Rabu, 06 Oktober 2021

Rebo Wekasan : Apa sebenarnya yang terjadi?

 By : SAY Qadrie

Pustaka Ilmu



           Hari Rabu terakhir di bulan Safar, dalam masyarakat Jawa dikenal dengan Rebo Wekasan, dianggap sebagai hari yang penuh dengan kemungkinan bencana, karena pada hari itu, katanya ada : 320.000 bencana yang diturunkan Allah dalam satu hari saja, benarkah? 

      Mungkin berangkat dari cara berfikir ini, kemudian beberapa daerah juga menyelenggarakan semacam tolak bala secara massal. Misalnya di daerah Kalimantan Barat, Pontianak, Mempawah, Sei Kakap, kemudian dikenal acara ritual Robo - Robo yang sudah mentradisi sejak ratusan tahun yang lalu, asal muasalnya, yang pertama kali melakukan acara katanya adalah Opu Daeng Manambon, Raja Mempawah setelah runtuhnya kerajaan Kudung dan kerajaan Inak Bapusat di negeri itu. Apakah ada hubungan dengan Rebo Wekasan di Pulau Jawa ? atau hanya kebetulan semata? Entahlah. 


1. Dasar pandangan atas peristiwa dan riwayatnya : 

          Yang dijadikan dasar pandangan tentang hari naas pada Rabu Wekasan ini, mungkin seperti apa yang difahami dari pendapat Imam al-Bagawi  ketika beliau mengomentari tentang hal ini  : 

     ’’Kaum ‘Aad pun mendustakan (pula). Maka alangkah dahsyatnya azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku, Sesungguhnya Kami telah menghembuskan kepada mereka angin yang sangat kencang pada hari nahas yang terus menerus. yang menggelimpangkan manusia seakan-akan mereka pokok korma yang tumbang” (QS al-Qamar 18-20).

         Imam al-Bagawi dalam tafsir Ma’alim al-Tanzil menceritakan, bahwa kejadian itu (fi yawmi nahsin mustammir) tepat pada hari Rabu terakhir bulan Shafar. Orang Jawa pada umumnya menyebut Rabu itu dengan istilah Rabu Wekasan. Kejadian itu bertepatan dengan Rabu pada akhir bulan Shafar dan tidak menunjukkan bahwa hari itu adalah kesialan yang terus menerus.


meskipun pendapat ini kemudian dibantah oleh pendapat lain, yaitu : 


Syekh Ibnu Hajar al-Haitamy dalam "Al-Fatawa al-Haditsiyah" berikut ini:

          “Barang siapa bertanya tentang hari sial dan sebagainya untuk diikuti,  bukan untuk ditinggalkan dan memilih apa yang harus dikerjakan serta mengetahui keburukannya, semua itu merupakan perilaku orang Yahudi dan bukan petunjuk orang Islam yang bertawakal kepada Sang Maha Penciptanya, tidak berdasarkan hitung-hitungan dan terhadap Tuhannya selalu bertawakal. ” (Ahkamul Fuqaha’, 2010: 54).

Artinya, sebuah tradisi ini dibentuk berdasarkan hanya dari pendapat para ulama terdahulu, bukan atas dasar Nash atau Hadist yang benar - benar pasti, sahih, diakui oleh semua ulama. 


Bahkan penegasan ulama kekinian dibawah ini akan sangat menarik untuk dicermati,

KH Abdul Kholik Mustaqim,:  

        Pengasuh Pesantren al-Wardiyah Tambakberas Jombang bahwa para ulama yang menolak adanya bulan sial dan hari nahas Rebo Wekasan berpendapat:

Pertama, tidak ada nash hadis khusus untuk akhir Rabu bulan Shafar, yang ada hanya nash hadis dla’if yang menjelaskan bahwa setiap hari Rabu terakhir dari setiap bulan adalah hari naas atau sial yang terus menerus, dan hadis dla’if ini tidak bisa dibuat pijakan kepercayaan.

Kedua, tidak ada anjuran ibadah khusus dari syara’. Ada anjuran dari sebagian ulama tasawwuf namun landasannya belum bisa dikategorikan hujjah secara syar’i.

Ketiga, tidak boleh, kecuali hanya sebatas salat hajat lidaf’il bala’ al-makhuf (untuk menolak balak yang dihawatirkan) atau nafilah mutlaqoh (salat sunah mutlak) sebagaimana diperbolehkan oleh Syara’, karena hikmahnya adalah agar kita bisa semakin mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.



Penjelasan Rebo Wekasan 



2. Apa sebenarnya yang terjadi?


         Dalam hal ini ada 2 pendapat yang berbeda pandangan mengenai peristiwa dan kejadian masa lalu itu, sebagaimana kemudian dikenal saat ini. dari riwayat dan pendapat mereka inilah kemudian berkembang menjadi ritual, upacara, atau acara yang menjadi tradisi turun temurun. 

