Senin, 24 Januari 2011

Sultan Pontianak ke.III. Syarif Osman

Sultan Ketiga,: 
Syarif Usman ibni Sultan Abdurrahman Alqadrie

By : SAY Qadrie : 
Pustaka Kadriah



DYMM Sultan Syarif Oesman Ibn Sultan Abdurrahman '
Sultan Pontianak ke III, 


SULTAN SYARIF USMAN ALKADRI JAMALULLAIL

SULTAN KE III (1819 M - 1855 M  (25 Pebruari 1819 M - 12 April 1855 M)


Menjabat Selama 36 Tahun

Sultan Syarif Usman Alkadrie Jamalullail Sultan Ke III

Lahir : Pontianak, 11 Julhizah 1198 H - 1777 M

(1 Tahun sebelum Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie Jamalullail di angkat menjadi Sultan dan

Wafat : 14 April 1860 M - 1281 H

Dalam Usia : 83 Tahun

Makam : Komplek Pemakaman Kesultanan Qadriah Pontianak Batu Layang

Anak ke : 8 dari 101 bersaudara Dari urutan istri - istri Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie Jamalullail yang  berjumlah 67 istri termasuk anak yang ke 37)

Ayahnda : Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie Jamalullail

Ibunda : Ratu Sepuh Kesumasari Binti Raden Temenggung Wijoyo Ningart Keturunan dari Sultan Hamengkubuwono I (Pangeran Sujono) Bin Sunan Amangkurat V dari istri bernama Tejawati istri ke 7 Sunan Amangkurat IV

 

Jumlah istri : 6 Permaisuri

 

Yang menjadi Permaisuri Ratu Sepuh adalah istri pertama bernama :

 Ratu Sepuh, Syarifah Zahara Binti Thaha Bin Syarif Abdullah Tumenggung Banten, bin Panglima Laksamana I Syarif Abu Bakar' Alkadxri Jamalullail bin Sayyid Husein Mempawah (di jodohkan langsung Antara Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie Jamalullail dengan Panglima Laksamana I Syarif Abu Bakar' Alkadxri Jamalullail ketika keduanya masih hidup. Di usia Pangeran Ratu Syarif Usman Alkadrie Jamalullail 7 Tahun (1784 M) dan Ratu Zahara Binti Thaha berusia 5 tahun)

 

Jumlah anak kandung dari ke 6 istri : 19 Anak laki - laki dan 5 anak perempuan

Jumlah Anak : 24 orang



Sultan ketiga,Syarif Usman ibni Sultan Abdurrahman Alqadrie


3.3. Sultan Syarif Usman Alqadrie (1819 – 1855). Usia 42 tahun


    Syarif Usman Alqadrie menduduki jabatan Sultan Qadriah Pontianak Ketiga menggantikan Syarif Kasim dan pengangkatan ini mendapat dukungan dari sebagian terbesar rakyatnya. 


Ketika ayahanda beliau  wafat, Sultan Abdurrahman, 1808 M, saat itu  Osman yang putra mahkota berusia 31 tahun, lahir 1777 M, jadi bukan anak  kecil atau masih kecil sebetulnya, hanya saja masih muda.  Sementara kakaknya Syarif Kasem yang menduduki tahta berusia 42 tahun, lahir 1766 M di Mempawah dari ibu Utien Chandramidi Ratu Sultan

          
       Alasan mengapa Sultan Usman mendapat dukungan baik dari keluarga besar Kesultanan Qadariyah dan sebagian besar rakyat Pontianak maupun dari Batavia antara lain adalah penghargaan atas kesetiaan dan kesabarannya menjadi Pangeran Ratu dan mengamankan kekuasaan Sultan Kasim selama 11 tahun. 1808 - 1819 M 


Ia dikenal jujur, dianggap dapat melunasi hutang-hutang ayahdanya, dan lebih amanah dan mampu untuk membangun kesultanan Qadriyah.


     Menyadari terbatasnya kemampuan militer yang dimilikinya, Sultan Syarif Usman hampir tidak berdaya menghadapi Belanda dengan persenjataan relatif lengkap walaupun ia mendapat dukungan dari sebagian terbesar kerabat kerajaan dan penduduk setempat.


