By : SAY Qadrie, -
Ditulis di Samarinda, 2013.
"Karena Pahlawan, bukan hanya gelar untuk pemenang, tapi hak semua Pejuang,!"
Kompas Tv : Reportase Prahara Politik Sultan Hamid.II,
SULTAN
HAMID.II, KORBAN “MINORITY REPORT”
Samarinda, 2013.
"Karena Pahlawan, bukan hanya gelar untuk pemenang, tapi hak semua pejuang,!"
Baru baru ini, di tanah
kelahiran nya, Pontianak, Kalimantan Barat, telah di launching sebuah buku tentang
beliau ini. Sultan Hamid.II, Sang Perancang lambang Negara, Elang Rajawali, Garuda
Pancasila, judulnya. Ditulis oleh :
Ansyari Dimyati, Dkk.
Kita sebut
saja mereka ini sebagai “ Tiga serangkai, Pencari Keadilan,”
Terlepas dari diakui atau
tidak nya peran dan jasa beliau, saya teringat pernah menonton sebuah film
produksi Holywood, judul nya “Minority Report” dengan bintang utama : Tom Cruise,
salah satu aktor handal di negeri Paman Sam itu.
Dalam film itu diceritakan America
masa depan pada tahun : 2052, kalau saya tidak salah.
Syahdan pada masa
itu diberlakukan hukum bahwa seseorang dapat dihukum karena niatnya yang belum
atau baru akan terjadi belakangan.
Ia dapat ditangkap dan diadili karena niatnya
itu.
Alkisah : sang penegak hukum tersebut di komandani oleh Tom Cruise, memiliki
satu unit perangkat penegak hukum dengan peralatan serba canggih dan
modern, futuristic, termasuk pesawat mini yang bisa take off dan landing
vertical, sehingga bisa bergerak cepat dalam hitungan menit, meluncur ke lokasi TKP kejahatan yang akan terjadi tersebut.
pertanyaan nya , darimana mereka dapat
informasi kejahatan itu akan terjadi?
Ternyata mereka menggunakan 3 manusia cenayang, paranormal, dimana dua diantara nya anak kembar, yang mereka paksa memberikan gambaran kejadian
berdasarkan kilatan penglihatan mereka berdua itu. Ketiga manusia yang memiliki
kemampuan melihat masa depan ini, mereka tempatkan dalam satu wadah semacam
kolam renang mini, dimana mereka bertiga mengapung diatasnya. Kilatan fikiran
mereka diterjemahkan oleh alat yang dipasang di kepala mereka, (mirip
headset untuk mendengarkan music.)
Kilatan
penglihatan mereka dibaca dan diterjemahkan oleh komputer dalam bentuk
keluarnya bola kayu, berwarna merah.
Dari visualisasi gambar yang mereka
rangkai dari potongan – potongan kilatan penglihatan itu, kemudian di simpulkan
nama, tempat, tanggal dan waktu kejadian itu akan terjadi.
Gambar itu kemudian di tranmisikan
secara online kepada jaksa dan kepada hakim, yang kemudian menjatuhkan vonis, dan memerintahkan
dilakukanya penangkapan atas tersangka kejahatan yang diduga akan dilakukan nya nanti.
Dengan demikian kejahatan dapat
dicegah dan si calon pelaku kejahatan tersebut dapat ditangkap dan langsung di
tahan dengan cara dibekukan, dimasukkan dalam wadah berbentuk tabung, dibuat
seperti dalam keadaan tertidur, mirip film “Demolition Man,” yang dibintangi,
Silvester Stallone, si Rambo, Pahlawan Vietnam itu,- denyut nadi dan detak jantung tetap di pantau,
dan akan di sadarkan kembali nanti, ketika vonis hukuman nya telah berakhir, dan
ia telah menjalani hukuman berupa”Dibekukan” selama rentang waktu masa
hukuman nya.
Cerita ini menjadi menarik, karena
tanpa diduga, si cenayang memvisualisasikan si komandan (Tom Cruise) yang akan
melakukan kejahatan berupa penembakan seseorang pada masa depan.
Bagaimana bisa? Sedangkan dia
adalah kepala team unit anti kejahatan tersebut?
Alhasil cerita menjadi seru, :
Bagaimana
si komandan berupaya menyelidiki kasus yang akan menyebabkan dirinya sendiri
melakukan kejahatan. Ternyata si komandan mengalami kejadian
berupa kehilangan anak tunggal nya, ditengah keramaian kolam renang umum. Putranya
itu diculik dan tidak diketahui nasib nya. hal inilah yang membuat si komandan
gelap mata. Dari penyelidikan nya itu, dia
menemukan si pelaku dengan bukti
gambar korban nya di sebuah kamar hotel, yang berserakan diatas kasur, termasuk
foto anak nya yang hilang.
