Kamis, 06 Juni 2013

Kisah Dua Sahabat, yang berakhir tragis

Sultan Hamid.II, dan keikhlasan hatinya


Sukarno dan  Sultan Hamid.II
Dua sahabat yang berbeda pandangan politiknya,
yang satu Unitarian ( Persatuan )
yang satu nya Federalis ( Bersatu dalam Perserikatan)



Kata Jamaluddin Al Afhgani :

"Sejarah tidak lebih dari kumpulan kebohongan - kebohongan yang di bukukan"


Bung,...

" Kalian sebenarnya mengawali hubungan lewat komunikasi yang saling terbuka dan penuh keakraban. Dan personality masing-masing yang boleh dikatakan diatas rata-rata manusia Indonesia pada masa itu.

Hanya sayang sekali bung,

Ketakutan akan dikalahkan dalam Pemilihan Presiden secara Langsung dalam Pemilu pertama 1955 membuat mu kalap dan gelap mata. Kemudian menyetujui begitu saja ide-ide liar terkait republik yang kau rintis ini dengan upaya-upaya yang sangat konspiratif dan tak berjiwa kesatria sebagaimana kau selalu banggakan. 

Kau biarkan dia difitnah, padahal dirimu lah yang paling mengenal perjuangan nya dan membela mu..

Memenjarakannya dengan tuduhan-tuduhan yang diada-adakan dan pada realitas perkembangan kecerdasan hukum hari ini malah semakin membuat tanda tanya besar pada apa yang terjadi sebenarnya dimasa lalu, 

lalu kebesaranmu perlahan dengan sendirinya runtuh, kecuali dirumah dimana kau dibesarkan dan di dapur dimana kau diberi makan -

Airmata bercampur darah yang mengalir dari matamu membuktikan bahwa kau teramat menyesalkan masa-masa ketika kejayaan masih berada ditangan mu, dan ketika masa keruntuhan mu kau merasakan sendiri siapa sebenar nya teman mu dan siapa sebenarnya musuhmu.. 

Airmata darahmu mengalir tatkala menjelang ajal mu dia berkunjung, 

setelah keributan diluar pagar karena dia memaksa untuk menemui mu. 

Karena dia sadar dari batin nya, bahwa dialah orang yang terakhir ingin kau temui....

dan dia

Sultan Syarif Hamid II Alkadrie, yang tak pernah kau panggil namanya.. yang kau panggil dengan TUANKU..

Mengetuk pintu kamar mu dimana kau tergolek lemah menghadapi ajal, dan dia... dengan kesatria dan jiwa besar nya sebagai seorang Raja yang dicintai rakyat nya dan sebagai seorang cucu dari Sayyidina Ali ibni Abi Thalib berdarah Alawiyyin dari silsilah Jamalullail itu..

Memegang tanganmu dan mengucapkan salam

"..Assalamu'alaikum..

"Bung, maafkan saya.. 
Sesungguhnya DOSA - DOSA bung kepada saya.. sudah.. saya.. MAAFKAN.."



Inilah akhir dari persahabatan,
yang satu diangkat sebagai bapak bangsa,
yang satu dituduh makar terhadap negara,
benarkah apa yang ditulis sejarah?