SULTAN SYARIF USMAN ALKADRI JAMALULLAIL
SULTAN KE III (1819 M - 1855 M (25 Pebruari 1819 M - 12 April 1855 M)
Menjabat Selama 36 Tahun
Sultan Syarif Usman Alkadrie Jamalullail Sultan Ke III
Lahir : Pontianak, 11 Julhizah 1198 H - 1777 M
(1 Tahun sebelum Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie Jamalullail di angkat menjadi Sultan dan
Wafat : 14 April 1860 M - 1281 H
Dalam Usia : 83 Tahun
Makam : Komplek Pemakaman Kesultanan Qadriah Pontianak Batu Layang
Anak ke : 8 dari 101 bersaudara Dari urutan istri - istri Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie Jamalullail yang berjumlah 67 istri termasuk anak yang ke 37)
Ayahnda : Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie Jamalullail
Ibunda : Ratu Sepuh Kesumasari Binti Raden Temenggung Wijoyo Ningart Keturunan dari Sultan Hamengkubuwono I (Pangeran Sujono) Bin Sunan Amangkurat V dari istri bernama Tejawati istri ke 7 Sunan Amangkurat IV
Jumlah istri : 6 Permaisuri
Yang menjadi Permaisuri Ratu Sepuh adalah istri pertama bernama :
Ratu Sepuh, Syarifah Zahara Binti Thaha Bin Syarif Abdullah Tumenggung Banten, bin Panglima Laksamana I Syarif Abu Bakar' Alkadxri Jamalullail bin Sayyid Husein Mempawah (di jodohkan langsung Antara Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie Jamalullail dengan Panglima Laksamana I Syarif Abu Bakar' Alkadxri Jamalullail ketika keduanya masih hidup. Di usia Pangeran Ratu Syarif Usman Alkadrie Jamalullail 7 Tahun (1784 M) dan Ratu Zahara Binti Thaha berusia 5 tahun)
Jumlah anak kandung dari ke 6 istri : 19 Anak laki - laki dan 5 anak perempuan
Jumlah Anak : 24 orang
3.3. Sultan Syarif Usman Alqadrie (1819 – 1855). Usia 42 tahun
Ia melihat bahwa hampir tidak ada jalan lain kecuali sementara “mengikuti” keinginan Pemerintah Kolonial Belanda dengan meneruskan perjanjian yang telah dibuat pendahulunya, dengan menanda tangani perjanjian baru pada tahun : 1819, 1822 dan 1823.
1. Fihak kesultanan tidak lagi memiliki kekuasaan dan penghasilan sepenuhnya tetapi kekuasaan pemerintahan dan penghasilan kesultanan telah dibagi dua dengan Pemerintah Belanda di Batavia. Bahkan, menyusul lagi ketentuan baru, berdasarkan catatan Rahman (2000:118)
2. Sultan tidak lagi mendapatkan separuh (50%) dari penghasilan kesultanan sebagaimana ketentuan sebelumnya, tetapi Sultan hanya diberikan tunjangan 42.000 gulden setiap tahun. Ketentuan ini tidak saja menimbulkan kerugian bagi fihak kesultanan secara material, tetapi juga merupakan penghinaan terhadap dan penghancuran martabat/marwah (dignity) kesultanan yang berdaulat dan memperoleh dukungan dari rakyat.
Belanda memperlakukan sultan dan para pemuka Kesultanan Kadriah sebagai tidak lebih dari para pegawai dan buruh kontrakan yang makan gaji dari Belanda.
3. Perjanjian 14 Oktober 1823 :
Ini bermakna bahwa Pemerintah kesultanan telah kehilangan kekuasaan dan ikatan terhadap rakyatnya.
Alasan ini merupakan salah satu pertimbangannya untuk mengundurkan diri 5 (lima) tahun lebih awal dari seharusnya. Berdasarkan tata aturan kerajaan seorang raja baru akan diganti setelah ia wafat, Syarif Usman wafat tahun 1860 tetapi ia telah mengundurkan diri pada bulan April 1855.
Lima tahun sisa waktu hidupnya digunakan nya bergabung dengan para “pembangkang” untuk melawan Belanda.
