Senin, 24 Januari 2011

Sayyid Husein Tuan Besar Mempawah : Biografi & Genealogy ,1693 M- 1769 M 76 - 77 tahun

MELURUSKAN SEJARAH HIDUP SAYYID  HUSEIN MEMPAWAH

DARI  YAMAN ke MATAN HINGGA Wafat di  MEMPAWAH

SAYYID HUSEIN TUAN BESAR MEMPAWAH  :  

By : Panglima Laksamana I Wierelles VII, Syarif Tue Tsani 
,
Pustaka Sejarah 



Gambar usia 27 - 37 tahun

As Sayyid As Syarif  Al Arif Billah
Husein bin Ahmad Al Kadri Jamalullail
Keturunan ke 34 dari Rasullullah
Mendarat di Matan usia sekitar 30 - 40 Tahun
Bulan Ramadhan, tahun 1722 - 1723 Masehi
Zaman Kekuasaan Sultan Matan Pertama  1. (1679–1732)  : 
 Gusti Jakar Kencana /Sultan Muhammad Zainuddin /Sulthan Ratoe 

Versi sebenarnya : 

SAYYID HUSEIN TUAN BESAR MEMPAWAH  : 1693 M- 1769 M 76 - 77  tahun

Lahir : 17 April 1693 M - 17 Muharram .... H

Wafat : 19 Maret 1769 M -  2 Zulhijjah .....H

Masuk ke Matan diperkirakan pada  : 1723 - 1728 M,  Usia sekitar 35-40 tahun
Zaman kekuasaan Sultan Matan Pertama Gusti Jakar Kencana , Sultan Muhammad Zainudin, ber Ibu Kota di Sekusor , masa pemerintahan : 1679 - 1732M

Menikahi Nyai Tua Matan        : 1725 M, Sayyid Abdurrahman Lahir : 1730 M

Menikahi Nyai Tengah Matan : 1732 M, Sayyid Abubakar          lahir  : 1735 M
Menetap di Matan, kurang lebih : 24 tahun

Kemudian Hijrah  ke Mempawah, pada :  1747 M, hingga wafat : 1769 M
Menetap di Mempawah, kurang lebih : 22 tahun

Usia hidup : 76 - 77 Tahun, wafat pada 1769 M, bukan 1771 M (usia hidup bukan : 63 - 64 tahun sebagaimana diketahui, karena tidak cocok dengan keberadaan 17 anak beliau yang lahir dari 2 istri di Yaman, sebelum merantau ke Nusantara) Berdasarkan catatan Beliau sendiri,  bahwa masa hidup Beliau, kurang lebihnya  separoh di Yaman, separoh di Nusantara.  



Pengantar : 

      Fam Alqadri muncul kembali ketika Sayid Husein Hijrah dari Yaman ke Indonesia bersama  4 orang Sahabat beliau, dari beliau ini, yang menikahi 12 wanita, dan melanjutkan keturunannya dengan 42 anak laki - laki


     Sayid Husein  bin Ahmad Alqadrie Jamalulai., lahir Tariem Yaman., ibunda beliau bernama Siti Zahara., dan Makam beliau di Kampung Pedalaman Mempawah., sekarang berada di desa Sejegi Kampung Pedalaman Mempawah., 

       Dalam catatan Maktab NanGq 1857., beliau anak bungsu atau anak kelima dari 5 bersaudara 

1. Sayyid Aqil bin Ahmad Jamalullail
2. Sayyid Alwi bin Ahmad Jamalullail
3. Syarifah Fatimah binti Ahmad Jamalullail
4.Syarifah  Zahara binti Ahmad  Jamalullail 


5. Sayid Husein Bin Ahmad Alqadri Jamalullail Tuan Besar Mempawah,   

 Secara silsilah beliau keturunan yang ke 34 dari Rasullullah. SAW., saat ini, 2022  keturunan Sayid Husein  mencapai keturunan terpendek 39 hingga terpanjang 46 untuk kelahiran baru., hal ini karena faktor usia menyebabkan nasab mereka berbeda., ada yang menikah muda antara umur 14., dan mendapatkan keturunan anak laki - laki dalam usia muda juga, sehingga nasab mereka menjadi panjang. 


,     Hal ini di sebabkan informasi keturunan Sayid Husein Alqadri sangat terbatas., hanya datang dari Yaman., singgah di Aceh., Batavia., Sulawesi dan terakhir masuk di Borneo Barat tepatnya di Matan


Istri - istri Sayid Husein Alqadri Jamalulai bin Ahmad :


1. Istri  Pertama di Yaman bernama Zahara mempunyai keturunan / anak tunggal  : 

1.1. Sayid Aqil bin Husein Jamalulail (saat itu Marga Alqadri di tekan dan tidak boleh di gunakan di Yaman pada abad ke 16 - 17 M )


2. Istri kedua Khodijah., di Yaman berketurunan / anak  16 :

2.1. Jamalulail bin Husein al jamalullail
2.2. Husein bin Husein al jamalullail 
2.3. Saleh bin  Husein al jamalullail
2.4. Abu Bakar bin Husein al jamalullail 
2.5. Alwi bin Husein al jamalullail
2.6. Nijamudien bin Husein al jamalullail
2.7. Husayin bin Husein al jamalullail
2.8. Fagih bin Husein al jamalullail
2.9. Abdurahman bin Husein al jamalullail
2.10. Abdul Hamid bin Husein al jamalullail
2.11. Salim bin Husein al jamalullail
2.12. Abdullah bin Husein al jamalullail
2.13. Umarbin Husein al jamalullail 
2.14. Usman bin Husein al jamalullail  
2.15. Kasim bin Husein al jamalullail
2.16. Muhammad Aminurrullah bin Husein al jamalullail


     Fam yang di gunakan Jamalulai dan bukan Alqadri., jumlah anak beliau di Yaman ada 17 dari 2 orang istri. Mereka dengan ihklas di tinggalkan karena ada Misi yang  Besar (Yaitu hijrah dari Yaman ke negeri Benua melayu dengan maksud untuk tempat yang aman untuk menghidupkan Fam Alqadrie)