            Banyak peristiwa besar dalam sejarah Islam yang kemudian entah untuk kepentingan apa, menjadi kabur dan tertutupi, kemudian bergeser menjadi ritual dan bentuk - bentuk lain, yang sepintas mirip tapi sebetulnya berbeda makna dan kandungan arti, serta berbeda dengan kejadian sebenarnya. 

Sebagaimana ada pendapat yang mengatakan bahwa sebetulnya pada hari Rabu terakhir bulan Safar adalah hari dimana wafat nya Rasullullah, Muhammad bin Abdullah, sang Nabi Islam, dan bukan kejadian lain sebagaimana kita fahami sekarang ini? 


2.1. . Pendapat tentang hari itu adalah hari Duka Cita : 


2.1.1. Hari Rebo Wekasan : 

          Sampai hari ini, kita kadang masih bingung dan bertanya -tanya, kapan tepatnya hari wafatnya Muhammad Rasulullullah sang Nabi Islam itu? Kenapa tidak pernah ada semacam ritual Khaul untuk memperingati wafatnya beliau? Sementara ulama saja, diingati dan diselenggarakan khaulnya, tapi kenapa Nabi Besar ini tak pernah kita dengar acara Khaulnya, yang ada hanya acara Maulid Nya, kelahiran Nya, : Bukan peringatan hari wafatnya!

         Apakah Karena ada sebagian pendapat mengatakan bahwa beliau wafat pada hari Rabu akhir bulan Safar, dikenal dengan Rebo Wekasan ini?  Pendapat itu mengatakan Muhammad Rasulullah Saw menutup mata  Pada 28 Shofar tahun ke 11 H.


Mengapa?


Jawabanya bisa beragam, 

     Dengan bermacam pembenaran, bisa jadi karena ada hal yang ditutupi dan di sembunyikan dari khalayak dari zaman ke zaman? Bisa juga karena hal ini terlalu menyakitkan? Apakah mungkin juga karena sebagian dari ulama bermaksud  menenangkan umat agar tidak kalap, shock, dan kehilangan kendali, sebagaimana yang dialami sahabat Umar bin Khattab, ketika mendengar wafatnya Nabi?  

Entahlah!


2.1.2. Hari Assyura 10 Muharram : 


         Pendapat lain menyebutkan bahwa peristiwa tanggal 10 bulan Muharram, dikenal dengan Assyura, atau hari kesepuluh di bulan Muharram. Sebagian sejarawan berpendapat bahwa hari ini adalah peristiwa terbunuhnya cucu Nabi suci, Husein bin Ali, putra Fathimah disuatu gurun pasir bernama Nainawa, atau Karbala, di sekitar perbatasan Irak saat ini. 


Pendapat ini menyebutkan bahwa pada hari itu, 10 Muharram, 

        Setelah wafatnya sahabat Muawiyah bin Abu Sofyan, beliau menunjuk putranya Yazid bin Muawiyah, untuk duduk di kursi kekhalifahan sebagai pemimpin umat islam, Amirul Mukminin, menggantikan ayahnya. 

Untuk melegitimasi posisinya, kaisar Yazid memerintahkan memungut baiat kepada semua kaum muslimin, di wilayah yang saat itu sudah berada dibawah kekuasaan klan nya bani Umayyah, meliputi : Mekkah, Madinah, Basrah, Syam, Irak, Madain, dll. Baiat ini harus dinyatakan, secara lisan atau tulisan dengan disaksikan oleh kaum muslimin lainnya. 

Husein bin Ali putra Fathimah :

      Yang mungkin karena beliau tau karakter kaisar baru ini, menolak berbaiat, mulanya secara halus, akhirnya secara terang - terangan. Husein memutuskan keluar dari Madinah kota kakek nya, kemudian ke Mekkah, mungkin maksudnya berlindung didekat Ka"bah karena ditempat itu, tanah haram, syariat Muhammad melarang tertumpahnya darah manusia. 

Akan tetapi melihat kaki tangan Yazid yang kemungkinan tidak lagi menghormati kesucian Ka"bah, beliau kemudian memutuskan menuju Irak, dikenal dengan kota Kufah, tempat dimana ayahnya : Ali bin Abi Thalib, pernah menjalankan pemerintahannya dulu di kota ini. 

        Alhasil, Husein bin Ali putra Fathimah ini kemudian terjebak ditengah padang pasir, karena digiring dan dikepung kafilahnya, akhirnya beliau beserta rombongan kecilnya, mendirikan tenda di dekat sungai Furat, dan menunggu hasil perundingan dengan komandan pasukan Syam disitu. 

