Senin, 30 Juli 2012

Kerajaan Saudi Dalam Kronologi

By SAY Qadrie
Reportase





(Bendera dan simbol kerajaan Saudi Arabia, Hejaz dan Najadz)



Kerajaan Arab Saudi terdiri dari tempat-tempat suci Mekkah dan Madinah. Kedua kota adalah fokus politik pertama dari Dunia Muslim. Periode dari empat khalifah pertama setelah kematian Muhammad dikenal sebagai Al-Khulafa 'ar-Rasyidin: yang Rasyidin atau "benar dipandu" Khilafah. 

Di bawah khalifah Rasyidin, dan, dari 661, penerus Umayyah mereka, orang-orang Arab dengan cepat memperluas wilayah di bawah kendali Muslim di luar Saudi. 

Dalam hitungan dekade tentara Muslim berhasil  mengalahkan tentara Bizantium dan menghancurkan Kekaisaran Persia, perang besar menaklukkan wilayah dari semenanjung Iberia ke India.

 Fokus politik dunia Muslim kemudian bergeser ke wilayah yang baru ditaklukkan.

Dari abad ke-10 (dan, pada kenyataannya, sampai abad ke-20) Sharif Hashimiah dari Mekkah merupakan negara di bagian yang paling maju di wilayah ini, disebut  Hijaz. 

Domain mereka awalnya hanya terdiri kota-kota suci Mekkah dan Madinah tetapi dalam abad ke-13 itu diperluas untuk mencakup seluruh Hijaz.

Meskipun, Sharif dieksekusi pada otoritas kali paling independen, mereka biasanya tunduk pada kekuasaan raja dari salah satu kerajaan besar Islam dari waktu. 

Pada abad pertengahan, ini termasuk Abbasiyah di Baghdad, dan Fatimiyah, Ayyubiyah dan Mamluk Mesir.

Dimulai dengan akuisisi Selim I dari Madinah dan Mekah pada tahun 1517, Ottoman, pada abad ke-16, ditambahkan ke Kekaisaran mereka daerah Hijaz dan Asir sepanjang Laut Merah dan Al Hasa wilayah di pantai Teluk Persia.

Tingkat kontrol atas tanah ini berbeda-beda selama empat abad berikutnya dengan kekuatan fluktuasi atau kelemahan dari otoritas pusat Kekaisaran. 

Di Hijaz, para Sharif Mekkah sebagian besar meninggalkan wilayah mereka (walaupun ada sering menjadi gubernur Ottoman dan garnisun di Mekah).


Pada awal abad 20, Kekaisaran Ottoman terus mengontrol atau memiliki kekuasaan raja (meskipun nominal) atas sebagian semenanjung dengan Sharif Mekkah memerintah Hijaz.

Pada tahun 1916, dengan dorongan dan dukungan dari Inggris (yang melawan Ottoman di Perang Dunia I), Hussein bin Ali dari Hijaz memimpin pemberontakan pan-Arab terhadap Kekaisaran Ottoman dengan tujuan mengamankan kemerdekaan Arab dan menciptakan sebuah single terpadu negara Arab yang mencakup wilayah Arab dari Aleppo di Suriah ke Aden di Yaman. 

Setelah runtuhnya Ottoman kekuasaan negeri  Hijaz dan najd terpecah menjadi dua kekuasaaan.yang independen dan berdiri sendiri.

Syarif Husein bin Ali dinobatkan  sebagai raja di Hijaz, sedangkan wilayah Najd dikuasai oleh Ibnu Saud, yang memang sedang menunggu titik lengah Hijaz untuk kemudian menguasainya, dengan dukungan diam-diam dari Kantor Luar Negeri Inggris.

Syarif Husein adalah penguasa resmi dan sah negeri Hijaz,sebelum kemudian di aneksasi oleh Ibnu Saud dengan dukungan pemikiran Muhammad ibnu Abdul wahab,berfaham wahabiyah.

 Ibnu Saud, atau Abdul Azis , yang berkuasa sebagai raja  di dataran tinggi Najd, melancarkan aneksasi terhadap Hijaz 

pada tahun 1925 dan menetapkan anaknya sendiri, Faysal bin Abdul-Aziz Al Saud, sebagai gubernur Hijaz.