 
    Setelah mendapat  restu keluarga, saat itu Sayyid Husein sudah mendekati usia 40 tahun, beliau bertiga dari Yaman langsung  berlayar  ke Bangladesh melalui  pesisir  agar  lebih aman., untuk menjemput teman  beliau., 

===============



KLIK DISINI >>> 







 Sayyid Husein bin Ahmad Al Qadri  Jamalullail
diusia sekitar 27 - 37  tahun
(Sumber : Maktab NanGq 1857 Pontianak )



SEJARAH  HIDUP
Sayyid Husein bin Ahmad  
bin Husein, bin Muhammad Al Qadri Jamalullail
Tuan Besar Mempawah 
Makam Sejegi - Mempawah Timur
Kalimantan Barat
Indonesia



Sejarah Hidup Sayyid Husein Tuan Besar Mempawah
Periode Matan dan Mempawah 


Kronologi Masa : 

SAYYID HUSEIN TUAN BESAR MEMPAWAH  : 1693 M- 1769 M 76 - 77  tahun

Lahir : 17 April 1693 M - 17 Muharram .... H

Wafat : 19 Maret 1769 M -  2 Zulhijjah .....H

Masuk ke Matan diperkirakan pada  : 1723 - 1728 M,  Usia sekitar 35-40 tahun
Zaman kekuasaan Sultan Matan Pertama Gusti Jakar Kencana , Sultan Muhammad Zainudin, ber Ibu Kota di Sekusor , masa pemerintahan : 1679 - 1732M

Menikahi Nyai Tua Matan        : 1725 M, Sayyid Abdurrahman Lahir : 1730 M

Menikahi Nyai Tengah Matan : 1732 M, Sayyid Abubakar          lahir  : 1735 M
Menetap di Matan, kurang lebih : 24 tahun

Kemudian Hijrah  ke Mempawah, pada :  1747 M, hingga wafat : 1769 M
Menetap di Mempawah, kurang lebih : 22 tahun

Usia hidup : 76 - 77 Tahun, wafat pada 1769 M, bukan 1771 M (usia hidup bukan : 63 - 64 tahun sebagaimana diketahui, karena tidak cocok dengan keberadaan 17 anak beliau yang lahir dari 2 istri di Yaman, sebelum merantau ke Nusantara) Berdasarkan catatan Beliau sendiri,  bahwa masa hidup Beliau, kurang lebihnya  separoh di Yaman, separoh di Nusantara.  



Sayyid Syarif Habib  Husein Al-Qadri.

Menurut catatan sejarah :
(Haji Yahya, 1999: 224; 
Alqadrie, 1979; 
Rahman, 2000:13-14; 
Sahar, 1982:12), 



##, - Asal Usul dan Latar Belakang


         Kesultanan Pontianak di sebut dengan Kesultanan Kadriah, Karena ia didirikan oleh dinasti Al-Qadrie. Pendiri kesultanan ini adalah Syarif Abdurrahman Al-Qadrie, putera Sayyed Hussein Al-Qadrie, atau Habib Hussein Al-Qadrie[3]. Kesultanan ini pada khususnya dan kesultanan-kesultanan lainnya di kawasan Kalbar tidak dapat dipisahkan dari 2 (dua) figur tersebut di atas.


           Sayyid Hussein bin Sayyid Ahmad Al-Qadrie dilahirkan di dan berasal dari kota kecil bernama Trim, atau Tarim Hadralmaut, yang sekarang dikenal dengan Yaman Selatan pada tahun 1699 M ( atau  1706- 1708.M menurut berbagai catatan )

Hussein di besarkan, dididik orang tuanya secara Islam sampai berumur 18 tahun. Ia melanjutkan memperdalam tidak saja ilmu Islam, tetapi juga ilmu pengetahuan umum, dari guru nya: 


 Sayyid Muhammad Hamid di Kulandi Al-Mukalla, 


          salah satu kota besar di Yaman Selatan, selama lebih dari 4 (empat) tahun, sehingga ia memiliki pengetahuan agama dan umum serta wawasan luar negeri yang cukup mendalam. 


         Ia juga belajar ilmu pelayaran dan perdagangan, dan bergabung dengan usaha pelayaran dagang di sekitar Teluk Persia sampai ke Kalkuta dan di pantai Barat Afrika.


Dari pengalaman nya tersebut, Hussein muda terdorong untuk menambah pengalaman nya dengan berlayar lebih jauh lagi ke negeri Timur dimana terdapat banyak kerajaan Islam. 


Keinginan nya itu diperkuat oleh 3 (tiga) orang rekannya satu perguruan yaitu:


 1. Sayid Abubakar Alaydrus, ( Kelak manjadi Tuan Besar Aceh ) 
 2. Sayid Umar Bachsan Assegaf ( Tuan Besar Siak )  dan
 3. Sayid Muhammad Ibnu Ahmad Qudsi ( Datuk Marang Trengganu )   (Haji Yahaya, 1999:224).


           Keinginan mereka untuk melakukan perjalanan bukan saja untuk berdagang sepanjang pelayaran yang dapat digunakan untuk biaya perantauan mereka, tetapi lebih pada motivasi untuk menyebarkan agama Islam (uchuwa Islamiyah) dengan menjadi mubalig dan penyebar agama Islam.


Hal menarik dari para perantau Arab tersebut, menurut Alwi Shahab (2000:7) adalah bahwa mereka datang ke Indonesia tanpa membawa wanita -- kebanyakan mereka perjaka (unmarried men). Meskipun sedikit berbeda dengan kasus Sayyid Husein ini.  


           Sesampai di kawasan Nusantara[4] mereka menikah dengan wanita-wanita setempat, menyebut penduduk setempat (pribumi/bumi putera) sebagai achwal -- saudara dari ibu mereka -- dan mereka berperan di sektor perdagangan, sector lain dalam bidang ekonomi dan penyebaran agama Islam.




##, Pengembaraan di Nusantara


Setelah hampir satu tahun berlayar, 
Sampailah mereka di Aceh 
dan bermukim di daerah ini hampir satu tahun. 


