By : SAY Qadrie
Pustaka Sejarah
I. Kerajaan Jeumpa : Tahun 154 H atau tahun 777 M
Menurut penelitian terkini para ahli sejarah,diketahui bahwa sebelum datangnya Islam pada awal abad ke 7 M, Dunia Arab dengan Dunia Melayu-Sumatra sudah menjalin hubungan dagang yang erat sejak 2000 tahun SM atau 4000 tahun lalu.
Hal ini sebagai dampak hubungan dagang Arab-Cina melalui jalur laut yang telah menumbuhkan perkampungan perkampungan Arab, Parsia, Hindia dan lainnya di sepanjang pesisir pulau Sumatera
Menurut penelitian sejarawan Aceh,
Sayed Dahlan al-Habsyi, dan Wan Hussein Azmi
Kerajaan Jeumpa adalah sebuah kerajaan yang berada di sekitar daerah perbukitan mulai dari pinggir sungai Peudada di sebelah barat sampai Pante Krueng Peusangan di sebelah timur pada sekitar abad ke VIII Masehi. Hal ini berdasarkan Ikhtisar Radja Jeumpa yang ditulis Ibrahim Abduh, yang disadurnya dari Hikayat Radja Jeumpa.
Istana Raja Jeumpa terletak di desa Blang Seupeueng yang dipagari di sebelah utara, sekarang disebut Cot Cibrek Pinto Ubeut. Masa itu Desa Blang Seupeueng merupakan permukiman yang padat penduduknya dan juga merupakan kota bandar pelabuhan besar, yang terletak di Kuala Jeumpa.
Dari Kuala Jeumpa sampai Blang Seupeueng ada sebuah alur yang besar, biasanya dilalui oleh kapal-kapal dan perahu-perahu kecil. Alur dari Kuala Jeumpa tersebut membelah Desa Cot Bada langsung ke Cot Cut Abeuk Usong atau ke Pinto Rayek (pintu besar).
II. Sejarah Abdullah Persia,
Pangeran Salman, Meurah Jeumpa, tahun 150 H
Baca slsilah Nasabnya disini, :
Klik >> :
Pangeran Salman adalah salah seorang pelarian politik dari Persia yang tengah bergejolak akibat peperangan antara Keturunan Ahl Baith Nabi saw yang didukung pengikutnya dengan Penguasa Bani Abbasiah masa itu ( tahun 150 an Hijriah) atau sekitar abad ke 7 akhir Masehi.
Nama aslinya "Abdullah bin Hasan, bin Jafar As Sadiq".
"Saiyyidina Hasan", merupakan Anak Keempat SAIDINA JA’FAR
Selengkapnya:
1. 8@ Abdullah Pangeran Salman Meurah Jeumpa,
Pendiri kerajaan Jeumpa Tahun 154 H atau tahun 777 M
2. 7@ Bin Saiyidina Hasan
3. 6@ Bin Sayidina Ja’far Ashidiq
4. 5@ Bin Muhammad Al-Bagir
5. 4@ Bin Ali Jainal Abidin
6. 3@ Bin Saiyidina Husein
7. 2@ Ibnatun Fatimah Az-Zahra Wa Ali Ibni Abi Thalib,
8. 1@ Binti Nabi Muhammad Shallullahu Alaihi Wasalam,
Sayyidina Ali pintu ilmu Nabi saw
Yang bisa membaca masa depan kecuali kiamat, berkata :
"Negri beribu pulau di timur jauh, penduduknya beriman kepada al Quran.
Negerinya sangat kaya . Cucuku banyak hijrah kesana.
Negri ini akan menemui kejayaannya adil dan maju sejahtera jika sudah dipimpin dipegang Muslimin yang didukung Pribumi Muslim nya. Seluruh pulau pulaunya akan terbuka dan mengeluarkan kekayaan yang besar.
Mengapa Pangeran Salman al-Parsi memilih kota kecil di wilayah Jeumpa sebagai tempat mukimnya, dan tidak memilih kota metropolitan seperti Barus, Fansur, Lamuri dan sekitarnya yang sudah berkembang pesat dan menjadi persinggahan para pedagang manca negara?