          Ia melihat bahwa hampir tidak ada jalan lain kecuali sementara “mengikuti” keinginan Pemerintah Kolonial Belanda dengan meneruskan perjanjian yang telah dibuat pendahulunya, dengan menanda tangani perjanjian baru pada tahun : 1819, 1822 dan 1823.



Mata Uang Zaman Sultan Usman



Perjanjian baru pada tahun : 1819, 1822 dan 1823.


     Tiga buah perjanjian tersebut di atas yang sangat mengikat dan merugikan fihak kesultanan, rakyat dan dirinya antara lain adalah bahwa :


1. Fihak kesultanan tidak lagi memiliki kekuasaan dan penghasilan sepenuhnya tetapi kekuasaan pemerintahan dan penghasilan kesultanan telah dibagi dua dengan Pemerintah Belanda di Batavia. Bahkan, menyusul lagi ketentuan baru, berdasarkan catatan Rahman (2000:118)


2. Sultan tidak lagi mendapatkan separuh (50%) dari penghasilan kesultanan sebagaimana ketentuan sebelumnya, tetapi Sultan hanya diberikan tunjangan 42.000 gulden setiap tahun. Ketentuan ini tidak saja menimbulkan kerugian bagi fihak kesultanan secara material, tetapi juga merupakan penghinaan terhadap dan penghancuran martabat/marwah (dignity) kesultanan yang berdaulat dan memperoleh dukungan dari rakyat.


        Belanda memperlakukan sultan dan para pemuka Kesultanan Kadriah sebagai tidak lebih dari para pegawai dan buruh kontrakan yang makan gaji dari Belanda.



VOC dan Sejarah Keserakahan Barat



Hal lain yang sangat memukul martabat kesultanan dan rakyat
 adalah diberlakukan nya :


3. Perjanjian 14 Oktober 1823 : 


  Yang menetapkan bahwa kekuasaan pengadilan Belanda diperluas terhadap rakyat pribumi setempat disamping orang-orang Eropah dan Cina (Rahman, 2000:118).


   Ini bermakna bahwa Pemerintah kesultanan telah kehilangan kekuasaan dan ikatan terhadap rakyatnya.


    Kondisi penghancuran harga diri seperti ini ternyata telah menambah kebencian dan pembangkangan terhadap Belanda baik dari sebagian besar kerabat istana maupun dari tokoh/pemuka masyarakat, dan ini telah pula membesarkan Kampung Luar dan kampung-kampung lain sebagai simbol perlawanan terhadap Belanda.


   Walaupun kesulitan dalam keuangan dan dalam menghadapi Belanda, berkat dukungan dari kerabat kesultanan dan rakyat, 


    Sultan Usman mampu membangun kembali Mesjid Agung/Jami’ tahun 1821 yang pernah dirintis oleh ayahdanya Sultan Abdurrahman, dan melanjutkan membangun istana kesultanan beserta tiang bendera kesultanan pada 19 Januari 1845 yang masih dapat ditemui sampai sekarang.



Sisi Belakang 



      Cengkeraman kuku kolonialisme Belanda ke dalam setiap sendi kehidupan kesultanan dan rakyat Pontianak ternyata merupakan penghalang utama bagi obsesi Sultan Syarif Usman untuk membangun kesultanan Islam yang berwibawa dan sejahtera di Nusantara pada umumnya dan di Kalimantan pada khususnya.


        Alasan ini merupakan salah satu pertimbangannya untuk mengundurkan diri 5 (lima) tahun lebih awal dari seharusnya. Berdasarkan tata aturan kerajaan seorang raja baru akan diganti setelah ia wafat, Syarif Usman wafat tahun 1860 tetapi ia telah mengundurkan diri pada bulan April 1855.


Lima tahun sisa waktu hidupnya digunakan nya bergabung dengan para “pembangkang” untuk melawan Belanda.