Menurut Haji Yahaya (1999:224) dan Rahman ( 2004: 16)


          Berdasarkan kesepakatan mereka, Sayid Abu Bakar Alaydrus tetap tinggal di Aceh sampai akhir hayatnya, sebagai guru agama, imam besar dan diberi gelar Tuan Besar Aceh; 


        Sayid Umar Bachsan Assegaff  meneruskan perjalanan ke Kesultanan Siak dan menetap di sana sampai ia wafat, juga diangkat sebagai seorang ulama ulung dan mendapat gelar Tuan Besar Siak,


         Sayid Muhammad Ibnu Ahmad Al-Qudsi melanjutkan perjalanan ke kawasan Semenanjung Malaka dan akhirnya menetap di Kesultanan Trengganu sampai akhir hayat nya, diberi gelar  Datuk Marang.


        Sesuai dengan petunjuk guru nya agar ia mencari tempat pemukiman di sebelah timur negeri yang subur penuh dengan pepohonan menghijau, Hussein Al-Qadrie meninggalkan Aceh menyelusuri Pantai Timur Sumatera melalui beberapa kerajaan Islam yang didengarnya dari para pedagang lainnya.


          Kerajaan dimaksud adalah kesultanan Islam di Semenanjung Malaka, Siak, Riau, Palembang, Banten, Cirebon, Demak, Mataram dan di Jawa Timur, serta negeri Betawi atau Batavia yang menjadi pusat perdagangan VOC (Rahman, dkk., 2000; Haji Yahaya, 1999:224-225; cari Sejarah Indonesia lain nya). 


        Akhirnya ia sampai di Betawi dan berada di sana lebih dari 7 (tujuh) bulan untuk melakukan syiar Islam bersama dengan para sayyid -- pedagang dan perantau Arab lainnya -- yang berada di situ.


Selama di Batavia 

     Sayyid Hussein sering mengikuti pelayaran pulang pergi ke Cirebon, Pekalongan dan Semarang. 


        Ia menyaksikan perkembangan Agama Islam di kawasan pantai utara Pulau Jawa, lalu memutuskan untuk menetap di Semarang bersama dengan Syech Salam Hambal -- seorang pedagang dan ulama yang juga berasal dari Arab -- yang mengajak nya menyebarkan ajaran Islam kepada penduduk setempat. 




Makam Opu Daeng Celak
(Sayid Syech Abdullah Al - Adeni Qaulan Jazirah Al Hasani)



HUBUNGAN KESULTANAN PONTIANAK, MEMPAWAH, BUGIS, DAN SEGERAM


Istri Penembahan WAN Hamid Jamalullail, bernama :  


       Ratu Permaisuri yang di Pertuan Agung Dayang Komalasari binti “Opu Daeng Borang” (nama aslinya adalah Sayyid Syech Alwi Aladeni) (1470 M - 1570 M) - (891 H - 991 H) yang hidup dan berusia kurang lebih 100 tahun., Dalam riwayat disebutkan adalah orang yang berasal dari Ulu Sulawesi salah satu cicit beliau bernama :  


  Ladamusilat Raja Sulawesi., bin Opu Daeng Borang (Sayyid Syech Alwi Aladeni)


       Ladamusilat (1593 M - 1639 M) - (1014 H - 1060 H) memiliki salah satu anak bernama Tandre Borang., 


      Tandre Borang  (Sayid Syech Ahmad Al - Adeni Qaulan Jazirah) memiliki 5 anak di antaranya adalah  :

1. Opu Daeng Manambong (Sayid Syech Abu Bakar Al - Adeni Qaulan Jazirah) : yang menjadi Raja Penembahan Mempawah Pulau Borneo Barat (Kalimantan Barat) yang juga ber besan dengan Sayid Husein Alkadri Jamalullail Mufthi Mempawah  


Berdasarkan riwayat yang di ketahui inilah, menyebabkan Panglima Laksamana I Syarif Abu Bakar Bin Sayyid Husein Alkadri Jamalullail pada tahun 1779 M - 1200 H., menetapkan pilihannya tinggal dan menetap di Segeram yang sudah menjadi puing - puing reruntuhan itu, 


2. Opu Daeng Perani (Sayid Syech Achmadi Al - Adeni Qaulan Jazirah)


3. Opu Daeng Celak (Sayid Syech Abdullah Al - Adeni Qaulan Jazirah)


4. Opu Daeng Merewah (Sayid Syech Muhammad Al - Adeni Qaulan Jazirah)


5. Opu Daeng Kemasi (Sayid Syech Ali Al - Adeni Qaulan Jazirah)



 ##, Menyeberang ke Borneo, 



     Setelah dua tahun berada di Semarang, Sayyid Hussein masih ingin melanjutkan perjalanan ke kawasan yang dipesankan oleh gurunya untuk mencari pemukiman yang cocok untuk tempat tinggal keturunannya -- kawasan yang subur dengan hutan lebat menghijau.

Kawasan tersebut adalah pantai barat Kalimantan sebagaimana diceriterakan oleh         Syech Salam kepadanya yaitu Matan, Sukadana -- dua kesultanan Islam yang sekarang menjadi bagian dari Kabupaten Ketapang/Kayong -- dan Mempawah -- sebuah kesultanan Islam tertua di Kalbar dan menjadi cikal bakal berdirinya Kesultanan Pontianak,


      Dengan dukungan moril dan material dari dan dihantar oleh Syech Salam Hambal, Hussein Al-Qadrie dalam umur sekitar 37 tahun melanjutkan perjalanan ke Matan.  Di sini ia diterima penduduk setempat, disenangi oleh murid-murid nya dan mendapat simpati dari keluarga Kerajaan, sehingga Sayyid Hussein Al-Qadrie diangkat sebagai tokoh penting, yaitu Hakim atau Qadhi dalam peradilan di Kerajaan Matan.  