Berikut beberapa alasannya :
1. Beliau diterima dengan baik oleh masyarakat Jeumpa dan memutuskan tinggal di sana
2. Beliau merasa nyaman dan sesuai dengan penguasa (meurah)
3. Keinginan untuk mengembangkan wilayah ini setingkat Barus, Lamuri dan lainnya dan
4. Menghindar dari pandangan penguasa
=============
Kekuasaan Abbasiyah di dunia Islam
Dinasty Abbasiyah, zaman Penguasa Al-Mansur al Abbasi :,
Lama Berkuasa : 10 Juni 754 – 6 Oktober 775 ( 21 tahun, 119 hari )
Nama lengkapnya : Abu Jafar Abdullah bin Muhammad Al Mansur
ia merancang pembunuhan Abu Muslim, jenderal yang telah memimpin pasukan al-'Abbas menang terhadap keluarga Umayyah, untuk memastikan kelanjutan kekuasaan bani Abbas kedepannya.
Al-Mansur dibaiat sebagai penguasa karena penobatannya sebagai putera mahkota oleh adiknya, "As-Saffah" ( pendiri dinasty Abbasiyah ) pada tahun 754, dan berkuasa sampai 775. Dan Pada tahun 762 ia mendirikan ibu kota baru dengan istana bernama" Madinat as-Salam", yang kemudian menjadi "Baghdad".
Pendiri dinasty Abbasiyah adalah : Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul-Muththalib bin Hasyim. Dikenal sebagai Abu al-'Abbas Abdullah bin Muhammad as-Saffah (721 - 754) berkuasa hanya sekitar 4 tahun saja, setelah menumbangkan bani Umayyah, yang berkuasa sebelumnya sekitar 90 tahun,
============
Beliau, "Syahriansyah Salman" sebagai keturunan Ahl Baith Nabi dari Husein Putra Fathimah, - Nama asli : Abdullah bin Hasan bin Jafar As Sadiq - bersama para pengikut setianya memilih ujung utara pulau Sumatera sebagai tujuan karena memang daerah sudah terkenal dan sudah terdapat banyak pemeluk Islam yang mendiami perkampungan-perkampungan Arab atau Persia
. Jeumpa adalah salah satu pemukiman baru tersebut.
Untuk menghindari pengejaran itulah, beliau memilih daerah pinggiran agar tidak terlalu menyolok. Itulah sebabnya, Pangeran Salman juga dikenal dengan nama-nama lainnya, seperti Meurah Jeumpa, atau ada yang mengatakan beliau sebagai Abdullah
Keturunannya "Abdullah Pangeran Salman" telah melahirkan Kerajaan Islam di :
Perlak, Pasai, Pedir dan Aceh Darussalam
1.9@ Syahri Poli alias Syahri Pauli alias Syahri Puli bin Abdullah Persia:
Merantau ke negeri Samaindera (Pidie) , Syahri Pauli menjadi Meurah di Negeri Sama indra (sekarang Pidie).
Syahri Poli adalah pendiri dari Kerajaan Poli
Yang selanjutnya berkembang menjadi Kerajaan Pidier di wilayah Pidie sekarang. Wilayah kekuasaannya sampai ujung barat Sumatera. Beliau merantau ke Barat (Pidie, sekarang) kemudian di negeri itu diangkat menjadi penguasa Negeri Sama Indra (Pidie).
Syahri Poli menjadi Meurah mendirikan Kerajaan Poli yang selanjutnya berkembang menjadi Kerajaan Pidie
2. 9@ Syahri Tanti alias Syahri Dauli alias Syahri Duli bin Abdullah Persia :
Pergi merantau ke negeri Indra Purba (Aceh Besar), Syahir Dauli diangkat menjadi Meurah di Negeri Indra Purwa (sekarang Aceh Besar). Beliau merantau ke daerah negeri barat paling ujung (Banda Aceh, sekarang), karena kecakapannya diangkat menjadi penguasa Negeri Indra Pura (Aceh Besar, sekarang). Syahri Tanti mengembangkan kerajaan yang ratusan tahun selanjutnya menjadi cikal bakal berdirinya Kerajaan Samudra-Pasai.
3. 9@ Syahri Nuwi (Meurah Fu), bin Abdullah Persia :
4. 9@ Syahri Dito alias Syahri Tanwi alias Syahri Puri bin Abdullah Persia di angkat menjadi Meurah Negeri Jeumpa
5. 9@ Puteri Makhdum Tansyuri, binti Abdullah Persia : Menikah dengan kepala rombongan Khalifah yang dibawa Nakhoda,
Bernama : "8@ Maulana Ali al Muktabar bin, 7@ Muhammad Diba"i
bin 6@ Saiyidina Ja’far Shadiq",
Yang melahirkan :
"9@ Maulana Abdul Aziz Syah", Putra dari, 8@Maulana Ali Al Muktabar :
Menjadi Raja pertama Kerajaan Islam Perlak.
