Selasa, 29 Mei 2012

Sayyid Abubakar Jeranjang.II. : ABUBAKAR BIN ABDILLAH

Bagian Kedua

Meluruskan Sejarah Sayyid Abubakar Jeranjang di Lombok. 


By : SAY Qadrie : 
Pustaka Sejarah






Zaman Kekuasaan Sultan Syarif Hamid.I. 
Ibni Sultan Osman Alkadrie :  (1855-1872), - Bertahta 17 tahun

*Sayyid Abubakar bin Abdillah* 
Menjabat Panglima Laksamana IV, 
Kesultanan Pontianak* 



     Syahdan pada zaman kekuasaan Sultan Hamid.I. di Pontianak, beliau melantik Sayyid Abu Bakar Bin Abdillah: di angkat Sultan Hamid Satu, sebagai Panglima Laksaman IV. Untuk wilayah Operasional Indonesia Timur Kalsel. Kaltim, NTT, NTB dan Papua. 

    Saat itu, Kesultanan Pontianak merupakan kerajaan yang berdaulat, bersendikan azas Islam, dan aktif membantu mereka yang tertindas dimanapun adanya.

         Sementara disaat bersamaan, kerajaan Muslim Selaparang Lombok, tengah menghadapi gejolak perlawanan dari aneksasi kelompok Bali Mataram Hindu , yang saat itu menekan masyrakat Muslim Lombok.

        Penduduk asli Pulau Lombok adalah Suku Sasak, yang memeluk Islam sejak abad ke-16. Kelompok-kelompok bangsawan Bali dari Kerajaan Karangasem kemudian mulai menguasai bagian barat pulau Lombok.

       Salah satu dari mereka, yaitu kelompok Bali-Mataram, berhasil menguasai lebih banyak daripada kelompok asal Bali lainnya, dan bahkan pada akhirnya menguasai keseluruhan pulau ini pada tahun 1839.

Sejak saat itu kebudayaan istana Bali juga turut berkembang di Lombok

       Hubungan dengan Inggris mulai berkembang, diawali oleh G.P. King yang memegang semua mandat perdagangan luar negeri Inggris. Namun Belanda berhasil menghentikan pengaruh Inggris dengan menandatangani perjanjian dengan kelompok Bali-Mataram pada tahun 1843

        Pada  pemberontakan tahun 1855 dan 1871, antara penduduk asli suku sasak melawan Bali Mataram, dibawah penguasa  Anak Agung Gde Ngurah Karangasem, kemungkinan beliau terlibat dalam perlawanan dan berada di pihak suku sasak yang muslim dan merupakan kaum tertindas . 

       Peran beliau sebagai Panglima Perang menyebabkan beliau kemudian diculik, dianiaya, disiksa, dan dihabisi dipinggir pantai Jeranjang, sebagaimana diketahui dari riwayat penduduk setempat dan keturunan beliau berikut ini.


          Jadi jelaslah beliau adalah : *Sayyid Abubakar bin Abdillah* Panglima Laksamana IV, Kesultanan Pontianak*  bin Abu Bakar (Laksamana III , bin Abdullah , bin Abu Bakar laksamana I , bin Habeb Husein ), dan bukan Sayyid Abubakar bin Sultan Abdurrahman, karena beliau yang disebut terakhir ini  dikirim  sebagai Duta Kesultanan ke Tibet, tidak kembali hingga wafatnya, bahkan anak cucu beliau menetap disana, hingga hari ini.


Sumber Rujukan :

       KitabTua tulisan Pangeran Bendahara, Syarif Ja"far bin Sultan Hamid.I. bertahun  1857 M, ditulis dengan huruf Arab dan berbahasa Arab Melayu. Koleksi  Kesultanan Pontianak. 

        Bahwa Makam yang di klaim sebagai Abu Bakar bin Sultan Abdurrahman tidak benar, dan beliau bukan juga Abu Bakar bin Sultan Usman, tetapi makam ini adalah Makam : 

       Sayyid Abu Bakar Bin Abdillah :  ( beliau di angkat Sultan Hamid Satu, sebagai Panglima Laksaman IV) untuk wilayah Indonesia Timur Kalsel. Kaltim, NTT, NTB dan Papua :   bin Abdillah  bin Abu Bakar (Lasamana III , bin Abdullah , bin Abu Bakar laksamana I , bin Habeb Husein )



        Sedangkan Sayyid Abubakar bin Sultan Abdurrahman, beliau ditugaskan ke Tibet, semua  keturunan beliau tidak kembali ke  Indonesia dan menetap disana. 