KLIK DISINI, 
BACA JUGA >>:  








PELUNASAN HUTANG PIUTANG 


Karena hutang - hutang adik - adiknya tidak mau di bayarkan Sultan Syarif Kasim Alkadrie Jamalullail di masa hidupnya,


Ahirnya para saudagar kembali mendatangi Sultan Syarif Usman Alkadrie Jamalullail untuk membayar hutang - hutang Saudara kandung lain ibu yang mengatas namakan ayahnya Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie Jamalullail,

 

hal ini menyebabkan Sultan Syarif Usman Alkadrie Jamalullail menjual aset Istanah Qadriah Pontianak yang berharga salah satunya dari empat buah kaca pecah seribu di jual dua buah termasuk meja makan hadiah dari Residen Rembang VOC Batavia di. Denhaq pemberian Van Heden Wierjawie yang sekaligus mertua almarhum Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie Jamalullail,

 

Kemudian menggantinya dengan meja makan dari kayu jati pemberian kakeknya Pangeran Wijoyo Ningart ayah dari Ratu Kesumasari yang di datangkan dari Jepara termasuk juga mengirim Kursi Kesultanan Qadriah Pontianak yang terbuat dari Kayu Jati yang juga di datangkan dari Jepara, sebagai ganti barang peninggalan dari ayahnya Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie Jamalullail

 

Selain itu juga menjual perhiasan berharga lainnya peninggalan Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie Jamalullail, sehingga hutang tersebut lunas

 

Akan tetapi Sultan Syarif Usman Alkadrie Jamalullail mendapat protes dari saudara lainnya yang tidak memiliki hutang, akibat dari tindakan tersebut, maka banyak anak - anak Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie Jamalullail mengambil barang - barang berharga peninggalan Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie sehingga harta Istanah Qadriah Pontianak menurun drastis

 

Selain itu Sultan Syarif Usman Alkadrie Jamalullail juga mendapat tekanan dari keponakanya Pangeran Perdana Muda Syarif Abu Bakar' bin Sultan Syarif Kasim Alkadrie Jamalullail yang masih berambisi untuk menjadi Sultan,

 

akibatnya masalah yang bertubi-tubi menimpa beliau, Ahirnya jatuh sakit, maka Sultan Syarif Usman Alkadrie Jamalullail memutuskan untuk mengundurkan diri, akan tetapi juga terganjal di mana anak tertua beliau Pangeran Perdana Agung Syarif Abdul Hamid Alkadrie Jamalullail masih berusia muda dan baru memiliki enam orang anak dari tiga istri,


 Sehingga di putuskan lah menunggu Ratu Sepuh Syarifah Fatimah binti Sultan Syarif Kasim Alkadrie Jamalullail melahirkan anak ke tiganya, jika anak ketiga lahir dengan sendirinya tanpa harus umur 40 tahun Pangeran Perdana Agung Syarif Hamid Alkadrie Jamalullail dapat menjadi Sultan yang ke Empat

 

Tepat pada tanggal 12 April 1854 M : 


 Lahirlah anak Pangeran Perdana Agung Syarif Hamid Alkadrie Jamalullail yang kemudian di beri nama Syarif Ja'far Alkadxri Jamalullail sekaligus di nobatkan sebagai Pangeran Bendahara Syarif Ja'far bin Syarif Abdul Hamid Alkadrie Jamalullail

 

Setelah satu tahun dari kelahiran Pangeran Bendahara Syarif Ja'far Alkadxri Jamalullail tepat tanggal 12 April 1855 M, Sultan Syarif Usman Alkadrie Jamalullail mengundurkan diri sekaligus menobatkan Pangeran Perdana Agung Syarif Abdul Hamid Alkadrie Jamalullail menjadi Sultan Qadriah Pontianak yang ke IV,

 

dengan gelar Duli Yang Mulia Di Pertuan Agung Sultan Syarif Abdul Hamid Alkadrie Jamalullail (setelah di angkat Sultan Hamid II bin Sultan Muhammad Alkadxri Jamalullail, maka beliau menjadi Sultan Syarif Hamid I bin Sultan Syarif Usman Alkadrie Jamalullail)






PERISTIWA PANGERAN JAYA  


Salah satu anak Sultan Syarif Usman Alkadrie Jamalullail, 


Yang bernama Pangeran Jaya Syarif Abdullah Alkadrie Jamalullail dari ibu Nyai Culan,  merasa risih terhadap Residen Rembang VOC Batavia Jakarta yang terlalu banyak mengatur Kesultanan, kejengkelan tersebut karena pajak yang hanya tersisa 40  % masih akan di potong biaya operasional Residen Belanda terhadap barang - barang yang masuk   pelabuhan Dwikora dan Nipah kuning Jeruju sehingga hanya tersisa 30 %