"Putri Makhdum Tansyuri binti Abdullah Persia", -- Menikah dengan Maulana Ali Al Muktabar bin Muhammad Diba"i -- Dan menjadi ibu dari Sultan pertama:
Kerajaan Islam Perlak, atau Peurulak,
berdiri pada tahun 805 Masehi,
Merupakan leluhur "Kesultanan Aceh Darussalam" nanti nya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa :
Kerajaan Jeumpa, Kerajaan Pedir, Perlak atau Peureulak, Pasai, Samudra serta Aceh Darussalam berasal dari keturunan :
"Syahriansyah Salman" alias Abdullah Persia bin Hasan bin Sayyidina Jafar AsSadiq", serta: "Keturunan Maulana Ali al Muktabar bin Muhammad Diba"i bin Sayyidina Ja’far As Shadiq" suami Putri Makhdun Tansuri binti Abdullah Persia, merupakan Ayah dan ibu dari
Maulana Abdul Aziz Syah", :
(Cucu keturunan Sayyidina Ja"far As Sidiq)
Raja pertama Kerajaan Islam Perlak.
Bin Muhammad Al-Bagir
Bin Ali Jainal Abidin As Sajjad
Bin Husein Ibnatun Fatimah Az-Zahra Wa Ali Ibni Abi Thalib
Putra Sayyidah Zahra Fathimah
Binti Nabi Muhammad Shallullahu Alaihi Wasalam,
Muhammad Diba'i bin Jafar Sadiq , setelah Salat Jumat di Mekkah pada tanggal 6 Rabiul akhir 200 Hijriyah, mendeklarasikan dirinya sebagai Amirul Mukminin Ia tertangkap dan dibawa ke Khurasan, Iran sekarang
Dia dipancung pada 13 November 815 oleh Abbasiyah, al-Ma'mun.
Muhammad Diba'i bin Jafar Sadiq berputra :
"Sayid Maulana Ali al-Muktabar yang kemudian berlayar ke Aceh pada 173 H - 820 M, menikah dengan Putri Tansyir Dewi, atau Putri Makdun Tansyuri, anak perempuan Raja Jeumpa, Syahriansyah "Abdullah bin Hasan" Salman, juga keturunan Husainy,
Kedatangan Putra Muhammad Diba"i di Aceh
Sebelum kedatangan Islam, di daerah Jeumpa sudah berdiri sebuah kerajaan Hindu yang dipimpin turun temurun oleh seorang meurah. Pada saat itu kerajaan ini sudah dikenal di seluruh penjuru dan mempunyai hubungan perdagangan dengan Cina, India, Arab dan lain-lain.
SEJARAH KERAJAAN ISLAM JEUMPA : tahun 777 M
Pendiri : Abdullah bin Hasan bin Jafar Shadiq, alias Syahrianshah Salman,
Disebutkan, : Pada awal abad VIII, seorang pemuda bernama Abdullah dari India belakang memasuki pusat kerajaan di kawasan Blang Seupeueng dengan kapal niaga melalui Kuala Jeumpa dengan tujuan berdagang.
Abdullah kemudian tinggal bersama penduduk dan menyiarkan agama Islam. Rakyat di negeri tersebut dengan mudah menerima Islam karena tertarik dengan perilakunya.
Abdullah alias Syahrianshah Salman, alias Meurah Jeumpa, alias Pangeran Salman kemudian dinikahkan dengan puteri raja bernama Ratna Kumala, putri Mayang Seludang ( Manyan Seuludong dialek Aceh )
Di kemudian hari Abdullah dinobatkan menjadi raja menggantikan bapak mertuanya, yang kemudian wilayah kekuasaannya dia berikan nama :
Kerajaan Jeumpa, dan keturunannya menggunakan gelar : Syahri.
Nama Jeumpa sesuai dengan nama negeri asalnya di India Belakang (Persia) yang bernama Champia, yang artinya: harum, wangi dan semerbak.
Sementara Bireuen sebagai ibukotanya, berarti : kemenangan.
