Senin, 24 Januari 2011

Sultan Pontianak ke.III. Syarif Osman

By : SAY Qadrie : 
Pustaka Kadriah
Sultan ketiga,: 
Syarif Usman ibni Sultan Abdurrahman Alqadrie



DYMM Sultan Syarif Oesman Ibn Sultan Abdurrahman '
Sultan Pontianak ke III, 


Sultan ketiga,Syarif Usman ibni Sultan Abdurrahman Alqadrie


3.3. Sultan Syarif Usman Alqadrie (1819 – 1855).


    Syarif Usman Alqadrie menduduki jabatan Sultan Qadriah Pontianak Ketiga menggantikan Syarif Kasim dan pengangkatan ini mendapat dukungan dari sebagian terbesar rakyatnya. 
          
       Alasan mengapa Sultan Usman mendapat dukungan baik dari keluarga besar Kesultanan Qadariyah dan sebagian besar rakyat Pontianak maupun dari Batavia antara lain adalah penghargaan atas kesetiaan dan kesabarannya menjadi Pangeran Ratu dan mengamankan kekuasaan Sultan Kasim selama 11 tahun. 

Ia dikenal jujur, dianggap dapat melunasi hutang-hutang ayahdanya, dan lebih amanah dan mampu untuk membangun kesultanan Qadriyah.

     Menyadari terbatasnya kemampuan militer yang dimilikinya, Sultan Syarif Usman hampir tidak berdaya menghadapi Belanda dengan persenjataan relatif lengkap walaupun ia mendapat dukungan dari sebagian terbesar kerabat kerajaan dan penduduk setempat.

          Ia melihat bahwa hampir tidak ada jalan lain kecuali sementara “mengikuti” keinginan Pemerintah Kolonial Belanda dengan meneruskan perjanjian yang telah dibuat pendahulunya, dengan menanda tangani perjanjian baru pada tahun : 1819, 1822 dan 1823.



Mata Uang Zaman Sultan Usman



Perjanjian baru pada tahun : 1819, 1822 dan 1823.


     Tiga buah perjanjian tersebut di atas yang sangat mengikat dan merugikan fihak kesultanan, rakyat dan dirinya antara lain adalah bahwa :

1. Fihak kesultanan tidak lagi memiliki kekuasaan dan penghasilan sepenuhnya tetapi kekuasaan pemerintahan dan penghasilan kesultanan telah dibagi dua dengan Pemerintah Belanda di Batavia. Bahkan, menyusul lagi ketentuan baru, berdasarkan catatan Rahman (2000:118)

2. Sultan tidak lagi mendapatkan separuh (50%) dari penghasilan kesultanan sebagaimana ketentuan sebelumnya, tetapi Sultan hanya diberikan tunjangan 42.000 gulden setiap tahun. Ketentuan ini tidak saja menimbulkan kerugian bagi fihak kesultanan secara material, tetapi juga merupakan penghinaan terhadap dan penghancuran martabat/marwah (dignity) kesultanan yang berdaulat dan memperoleh dukungan dari rakyat.

        Belanda memperlakukan sultan dan para pemuka Kesultanan Kadriah sebagai tidak lebih dari para pegawai dan buruh kontrakan yang makan gaji dari Belanda.



VOC dan Sejarah Keserakahan Barat



Hal lain yang sangat memukul martabat kesultanan dan rakyat
 adalah diberlakukan nya :


3. Perjanjian 14 Oktober 1823 : 

  Yang menetapkan bahwa kekuasaan pengadilan Belanda diperluas terhadap rakyat pribumi setempat disamping orang-orang Eropah dan Cina (Rahman, 2000:118).

   Ini bermakna bahwa Pemerintah kesultanan telah kehilangan kekuasaan dan ikatan terhadap rakyatnya.