Maka tepat tengah malam di kala orang - orang sedang tidur lelap, dengan membawa pasukan ayahnya yang menyamar kemudian Membakar gudang getah karet Siantan milik Belanda yang bekerja sama dengan Rentenir Lou Teva (1854 M)


Setelah esok hari gudang tersebut telah ludes, 


Ahirnya setelah di ketahui pelakunya maka Pangeran Jaya Syarif Abdullah Alkadrie Jamalullail melarikan diri Ke Bogor dan bersembunyi di Depok, kemudian Beliau berangkat dengan Kapal Nelayan Menuju Natuna dan berlayar ke India 


Di India beliau menikah, 


 Maka salah satu keturunan yang terkenal dari India adalah:  Mr. Hamid Algadrie Pasuruan, yang pernah bekerja sama dengan Mohamad Hatta wakil Presiden di jaman Soekarno (1940 M - 1965 M) maka jangan heran jika keturunan ini ada wajah imbas India



Dengan peristiwa tersebut, Ahirnya Belanda menemui Sultan Syarif Usman Alkadrie Jamalullail dan berjanji akan memperluas kekuasaan Sultan Syarif Usman Alkadrie  Jamalullail hingga di Mandor, Karangan,  Menjalin, Sidas  (Sebab itu ketika Indonesia Merdeka wilayah tersebut masuk dalam Kabupaten Pontianak 1945 M)


Bekerja sama dengan Belanda dan Kongsi Dagang Cina Loteva yang bermarkas di mandor, Ahirnya gudang getah Siantan di bangun setengah Moderen (sumber barang di datangkan Langsung dari Cina,) 



Keturunan Sultan Osman  : 

Keturunan Sultan Osman bin Sultan Abdurrahman,: 
Dari sumber Genealogy Al Kadrie berbahasa Inggris, : 
Ditranslasikan kedalam bahasa Indonesia :



KRONOLOGI : 


1819 – 1855   Berkuasa : H.H. Sri Paduka Sultan al- Sayyid Syarif Usman ibni Murhum Sultan al-Sayyid Syarif Abdurrahman al-Kadrie, Sultan Pontianak. 


1777, lahir : pendidikan prifat. Diangkat sebagai Pewaris Sultan dengan Gelar   Pangeran Ratu pada tahun 1788. Pada usia 11 tahun. 


1819  : Naik tahta, Naik Tahta setelah wafat saudara tertuanya pada 25 februari 1819.  Di Usia 42 tahun 


1819 membuat kontrak: dengan kerajaan Belanda dimana ia menjadi persemakmuran Belanda, 16 Agustus 1819 (diratifikasi 21 maret 1820). 


Turun tahta demi putranya pada 12 April 1855. Di usia 78 tahun



 H.H. Sri Paduka Sultan al-Sayyid Syarif Usman ibni Murhum Sultan al-Sayyid Syarif Abdurrahman al-Kadrie, menikahi 6 orang istri diantaranya: 

 (1) Ratu Sepuh, Syarifah Zahara puteri dari Syarifah Khadijah binti Habib Husein al-Kadrie, ( Sebenarnya Syarifah  Zahara putri  dari Syarif Thaha, bin Syarif Abdullah Tumenggung Banten, bin Panglima Laksamana I, Syarif Abubakar, bin Sayyid Husein Mempawah )  Beliau adalah ibu dari Sri Paduka Sultan Syarif Hamid bin Sultan Syarif Usman. - Maktab NanGq 1857 Alkadri Pontianak -

(2) Utin Renon, Putri bungsu Sultan Muhammad Zainal Abidin Mempawah dari istri keduanya, 

(3) Inche’ Jiba,

 (4) Nyai Daravati, 

(5) Nyai Culan, 

(6) Nyai Nuria.


       H.H. Sri Paduka Sultan al-Sayyid Syarif Usman ibni Murhum Sultan al-Sayyid Syarif Abdurrahman al-Kadrie meninggal pada tahun 1860 (dimakamkan di Batulayang). 