Yang lebih menarik, inti cerita nya,
ternyata bukan itu? Lalu gimana?
Ternyata gambar visual yang
dimunculkan si cenayang adalah hasil rekayasa untuk menutupi kasus sebenar nya
yang sudah terjadi, berupa pembunuhan yang telah dilakukan oleh
atasan nya, terhadap ibu kandung dari cenayang yang mereka gunakan itu.
Si
Komandan, (Tom Cruise), melalui kolega nya nekad melakukan perbuatan menculik si
cenayang dan mengeluarkan nya dari kolam tempat dimana mereka di tempatkan
selama ini. tentu saja perbuatan ini menyebabkan si komandan, menjadi buronan
yang paling dicari di negeri itu.
Kisah bagaimana si komandan
bersembunyi dan upaya mengungkap kejahatan sebenar nya yang sudah terjadi, dan
melintas dalam kilatan penglihatan si cenayang ber ulang-ulang, itulah yang
menjadi inti dari film ini.
Mampukah si Komandan membuktikan bahwa ia tidak
bersalah, bahwa sebetulnya visualisasi itu hanya rekayasa, bahwa ia, pada bagian
akhir film, tidak jadi menembak si tersangka yang telah menculik anaknya itu?
Kalau mau lebih jelas, silahkan
cari CD / DVD nya, saya yakin banyak dijual
di pasaran.
Garuda Pancasila
Transformasi dari Elang Rajawali- Garuda Pancasila
Buah Karya Intelektual Sultan Pontianak.SH.II
Dalam kasus Sultan Hamid.II, :
Kebetulan
saya baca pledoi nya, yang saya dapat dari transkrip tulisan di blog lentera
timur, beliau juga di vonis bersalah dengan tuduhan yang sangat serius pada
zaman itu, tahun 1953 berupa tuduhan makar terhadap Negara, karena merencanakan
penembakan tiga orang pejabat tinggi Negara atau menteri Negara .
Beliau, Sultan Hamid.II, di vonis sepuluh tahun penjara, di potong masa tahanan tiga tahun sebelum peradilan, dengan tuntutan delapan belas tahun penjara oleh jaksa penuntut nya, atas kejahatan yang belum dilakukan nya, atau batal dilakukan nya.
Tidak cukup sampai disitu, setelah bebas, beliau kemudian ditangkap lagi, dengan tuduhan merencanakan gerakan merongrong Negara, bersama kolega nya, yang dikenal dengan istilah “Bali Conection”
Ironis memang, seorang anak bangsa
yang ikut aktif memperjuangkan kemerdekaan bangsa nya, dan menyumbangkan jasa
besar dengan merancang lambang Negara berupa : Elang rajawali – Garuda
Pancasila, yang kita gunakan hingga hari ini,- hidup nya terpuruk dari tahanan
ke tahanan, dari sel ke sel,--
Sebelumnya, pada masa pendudukan
jepang di Indonesia, Sultan Hamid.II, juga ditahan oleh jepang sebagai tawanan
perang, setelah pertempuran dengan
jepang di Balikpapan, dalam kondisi terluka, diungsikan ke Surabaya, kemudian
Ke Malang, sebelum ditangkap Jepang, dan ditahan di Batavia, Jakarta sekarang.
Beliau memang perwira Belanda, lulusan akademi militer Belanda di Breda. Dengan Pangkat Mayor Jenderal KNIL, pangkat tertinggi seorang perwira yang diakui dunia Internasional saat itu.
Persoalanya adalah, Bisakah
seseorang dihukum hanya karena niatnya?
Dalam kasus Sultan Hamid.II, :
Banyak
kemiripan yang terjadi dengan film “Minority Report “ yang saya ceritakan
diatas tadi.
Meskipun Mahkamah Agung tidak sanggup membuktikan keterlibatan
beliau secara langsung, sebab sampai akhir sidang, pelaku yang dikaitkan dengan
keterlibatan beliau, bekas anak buah beliau
di KNIL, tentara belanda, yang melakukan gerakan perlawanan di Pasundan, sekarang
Provinsi Jawa barat, yaitu Mr. Raymond Westerling, tidak hadir sebagai saksi?