Berdasarkan silsilah keturunan sultan-sultan Melayu, yang dikeluarkan oleh Kerajaan Brunei Darussalam dan Kesultanan Sulu-Mindanao, :
Kerajaan Islam Jeumpa pada 154 H atau tahun 777 M dipimpin oleh seorang pangeran dari Persia yang bernama "Syahriansyah Salman "atau Sasaniah Salman" yang kawin dengan Puteri Mayang Seuludong ( Dialek Bireuen: Manyam Seuludang ) dan memiliki beberapa anak, antara lain:
Keturunan "Syahriansyah Salman "atau Sasaniah Salman" atau
Abdullah bin Hasan bin Jafar As - Sadiq,
Raja pertama kerajaan Jeumpa Aceh - 154 H - 777 M
1. Syahri Duli, Bin Abdullah, bin Hasan, bin Jafar As - Sadiq
2. Syahri Tanti,Bin Abdullah, bin Hasan, bin Jafar As - Sadiq
3. Syahri Nawi, Bin Abdullah, bin Hasan, bin Jafar As - Sadiq
4. Syahri Dito , Bin Abdullah, bin Hasan, bin Jafar As - Sadiq , Keturunan ini kemudian menggunakan Marga - Fam : Al - Ja'far dan Al - khadzim, ditemukan di Batam, dsk. Aceh, Pulau Sumatra, dan adik bungsu mereka bernama :
5. Puteri Makhdum Tansyuri Binti Abdullah, bin Hasan, bin Jafar As - Sadiq : yang menjadi ibu dari "Sultan Alaiddin Sayyid Maulana Abdul Azis Syah". Sultan pertama Kerajaan Islam Perlak. Karena menikah dengan Sayyid Ali Al Muktabar bin Muhammad Diba"i bin Jafar As - Sadiq, - Sayyid Ali berlayar ke Aceh, setelah ayahnya di pancung Abbasiyah dalam peristiwa Mekkah yang gagal itu.
Menurut penelitian sejarawan Aceh, Sayed Dahlan al-Habsyi, :
"Syahri ": adalah gelar pertama yang digunakan keturunan Nabi Muhammad di Nusantara sebelum menggunakan gelar : Meurah, Habib, Sayyid, Syarif, Sunan, Teuku dan lain nya.
Syahri diambil dari nama istri Sayyidina Husein bin Ali, Puteri Syahri Banun, Syaharbanun, anak Maha Raja Persia terakhir Yasdagird.
"Syahr Nawi" adalah salah satu tokoh yang berpengaruh dalam pengembangan Kerajaan Peureulak, bahkan dia dianggap arsitek pendiri kota pelabuhan Peureulak pada tahun 805 M yang dipimpinnya langsung, dan diserahkan kepada anak saudaranya : Maulana Abdul Aziz.
III. Kerajaan Perlak
Keberadaan Kerajaan Islam Jeumpa ini dapat pula ditelusuri dari pembentukan Kerajaan Perlak yang dianggap sebagai Kerajaan Islam pertama di Nusantara.
Perlak pada tahun 805 Masehi adalah bandar pelabuhan yang dikuasai pedagang keturunan Parsi yang dipimpin seorang keturunan Raja Islam Jeumpa Pangeran Salman al-Parsi dengan Putri Manyang Seuludong bernama Meurah Syahr Nuwi.
Sebagai sebuah pelabuhan dagang yang maju dan aman menjadi tempat persinggahan kapal dagang Muslim Arab dan Persia. Akibatnya masyarakat muslim di daerah ini mengalami perkembangan yang cukup pesat, terutama sekali lantaran banyak terjadinya perkawinan di antara saudagar muslim dengan wanita-wanita setempat, sehingga melahirkan keturunan dari percampuran darah Arab dan Persia dengan putri-putri Perlak.
Keadaan ini membawa pada berdirinya kerajaan Islam Perlak pertama,
Pada hari selasa bulan Muharram, 840 M. Sultan pertama kerajaan ini merupakan keturunan Arab Quraisy, tepatnya keturunan Rasullullah, bernama Maulana Abdul Azis Syah, bergelar : Sultan Alaiddin Sayyid Maulana Abdul Azis Syah bin Maulana Ali Al - Muktabar
Menurut Wan Hussein Azmi, pedagang Arab dan Persia tersebut termasuk dalam golongan pengikut dan kaum kerabat Ali bin Abi Thalib. Wan Hussein Azmi dalam Islam di Aceh mengaitkan kedatangan mereka dengan Revolusi yang terjadi di Persia tahun 744-747.