Gambar adalah hasil lukisan pelukis Istana Yogyakarta
Ketika Beliau berkunjung ke Istana
diusia sudah diatas 60 tahun saat itu

As Sayyid As Syarif  Al Arif Billah
Husein bin Ahmad Al Kadri Jamalullail
Keturunan ke 34 dari Rasullullah
Dalam pakaian Mufti Mempawah
1747 M - 1769 M

 

SAYYID HUSEIN TUAN BESAR MEMPAWAH  : 1693 M- 1769 M 76 - 77  tahun

Lahir : 17 April 1693 M - 17 Muharram .... H

Wafat : 19 Maret 1769 M -  2 Zulhijjah .....H

Masuk ke Matan diperkirakan pada  : 1723 - 1728 M,  Usia sekitar 35-40 tahun
Zaman kekuasaan Sultan Matan Pertama Gusti Jakar Kencana , Sultan Muhammad Zainudin, ber Ibu Kota di Sekusor , masa pemerintahan : 1679 - 1732M

Menikahi Nyai Tua Matan        : 1725 M, Sayyid Abdurrahman Lahir : 1730 M

Menikahi Nyai Tengah Matan : 1732 M, Sayyid Abubakar          lahir  : 1735 M
Menetap di Matan, kurang lebih : 24 tahun

Kemudian Hijrah  ke Mempawah, pada :  1747 M, hingga wafat : 1769 M
Menetap di Mempawah, kurang lebih : 22 tahun

Usia hidup : 76 - 77 Tahun, wafat pada 1769 M, bukan 1771 M (usia hidup bukan : 63 - 64 tahun sebagaimana diketahui, karena tidak cocok dengan keberadaan 17 anak beliau yang lahir dari 2 istri di Yaman, sebelum merantau ke Nusantara) Berdasarkan catatan Beliau sendiri,  bahwa masa hidup Beliau, kurang lebihnya  separoh di Yaman, separoh di Nusantara.  




##, Menikah di Matan Borneo

Sekitar tahun : 


          Dari perkawinan nya dengan : Utin Kabanat, dipanggil  Nyai Tua, Utin Chandramidi 
Dan setelah nya menikah lagi dengan Nyai Tengah,  Nyai Bungsu, dan Nyai Piring, i


Dari ke 4 Istri nya, Sayyid Hussein Al-Qadrie  memperoleh keturunan  sbb:


Sayyid Husein bin Ahmad dan Keturunan nya,:    


     Sayyid Husein Bin Ahmad Alqadri Jamalullail Periode : 


    Menginjak kan kaki di  Matan, sekitar usia, 30 - 40 tahun, setelah berlayar ke berbagai tempat, dan menetap di Matan selama, 24 tahun, dengan menikahi 2 perempuan di Matan, .  Diperkirakan di Matan Sayid Husein Alkadri menjadi Mufthi dan Kadhi Matan dan menetap dari tahun 1724 M  - 1747 M, saat itu beliau sudah memiliki dua istri dengan anak sebanyak  9 orang, semuanya lahir di Matan, 

Kemudian pindah ke Mempawah 

Berangkat dari Matan, Pada: 8 Muharam 1160 H/20 Januari 1747M, 

    Dan menetap selama sisa hayatnya, hingga wafat di usia 76 - 77 tahun. Berangkat dari Matan, Pada: 8 Muharam 1160 H/20 Januari 1747M , usia 54 tahun ( lahir 1693 M  - Wafat : 1769 M selisih sekitar 8 tahun dengan Opu Daeng Manambon Raja Mempawah, yang wafat pada 1761M,  karena itulah, : Gusti Jamiril kecil, diambil sebagai anak angkat Beliau, hingga kemudian dinobatkan sebagai penerus ayahnya menjadi Raja Mempawah ) 

Beliau, Sayyid Husein, memegang jabatan : Maharaja Imam, Mufti, Kadhi, sekaligus Maha Patih Kerajaan Mempawah : 1749 - 1769  atau selama 20 tahun .  


    Sayyid Husein bin ahmad,  bin Husein, bin Mohammad Alkadri, (AL-QADRY) Tuan Besar Mempawah. Ayah dari  Sultan Syarif Abdurrahman  Pendiri Kesultanan Qadriah Pontianak.




##, Keturunan Sayyid Husein Al Qadri Jamalullail

Keturunan Beliau di Borneo berjumlah 16 , perempuan dan Laki  diantara nya :


1. Syarif Abdurrahman bin Husein ( Pendiri Kota Pontianak ), Ibu  Nyai Tua

2. Syarif Ahmad, bin Husein  Ibu Nyai Piring

3. Syarif Abubakar, bin Husein Ibu Nyai Tengah

4. Syarif Alwie, bin Husein Ibu Nyai Tua

5.Syarif Muhammad ,bin Husein Ibu Nyai Tengah

6. Syarif Ahmad , bin Husein Ibu Nyai bungsu

7. Syarif Ali ,bin Husein ibu Nyai Tengah


Anak Perempuan  Beliau : 


1. *Syarifah Khadijah, binti Husein ( Putri )

2. *Syarifah  Mariyah,  binti Husein (Putri) 

3. *Syarifah Aliya atau Aluya, binti  Husein ( Putri)  

4. *Syarifah Aisyah binti  Husein, ( Putri) 

5. *Syarifah Nur binti Husein ( Putri)

6. *Syarifah  Maryanah binti Husein (Putri) 

7. *Syarifah Muhsena binti Husein (Putri)

8. *Syarifah Fatimah binti  Husein (Putri)  




#, - Keturunan dari Nyai Tua  (Utin Kabanat  1 ), Istri Pertama Borneo


1.1.1730 M lahir  :  Syarif Abdurrahman, bin Sayyid Husein,  kelak menjadi Sultan Pontianak: (Lahir di Matan pada pukul 10 pagi, hari Senin 15 Rabiul Awal tahun 1141 H bertepatan dengan 1730 M.) 


Catatan : 

Syarif Abdurrahman Al-Qadrie ( Sultan Pertama Kesultanan Kadriah, Pontianak)  lahir di Matan pada pukul 10 pagi, hari Senin 15 Rabiul Awal tahun 1141 H bertepatan dengan 1730 M. Sepanjang hayat nya beliau Menikahi 67 perempuan sebagai Istri nya. Hal ini dilakukan karena nazar ingin mempunyai 101 anak, sebelum tercapai, beliau tidak akan berhenti menikah. Memenuhi Nazar, hukumnya wajib 

Urutan ini tidak mewakili urutan kelahiran, hanya susunan saja : 

1.2.:   Syarifah Khadijah, binti Husein


1.3. :  Syarifah  Mariyah,  binti Husein

1.4. :  Syarif Alwie, bin Husein, (Tuan Bujang )

1.5 :  Syarifah Aliya atau Aluya, binti Husein



#,  :  Menikahi Nyai Tengah, sepeninggalnya Nyai Tua yang wafat setelah melahirkan anak bungsunya, Syarifah Khadijah di Matan, Sayyid Husein menikahi , Nyai Tengah, Utien Krinci Srikandi binti Sultan Muhammad Zainudin, Gusti Jakar Kencana, sebagai istri kedua dan merupakan saudari Nyai Tua. 