Tentang sosok Sultan Hamid.II
Sultan Hamid.II, adalah korban Minority Report,:
Jauh sebelum Holywod membuat film
itu, ternyata, kita sudah membuat film yang jauh lebih bagus, dengan pembusukan
seorang anak bangsa yang memiliki intelektualitas, ide, pemikiran, dan
pendidikan akademik serta kemampuan diplomasi setara dengan “Founding Father” Bapak
– bapak bangsa pendiri negeri ini.
Sultan Hamid.II, adalah Kolega
dekat Almarhum President Sukarno, Mohammad Hatta, Mr.Muhamad Yamin, Sri
Sultan Hamengku Buwono , ( adalah
teman nya sejak kecil ), Ide Anak Agung Gde Agung, Mohammad Roem, dan nama besar
lain nya, sebagaimana tertulis dalam Buku Sejarah Indonesia, dan dibaca oleh anak
sekolah dasar hingga perguruan tinggi hari ini, ---, tentu saja, minus nama Sultan
Hamid.II,---
Sepanjang hidup nya hingga akhir
hayat nya,: Sultan Hamid.II,: di cap dengan stigma negatife, tidak sampai disitu, bahkan
hasil karya intelektualnya, berupa perancang lambang Negara : Elang Rajawali – Garuda Pancasila “ pun
tidak diakui hingga hari ini.
Seperti Wr. Supratman Sang Pencipta Lagu Indonesia
Raya, dan Ibu Fatmawati, istri President
Sukarno, Sang Penjahit Bendera Pusaka, Sang saka, Merah Putih, maka Sudah
selayaknya, Sultan Hamid.II, disandingkan nama nya dengan mereka, sebagai Perancang Lambang Negara,: Elang Rajawali – Garuda Pancasila, : agar bangsa ini
menjadi sempurna dan lengkap. Sudah selayaknya nama beliau di tulis dengan tinta emas sebagai Pahlawan Bangsa, Pahlawan Nasional Indonesia.
Bangsa yang besar adalah Bangsa
yang menghargai Pahlawanya, Jas Merah : jangan lupakan sejarah, itulah
pesan Bung Karno, Proklamator Negara ini. Bapak Bangsa yang sangat kita hormati.
Sudah waktunya kita menuliskan sejarah apa
adanya, tanpa tendensi, tanpa menghakimi, tanpa aliansi, tanpa prasangka, tanpa
stigma. Sudah saatnya kita jujur, setelah 68
tahun kemerdekaan ini kita nikmati, mereka yang telah mengorbankan waktu, tenaga,
fikiran, diasingkan, dibuang, dihina, dicaci maki, dulunya, pada masa
perjuangan, pada masa transisi, selayaknya di dudukkan pada tempat nya pada
porsi nya sekarang ini.
Kita bukanlah Belanda, Jepang, Inggris, atau Portugis : mereka yang dulunya adalah penjajah bangsa kita. Mereka melihat pejuang
kita, pahlawan kita, Syuhada kita, sebagai pembelot, pemberontak, pelaku
makar, menurut hukum mereka, yang mereka buat guna kelanggengan kepentingan
pendudukan mereka, : Sebagai Penjajah.
Sedikit banyak, Sultan Hamid.II, juga
merupakan korban masa transisi Negara kita, dimana Undang-Undang yang digunakan
menjerat beliau, adalah undang –undang
buatan Belanda, yang ditulis dalam bahasa Belanda, kemudian disadur menjadi
KUHP, Kitab Undang-undang Hukum
Pidana, dan digunakan oleh Bangsa kita, untuk mengadili : “Bangsa Kita
Sendiri”.
Tentu saja sudut pandang hukum yang tertuang tidak sepenuhnya dapat dipakai dan diterapkan untuk bangsa ini. Dimana Negara kita bukanlah Negara Belanda, - yang membuat undang –undang itu,- demi kepentingan fasisnya, demi kepentingan kelanggengan penjajahanya, demi kepentingan legitimasi perampokan hasil bumi, alam, terutama rempah-rempah yang menjadi komoditi utama VOC, dibumi pertiwi ini.
Kita semua membenci penjajahan, Pembukaan Undang-Undang Dasar kita dengan tegas menyebutkan,: - Dan oleh sebab itu, maka penjajahan harus dihapuskan dari muka bumi, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan,- : tapi ironis nya, kita menggunakan aturan hukum mereka, untuk mengadili bangsa sendiri. Anak bangsa sendiri. putra pertiwi, yang mencintai negeri tanah tumpah darah nya ini, dengan segenap jiwa raga dan kesadaran nya.