    Kondisi penghancuran harga diri seperti ini ternyata telah menambah kebencian dan pembangkangan terhadap Belanda baik dari sebagian besar kerabat istana maupun dari tokoh/pemuka masyarakat, dan ini telah pula membesarkan Kampung Luar dan kampung-kampung lain sebagai simbol perlawanan terhadap Belanda.

   Walaupun kesulitan dalam keuangan dan dalam menghadapi Belanda, berkat dukungan dari kerabat kesultanan dan rakyat, 

    Sultan Usman mampu membangun kembali Mesjid Agung/Jami’ tahun 1821 yang pernah dirintis oleh ayahdanya Sultan Abdurrahman, dan melanjutkan membangun istana kesultanan beserta tiang bendera kesultanan pada 19 Januari 1845 yang masih dapat ditemui sampai sekarang.



Sisi Belakang 



      Cengkeraman kuku kolonialisme Belanda ke dalam setiap sendi kehidupan kesultanan dan rakyat Pontianak ternyata merupakan penghalang utama bagi obsesi Sultan Syarif Usman untuk membangun kesultanan Islam yang berwibawa dan sejahtera di Nusantara pada umumnya dan di Kalimantan pada khususnya.

        Alasan ini merupakan salah satu pertimbangannya untuk mengundurkan diri 5 (lima) tahun lebih awal dari seharusnya. Berdasarkan tata aturan kerajaan seorang raja baru akan diganti setelah ia wafat, Syarif Usman wafat tahun 1860 tetapi ia telah mengundurkan diri pada bulan April 1855.

Lima tahun sisa waktu hidupnya digunakan nya bergabung dengan para “pembangkang” untuk melawan Belanda.








Keturunan Sultan Osman  : 

Keturunan Sultan Osman bin Sultan Abdurrahman,: 
Dari sumber Genealogy Al Kadrie berbahasa Inggris, : 
Ditranslasikan kedalam bahasa Indonesia :



KRONOLOGI : 


1819 – 1855   Berkuasa : H.H. Sri Paduka Sultan al- Sayyid Syarif Usman ibni Murhum Sultan al-Sayyid Syarif Abdurrahman al-Kadrie, Sultan Pontianak. 


1777, lahir : pendidikan prifat. Diangkat sebagai Pewaris Sultan dengan Gelar   Pangeran Ratu pada tahun 1788. 


1788  : Naik tahta Naik Tahta setelah wafat saudara tertuanya pada 25 februari 1819. 


1819 membuat kontrak: dengan kerajaan Belanda dimana ia menjadi persemakmuran Belanda, 16 Agustus 1819 (diratifikasi 21 maret 1820). 


Turun tahta demi putranya pada 12 April 1855.



 H.H. Sri Paduka Sultan al-Sayyid Syarif Usman ibni Murhum Sultan al-Sayyid Syarif Abdurrahman al-Kadrie, menikahi 6 orang istri diantaranya: 

 (1) Syarifah Zahara puteri dari Syarifah Khadijah binti Habib Husein al-Kadrie, 

(2) Utin Renon, Putri bungsu Sultan Muhammad Zainal Abidin Mempawah dari istri keduanya, 

(3) Inche’ Jiba,

 (4) Nyai Daravati, 

(5) Nyai Culan, 

(6) Nyai Nuria.


       H.H. Sri Paduka Sultan al-Sayyid Syarif Usman ibni Murhum Sultan al-Sayyid Syarif Abdurrahman al-Kadrie meninggal pada tahun 1860 (dimakamkan di Batulayang). 