Tercatat keturunan beliau ada  7 anak :

1. Sulaiman alqadri chengho,  2. Usman,  3. Abdurrahman,  4. Samankhan
5. Syarifah Line,  6. Syarifah zahraline,  7. Syarifah fatim

     Demikian keterangan yang kami dapatkan dari  dokumen tua keluarga  Sebagaimana tercatat di Kesultanan Pontianak. 


--------------------------------


Sayyid Abubakar bin Abdillah 
Panglima  Laksamana IV
Dilantik 1855 M




##, Sejarah  Sayyid Abubakar  Yang diketahui selama ini, 


Konon riwayat menurut pitutur versi lain, bukan tertulis  :  

          Riwayat pitutur adalah riwayat turun temurun  dari generasi ke generasi, orang tua ke anak, ke cucu, dst. Bedanya dengan  dongeng, pitutur biasanya di dasarkan kejadian zaman sebelumnya, dan dihubungkan atau terhubung dengan tempat, lokasi, makam,  situs, dsb, : yang masih dapat ditemukan peninggalannya saat ini.


           Abubakar sebetulnya adalah putra Sultan Abdurrahman ( atau Sultan Usman ?) Pontianak, beliau adalah Pangeran Syarif Abubakar bergelar Pangeran Laksamana, sebab beliau menguasai ilmu pelayaran sangat baik. Pada Masa Pemerintahan Saudaranya ( atau  ayahnya), Sultan Usman, sebagai Raja yang duduk di tahta istana Kadriah di Pontianak, dimana zaman itu pengaruh kekuasaan Belanda/VOC, sangat dominan diseluruh wilayah jajahan Hindia Belanda, atau Nusantara ini.


          Konon setelah dilantik dengan resmi, Sultan Usman dipaksa menanda tangani perjanjian dengan VOC, hal mana dalam perjanjian tersebut, banyak sekali hak hak kesultanan yang dirugikan dan di kebiri oleh Penjajah, tentu saja hal tersebut memicu kemarahan keluarga besar kesultanan pontianak, salah satunya adalah Pangeran Laksamana Abubakar.


         Beliau berbeda pendapat dengan saudaranya ( atau ayahnya) Sultan Usman, oleh karena itu, Belanda lalu menangkap dan membuang nya ke pulau Sumba, dibagian timur kepulauan indonesia, sekarang masuk wilayah Nusa Tenggara Timur.


        Versi lain mengatakan, beliau memang dengan kesadaran sendiri, keluar dari Kesultanan, dan memilih Sumba sebagai markas nya, untuk menggerakkan perlawanan terhadap Belanda.


    Alkisah, : Beliau menetap disana, sebagian mengatakan bahwa beliau meninggalkan keluarga dan anak istrinya di pontianak, sebagian lagi mengatakan, beliau membawa serta mereka semua, tentu saja hal ini harus dikaji lebih jauh dan lebih teliti lagi.


     Bukti sejarah adalah, di tanah Sumba dan Waingapu, ditemukan banyak keturunan Alqadrie, termasuk tokoh yang menonjol adalah,:  Al Habib As Sayyid Abdurrahman Alqadrie, yang makam nya di temukan di Kupang, dan sangat di hormati penduduk setempat.


         Syahdan setelah sekian lama di Sumba, atau Nusa tenggara Timur, beliau lalu berlayar Ke Sumbawa, untuk menyebarkan ajaran Islam yang diyakini nya, dan berbaur dengan masyarakat setempat.


    Dikatakan bahwa di sumbawa beliau menikahi wanita setempat, dan memperoleh keturunan, yang sampai saat ini banyak ditemukan di sumbawa Besar, dan sumbawa barat, yang sekarang menjadi Kabupaten Sumbawa barat, dengan ibu kota nya :  TALIWANG.


Saya sempat menemui Sayyid Fathi Alqadrie,: 


        Beliau bermukim di pinggiran kota Taliwang, jalan yang mengarah ke Labuan Balad, bersama keluarga nya. Istri beliau yang seorang Notaris cukup dihormati disitu. Negeri Indah yang belum terjamah ini, menyimpan potensi besar yang luar biasa. Tanahnya mengandung cadangan emas yang lebih besar dari Prefort, kemana saja digali, ditemukan kandungan emas disana.