PELUNASAN HUTANG PIUTANG
Karena hutang - hutang adik - adiknya tidak mau di bayarkan Sultan Syarif Kasim Alkadrie Jamalullail di masa hidupnya,
Ahirnya para saudagar kembali mendatangi Sultan Syarif Usman Alkadrie Jamalullail untuk membayar hutang - hutang Saudara kandung lain ibu yang mengatas namakan ayahnya Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie Jamalullail,
hal ini menyebabkan Sultan Syarif Usman Alkadrie Jamalullail menjual aset Istanah Qadriah Pontianak yang berharga salah satunya dari empat buah kaca pecah seribu di jual dua buah termasuk meja makan hadiah dari Residen Rembang VOC Batavia di. Denhaq pemberian Van Heden Wierjawie yang sekaligus mertua almarhum Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie Jamalullail,
Kemudian menggantinya dengan meja makan dari kayu jati pemberian kakeknya Pangeran Wijoyo Ningart ayah dari Ratu Kesumasari yang di datangkan dari Jepara termasuk juga mengirim Kursi Kesultanan Qadriah Pontianak yang terbuat dari Kayu Jati yang juga di datangkan dari Jepara, sebagai ganti barang peninggalan dari ayahnya Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie Jamalullail
Selain itu juga menjual perhiasan berharga lainnya peninggalan Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie Jamalullail, sehingga hutang tersebut lunas
Akan tetapi Sultan Syarif Usman Alkadrie Jamalullail mendapat protes dari saudara lainnya yang tidak memiliki hutang, akibat dari tindakan tersebut, maka banyak anak - anak Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie Jamalullail mengambil barang - barang berharga peninggalan Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie sehingga harta Istanah Qadriah Pontianak menurun drastis
Selain itu Sultan Syarif Usman Alkadrie Jamalullail juga mendapat tekanan dari keponakanya Pangeran Perdana Muda Syarif Abu Bakar' bin Sultan Syarif Kasim Alkadrie Jamalullail yang masih berambisi untuk menjadi Sultan,
akibatnya masalah yang bertubi-tubi menimpa beliau, Ahirnya jatuh sakit, maka Sultan Syarif Usman Alkadrie Jamalullail memutuskan untuk mengundurkan diri, akan tetapi juga terganjal di mana anak tertua beliau Pangeran Perdana Agung Syarif Abdul Hamid Alkadrie Jamalullail masih berusia muda dan baru memiliki enam orang anak dari tiga istri,
Sehingga di putuskan lah menunggu Ratu Sepuh Syarifah Fatimah binti Sultan Syarif Kasim Alkadrie Jamalullail melahirkan anak ke tiganya, jika anak ketiga lahir dengan sendirinya tanpa harus umur 40 tahun Pangeran Perdana Agung Syarif Hamid Alkadrie Jamalullail dapat menjadi Sultan yang ke Empat
Tepat pada tanggal 12 April 1854 M :
Lahirlah anak Pangeran Perdana Agung Syarif Hamid Alkadrie Jamalullail yang kemudian di beri nama Syarif Ja'far Alkadxri Jamalullail sekaligus di nobatkan sebagai Pangeran Bendahara Syarif Ja'far bin Syarif Abdul Hamid Alkadrie Jamalullail
Setelah satu tahun dari kelahiran Pangeran Bendahara Syarif Ja'far Alkadxri Jamalullail tepat tanggal 12 April 1855 M, Sultan Syarif Usman Alkadrie Jamalullail mengundurkan diri sekaligus menobatkan Pangeran Perdana Agung Syarif Abdul Hamid Alkadrie Jamalullail menjadi Sultan Qadriah Pontianak yang ke IV,
dengan gelar Duli Yang Mulia Di Pertuan Agung Sultan Syarif Abdul Hamid Alkadrie Jamalullail (setelah di angkat Sultan Hamid II bin Sultan Muhammad Alkadxri Jamalullail, maka beliau menjadi Sultan Syarif Hamid I bin Sultan Syarif Usman Alkadrie Jamalullail)