Meski beliau sudah mencoba mengajukan 3 alternatif pilihan untuk melepaskan dirinya dari baiat, tapi ditolak oleh Gubernur Irak, Ubaidillah bin Ziyad. 

Hanya tersisa satu jawaban, : Berbaiat, atau, Diperangi! Menerima kepemimpinan Yazid, atau Mati!


Dan terjadilah, apa yang kemudian terjadi !

      Yang agak sedikit membingungkan setiap tahun jika ada kelompok yang menyelenggarakan Khaul hari wafat nya Husein bin Ali putra Fathimah ini, dikenal dengan acara Arbain, atau 40 hari  wafat nya, atau syahid nya Husein bin Ali putra Fathimah binti Muhammad Rasullullah,:  kelompok ini kemudian dituding sebagai Syiah? 

Kenapa ya? 

          Bahkan tudingan ini juga di arahkan oleh mereka yang mengaku sebagai kaum Sayyid, yang nasab nya bersambung kepada Husein bin Ali putra Fathimah, artinya Khaul itu adalah acara peringatan kakek moyang mereka sendiri,? atau mereka yang nasab nya berakhir kepada Hasan bin Ali putra Fathimah, saudara kandungnya itu. 

Sungguh aneh bin ajaib!




Tradisi Robo - Robo di Mempawah


2.2.  Pendapat tentang hari itu hari Suka Cita , : 


2.2.1. Dalam hal ini kami tidak menemukan peristiwa yang meriwayatkan kejadian Rebo Wekasan, sebagai hari kejadian sebaliknya, dari pendapat diatas tadi. Yang ada mungkin bersifat lokal, seperti acara Robo- Robo di beberapa wilayah di Kalimantan Barat, dan acara serupa di Kalimantan Selatan. 

             Akan tetapi, berbeda  untuk kejadian 10 Muharram, hari Assyura, ditemukan riwayat yang banyak sekali yang kemudian menghubungkan hari ini dengan beberapa ritual bersifat ke agamaan, yang bertentangan dengan kejadian sebenarnya pada hari itu, akan tetapi diyakini dan dipercayai sampai hari ini ? 

Diantaranya sebagai berikut ,  :


 2.2.2. Kejadian pada hari Assyura, 10 Muharram, : 

Pada masa pra-Islam, :

'Asyura diperingati sebagai hari raya resmi bangsa Arab.

Dalam sejarah Arab, hari 'Asyura (10 Muharram) adalah hari raya bersejarah.  Pada hari itu setiap suku mengadakan perayaan dengan mengenakan pakaian baru dan menghias kota-kota mereka. 

Sekelompok bangsa Arab, yang dikenal sebagai kelompok Yazidi, merayakan hari raya tersebut sebagai hari suka cita.[4] Barangkali merujuk dari nama kelompoknya, mereka ini adalah keturunan bany Umayyah yang bersuka cita karena telah mengalahkan penentang baiat Yazid bin Muawiyah, yang tewas di Karbala? 


Keterangan lainnya adalah : 

Hari Asyura merupakan peringatan hal-hal di bawah ini dimana sebagian besar percaya terjadi pada tanggal 10 Muharram, diantaranya adalah:

Hari diciptakannya Nabi Adam dan hari tobat nya pula

Berlabuh nya bahtera Nabi Nuh di bukit Judi

Nabi Idris diangkat ke surga

Nabi Ibrahim selamat dari apinya Namrudz

Kesembuhan Nabi Yakub dari kebutaan dan ia dibawa bertemu dengan Nabi Yusuf

Nabi Musa selamat dari pasukan Fir'aun saat menyeberangi Laut Merah

Nabi Sulaiman diberikan kerajaan besar dan menguasai bumi

Nabi Yunus dikeluarkan dari perut paus

Nabi Isa diangkat ke surga setelah usaha tentara Roma untuk menangkap dan menyalib nya gagal

Hari raya anak yatim? :  

         Artinya pendapat ini lebih pada bentuk suka cita dan kegembiraan sifatnya, melihat dari rentetan riwayat kejadian diatas tadi. Singkat kata, bagi mereka ini, 10 Muharram atau hari Assyura, bukanlah hari Duka Cita, tapi Hari Suka Cita!


2.3.  Manakah pendapat yang benar ? 


         Dari pertentangan dan pro kontra pendapat ini, kiranya kita harus bijak dan arif melihat suatu peristiwa, tentunya dengan menggunakan pertimbangan akal sehat, riwayat yang mutabar, Hadist yang mutawatir, bahkan jika bisa mendapatkan rujukan Nash Quran yang jelas, lebih bagus lagi. 