Yang berhubungan langsung gejolak bani Umayah dan Abasiah sehingga salah satu nya hijrah ke campa ( Jeumpa ) untuk menghindari pertumpahan darah. Syahriansah Salman, atau Abdullah bin Hasan bin Sayyidina Jafar As - Sadiq, merupakan generasi ke tujuh dari Rasullullah, dan bersaudara dengan : Ali Al - Ureidha, yang menjadi leluhur Kaum Sayyid Yaman, melalui Sayyid Ahmad bin Isa Al - Muhajir
IV. Teori Champa !
Gubernur Jenderal Hindia Belanda, TS Raffles, dalam bukunya berjudul The History of Java bahwa Champa bukanlah seperti yang dikenal sekarang di Kambodia.
Tapi Champa adalah nama satu daerah di Aceh yakni Jeumpa.
Kerajaan Jeumpa Aceh, di dalam buku Ibrahim Abduh yang disadur dari Hikayat Radja Jeumpa adalah sebuah kerajaan yang terletak dari mulai pinggir sungai Peudada hinga Pante Krueng Peusangan Timur! Observasi terkini, 80 meter ke selatan terdapat tapak Maligai Kerajaan Jeumpa yang dikenal dengan sebutan Buket Teungku Keujereun. Di daerah itu ditemukan barang-barang peninggalan kerajaan.
Jejak-jejak kerajaan Islam Campa di Bireuen ini, terdapat di situs kerajaan Raja Jeumpa, di Desa Blang Seupeung, Kecamatan Jeumpa
TS Raffles yang ber-argumen bahwa: Champa yang banyak di asumsi orang Indonesia bukan berada di Kambodia (Vietnam) sekarang, sebagaimana dinyatakan oleh para peneliti Belanda.
Akan tetapi, munurut Raffles, Champa adalah sebuah nama daerah di sebuah wilayah tepatnya berada di Aceh, dan masyarakat Aceh setempat menyebut daerahnya itu dengan nama ”Jeumpa”,
sekarang dikenal daerah ini dengan nama kabupaten Aceh Jeumpa kota Bireun.
Kata Jeumpa bagi dialek bahasa Jawa pada saat itu menjadi kata Champa, karena salah penyebutan itu akhirnya bagi ahli sejarah berikutnya mengalamatkan (menghubungkan) Walisongo dengan kerajaan Champa Kambodia dan Vietnam sekarang.
Kata Jeumpa di Aceh sendiri terurai indah dalam sebuah lagu clasik Aceh dengan potongan liriknya, “bungong Jeumpa bungong Jeumpa meugah di Aceh” (bunga Jeumpa-bunga Jeumpa megah di Aceh).
Makna dari Bungong Jeumpa adalah, wanita Jeumpa
4. Isfahani, Kitab al-Aghani, Math’ah Bulak, Cairo, 1285 A.H Vol. XVII, p.105-6.
5. Sharji, Thabaqat al-Khawawas, Cairo, 1321 AH, p. 2,3, 195.
6. Dhahabi, Tharikh al-islam, Manuscript, Leiden, 1721, Vol. 65A.
7. Nurwairi, Nihayat al-Arab, Wizarah al-Thaqafah wa al-Isryad al-Gawmi (ed). Dar al Kutub, Cairo, 1955, Vol. II, p.277. Hanya pada zaman kerajaan Fatimiah Mesir, keturunan Imam Hasan dan Imam Husain di juluki “syarif”, silahkan merujuk Mawardi,al-Ahkam as-Sulthaniyah, Enger, (ed), Bonn, 1853 AD, p. 277.
8. Ibnu al-Faqih, Mukhtasar Kitab al Buldan, MJ, de Goeje (ed) Leiden, Brill, 1885, p.33.
9. Mahayudin Haji Yahya, Sejarah Orang Syed di Pahang, Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, 1984, p.3.
10. Mahayudin Haji Yahya, Sejarah Orang Syed, ibid. p.4.
11. Shalli, Kitab al-Mashra ar-Rawwi fi Manaqib as-Sadah al-Kiram al-Abi Alawi, al-Matba’ah al-Amiriah al-Sharafiyyah, Cairo, 1319 H/1901 M, Vol. I, p. 121.