Pada 10 Januari 1926 Abdul Aziz menyatakan dirinya sebagai Raja Hijaz dan, kemudian, pada 

tanggal 27 Januari 1927 meegaskan juga dirinya sebagai penguasa Najd, sejak itu Ibnu Saud menguasai Hijaz dan Najd. 

 Sebelum bergelar raja, penguasa hijaz dan Najd biasanya disebut :"Sultan"

 Dengan Perjanjian Jeddah, ditandatangani

 pada 20 Mei 1927, Inggris mengakui kemerdekaan wilayah Abdul Aziz (kemudian dikenal sebagai Kerajaan Hejaz dan Najd).

Pada tahun 1932, kedua kerajaan Hijaz dan Najd disatukan sebagai "Kerajaan Arab Saudi"




Ibn Saud
Pendiri Kerajaan Saudi adalah 
Abdul  azis bin Abdul Rahman.
Yang disebut Ibn Saud.




 SEJARAH SINGKAT BERDIRINYA  KERAJAAN ARAB SAUDI (BAGIAN 1)


DINASTI SAUD PERTAMA (DIRIYAH)



Dinasti Saud awalnya didirikan oleh Muhammad bin Saud tahun 1744.M,  dengan ibukota Diriyah. Adalah Muhammad bin Abdul Wahab, pimpinan spiritual dari keluarga Saud, yang menjadi asal nama Wahabi, ideologi dinasti Saud. Muhammad bin Saud dan Muhammad bin Abdul Wahab menjalin hubungan keluarga melalui pernikahan.



Sebutan Wahabi bagi para pengikut ajaran Muhammad bin Abdul Wahab pertama kali disebut oleh Sulaiman bin Abdul Wahab, abang dari Muhammad bin Abdul Wahab, pada kitabnya yang berjudul “al-Shawaiq al-Ilahiyyah fi raddi alal Wahhabiyah”, yang kemudian menjadi nama acuan bagi pengikut aliran tersebut. Pada setiap dinasti Saud hingga hari ini, Wahabi merupakan aliran resmi, termasuk di Kerajaan Saudi saat ini.



Keturunan dan pengikut Muhammad bin Saud (ibn Saud) disebut Saudi. Keturunan dan pengikut Muhammad bin Abdul Wahab (ibn Wahab) disebut Wahabi. Saudi menangani kenegaraan dan perang, sementara Wahabi menangani keagamaan. Hingga hari ini, Wahabi merupakan aliran resmi di Kerajaan Saudi.



Saud bin Abdul Azis bin Muhammad bin Saud memimpin dinasti Wahabi-Saudi pertama memberontak terhadap  Kekhalifahan Islam Ottoman-Turki. Ottoman-Turki dikenal kejam oleh bangsa Arab. 



Namun sebaliknya, pemberontakan Wahabi-Saudi mencatat kekejaman dan pembantaian atas penganut Islam yang dinilai tidak sepaham. Tahun 1802 M,  milisi Wahabi-Saudi merebut Karbala di Irak, membantai 5.000 penganut Syiah, serta menghancurkan dan melecehkan makam imam Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad. 



Milisi Ekstrim-Wahabi juga sempat menyebar sampai ke Nusantara, yang dikenal dengan Pemberontakan brutal Wahabi-Paderi terhadap Kesultanan Islam Minangkabau (Pagaruyung) yang dimulai sekitar 1803. Pemberontakan ini merupakan bagian dari Pemberontakan Wahabi di Nejd dan Hejaz terhadap Kekhalifahan Ottoman-Turki. Pembangunan benteng-benteng Wahabi-Paderi awalnya ditujukan untuk merebut kekuasaan di Sumatera khususnya dari Kerajaan Aceh yang bernisbat pada Khalifah Islam dan saat itu merupakan kerajaan terkuat di Sumatera.



Tahun 1819 M, Saud bin Abdul Azis dan anaknya Abdullah bin Saud dikalahkan oleh Ali Pasha dan anaknya Ibrahim Pasha, Gubernur Mesir yang setia pada Khalifah. 



Kota Diriyah diratakan dengan tanah. Abdulah bin Saud ditangkap dan dibawa ke ibukota Kekhalifahan Ottoman-Turki, dipenggal dan mayatnya digantung di sebuah gerbang di Istambul. Kepalanya dibuang ke selat Bhosphorus.