      Selain itu, panorama alam yang luar biasa indah nya. Eksotis, dengan bentangan pantai berpasir putih, air laut biru jernih, gugusan pulau kosong, bukit padas dan kapur, menghiasi keindahan alam nya, luar biasa.



Mengenal Sejarah Lombok



Alkisah,:

" Setelah beberapa lama menetap di sumbawa:, 

          Pangeran Laksamana, ( (gelar Abubakar ini),  melanjutkan pelayaran nya ke seberang, yaitu pulau lombok, sekitar abad ke 18, atau akhir abad itu.

          Disini beliau menetap di desa Sekar Bela, sambil menyebarkan agama Islam, dan dawah nya


          Raja anak agung merasa terusik dengan kedatangan beliau, yang nota bene adalah seorang Pangeran dari kerajaan lain, yang cukup di hormati dan disegani oleh banyak negeri.


         Pangeran laksama Abubakar lalu menikahi wanita setempat, dan di karunia dua orang Putra, diberi nama ALI dan ALWI. (Dari dua kakak beradik inilah yang menurunkan Syarif dan Syarifah di Pulau Lombok ) sebagian pendapat mengatakan bahwa ALI dan ALWI adalah saudara kembar, sebagian mengatakan mereka kakak beradik, dua saudara kandung, satu ayah dan satu ibu.


        Setelah pangeran laksamana Abubakar terbunuh, kedua kakak beradik ini disembunyikan ibu nya, dan disuruh keluar dari Sekar bela, karena khawatir akan di bunuh juga oleh Raja Anak agung pada masa itu yang berkuasa di tanah Selaparang, Pulau Lombok.


-"Catatan : (Menurut penulis, mungkin Mitos seputar Abubakar sebagai anak kecil yang ditinggalkan di pinggir pantai, ada hubungannya dengan kedua kakak beradik ini. Bukan ayahnya yang ditemukan masih kecil, tapi kedua putra nya ini. (tapi ini baru analisa penulis saja  ) 


Kebenaranya, perlu penelitian lebih lanjut dan mendalam, 


         Dari kedua kakak beradik inilah, keturunan alqadrie berkembang di Pulau Lombok. Ali menurunkan banyak keturunan yang menetap di Desa Sekar Bela, sedangkan Alwi menurunkan banyak keturunan di daerah Desa Kopang, Pengkores, perbatasan Lombok Timur dengan lombok Tengah.


Hanya saja , mereka tidak banyak mengerti nasab mereka, dan siapa mereka.


          Hal inilah yang menyebabkan sebagian para sayyid yang ada di indonesia, menganggap mereka bukan bagian dari keluarga besar Alawiyin yang hijrah dan menetap di bumi Nusantara ini. 

        Data terakhir berdasarkan dari berbagai sumber, hasil identifikasi dari  Jakarta  adalah, bahwa":  Abubakar makam Jeranjang, atau makam Sekarbela, di pastikan adalah makam dari : Pangeran Laksamana Abubakar, bin Sultan Abdurrahman beliau adalah anak cucu Habib Husein, Tuan Besar Mempawah. Ali dan Alwi, merupakan dua anak keturunan nya dari Istri terakhir, di Pulau Lombok.


        Setelah di adakan penelitian mendalam ditemukan bahwa nama Abubakar digunakan beberapa generasi yaitu  : 


1. Abubakar bin Habib Husein, gelar Abubakar "Panglima  laksamana Tua", Harimau Wakkar, Ncek Panglime Ribot. Panglima Laksamana Tua Abubakar, bin Habib Husein, merupakan saudara satu ayah dari Sultan Abdurrahman Pontianak,

2. Abubakar bin Sultan Abdurrahman, gelar "Pangeran Laksamana" 

3.Abubakar bin Sultan Kasim, gelar belum diketahui

4. Abubakar bin Sultan Usman, gelar belum diketahui.






Dua Relawan Lombok, : 
Sayyid Fuad Alkaf, dan Sayyid Thaufiqillah Alkadrie



Tidak diketahui apakah catatan ini ada di Rabithah Alawiyah, atau belum. 