         Meninggalkan   22 putra putri, diantaranya:

• 1) H.H. Sri Paduka Sultan al-Sayyid Sharif Hamid I ibni al- Marhum Sultan al-Sayyid Sharif Usman al-Kadrie. Nama Ibu Syarifah Zahara

• 2) Syarif Muhammad ibni al- Marhum Sultan al-Sayyid Sharif Usman al- Kadrie. 
 lahir.1823 Nama Ibu Nyai Nuria

• 3) Syarif Husain ibni al- Marhum Sultan al-Sayyid Sharif Usman al-Kadrie.
 Lahir 1828   Nama Ibu Nyai Daravati

• 4) Syarif Umar ibni al- Marhum Sultan al-Sayyid Sharif Usman al-Kadrie
lahir 1833 Nama Ibu Nyai Nuria

• 5) Syarif Hasan ibni al- Marhum Sultan al-Sayyid Sharif Usman al-Kadrie
lahir 1841 Nama Ibu Nyai Nuria

 *6) Syarif Abubakar I,  Ibni  al- Marhum Sultan al-Sayyid Sharif Usman al-Kadrie

*7) Syarif Abubakar, II, Ibni  al- Marhum Sultan al-Sayyid Sharif Usman al-Kadrie
      ( Nama Abubakar bin Sultan Usman ditemukan dalam Nuswah tua di garut - 2021 ) 




Sayyid  Syarif Abdullah bin Sultan Usman. 
Gelar : Pangeran Jaya. 

Cucu Habib Husein Tuan Besar Mempawah 
Leluhur Al Qadri Menado,dsk




• 8 ) Syarif Abdullah ibni al- Marhum Sultan al-Sayyid Sharif Usman al- Kadrie gelar  Pangeran Jaya. lahir 1845 Nama Ibu Nyai Culan. 

Dicatat:

Keturunan : 

1. Sayyid Rejab bin Syarif Abdullah al-Kadrie.  dan , : 
2. Syarifah Zahra binti Syarif Abdullah al-Kadrie ( Ibu Sultan Muhammad ) 


8. 1. Sayyid Rejab ini, karena membakar gudang karet Belanda waktu itu, kemudian beliau  Melarikan diri ke Singapura dan menyembunyikan titel sayyid. Punya. Istri pertama Kenik (bercerai). Istri kedua Esah. Istri ketiga setelah meninggalnya istri kedua, : Halimah. 

         Dicatat punya, dua putra dan tiga putri

      Putra Pertama  :   Sayyid Abdul Mutalib bin Rejab  bin Abdullah al-Kadrie (Nama Ibu Halimah). Menikahi pertama, Kasmah. Kedua, Habsah.

             Mempunyai satu putra dan satu putri

             1. Syed Ali bin Syed Abdul Mutalib bin Rejab al-Kadrie

            .2. Syarifah Zainab binti Syed Abdul Mutalib bin Rejab al-Kadrie



          Putra Kedua  :  Sayyid Abdul Manaf bin Rejab bin Abdullah  al-Kadrie (Nama Ibu Halimah) menikah dan memiliki 2 putri

             1. Syarifah Azizah al-Kadrie

             2. Syarifah Khadijah al-Kadrie



     Putri  Pertama : Syarifah Salamah binti Rejab al-Kadrie (Nama Ibu Kenik) menikah dengan Tuk Katuk, seorang pangeran bugis. Mempunyai dua putri

       Putri  Kedua:  Syarifah Banum binti Rejab al-Kadrie (Nama Ibu Esah)  menikah dan memiliki 2 putra

        Putri  Ketiga  : Syarifah Rahmah binti Rejab al-Kadrie (Nama Ibu Halimah) dia tidak menikah, meninggal remaja.




8.2. ) Syarifah Zahra binti Syarif Abdullah al-Kadrie ( Ibu Sultan Muhammad ) 

       Menikah dengan Sri Paduka Sultan al-Sayyid Syarif Yusuf ibni Almarhum al- Sayyid Syarif Hamid al-Kadrie I.   Memiliki satu anak, : Sri Paduka  Sultan al-Sayyid Syarif Mohammad al-Kadrie.




Klik Disini Baca : Pemerintahan Sultan Hamid.I.


Referensi 

- The Genealogy Alkadrie berbahasa Inggris

-  Nuswah tua ditemukan di Garut Jawa Barat , tulisan Sayyid Alwi keturunan Sayyid  Abubakar bin Sultan Usman