Kesultanan Kadriah sudah ada dan
eksis,:
jauh sebelum Negara Republik ini hadir.
Ketika
Peluru meriam pertama kali ditembakkan, pada: 23 Oktober 1771, sebagai tanda
dibukanya hutan rimba Kalimantan Barat, oleh nenek moyang Sultan Hamid.II,-
yaitu : Sultan Abdurrahman ibni Almarhum Habib Husein Alqadrie,- pembuka hutan
yang kemudian berkembang menjadi kota Pontianak sekarang ini,-
Kesultanan Kadriah telah menjalin
hubungan baik dengan semua pihak, di pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, kecuali
dengan VOC, pada masa awal berdirinya kesultanan ini.
Dimata VOC, Abdurrahman adalah
Perompak,: bajak sungai, yang banyak menenggelamkan kapal-kapal mereka
di malam hari, ketika melakukan pelayaran di seputar perairan Kalimantan umum nya,
dan sungai Kapuas khusu snya. Jika ada anak bangsa yang melihat Sultan
Abdurrahman dengan cara ini, maka bisa dipastikan, sudut pandang yang digunakan
terbalik.
Sudut pandang kita adalah, apa yang
dilakukan oleh Sultan Abdurrahman,dkk, pada masa itu, adalah tindakan
heroic, bagaimana anak bangsa yang mencoba melawan hegemony bangsa penjajah, yang
mengeruk kekayaan alam negerinya.
Sebagaimana Si Pitung di tanah
Betawi, Pangeran Diponegoro di Pulau Jawa, Sultan Hasanuddin di Sulawesi, Cut Nyak Dien, Tengku Umar , Cut Meu Tia, di Aceh, Pattimura di
Ambon, dll, itulah yang dilakukan oleh Sultan Abdurrahman. Melawan
penjajahan dengan cara menenggelamkan kapal –kapal dagang VOC, yang sarat berisi
muatan rempah rempah, berupa: lada, kopi, dan hasil bumi lain nya.
Sultan Syarif Abdurrahman: adalah
menantu dari Raja Mempawah, Opu Daeng Manambon, beliau menikahi putri Utin
Candramidi, Putri Raja Mempawah itu dijadikannya Permaisuri. Ayahnya adalah Mufti Kerajaan Mempawah sampai
akhir hayatnya, beliau yang bergelar Sayyid Husein Tuan Besar Mempawah, Makamnya
sekitar 68 Km sebelah utara kota Pontianak, Kalimantan Barat sekarang ini.
Kesultanan Kadriah adalah kerajaan
yang bermartabat,: terhormat, dan disegani oleh kerajaan lain pada
zaman nya,- ,jika saja sultan Hamid.II, mau menerima tawaran Bergabung dengan
kerajaan Brunei, atau jika saja beliau menerima tawaran Kerajaan Sarawak, (
Kuching, Malaysia timur, sekarang) yang nota bene memang satu tanah satu daratan,
satu rumpun , satu budaya, dan banyak sekali ditemukan diantara mereka masih
merupakan kerabat dekat, dari satu nenek moyang yang sama, satu garis
keturunan, -mungkin sejarah bangsa kita akan ditulis dengan warna berbeda.
Provinsi Kalimantan Barat tidak akan masuk peta wilayah Negara kita, tapi masuk
peta wilayah Kerajaan Brunei Darussalam, atau masuk peta wilayah Persekutuan
Negara Malaysia. Sebagaimana Sarawak sekarang ini, yang menjadi Negara bagian Malaysia timur.,
Sultan hamid.II, atas nama
nasionalismenya, atas nama kecintaanya kepada bangsa ini, menolak tawaran tersebut. Dan beliau
memilih ikut memperjuangkan kemerdekaan bagi negri ini, dengan aktif
berdiplomasi kedalam dan keluar negeri, hingga tercapainya kesepakatan Meja
Bundar, di Denhaag, negeri Belanda, yang secara tegas, mengakui kemerdekaan
Indonesia, meskipun masih dalam bentuk Negara Federasi, Republik Indonesia Serikat ( RIS ) bukan Negara kesatuan
seperti yang kita jalani sekarang ini.