Dari Nyai Tua, Sayyid Husein mendapatkan 5 orang anak. 


   Nyai Tua dan Nyai Tengah dua saudara, satu ayah, satu ibu. Dinikahi Setelah wafatnya Nyai Tua.  Karena haram menikahi dua saudara dalam kondisi sama - sama hidup, kecuali sudah diceraikan atau ditinggal wafat.  Dari kejadian ini, muncul istilah " Ganti Tikar " dalam keluarga besar Alkadri Pontianak hingga hari ini.  





#,- Keturunan dari Nyai Tengah, Istri ke 2 


2.1.1735 M lahir : Sayyid Syarif Abubakar bin Sayyid Husein, lahir di Matan :  1735 M - Wafat  Pontianak.  Kamis, :  27 JULI  1814 M. dalam usia : 79 tahun.


2.2. 2. : Syarif Muhammad bin Sayyid Husein, memiliki putra bernama : 
2.2.1.   1791 M lahir  : Syarif Husein bin Muhammad bin Sayyid Husein, dan 
2.2.2.  1803 M  lahir :  Syarif Ali bin Muhammad bin Sayyid Husein, pada 1853 M, Ali ditunjuk sebagai Administrator Landak, di usia sekitar 50 tahun.

2.3. : Syarifah Aisyah binti Sayyid Husein, Ibu Nyai Tengah



#,  : Sayyid Husein kemudian Menikah lagi dengan Nyai Bungsu , Putri Sultan Sanggau Pertama, 


#, - Keturunan Nyai Bungsu, Istri ke 3


3.1.  : Syarif  Ahmad.II. bin Sayyid Husein, 

3.2.  : Syarifah Nur binti Sayyid Husein

3.3. : Syarifah  Maryanah binti Sayyid Husein, 

3.4.  : Syarifah Muhsena binti Sayyid Husein

3.5.  : Syarif Ali bin Sayyid  Husein ?  ( masih di cari data, apakah Syarif Ali putra Nyai Bungsu atau Nyai Tengah ) 



Berangkat dari Matan, Pada: 8 Muharam 1160 H/20 Januari 1747M  


#,Setelah hijrah dan Pindah ke Mempawah bersama istri dan anak - anak nya, Sayyid Husein kemudian, mendatangkan istrinya yang berasal dari Pulau Sulawesi dikenal dengan nama Nyai  Piring. 

 ( Masih dikonfirmasi apakah Nyai Piring ini istri ke empat, atau justru istri pertama di Sulawesi ? Karena beliau sempat menikahi Putri Opu Daeng Celak, sebelum kemudian masuk ke Matan )   
 


#,  :  Nyai Piring 


#, - Keturunan Nyai Piring Istri ke 4, 


4.1 :  Syarif Ahmad .II. bin Sayyid Husein,

4.2. :  Syarifah Fatimah ( atau Muhsena ? ) binti Sayyid Husein,   


Sayyid Husein memiliki 7 putra dan 9 putri, dari 4x menikah. Istri pertama nya, Nyai Tua, Matan, Putri Sultan Matan Pertama. Beliau menetap di Matan selama 24 tahun.




Mesjid Sultan Abdurrahman Pontianak




##, Diundang Raja Mempawah 


Baru 3 (tiga) tahun Habib Hussein berada di Kerajaan Matan, kemasyhuran nya sebagai ulama dan hakim pengadilan telah tersebar ke Kerajaan Sukadana, Simpang, Mempawah dan Sambas. 


           Raja Mempawah, Opu Daeng Manambon, yang berkedudukan di Sebukit [6] yang bernama Pangeran Tua, meminta kepada Sultan Matan dan Habib Hussein agar bersedia pindah ke Mempawah untuk mengajarkan agama Islam dan menjadi imam besar di sana (Sahar, 1983:18; Rahman, 2000:25-26). 


          Permintaan itu tidak segera dipenuhi oleh Hussein Al-Qadrie, karena ia belum lama berada di Matan. Setelah berada di Matan selama 17 tahun (sebenarnya 24 tahun ) , akhirnya pada tahun 1755M (  Sebenarnya 1747 M ) Habib Hussein baru dapat memenuhi permintaan tersebut, dan pada tahun 1755M ia bersama keluarganya pindah ke Mempawah dan membangun pemukiman baru di Galah Herang[7] dalam kawasan kerajaan itu.




##, Menurut riwayat dari  : Wan Mohamad Shaghir Abdullah



          MENGENAI Habib Husein al-Qadri, tidak terlalu sukar membuat penyelidikan kerana memang terdapat beberapa manuskrip yang khusus membicarakan biografinya.  

Walau bagaimana pun semua manuskrip yang telah dijumpai tidak jelas nama pengarangnya, yang disebut hanya nama penyalin. Semua manuskrip dalam bentuk tulisan Melayu/Jawi.

       Nama lengkapnya, As-Saiyid/as-Syarif Husein bin al-Habib Ahmad/Muhammad bin al-Habib Husein bin al-Habib Muhammad al-Qadri, Jamalul Lail, Ba `Alawi, sampai nasabnya kepada Nabi Muhammad s.a.w. 

Sampai ke atas adalah melalui perkahwinan Saidatina Fatimah dengan Saidina Ali k.w. Nama gelaran nya ialah Tuan Besar Mempawah.

    Lahir di Tarim, Yaman pada tahun 1120 H/1708 M. Wafat di Sebukit Rama Mempawah, 1184 H/ 1771M. ketika berusia 64 tahun. 

Dalam usia yang masih muda beliau meninggalkan negeri kelahirannya untuk menuntut ilmu pengetahuan bersama beberapa orang sahabat nya.