         Meninggalkan   22 putra putri, diantaranya:


• 1) H.H. Sri Paduka Sultan al-Sayyid Sharif Hamid I ibni al- Marhum Sultan al-Sayyid Sharif Usman al-Kadrie. Nama Ibu Syarifah Zahara


• 2) Syarif Muhammad ibni al- Marhum Sultan al-Sayyid Sharif Usman al- Kadrie. 
 lahir.1823 Nama Ibu Nyai Nuria


• 3) Syarif Husain ibni al- Marhum Sultan al-Sayyid Sharif Usman al-Kadrie.
 Lahir 1828   Nama Ibu Nyai Daravati


• 4) Syarif Umar ibni al- Marhum Sultan al-Sayyid Sharif Usman al-Kadrie
lahir 1833 Nama Ibu Nyai Nuria


• 5) Syarif Hasan ibni al- Marhum Sultan al-Sayyid Sharif Usman al-Kadrie
lahir 1841 Nama Ibu Nyai Nuria


 *6) Syarif Abubakar I,  Ibni  al- Marhum Sultan al-Sayyid Sharif Usman al-Kadrie


*7) Syarif Abubakar, II, Ibni  al- Marhum Sultan al-Sayyid Sharif Usman al-Kadrie
      ( Nama Abubakar bin Sultan Usman ditemukan dalam Nuswah tua di garut - 2021 ) 



Klik Disini Baca : 



Sayyid  Syarif Abdullah bin Sultan Usman. 
Gelar : Pangeran Jaya. 

Cucu Habib Husein Tuan Besar Mempawah 
Leluhur Al Qadri Menado,dsk




• 8 ) Syarif Abdullah ibni al- Marhum Sultan al-Sayyid Sharif Usman al- Kadrie gelar  Pangeran Jaya. lahir 1845 Nama Ibu Nyai Culan. 


Dicatat:


Keturunan : 


1. Sayyid Rejab bin Syarif Abdullah al-Kadrie.  dan , : 

2. Syarifah Zahra binti Syarif Abdullah al-Kadrie ( Ibu Sultan Muhammad ) 


8. 1. Sayyid Rejab ini, karena membakar gudang karet Belanda waktu itu, kemudian beliau  Melarikan diri ke Singapura dan menyembunyikan titel sayyid. Punya. Istri pertama Kenik (bercerai). Istri kedua Esah. Istri ketiga setelah meninggalnya istri kedua, : Halimah. 


         Dicatat punya, dua putra dan tiga putri


      Putra Pertama  :   Sayyid Abdul Mutalib bin Rejab  bin Abdullah al-Kadrie (Nama Ibu Halimah). Menikahi pertama, Kasmah. Kedua, Habsah.


             Mempunyai satu putra dan satu putri


             1. Syed Ali bin Syed Abdul Mutalib bin Rejab al-Kadrie


            .2. Syarifah Zainab binti Syed Abdul Mutalib bin Rejab al-Kadrie



          Putra Kedua  :  Sayyid Abdul Manaf bin Rejab bin Abdullah  al-Kadrie (Nama Ibu Halimah) menikah dan memiliki 2 putri


             1. Syarifah Azizah al-Kadrie


             2. Syarifah Khadijah al-Kadrie



     Putri  Pertama : Syarifah Salamah binti Rejab al-Kadrie (Nama Ibu Kenik) menikah dengan Tuk Katuk, seorang pangeran bugis. Mempunyai dua putri


       Putri  Kedua:  Syarifah Banum binti Rejab al-Kadrie (Nama Ibu Esah)  menikah dan memiliki 2 putra


        Putri  Ketiga  : Syarifah Rahmah binti Rejab al-Kadrie (Nama Ibu Halimah) dia tidak menikah, meninggal remaja.




8.2. ) Syarifah Zahra binti Syarif Abdullah al-Kadrie ( Ibu Sultan Muhammad ) 


       Menikah dengan Sri Paduka Sultan al-Sayyid Syarif Yusuf ibni Almarhum al- Sayyid Syarif Hamid al-Kadrie I.   Memiliki satu anak, : Sri Paduka  Sultan al-Sayyid Syarif Mohammad al-Kadrie.




Referensi 

-  MAKTAB NANGQ 1857
Dewan Pimpinan Pusat Pontianak
Kantor Pemeliharaan Dan Statistik Sejarah Ahlulbait 
Pangeran Bendahara Syarif Ja'far Bin Sultan Syarif Hamid I Alkadri

- The Genealogy Alkadrie berbahasa Inggris

-  Nuswah tua ditemukan di Garut Jawa Barat , tulisan Sayyid Alwi keturunan Sayyid  Abubakar bin Sultan Usman ( Mbah Imam Pangkiroman Garut )