DINASTI SAUD KEDUA (RIYADH, NEJD)



Abdul Rahman bin Faisal, cicit dari Abdullah bin Saud, memimpin dinasti Wahabi-Saudi kedua sebagai Amir Nejd dengan ibukota di Riyadh, namun dikalahkan oleh dinasti Rashidi tahun 1900. 


Abdul Rahman kemudian mengungsi ke Kuwait, menjadi pemimpin spiritual Wahabi dan menyerahkan kekuasaan pada anak-nya, Abdulazis bin Abdul Rahman.



Hingga masa Dinasti Saud Kedua, Inggris tidak memiliki hubungan dengan keluarga Saud. Inggris adalah sekutu dari Kekhalifahan Ottoman-Turki. Misalnya pada Perang Krime, 1853-1856, pasukan sekutu Inggris, Prancis, dan Ottoman-Turki bergabung mengalahkan Kekaisaran Russia.



Sampai Perang Besar Eropa 1914, Kekaisaran Inggris merupakan sekutu dekat Kekhalifahan Ottoman-Turki. Armada Inggris menyelamatkan Istanbul dari invasi Kekaisaran Russia tahun 1878.  Pada Tahun 1878, Ottoman-Turki dikalahkan oleh Kekaisaran Russia, dan pasukan Russia  bergerak menuju ibukota Istanbul. 

Inggris mengirimkan armadanya demi menyelamatkan Istanbul dari pasukan Russia. Russia terpaksa menghentikan agresi-nya namun berhasil memerdekakan Romania, Bulgaria, Montenegro, dan Serbia, yang sebelumnya dijajah     oleh Ottoman-Turki. Jadi tidak ada kaitan antara Inggris dengan pemberontakan keluarga Saud, sampai dengan Perang Besar Eropa 1914.


Pendiri Kerajaan Saudi adalah Abdulazis bin Abdul Rahman.Yang disebut Ibn Saud.


DINASTI SAUD KETIGA (RIYADH, KERAJAAN SAUDI ARABIA)



Adalah Abdulazis bin Abdul Rahman, yang kemudian berhasil mendirikan Kerajaan Saudi Arabia, dinasti Wahabi-Saudi ketiga, yang menyatukan jazirah Arab: Najd dan Hejaz.   Sebagai pemimpin keluarga Saud, Abdulazis dikenal dengan sebutan Ibn Saud: sang pemimpin keluarga Saud, anak Saud.


Abdulazis (Ibn Saud) berangkat dari Kuwait tahun 1902 dengan 40 orang bersenjata dan berhasil merebut Riyadh melalui serangan mendadak menewaskan penguasa kota.


Mendengar direbut-nya ibukota Saud, Riyadh, seluruh suku Saud dan penganut Wahabi angkat senjata mengikuti Ibn Saud, memberontak pada Khalifah Islam Ottoman-Turki. Diantara pasukan pendukung Ibn Saud terdapat milisi Ekstrim-Wahabi bernama Ikhwan yang sangat radikal.


Penguasa setempat dari dinasti Rashidi didukung oleh Khalifah Ottoman, namun Ottoman saat itu tengah mengalami kemunduran sehingga tidak mampu mengirimkan pasukan dalam jumlah besar.


Khalifah Ottoman-Turki baru menyadari bahwa militernya sangat terbelakang setelah dihancurkan oleh Kekaisaran Russia. Moderenisasi pasukan Ottoman-Turki dilakukan oleh para penasehat militer Jerman. Moderenisasi militer ini sangat sukses pasukan moderen Ottoman-Turki memenangkan sejumlah pertempuran penting. Akibatnya hubungan Kekhalifahan Ottoman-Turki dengan Kekaisaran Jerman menjadi sangat dekat, sementara hubungan dengan Kekaisaran Inggris terus menurun karena Inggris bermusuhan dengan Jerman.


Sementara itu di Hejaz dan Najd, dari 1902 – 1914, Ibn Saud berulang kali memperoleh kemenangan pertempuran. Dengan dukungan dari milisi ekstrim Wahabi: Ikhwan, Ibn Saud berhasil menguasai wilayah Al -Qassim, Al-Hassa dan Qatif.