PELURUSAN SEJARAH  :  

Kronologi Masa : 

SAYYID HUSEIN TUAN BESAR MEMPAWAH  : 1693 M- 1769 M 76 - 77  tahun

Lahir : 17 April 1693 M - 17 Muharram .... H

wafat : 19 Maret 1769 M -  2 Zulhijjah .....H

Masuk ke Matan diperkirakan pada  : 1723 - 1728 M,  Usia sekitar 35-40 tahun
Zaman kekuasaan Sultan Matan Pertama Gusti Jakar Kencana , Sultan Muhammad Zainudin, ber Ibu Kota di Sekusor , masa pemerintahan : 1679 - 1732M

Menikahi Nyai Tua Matan        : 1725 M, Sayyid Abdurrahman Lahir : 1730 M

Menikahi Nyai Tengah Matan : 1732 M, Sayyid Abubakar          lahir  : 1735 M
Menetap di Matan, kurang lebih : 24 tahun

Kemudian Hijrah  ke Mempawah, pada :  1747 M, hingga wafat : 1769 M
Menetap di Mempawah, kurang lebih : 22 tahun

Usia hidup : 76 - 77 Tahun, wafat pada 1769 M, bukan 1771 M (usia hidup bukan : 63 - 64 tahun sebagaimana diketahui, karena tidak cocok dengan keberadaan 17 anak beliau yang lahir dari 2 istri di Yaman, sebelum merantau ke Nusantara) Berdasarkan catatan Beliau sendiri,  bahwa masa hidup Beliau, kurang lebihnya  separoh di Yaman, separoh di Nusantara.  


PENDIDIKAN, PENGEMBARAAN DAN SAHABAT


         Mengembara ke negeri Kulaindi dan tinggal di negeri itu selama empat tahun. Di Kulaindi beliau mempelajari kitab kepada seorang ulama besar bernama Sayid Muhammad bin Shahib. 


Dalam waktu yang sama beliau juga belajar di Kalikut. Jadi sebentar beliau tinggal di Kulaindi dan sebentar tinggal di Kalikut. 

Habib Husein al-Qadri termasuk dalam empat sahabat. Mereka ialah, : 

1. Saiyid Abu Bakar al-`Aidrus, menetap di Aceh dan wafat di sana. Digelar sebagai Tuan Besar Aceh.

2. Kedua, Saiyid Umar as-Sagaf, tinggal di Siak dan mengajar Islam di Siak, juga wafat di Siak. Digelar sebagai Tuan Besar Siak. 

3. Ketiga, Saiyid Muhammad bin Ahmad al-Qudsi yang tinggal di Terengganu dan mengajar Islam di Terengganu. Digelar sebagai Datuk Marang.

4. Keempat, Saiyid Husein bin Ahmad al-Qadri (yang diriwayatkan ini)

        Maka Habib Husein pun berangkatlah dari negeri Kulaindi menuju Aceh. *Setelah singgah di Bangladesh, Singapura, dan Negri Melayu* sampailah Beliau Di Aceh, disini beliau tinggal selama satu tahun, menyebar agama Islam dan mengajar kitab.

 Selanjutnya perjalanan diteruskan ke Siak, Betawi dan Semarang. 
Saiyid Husein tinggal di Betawi selama tujuh bulan dan di Semarang selama dua tahun.


         Sewaktu di Semarang beliau mendapat sahabat baru, bernama Syeikh Salim bin Hambal. Pada suatu malam tatkala ia hendak makan, dinantinya Syeikh Salim Hambal itu tiada juga datang. 

 Tiba-tiba ia bertemu Syeikh Salim Hambal di bawah sebuah perahu dalam lumpur. 
Habib Husein pun berteriak sampai empat kali memanggil Syeikh Salim Hambal. 

Syeikh Salim Hambal datang menemui Habib Husein berlumuran lumpur. 


Setelah itu bertanyalah Habib Husein, :

``Apakah yang kamu perbuat di situ?'' 

Jawabnya: ``Hamba sedang membaiki perahu.

'' Habib Husein bertanya pula, :`

`Mengapa membaikinya malam hari begini?'' 

Maka sahutnya, :

``Kerana siang hari, air penuh dan pada malam hari air kurang.'' 

Kata Habib Husein lagi, :

``Jadi beginilah rupa nya orang mencari dunia.''

 Jawab nya, :

``Ya, beginilah halnya.'' 

Kata Habib Husein pula,:

  ``Jika demikian sukar nya orang mencari atau menuntut dunia, aku haramkan pada malam ini juga akan menuntut dunia,  kerana aku meninggalkan tanah Arab,  sebab aku hendak mencari yang lebih baik daripada nikmat akhirat.''


            Habib Husein kembali ke rumah dengan menangis dan tidak mahu makan. 


        Syeikh Salim Hambal berasa hairan, lalu diberi nya nasihat supaya Habib Husein suka menerima pemberian dan pertolongan modal daripada nya. Namun Habib Husein tiada juga mahu menerimanya. Oleh sebab Habib Husein masih tetap dengan pendiriannya, yang tidak menghendaki harta dunia, Syeikh Salim Hambal terpaksa mengalah. 

Syeikh Salim Hambal bersedia mengikuti pelayaran Habib Husein ke negeri Matan. 




 Makam leluhur  Sayyid Husein bin Ahmad  Al Qadri
Sayyid Muhammad Al Qadri - Jamalullail
di Yaman 




Setelah di Matan , : 


          Habib Husein dan Syeikh Salim Hambal menemui seorang berketurunan Saiyid juga, namanya Saiyid Hasyim al-Yahya, digelar orang sebagai Tuan Janggut Merah. ( ***Makam lain ditemukan di Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur, dikenal dengan nama : Tuanku Tunggang Parang / Parangan, : Sejenis ikan yang ditunggangi nya dari Makassar  ke  Samarinda : dengan nama yang sama )


 Perwatakan Saiyid Hasyim/ Tuan Janggut Merah itu diriwayatkan adalah seorang yang hebat, gagah dan berani. Apabila Saiyid Hasyim berjalan senantiasa bertongkat dan jarang sekali tongkatnya itu ditinggalkannya.  