           Yang jelas catatan nasab Qabilah Alkadrie, di Rabithah Alawiyah yang relatif rapi adalah hanya dari sebagian keturunan Sultan Abdurrahman. Sementara anak cucu Habib Husein Tuan Besar Mempawah sangat banyak. Baik dari keturunan anak Pertama laki - laki nya, ya"ni Sultan Abdurrahman, berputra 34,

          Maupun keturunan langsung dari Habib Husein yaitu : Syarif Abubakar, Syarif Muhammad, Syarif Ahmad Kabir, Syarif  Ali dan  Syarif Ahmad Bungsu,? --- Bin Habib Husein Al Qadri,--- 


        Apakah semua  anak cucu  Keturunan Habib Husein Tuan besar Mempawah dan Keturunan Sultan Abdurrahman  yang berjumlah 32 orang atau 34 orang itu, sudah terdata rapi?


          Sebab hanya 2 putra beliau duduk di Tahta, ( Sultan Kasim dan Sultan Usman ) sementara yang lain nya menyebar ke seantero Nusantara, bahkan sampai ke tanah Melayu, Pulau Tujuh, Terempa, Midai, Serasan, Dabo Singkep, Tembelan, Ranai, Sumba, Kupang, Lombok, Bali, Sulawesi, Ambon, Donggala, Manado, Palu, bahkan Papua. 


        Termasuk pula, barangkali : Sabang, Aceh,  Medan, Palembang, Jambi, Lampung, DKI, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Pulau Madura, Pulau Bawean, Pulau Sapekan, Talango, Masalembo. Kalimantan bagian Utara, : Sabah, Sarawak, Brunei. Kalimantan Tengah, Selatan, Timur dan Utara ?   

 
         Mungkin perlu dilakukan seminar untuk hal ini , menggali sejarah Habib Husein bin Ahmad dan sebaran anak cucu nya, dalam rentang waktu 250 tahun terakhir,?




Habib Ali bin Hasan Al Qadri - Sekar Bela 




##, Versi Leluhur Alqadrie Indonesia Timur, 


Susunan Nasab mereka sebagian besar,:


          Mohammad Shurur (Sumba), bin Abdurrahman (Kupang), bin Abubakar,  


           Versi ini menyebutkan, : 

       Syahdan salah satu keturunan cucu Sultan bernama : Sayyid Abdurrahman (makam di Kupang) bin Abubakar, bin Sultan Abdurrahman Alkadri  Pontianak,   yang waktu itu sedang berada di Batavia, di kirim oleh Belanda ke Sumba, guna menertibkan  suatu urusan disana. 


        Sesampai nya di Sumba, Abdurrahman , selain melaksanakan tugas nya, beliau juga aktif ber da"wah, menyebarkan agama nenek moyang nya, ya"ni agama Islam. Seiring waktu, makin hari makin banyak pengikut nya, tentu saja hal ini menimbulkan kekhawatiran pihak Belanda, takut suatu waktu, Abdurrahman, menggerakkan pemberontakan melawan Kompeni. 


        Maka Abdurrahman kemudian di pindahkan tugas nya ke Waingapu, dan hanya putra nya yang bernama  - Mohammad Shurur,-  tetap bertahan di Sumba


          Makam  Habib Sayyid Abdurrahman bin Abubakar  di temukan di Kupang, dan anak cucu nya berkembang menyebar  sampai hari ini. 


        Dua versi ini masih harus di telusuri lebih jauh lagi, dan di verifikasi sampai tuntas. Dicarikan titik temu nya dengan data dan fakta kejadian, tahun, tanggal, bulan dan tempat.   


          Itulah sebabnya makam Muhammad Shurur bin Abdurrahman bin Abubakar  di temukan di Sumba. Keturunan ini menyebar ke Waingapu, Sumba, Flores, dsk  



       Dalam kesempatan itu saya juga sempat bersilaturrahmi 
       dengan beberapa tokoh tua mereka, di Lombok,  di antara nya:




Habib Abdurrahman Alqadrie, 
Beliau keturunan habib Abdurrahman Kupang, bersama penulis


01. Habib ABDURRAHMAN Alqadrie, usia sekitar 70 tahun, bergelar:  Tuan Guru Sayyid ABDURRAHMAN Alqadrie, yang saya temui di rumah beliau di Desa Labu Api,  sekitar 15 Km dari pusat Kota, arah ke Pelabuhan lembar di Lombok Barat. Di rumah sederhanaa beliau, tergantung foto yang berbingkai rapi, foto kenangan beliau bersama Emha Ainun Najib dan Sultan Syarif Abubakar Alqadrie, Sultan pontianak ke.VIII, yang masih memangku tahta kesultanan kadriah, sejak di nobatkan pada tahun : 2004 silam , hinggga tulisan ini dibuat. (Mei 2012)


02. Habib Sayyid Ali bin Hasan Alqadrie, keturunan Ali, yang menetap di Desa Sekar Bela, masih wilayah kota Mataram, Lombok. Saat ditemui, usia beliau sekitar 70 atau lebih tahun, (Mei 2012)

           Beliau menyambut saya dengan mata berbinar, dan memeluk saya dengan pelukan seorang ayah yang merindukan anak nya. barangkali  karena beliau sudah di beri tahu oleh putra nya,: Umar Alqadrie, bahwa saya datang dari Pontianak.