DUKUNGAN INGGRIS


Keberhasilan militer Ibn Saud menarik perhatian Inggris yang memiliki hubungan baik dengan Emir Kuwait. Inggris awalnya tidak ikut campur karena memiliki perjanjian damai dengan Khalifah Ottoman-Turki. Namun Inggris yang bersiap berperang melawan Jerman menyadari kemungkinan Ottoman-Turki berpihak pada Jerman. Inggris mulai membuka kontak dengan lawan-lawan Khalifah di wilayah jajahan Ottoman-Turki. Diantaranya, organisasi yang terkuat adalah kelompok-kelompok nasionalis dan feodalis Arab seperti Ibn Saud yang secara de-fakto sudah menguasai wilayah Nejd dan memiliki pasukan yang cukup besar.



Perang Besar Eropa pecah 1914 antara Inggris dan Prancis melawan Jerman dan Ottoman-Turki. Kondisi ini memberi keuntungan pada Ibn Saud dan kaum nasionalis Arab di Timur Tengah hingga Afrika Utara. Di awal perang, umumnya suku-suku Arab berpihak pada Khalifah, dan direkrut menjadi tentara Ottoman-Turki. Misalnya pada invasi sekutu ke Canakkale (Perang Gallipoli) cukup banyak orang Arab menjadi serdadu. Invasi ini digagalkan oleh kepemimpinan Mustafa Kemal dan kepahlawanan pasukan Ottoman-Turki yang banyak berasal dari etnis Arab, disamping etnis jajahan lain.



Sepanjang perang, 1914 – 1918, untuk melemahkan Ottoman-Turki, Inggris mendukung pemberontakan di wilayah-wilayah jajahan musuh-nya itu. Inggris bukan hanya mempersenjatai, tetapi juga mengirimkan pasukan untuk memperkuat Ibn Saud maupun Revolusi Arab di banyak wilayah melawan pengaruh Khalifah.



Di jazirah Arab, Inggris mendorong kesepakatan perbatasan antara dinasti Saud dan dinasti Rashidi untuk bersama-sama mengusir penjajah Ottoman-Turki. Dengan bantuan bangsa Arab, Kekaisaran Inggris dan Prancis mengambil alih kekuasaan di Timur Tengah dan Afrika Utara dari Kekhalifahan Ottoman-Turki.



Pasukan koalisi Jerman dan Ottoman-Turki dihancurkan di wilayah Palestina oleh pasukan koalisi Kekaisaran Inggris dan milisi-milisi Arab. Banyak serdaru Arab di pasukan Ottoman-Turki melakukan desersi, bahkan bergabung dengan milisi-milisi Arab pro Sekutu.   Akibatnya tidak ada pasukan yang bisa melindungi invasi sekutu ke wilayah Turki. 



iduduki oleh pasukan Inggris dan Prancis. 1918, Perang Besar Eropa berakhir dengan menyerahnya Jerman. Wilayah jajahan Ottoman-Turki diambil alih oleh para pemenang perang. Praktis seluruh penjajahan Khalifah Ottoman-Turki di tanah Arab berakhir, digantikan oleh perlindungan Inggris (protektorat). 



Peran Arab dalam Perang Besar Eropa mendorong Inggris untuk tidak menjajah Timur Tengah, tetapi bermaksud menyerahkan kekuasaan kepada sekutu-sekutu-nya, bangsa Arab. Saud adalah sekutu utama Inggris di jazirah Arab.



Keterlibatan Inggris disini tidak dapat dikatakan sebagai “adu-domba” sebagaimana sering diungkapkan oleh kelompok anti Saudi. Karena kenyataannya, Saudi sudah memberontak melawan penjajah Ottoman-Turki sejak lama. Inggris tidak menyebabkan pemberontakan Arab, tetapi memang mendukung lawan dari lawan-nya dalam perang.



Pada 1924 dendam Keluarga Saudi pada Turki berakhir dengan dibubarkannya Kekhalifahan Ottoman-Turki oleh Mustafa Kemal Attaturk, pahlawan perang Canakkale. Sang Turki Muda berhasil membawa Turki dari jajahan Prancis dan Inggris menjadi negara sekuler yang moderen.