          Segala bentuk ritual dalam agama Islam, sudah di jelaskan oleh Nabi Muhammad dengan terang benderang, sebagaimana perintah : Sholat, Puasa, Zakat, Shodaqah, Berbakti kepada orang tua, larangan membunuh anak - anak, tidak berzina, membunuh orang lain tanpa alasan yang sah, larangan memakan harta anak yatim, memenuhi janji, menyempurnakan takaran dan timbangan, tidak mengikuti sesuatu yang tidak diketahui, larangan bersikap sombong, dan sebagainya. 


3. Penyebab Bala dan Bencana sebenarnya : 


Bala atau bencana bisa datang kapan saja. 

          Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: ''Tidak menghalangi suatu kaum dari mengeluarkan harta mereka melainkan mereka (sebenarnya) menghalangi langit dari menurunkan hujan. Kalaulah tidak karena binatang yang ada di muka bumi ini, niscaya langit pasti tidak akan menurunkan hujan untuk selama-lamanya.'' (HR Muslim)


Setidaknya ada 15 penyebab yang membuat Allah Ta'ala menurunkan bencana.


1. Apabila harta rampasan perang hanya dibagikan kepada orang tertentu

2. Apabila zakat dikeluarkan hanya untuk menebus kesalahan (dianggap sebagai denda)

3. Apabila sesuatu yang diamanatkan menjadi milik sendiri (amanat tidak dijalankan)

4. Apabila suami terlalu mentaati istri (hingga ibunya ditinggalkan atau lebih taat kepada istri dari pada ibunya)

5. Lalu, apabila anak mendurhakai kedua orang tuanya

6. Apabila seorang lebih memuliakan teman dari pada orang tuanya sendiri

7. Apabila yang lebih banyak terdengar adalah suara bising (yang sangat mengganggu pendengaran)

8. Apabila keduniaan lebih banyak dibicarakan di dalam masjid

9. Apabila pemimpin suatu kaum adalah orang yang paling hina dari mereka

10. Apabila seseorang dimuliakan kerana takut akan kejahatannya

11. Apabila minuman yang memabukkan (termasuk narkoba dan sejenisnya) menjadi minuman biasa dalam acara-acara

12. Apabila banyak lelaki memakai sutra

13. Apabila wanita diundang dalam suatu acara untuk menghibur lelaki

14. Apabila wanita mulai bermain alat music

15. Apabila orang yang hidup kemudian menghina orang yang terdahulu (khususnya para alim ulama)

Maka, sabda Rasullah: 

          ''Pada saat itu, tunggulah bala yang akan menimpa dalam bentuk angin (puting beliung) dan gempa yang maha dahsyat atau tanaman yang tidak memberi hasil.'' 


Referensi : 

Sahih Bukhari 1900; Sahih Muslim 1130

Jalaluddin As-Suyuthi, ¬al-Syamarikh fi ‘ilm al-Tarikh, h. 24-25

al-Alusi, Ruh al-Ma’ani, t.tp.: Idarah al-Thiba’ah al-Muniriyyah, Juz. 27 h. 85

al-Dayrabi, Mujarrabat al-Dayrabi al-Kubra, Beirut: Maktabah Tsaqafiyyah, h. 79

al-Zirikli, Qamus `A’lam wa Tarajim, Beirut: Dar al-‘Ilm li al-Malayin, Juz. 3, h. 288

Jalal al-Din al-Suyuthi, al-Samarikh fi ‘Ilm al-Tarikh, Kairo: Maktabah al-Adab, h. 25-26, 28

Ma’ al-‘Ainayn Ibn al-Qutb Syekh Muhammad Fadhil bin Mamayn, Na’t al-Bidayat wa Tawshif al-

Muhammad ‘Abd al-Hayy al-Laknawi, Majmu’ Rasail al-Laknawi, Karachi: Idarah al-Quran wa al-‘Umlum al-Islamiyyah, Juz. 5, h. 94

Muhammad bin Khatir al-Din, al-Jawahir al-Khamsah, t.t: t.p., h. 5, 34

Musthafa Muhy al-Din al-Hudwi al-Malibari, Syekh Mu’in al-Din al-Jisti al-Ajmiri: Hayatuh wa Da’watuh wa Atsaruh, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, h. 14-16

Shafiyy al-Din Ahmad bin Muhammad al-Maqdisi, ¬al-Simth al-Majid fi Ahl al-Tawhid, h. 90-91

Yusuf al-Mar’asli, Natsr al-Durar fi ‘Ulama’  al-Qarn alRabi’ ‘Asyar, Beirut: Dar al-Ma’rifah, Jilid 1.

’Abd al-Hamid Quds al-Makki, Kanz al-Najah wa al-Surur, Beirut: Dar al-Hawi, 2009, h. 90-101

 Javed Ahmad Ghamidi. Mizan, The Fast, Al-Mawrid

 Ayyatullahi, Sayyid Mehdi (2005). Sayyidina Husain bin Ali bin Abi Thalib. Jakarta: Penerbit Al-Huda. ISBN 979-3515-42-2.