        Dari sini saya diantar ke makam keramat Sekar Bela, yang tanpa nisan, sebagian tertutup semak belukar, dimana di percayai bahwa jasad Abubakar atau Pangeran Laksamana Sayyid Abubakar Alqadrie di makam kan.  Setelah direbut  dari tangan prajurit penjaga di Jeranjang, dan disembunyikan di rumah H. Arsyad selama sebulan. 


03. Habib Sayyid Badri Alqadrie, usia 90 tahun, (2012 )  saya temui di Desa Kopang, pengkores lombok tengah. Beliau merupakan sesepuh Alqadrie disini, sebagai orang tertua.




Habib Sayyid Jafar alqadrie, Pengkores


04. Habib Sayyid Ja"far Alqadrie, usia 56 tahun,(2012) biasa dipanggil Abah, di desa Pengkores, kopang Lombok Tengah, disinilah tempat penulis bermalam. Beliau termasuk tokoh yang sangat dihormati oleh masyarakat sekitar tempat ini. Disamping rumah beliau, ada mesjid yang cukup bagus, baru selesai dibangun, tempat beliau mengajar mengaji, anak anak penduduk terdekat, yang berjumlah sekitar 60 anak, setiap habis sholat Magrib sampai sholat Isya.


        Dengan segala kesederhanaan, beliau memperlakukan saya lebih dari seorang saudara. Ketika menjelang berpisah, saya memeluk beliau dengan dada sesak dipenuhi keharuan, ternyata banyak saudara saya yang tidak pernah menginjakkan kaki di tanah leluhur nya. Banyak keluarga saya yang dihina dan difitnah, ditanah yang jauh dari Istana nya.


            Ahh, betapa beruntungnya saya yang pada masa kecil sempat bermain main di Istana Kadriah. Kesultanan Pontianak.  Kalimantan Barat.




Habib Sayyid Hamid Alqadrie, Desa Sayang- sayang


05.Habib Sayyid Hamid Alqadrie, usia 70 tahun,(2012) beliau menetap dan menikmati masa tua nya di Desa Sayang - Sayang, kota Mataram. Meskipun bukan berasal dari keturunan Habib Husein bin Ahmad Alqadrie, ( Beliau keturunan Habib Ali Talangu, pulau Madura sebelah timur Sumenep ) tapi beliau menerima saya dengan tangan terbuka.


           Bahkan beliau meminta mantu keponakan nya,:  Sayyid Thaufiqillah Alqadrie, untuk mendampingi saya dan mengantarkan kemana saja, guna memenuhi keingin tahuan saya yang begitu besar terhadap 1000 jiwa Alqadrie, yang tak bisa mengurus buku nasab nya pada saat itu 2012, karena ketidak tahuan mereka, dan belum terdata di Rabithah.



Habib Sayyid Ali Al Habsy,:  bersama penulis
Beliau Ketua Rabithah Lombok 2012



06. Habib Sayyid Ali Al Habsy, usia sekitar 50 atau 60 tahun, saya temui dirumah beliau, yang kebetulan saat ini ( Mei 2012) masih menjabat sebagai ketua Rabithah Wilayah Nusa Tenggara Barat. Kami berdialogh dengan santai hingga tak terasa waktu menunjukkan pukul 4 sore, sebelum berpamitan, beliau sempat berpesan :


         "Rabithah memang membutuhkan banyak orang yang mau  peduli, dan mau berbuat, serta turun ke bawah dengan spontan dan tanpa pamrih, seperti antum ini !" kata beliau kepada kami. 

        Alhamdulillah, beliau tidak merasa di langkahi dan tidak merasa terancam dengan kedatangan kami, serta apa yang kami lakukan, syukurlah ! 