Beliau adalah ketua BFO, negara Federasi yang kemudian menggabungkan diri dengan Negara Republik Indonesia berpusat di Jakarta, dibawah kepemimpinan Sukarno. Jadi Proklamasi 17 Agustus pada waktu itu, tidak mencakup negara BFO. Kemerdekaan yang diakui Belanda adalah Indonesia dalam bentuk Federasi, Indonesia dalam bentuk serikat, mirip negara Amerika sekarang ini, yang dimana setiap negara bagian punya hak otonom yang sangat luas, termasuk mengatur dan mengelola sumber daya alam dan manusia dengan kebebasan penuh.
Itulah kisah hidup, itulah sejarah seorang anak bangsa Sultan
Hamid.II. nama nya
Kita adalah bangsa Indonesia, : bangsa
yang besar, bangsa yang dihormati oleh
dunia. Kita adalah bangsa yang mayoritas memeluk agama islam, dan agama kita
mengajarkan untuk memaafkan kesalahan orang lain, Mengampuni dan sikap welas
asih adalah nafas agama kita. Kita adalah ummat Muhammad, Rasul terakhir, yang
“Rahmatan lil alamiiin”
Kita tidak mungkin memutar balik sejarah yang
sudah terjadi, tapi kita jangan sampai memutar balik, mengkaburkan, fakta
sejarah yang ditulis dengan keringat dan darah para pahlawan kita. Dan satu hal
lagi, jangan sampai kita berlaku dzalim, dengan mengakui apa yang bukan menjadi
hak kita, dan sebaliknya, tidak mengakui, apa yang menjadi hak orang lain.
Dalam kasus Sultan Hamid.II, : adalah
hak anak cucu nya, hak kerabat nya, hak
ahli waris nya, dan hak kesultanan nya, serta hak rakyat nya, untuk mendapatkan Pemulihan
nama baik raja nya, sultan nya, pemimpin mereka yang sangat mereka cintai
dan hormati.
Adalah hak mereka untuk mendapatkan pengakuan yang layak, mendapatkan
penghargaan atas jasa-jasa nya kepada Negara, dan sumbangsih nya yang tak
ternilai dengan merancang lambang Negara : Garuda pancasila, -,yang dimenangkan
nya secara legal dalam suatu sayembara nasional yang dilaksanakan oleh Negara
pada waktu itu,- yang kita pajang dan kita tatap dengan bangga hari ini.
Jangan sampai kita mewariskan
sejarah yang bengkok, : kepada generasi muda, anak-anak kita, cucu-cucu
kita, yang pada giliran nya nanti, merekalah yang akan menjadi pemimpin-pemimpin di
negeri ini.
Kita tidak mau, mereka nantinya
kecewa,: bahwa kita, generasi yang ada sekarang ini, yang
mengajarkan kejujuran , mengajarkan kelurusan, mengajarkan anti Korupsi, anti
penindasan, anti kezaliman, ternyata, di kemudian hari, kita termasuk yang tidak
jujur dalam perlakuan kita, terhadap sosok anak bangsa, yang hingga hari ini, masih
terkubur dalam lembaran hitam sejarah bangsa nya.
Padahal, masa revolusi sudah lewat, jaman orde lama sudah
tumbang, orde baru sudah
runtuh, Reformasi sudah lima belas tahun
umurnya, dan Undang- Undang Dasar kita sudah di amandemen dua kali, Indonesia
sudah merdeka,68 tahun lamanya. Masihkah kita sebagai bangsa,:
” Tak mampu meluruskan sejarah, dan
memandang sesuatu secara obyektif?”
Mereka semua adalah manusia, bukan
malaikat,: Sebagaimana tokoh besar lain nya, yang juga tak luput dari khilaf dan salah, akan tetapi kita harus akui bahwa Kesalahan yang mereka perbuat adalah bagian dari proses
bangsa ini mencapai tujuannya,- "Masyarakat yang adil dalam kemakmuran,
dan Makmur dalam keadilan,- itulah cita cita pendiri bangsa kita. Itulah
juga cita cita Sultan Hamid.II,"" Cuma mungkin cara bernegara nya, yang
agak sedikit berbeda.
Beliau memang tokoh Federalis Sejati, yang mengusung faham berbeda dengan sebagian tokoh pendiri bangsa ini, pada masa itu. Akan tetapi, Seperti Pemimpin Besar lain nya, sudah selayaknya kita memperlakukan pahlawan kita, dengan cara yang arif, santun, bijak, hormat, dan rasa terima kasih, yang sesuai porsi nya, atas peran mereka. Karena Pahlawan bukan hanya gelar untuk pemenang, tapi hak semua pejuang,!