12. Shalli, Kitab al-Mashra, loc. Cit.
13. Shalli, Kitab al-Mashra, ibid, p.129.
14. R.B.Serjeant, “Historians and Historiography of Hadramaut”, Buletin of SOAS, XXV, No.2, Londom 1962, p.245.
15. Ya’kubi, Tarikh, Mathba’ah al-Ghurri, Najaf, 1358 H, Vol. II, p.219.
16. R.B. Serjenant, The Sayids of Hadramaut, School of Oriental and African Studies, University of London, Luzan and Co, London, 1957, p.3. Lihat Sayid Alwi bin Thahir al-Haddad, Uqud al-Almas (Arabic). Mathba’ah al-Madani, Cairo, 1968, Second Edition, Vol.2.pp. 45-46. Lihat juga al-Idrus bin Umar al-Habsyi, Iqd al-Yawaqit al-Jawahiriah, Cairo, 1317 H, Vol. I, p. 127.
17. Ibnu kHldun, Muqaddimah, Wazarat al-Thaqafah wa al-Irsyad al-Qawmi, Cairo, 1960, pp. 261-262. Lihat H.A. R.Gibb and Kramers (eds), Shorter Encycopeadia of Islam, E.J.Brill, Leiden, 1953, p.573. Lihat juga H.A. R Gibb, Mohammedanism, Oxford University Press, London, 1969, p.104.
18. Sayid Alawi b. Tahir al-Haddad, Uqud al- Almas, op.cit, pp.82-87.
19. Sayid Muhammad b. Salim al-Attas, Aziz al-Manal wa Fath al- Wisal, Malaysia Press, Berhad, Singapura, 1974. Lihat juga Mahyudin Haji Yahya, Sejarah Orang Syed, op.cit, p.16.
20. S.Q. Fatimi, Islam Comes to Malaysia, Sociological Reseach Institute, Ltd, Singapore, 1960, p.94.
21. A.H. Hill (ed), Hikayat Raja-raja Pasai, JMBRAS, No 33, Part 2, 1960, p.32-33.
22. Buzani, “Pengaruh Kebudayaan dan Bahasa Persia Terhdap Kesusastraan Indonesia”, Majalah Fakultas Sastra, Universitas Tehran no I, Tahun ke-14, 1345 Sh, p.6.
23. A.H. Hill, (ed), Hikayat Raja-raja Pasai, JMBRAS, No.3, Part 2 1960, pp.32-33, 117-120.
24. S.R. Winstedt (ed), The Sejarah Melayu (Malay Annals), JMPRAS, XXVI, Pt I, 1938, pp. 170-172.
25. A. Hasjmi (ed), Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, P.T. Al-Maarif, Jakarta, 1981, p.375. Lihat juga Mhayudin Haji Yahya, Sejarah Orang Syed di Pahang, op, cit, p.23.
26. R.B. Serjeant, The Sayids of Haramaut, op, cit, pp.24-25.
27. Alawi b. Thahir al-Haddad, Uqud al-Almas, op, cit, p.131.
28. Mahayudin Haji Yahya, Sejarah Orang Syed, op, cit., p.25.
29. Shahabudin Ahmad bin Abdul Wahab an-Numairi, Nihayat al-Arab fi Funun al-Adab, Wizarat ath-Thaqafah wa al-Irsyad al-Qawmi, Cairo, 1932, Vol. I, p. 230. Lihat juga Ahmad b. Ali al- Maqrizi, Khitat, Mathbaah Bulak, Cairo, 1279 H, Vol I. lihat juga Haji Aboebakar Atjeh, Sekitar Masuknya Islam ke Indonesia, Panitia Seminar, Medan, 1963, pp. 109-110, 123. Lihat juga Mahayudi Haji Yahya, Sejarah Orang Syed, ibid, pp. 33,37.
30. Aboebakar Atjeh, Aliran Syiah di Nusantara, Islamic Reseach Institute, Jakarta, 1977, p.31-32. Lihat juga Sayid Musthafa A-Thabataba’i and Dhiya Shahab, Hawla al-Alaqah ats-Tsaqafiyah bayna Iran wa Indonesia, Embassy of Iran, Jakarta, 1960.
31. Aboebakar Atjeh, Sekitar Masuknya Islam ke Indonesia, Ramadhani, Solo, Jawa Tengah, 1985, p.29.
32. Aboebakar Atjeh, Masuknya Islam, ibid, p.35-37. Lihat juga S. Baring Gould, A History of Sarawak Under Two White Rajahs, Singapore. Lihat juga Al-Habib Alwi bin Thahir al-Haddad, Sejarah Masuknya Islam di Timur Jauh, Penerbit Lentera, Jakarta, 1995, pp.69-115.