        Tongkatnya itu terbuat daripada besi dan berat. Sebab Saiyid Hasyim itu memakai tongkat demikian itu kerana ia tidak boleh sekali-kali melihat gambaran berbentuk manusia atau binatang, sama ada di perahu atau di rumah atau pada segala perkakas, sekiranya beliau terpandang atau terlihat apa saja dalam bentuk gambar maka dipalu dan ditumbuknya dengan tongkat besi itu. 





Gambar usia 40 - 50 tahun

As Sayyid As Syarif  Al Arif Billah
Husein bin Ahmad Al Kadri Jamalullail
Keturunan ke 34 dari Rasullullah
Mendarat di Matan usia sekitar 30 - 40 Tahun
Bulan Ramadhan, tahun 1722 - 1723 Masehi
Zaman Kekuasaan Sultan Matan Pertama  1. (1679–1732)  : 
 Gusti Jakar Kencana /Sultan Muhammad Zainuddin /Sulthan Ratoe 
Ketika menjabat Kadhi,dan Mufti Kerajaan Matan
1723 M - 1747 M




KEDUDUKAN DI MATAN


         Setelah beberapa lama Habib Husein dan Syeikh Salim Hambal berada di Matan, pada suatu hari Sultan Matan menjemput kedua-duanya dalam satu jamuan makan kerana akan mengambil berkat kealiman Habib Husein itu. 


Selain kedua-duanya juga dijemput para pangeran, sekalian Menteri negeri Matan, termasuk juga Saiyid Hasyim al-Yahya.


  Setelah jemputan hadir semua nya, maka dikeluarkanlah tempat sirih adat istiadat kerajaan lalu dibawa ke hadapan Saiyid Hasyim. 


        Saiyid Hasyim al-Yahya melihat tempat sirih yang di dalamnya terdapat satu kacip besi buatan Bali. Pada kacip itu terdapat ukiran kepala ular. Saiyid Hasyim al-Yahya sangat marah. 


       Diambil nya kacip itu lalu dipatahnya dengan tongkat nya. Kejadian itu berlaku di hadapan Sultan Matan dan para pembesarnya. Dengan maksud menguji kesaktian Habib Husein


Peristiwa itu mendapat perhatian Habib Husein al-Qadri. 


 Kacip yang berkecai itu diambil nya, dipicit-picit dan diusap-usap 


Dengan kuasa Allah jua kacip itu pulih seperti sediakala.


           Setelah dilihat oleh Sultan Matan, sekalian pembesar kerajaan Matan dan Saiyid Hasyim al-Yahya sendiri akan peristiwa itu, sekaliannya gementar, segan, berasa takut kepada Habib Husein al-Qadri yang dikatakan mempunyai karamah itu. 


Beberapa hari setelah peristiwa di majlis jamuan makan itu, Sultan Matan serta sekalian pembesarnya mengadakan mesyuarat. Dalam pada itu, dikatakan :

       

       Keputusan mesyuarat bahawa Habib Husein dijadikan guru dalam negeri Matan. Sekalian hukum yang tertakluk kepada syariat Nabi Muhammad s.a.w. terpulanglah kepada keputusan Habib Husein al-Qadri. Selain itu Sultan Matan mencarikan isteri untuk Habib Husein. 


Beliau dikahwinkan dengan Nyai Tua. 

         Daripada perkahwinan itulah mereka memperoleh anak bernama Syarif Abdur Rahman al-Qadri yang kemudian dikenali sebagai Sultan Kerajaan Pontianak yang pertama.


 Semenjak itu Habib Husein al-Qadri dikasihi, dihormati dan dipelihara oleh Sultan Matan. 


       Setelah sampai kira-kira dalam dua hingga tiga tahun diam di negeri Matan, datanglah suruhan Raja Mempawah dengan membawa sepucuk surat dan dua buah perahu akan menjemput Habib Husein untuk dibawa pindah ke Mempawah. 


Tetapi pada ketika itu Habib Husein masih suka tinggal di negeri Matan. 


    Beliau belum bersedia pindah ke Mempawah. Kembalilah suruhan itu ke Mempawah. Yang menjadi Raja Mempawah ketika itu ialah Upu Daeng Menambon, digelar orang dengan Pangeran Tua. Pusat pemerintahannya berkedudukan di Sebukit Rama. 




Istana Kadriah Pontianak



HABIB HUSEIN PINDAH KE MEMPAWAH


           Negeri Matan dikunjungi pelaut-pelaut yang datang dari jauh dan dekat. Di antara ahli-ahli pelayaran, pelaut-pelaut yang ulung, yang datang dari negeri Bugis-Makasar ramai pula yang datang dari negeri-negeri lain nya. 



#Tragedy Nakhoda Muda Ahmad, 


 Salah seorang yang berasal dari Siantan, Nakhoda Muda Ahmad kerap berulang alik ke Matan. 


           Terjadi fitnah bahawa dia dituduh melakukan perbuatan maksiat, yang kurang patut, dengan seorang perempuan. Sultan Matan sangat murka, baginda hendak membunuh Nakhoda Muda Ahmad itu. 


Persoalan itu kemudian diserahkan kepada Habib Husein untuk memutuskan hukuman nya. 

            Dengan bijak Habib Husein memutuskan perkara, bahwa Ia nya tidak dihukum mati, akan tetapi diusir dari negeri Matan  serta tidak lagi boleh datang, sampai bila masa pun. 


Dia juga di perintahkan meminta ampun, bertaubat kepada Allah, serta  diwajibkan membayar denda semampu nya, saat itu juga.


                  Sultan Matan menerima keputusan Habib Husein.


            Nakhoda Muda Ahmad pun berangkat serta disuruh hantar oleh Sultan Matan dengan dua buah sampan yang berisi segala perbekalan makanan. Setelah sampai di Kuala, Nakhoda Muda Ahmad diamuk oleh orang yang memfitnahnya . Nakhoda Muda Ahmad terbunuh secara zalim di Muara Kayong.



Habib Husein bin Ahmad,  Pindah ke Mempawah

Pada: 8 Muharam 1160 H/20 Januari 1747 M.   



