawah) 

2. Syed Abu bakar Alidrus (Tuan Besar Aceh yang menetap di Aceh) beliaulah yang menikahkan Syed Husein Husein dengan gadis cantik Aceh Cut Mutia ) 

3. Syed Umar Assegaf (Tuan Besar Siak  yang menetap di Siak) 

4. Syed  Muhammad Alquds (Tuan Besar  Dato Narang) yang menetap di Trengganu

       Ini sebagai Simbol penghormatan yang di berikan kepada Gunung Peniraman dan Sekaligus di mana ada Sahabat Syed Husein, kelak,  maka di situ juga terdapat  keturunan Syed Husein bersama mereka, 




Munculnya istilah SYARIF  dan AL - KADRIE., 
ketika Abdurrahman  menjadi Sultan


    Sebab menurut beliau gelar Sayid terlalu Tinggi sehingga di gunakanlah SYARIF.,  sedangkan untuk istilah AL-QADRI beliau ganti dengan Al - KADRIE., sehingga Sayid di Yaman saat itu mengira gelar biasa., karena Alqadri saat itu tidak boleh di pergunakan ??

     Dengan cara disamarkan dari  AL-QADRI  menjadi AL-KADRI di kira merupakan fam biasa.,  tetapi menurut Sultan sama saja., sehingga tujuan Sayid Husein terwujud. Semua keturunan Syarif Husein menggunakan Syarif dan Al-Kadri saat itu

      Istilah Syarif juga di maksud oleh Sultan untuk mencontoh, Keturunan sayidana Hasan  Yang menjadi  Raja  dan Sultan  di Bumi Padang pasir  Arabia., Dengan istilah SYARIF  maksudnya  keturunan  Rasullullah yang  menjadi Pemimpin atau Pembesar  Sultan atau Raja, sebagaimana sepupu mereka dari Hasan al Mutsannah, yang menjadi penguasa Mekkah dan Madinah , 



Khazanah Kesultanan  Kadriah 


PERIODE KEHIDUPAN DI MATAN DAN MEMPAWAH BORNEO

 

      Setelah  sampai di matan sebelum memasuki Kesultanan matan beliau mengatur strategi, bagaimana caranya bisa di terima, sementara 2 sahabat kembali ke tempatnya masing2,  ketika menerima jamuan sesuai adat setempat., maka sahabat Syed Husein membuat ulah dengan mematahkan kacip pinang., melihat hal tersebut Sultan kurang senang hati dengan menunjukan wajah yang muram,  

Syed Husein segera mengembalikan kacip seperti  semula,


      Melihat kejadian., maka Sultan segera mengangkat beliau sebagai Mufthi dan Penasehat Kesultanan., kemudian Syed Husein di nikahkan dengan anak beliau Uten  Chendramidi  (Nyai Tua) binti Sultan Muhammad Zainudin Matan dari Istri beliau suku Daya Setempat.,  


        Ketika Nyai Tua  melahirkan Syarifah Khodijah Al - Kadri., Nyai Tua meninggal Dunia.,


       Mendung menyelimuti keluarga besar Kesultanan Matan dan Syarif  Husein .,


    Syarif Husein meminta agar almarhumah Utien Kabanat di makamkan di mempawah., sebab di saat itu beliau juga sudah dekat dengan Opu Daeng Manambong ( Syed Syech Abu Bakar Adeni Qaulan Jajirah).

 

        Ketika Nyai Tua meninggal dunia  sahabat Syarif Husein yang berada di negeri Matan  "Tuan Janggut Merah, Sayid  Hasyim bin Yahya" juga hadir dan menyampaikan belasungkawa., dan berkata terimah kasih telah berbagi  ilmu (peristiwa Kacip) maka kemudian mereka berpelukan.,


       Panggilan utin berubah kembali ketika Sultan Abdurrahman menikah dengan Putri Utien Candramidi, yang namanya sama dengan nama ibunya ini, putri Opu Daeng Manambon itu.

 

            Maka istri Syed Husein di panggil  Utien Kabanat)

            Dari hasil pernikahan dengan  Nyai Tua di peroleh anak :

1.  Syarif Alwi ( Tuan Bujang karena tidak menikah )

2. Syarifah Aisyah  Awaliah

3. Sultan Syarif Abdurrahman Al - Kadri

4. Syarifah Khodijah

 

    Setelah 3 bulan meninggalnya Nyai Tua Sultan Muhammad Jainuddien kemudian menikahkan Syarif  Husein Al - Kadri dengan putri tengahnya Utin Krinci Srikandi ( Nyai Tengah) dengan  maksud agar adiknya bisa merawat  Anak kakaknya dengan sempurna., sebab menurut penglihatan Kasyaf  beliau di antara anak Nyai Tua memiliki Cahaya Pembesar (Tanda - tanda menjadi Raja atau Sultan di Negeri ini)

 

          Hasil pernikahan dengan Nyai Tengah sebagai istri ke 2 di Boerneo memiliki banyak anak :

1. Syarif  Muhammad Tuan Minta

2. Syarif Abu Bakar Al - Kadri Tuan Abu Panglima  Laksamana I

3. Syarif  Ali Al - Kadri

4. Syarifah Aisyah Awaliah Al - Kadri

5. Syarifah Fatimah Al - Kadri

         Sehingga jumlah menjadi 38 orang dgn istri 10 orang

 

        Selain itu dalam waktu yang tidak terlalu lama Syarif Husein Al - Kadrie juga menikah lagi dengan  Utien Kesumasari  ( Nyai Bungsu )

dan memiliki anak :

1. Syarifah  Noer Al - Kadrie

2. Syarifah Maryamah Al - Kadri dan

3. Syarif Ahmad Al - Kadri (Tuan Umat beliau juga di kenal dengan Pangeran Adiwijaya Garut)

         Sehingga jumlah anak beliau 41 orang dengan istri 11 orang

 

         Untuk selanjutnya Syarif Husein Al - Kadri terakhir menikah dengan Nyai Piring dan memiliki

1. Syarif Ahmad Al - Kadri dan

2. Syarifah Muhsena Al - Kadri (Meninggal di waktu kecil )


      Dengan demikian Sayyid Husein mempunyai 42 anak keturunan, dari 12 x menikah dan memperoleh keturunan dari  11  istrinya, sementara hanya 1 istri yang tak berketurunan





 ============
Referensi " 



Baca juga :