07. Habib Sayyid Saleh jamalullail, usia sekitar 60 atau 65 tahun, (2012) saya temui di Ampenan. 

            Beliau bercerita, bahwa:"  Beliau pun termasuk orang yang setengah mati ketika mengurus nasab nya. Sampai membutuhkan waktu sekitar 3 tahun, mencari banyak referensi, bertanya kesana kemari, dan mengalami trauma Phisikis karena sulit nya membuktikan bahwa baliau juga Alawiyin, Sa"adah, keturunan Sayyid yang kebetulan lahir dan besar di Pulau lombok, bukan di Pulau Jawa."




 Sayyid Saleh Jamalullail -  Ampenan, 
bersama Habib Ali Zainal Abidin aljufry 




#, Data temuan di serahkan ke  Maktab Daimi Rabithah,  


         Perlu di jelaskan bahwa: 

        " Temuan penulis ini langsung kami laporkan ke Rabithah Alawiyah tempo hari, menghadap ketua Maktab Addaimi, : Habib Ahmad Alatas, disaksikan Prof. Ali Alatas di gedung Rabithah Jalan TB. Simatupang Jakarta. 2012."  

          Dalam kesempatan itu, Habib Ahmad Alatas sempat meminta izin untuk meng copy data temuan kami  ini. 

Waktu menghadap saya di dampingi oleh : 

         Prof. DR. Dien Majid, guru besar ilmu sejarah dan peradaban Islam dan Nusantara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, bersama  ( Om Max ),  Max Yusuf Al Kadrie sekretaris  Allahyarham Sultan Hamid.II, yang berdomisili di Jakarta sebagai tokoh sesepuh Qabilah Al Kadrie Pontianak di Jakarta. 


           Tidak diketahui, apakah sebelum memastikan dan mentashih  bahwa Sayyid Abubakar Makam Jeranjang ini, sebagai Putra dari Sultan Abdurrahman atau bukan, Apakah  lembaga pencatat nasab berkenaan berkoordinasi dengan pihak Kesultanan Pontianak atau tidak,..?  


Wallah hua"lam bis showab,.....


              Sejarawan M Dien Madjid lahir di Takengon, 6 Juli 1949. Pria Gayo ini  ahli di bidang sejarah Indonesia masa kolonial. Sampai sekarang ia masih aktif  sebagai dosen di Fakultas  Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Menulis sejumlah buku, antara lain “History of Hajj in Indonesia and Brunei Darussalam XVII-Present (A Comparison Study)” ditulis bersama Johan Wahyudi, terbit 2020.(*)


       Upaya kami tidak lebih hanya ingin mengangkat kepermukaan dan mencarikan solusi dari problema keluarga Al Qadri di Pulau Seribu Masjid ini.

         Jangan lupakan, hanya keluarga dan kaum kerabatlah yang akan tahu dengan pasti siapa keluarganya, karena adanya hubungan darah, ikatan rasa, genetika  dan beberapa kesamaan . 


           Diluar keluarga, siapapun itu, perorangan maupun Lembaga, bukan jaminan klaim mereka  merupakan kebenaran,  apalagi sampai disetarakan dengan Firman Tuhan. Persoalan nasab adalah persoalan pengakuan kaum kerabat sedarah dari garis ayah. 

       Meski anda memiliki buku nasab, jika anda tak diakui kaum kerabat dan moyang nasab anda sendiri, apakah buku nasab itu punya kekuatan ? 

    Bagaimana anda mengatakan bahwa anda keturunan Sultan Abdurrahman, sementara Kesultanan tidak tahu siapa anda sebenarnya?  Atau mengaku keturunan Habib Husein, tapi kaum kerabat kami menolak?  

Datanglah ziarah ke makam beliau, jika anda merasa keturunan beliau ! 


           Pelajaran berharga buat kita adalah, apapun berita miring kaum kerabat kita, jangan mudah percaya dan ditelan mentah - mentah, karena Allah melindungi,  aib orang yang melindungi aib saudaranya. 

       Siapa tahu, barangkali saudara kita itu tengah diuji Allah dengan cobaan fitnah,? Selalulah berbaik sangka kepada sesama, khususnya kaum keluarga AlQadri !

-------------------------------------------


Penulis bersama Thaufiqillah Al Qadri 
Diatas makam Sekar Bela 
Makam Sekar Bela Hanya ditandai dengan pohon besar
Tanpa penanda sebagaimana lazimnya



Ditulis sebagai kenangan perjalanan hidup,  Mei 2012.