Gambar adalah lukisan pelukis Istana Yogyakarta
Ketika Beliau berkunjung ke Istana
diusia sudah diatas 60 tahun saat itu

As Sayyid As Syarif  Al Arif Billah
Husein bin Ahmad Al Kadri Jamalullail
Keturunan ke 34 dari Rasullullah
Dalam pakaian Mufti  Mempawah
1747 M - 1769 M


      Tarikh Habib Husein al-Qadri pindah dari Matan ke Mempawah, tinggal di Kampung Galah Hirang ialah:  pada: 8 Muharam 1160 H/20 Januari 1747 M.


  Setelah Habib Husein al-Qadri tinggal di tempat itu ramailah orang datang dari pelbagai penjuru, termasuk dari Sintang dan Sanggau, yang menggunakan perahu dinamakan `bandung' menurut istilah khas bahasa Kalimantan Barat.

  
Selain kepentingan perniagaan mereka menyempatkan diri mengambil berkat daripada Habib Husein al-Qadri, seorang ulama besar, Wali Allah yang banyak karamah. Beliau disegani kerana selain seorang ulama besar beliau adalah keturunan Nabi Muhammad s.a.w.


       Dalam tempoh yang singkat negeri tempat Habib Husein itu menjadi satu negeri yang berkembang pesat sehingga lebih ramai dari pusat kerajaan Mempawah, tempat tinggal Opu Daeng Menambon/Pangeran Tua di Sebukit Rama. 

   
Manakala Opu Daeng Menambon mangkat,  putera nya bernama Gusti Jamiril menjadi anak angkat Habib Husein al-Qadri. Dibawa nya tinggal bersama di Galah Hirang/Mempawah lalu ditabalkan nya sebagai :  pengganti orang tuanya dalam tahun 1166 H/1752 M. Setelah di tabalkan digelar dengan  Penembahan Adiwijaya Kesuma. 




Makam Habib Husein bin Ahmad  Al Qadri
di Desa Sejegi, Mempawah 


      Akan kemasyhuran nama Habib Husein al-Qadri/Tuan Besar Mempawah itu tersebar luas hingga hampir semua tempat di Asia Tenggara. 


       Pada satu ketika Sultan Palembang mengutus Saiyid Alwi bin Muhammad bin Syihab dengan dua buah perahu untuk menjemput Habib Husein al-Qadri/Tuan Besar Mempawah datang ke negeri Palembang kerana Sultan Palembang itu ingin sekali hendak bertemu dengan beliau. 


Habib Husein al-Qadri/Tuan Besar Mempawah tidak bersedia pergi ke Palembang dengan alasan beliau sudah tua.



# Habib Husein Wafat,  


PELURUSAN SEJARAH 


 SAYYID HUSEIN TUAN BESAR MEMPAWAH  : 1693 M- 1769 M 76 - 77  tahun

Lahir : 17 April 1693 M - 17 Muharram .... H

Wafat : 19 Maret 1769 M -  2 Zulhijjah .....H



 Beliau wafat pada pukul 2.00 petang, 
2 Zulhijjah 1184 H/ atau, 19 Mac 1771 , 
dalam usia 64 tahun. 

            Dalam semua versi manuskrip Hikayat Habib Husein al-Qadri dan sejarah lain nya dari berbagai sumber menyatakan bahwa   Beliau wafat pada pukul 2.00 petang,  2 Zulhijjah 1184 H/ atau, 19 Mac 1771 ,  dalam usia 64 tahun.   
 

      Wasiat lisannya ketika akan wafat bahawa yang layak menjadi Mufti Mempawah ialah ulama yang berasal dari Patani tinggal di Kampung Tanjung Mempawah, bernama : Faqih al-Fathani.

----------------------------------------



Lambang Kesultanan Pontianak



Kronologi Masa : 

SAYYID HUSEIN TUAN BESAR MEMPAWAH  : 1693 M- 1769 M 76 - 77  tahun

Lahir : 17 April 1693 M - 17 Muharram .Wafat : 19 Maret 1769 M -  2 Zulhijjah .....H

Masuk ke Matan diperkirakan pada  : 1723 - 1728 M,  Usia sekitar 35-40 tahun
Zaman kekuasaan Sultan Matan Pertama Gusti Jakar Kencana , Sultan Muhammad Zainudin, ber Ibu Kota di Sekusor , masa pemerintahan : 1679 - 1732M

Menikahi Nyai Tua Matan        : 1725 M, Sayyid Abdurrahman Lahir : 1730 M

Menikahi Nyai Tengah Matan : 1732 M, Sayyid Abubakar          lahir  : 1735 M
Menetap di Matan, kurang lebih : 24 tahun

Kemudian Hijrah  ke Mempawah, pada :  1747 M, hingga wafat : 1769 M
Menetap di Mempawah, kurang lebih : 22 tahun

Usia hidup : 76 - 77 Tahun, wafat pada 1769 M, bukan 1771 M (usia hidup bukan : 63 - 64 tahun sebagaimana diketahui, karena tidak cocok dengan keberadaan 17 anak beliau yang lahir dari 2 istri di Yaman, sebelum merantau ke Nusantara) Berdasarkan catatan Beliau sendiri,  bahwa masa hidup Beliau, kurang lebihnya  separoh di Yaman, separoh di Nusantara.  ( Sumber : Maktab Nangq 1857 Alkadri Pontianak dipegang keturunan Pangeran Bendahara Syarif Ja"far bin Sultan Hamid I, - saat ini sudah ditangan generasi ke VI , Syarif Chandra bin Ibrahim Alkadri ) 

Dengan demikian, kesimpang siuran riwayat Sayyid Husein Tuan Besar Mempawah sudah Kami luruskan sebagaimana seharusnya, dan semua tulisan berikutnya harus merujuk ke data yang sudah diluruskan ini. 


Referensi, : 

https://www.kalbariana.web.id/husein-al-qadri-penyebar-islam-kalimantan-barat/

https://sites.google.com/site/pustakapejaten/manaqib-biografi/6-habaib-nusantara/habib-husein-alkadrie

https://algadri.wordpress.com/about/,

https://www.suarapemredkalbar.com/read/mempawah/21102019/perjuangan-dakwah-islam-habib-husein-seperti-rasulullah