Mereka adalah orang tua kita, tanpa mereka, perjuangan mereka, mungkin kita sampai hari ini belum menikmati rasanya “ Hidup sebagai manusia Merdeka,”
Mungkin sebagian dari kita, atau
kerabat kita,saat ini, masih berada di tengah hutan di Burma, sebagai
Romusha, pekerja paksa, yang gaji nya adalah "Cemeti", dan pensiun nya adalah “Mati”
Sultan Hamid II, dimasa RIS
Sebagai orang tua kita, mungkin
mereka pernah berbuat salah, adalah kewajiban kita untuk
memaafkan mereka, karna kita adalah anak – anak bangsa, anak-anak negeri, adalah
kewajiban kita berbakti kepada orang tua,
Sebagaimana kita memaafkan kesalahan bapak –
bapak bangsa kita yang lain, tak layak kah kita juga membuka pintu maaf bagi seorang
Sultan Hamid.II,?
“Allahhummagfirli dzunubi, wali
walidayya, warhamhumma , kama rabbayana shaghira,” (Ya allah, ampunilah
dosa-dosa orang tua kami, kasihilah mereka, sayangilah mereka, sebagaimana
mereka mengasihi dan menyayangi kami pada waktu kecil )
Mungkin sebagai generasi yang hidup
saat ini, selayaknya kita semua meneriakkan satu kata yang sama, bagi
salah seorang anak bangsa, yang mengalami malapetaka, di usia nya yang masih
sangat muda, : 36 tahun.
Salah Satu Kuburan Massal,
di makam juang Mandor
Hanya mujizat Allah yang
menyelamatkan nya. Tentara jepang mungkin tidak mengetahui, bahwa perwira Belanda
yang ditahan nya di Batavia itu, adalah Putra dari : Sultan Syarif Muhammad
Alqadrie, Raja Kesultanan Kadriah Pontianak yang menjadi target penangkapan dan
pembunuhan massal,: antara 21.000.- sampai 50.000,- jiwa yang dikenal
dengan “Peristiwa Mandor Berdarah” di Kalimantan Barat .
Sultan Hamid.II, adalah korban” Minority
Report,” :
atas Kesalahan Niat nya,
yang diakuinya secara jujur dan terbuka, didepan sidang Mahkamah Agung yang mengadilinya, dan kesalahan niat nya itu sudah ditebus nya, dengan menjalani hukuman kurungan selama,”sepuluh tahun penjara”sesuai vonis Mahkamah Agung, yang diterimanya dengan lapang dada. Sekarang beliau sudah tiada. Beliau sudah pulang menghadap penciptanya. Menemui orang tua dan kerabat nya yang telah lebih dulu menjadi korban “Kekejaman Manusia atas manusia”
Hal yang memang di prediksi ketika
manusia pertama diciptakan sebagaimana
tercermin dari dialogh antara Allah sebagai sang pencipta, dengan para malaikatnya, di
surga, ketika Adam pertama kali di perkenalkan.
Manusia memang mahluk ajaib, : “Ia
mampu membumbung tinggi melebihi derajat para malaikat, dan ia juga sanggup
merosot tajam, sampai lebih hina dari
binatang melata,” tentu saja pandangan ini dari sisi rohani, dan dengan
penglihatan Allah atas diri kita, sebagaimana tertulis dalam kitab Nya.
Mungkin sekarang sudah waktunya,:
kita semua, yang masih memiliki nurani dan jiwa , melepaskan diri dari segala
tendensi dan kepentingan, lalu berteriak dengan lantang :
“Pulihkan nama baik Sultan Hamid.II. Sekarang !!”
Putra Sultan Hamid.II, Max Yusuf Hamid, bersama :
DYMM Sultan Abubakar Alkadrie.
Duduk di tahta Istana Kadriah : 2004 - 2017
“Kami hanyalah tulang - tulang yang
berserakan,
Tapi adalah kepunyaanmu,
Kau lah lagi yang tentukan nilai
tulang-tulang berserakan,
Ataukah jiwa kami melayang untuk
kemerdekaan,
Kemenangan dan harapan,
Atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi
bisa berkata,
Kau lah sekarang yang berkata,
Kami bicara padamu dalam hening
di malam sepi,
Jika dada rasa hampa dan jam
dinding yang berdetak,
Kenang-Kenang lah kami,
(Penggalan Sajak Chairil Anwar, : Karawang Bekasi)
(Penggalan Sajak Chairil Anwar, : Karawang Bekasi)
Baca disini Pledoi lengkap Sultan Hamid.II, dalam sidang Mahkamah Agung 1953:
Referensi :
5. Rapat BFO,