VERSI UMUM ; YANG DIKETAHUI PARA SEJARAWAN
SEJARAH HIDUP & DA'WAH.II ; DARI MATAN HINGGA MEMPAWAH
HABIB HUSEIN TUAN BESAR MEMPAWAH : 1708 - 1771 M 63 tahun
Pustaka Sejarah
Pengantar :
Fam Alqadri muncul kembali ketika Sayid Husein Hijrah dari Yaman ke Indonesia bersama 4 orang Sahabat beliau, dari beliau ini, yang menikahi 12 wanita, dan melanjutkan keturunannya dengan 42 anak laki - laki
Sayid Husein bin Ahmad Alqadrie Jamalulai., lahir Tariem Yaman., 1127 H - 1706 M dan wafat 3 Julhijah 1184 H - 1763 M., ibunda beliau bernams Siti Zahara., dan Makam beliau di Kampung Pedalaman Mempawah., sekarang berada di desa Sejegi Kampung Pedalaman Mempawah.,
Dalam catatan Maktab NanGq 1857., beliau anak bungsu atau anak kelima dari 5 bersaudara
1. Aqil bin Ahmad
2. Alwi bin Ahmad
3. Fatimah binti Ahmad
4. Zahara binti Ahmad
5. Sayid Husein Alqadri Jamalulai., secara silsilah beliau keturunan yang ke 34 dari Rasullullah. SAW., saat ini, 2022 keturunan Sayid Husein mencapai keturunan terpendek 39 hingga terpanjang 46 untuk kelahiran baru., hal ini karena faktor usia menyebabkan nasab mereka berbeda., ada yang berumur panjang dan ada yang menikah muda antara umur 14., sehingga nasab mereka menjadi panjang.
, Hal ini di sebabkan informasi keturunan Sayid Husein Alqadri sangat terbatas., hanya datang dari Yaman., singgah di Aceh., Batavia., Sulawesi dan terakhir masuk di kalimantan barat tepatnya di Matan
Istri - istri Sayid Husein Alqadri Jamalulai bin Ahmad :
1. Istri Pertama di Yaman bernama Zahara mempunyai keturunan / anak tunggal :
1.1. Sayid Aqil Jamalulai (saat itu Alqadri di tekan dan tidak boleh di gunakan)
2. Istri kedua Khodijah., di Yaman berketurunan / anak 16 :
2.1. Jamalulail al jamalullail
2.2. Husein Jamalulai
2.3. Saleh Jamalullail
2.4. Abu Bakar Jamalullail
2.5. Alwi Jamalullail
2.6. Nijamudien Jamalullail
2.7. Husayin jamalullail
2.8. Fagih Jamalullail
2.9. Abdurahman Jamalullail
2.10. Abdul Hamid Jamalullail
2.11. Salim Jamalullail
2.12. Abdullah Jamalullail
2.13. Umar Jamalullail
2.14. Usman Jamalullail
2.15. Kasim Jamalullail
2.16. Muhammad Aminurrullah Jamalullail
Fam yang di gunakan Jamalulai dan bukan Alqadri., jumlah anak beliau di Yaman ada 17 dari 2 orang istri. Mereka dengan ihklas di tinggalkan karena ada Misi yang Besar (Yaitu hijrah dari Yaman ke negeri Benua melayu dengan maksud untuk tempat yang aman untuk menghidupkan Fam Alqadrie)
Setelah mendapat restu keluarga, beliau bertiga langsung berlayar ke Bangladesh melalui pesisir agar lebih aman., untuk menjemput teman beliau.,
===============
KLIK DISINI >>>
SEJARAH HIDUP
Habib Husein bin Ahmad
bin Husein, bin Muhammad Al Qadri
Tuan Besar Mempawah
Makam Sejegi - Mempawah Timur
Kalimantan Barat
Indonesia
Sejarah Hidup Habib Husein Tuan Besar Mempawah
Periode Matan dan Mempawah
Sayyid Syarif Habib Husein Al-Qadri.
Menurut catatan sejarah :
(Haji Yahya, 1999: 224;
Alqadrie, 1979;
Rahman, 2000:13-14;
Sahar, 1982:12),
##, - Asal Usul dan Latar Belakang
Kesultanan Pontianak di sebut dengan Kesultanan Kadriah, Karena ia didirikan oleh dinasti Al-Qadrie. Pendiri kesultanan ini adalah Syarif Abdurrahman Al-Qadrie, putera Sayyed Hussein Al-Qadrie, atau Habib Hussein Al-Qadrie[3]. Kesultanan ini pada khususnya dan kesultanan-kesultanan lainnya di kawasan Kalbar tidak dapat dipisahkan dari 2 (dua) figur tersebut di atas.
Hussein di besarkan, dididik orang tuanya secara Islam sampai berumur 18 tahun. Ia melanjutkan memperdalam tidak saja ilmu Islam, tetapi juga ilmu pengetahuan umum, dari guru nya:
Sayyid Muhammad Hamid di Kulandi Al-Mukalla,
salah satu kota besar di Yaman Selatan, selama lebih dari 4 (empat) tahun, sehingga ia memiliki pengetahuan agama dan umum serta wawasan luar negeri yang cukup mendalam.
Ia juga belajar ilmu pelayaran dan perdagangan, dan bergabung dengan usaha pelayaran dagang di sekitar Teluk Persia sampai ke Kalkuta dan di pantai Barat Afrika.
Dari pengalaman nya tersebut, Hussein muda terdorong untuk menambah pengalaman nya dengan berlayar lebih jauh lagi ke negeri Timur dimana terdapat banyak kerajaan Islam.
Keinginan nya itu diperkuat oleh 3 (tiga) orang rekannya satu perguruan yaitu:
1. Sayid Abubakar Alaydrus,
2. Sayid Umar Bachsan Assegaf dan
3. Sayid Muhammad Ibnu Ahmad Qudsi (Haji Yahaya, 1999:224).
Keinginan mereka untuk melakukan perjalanan bukan saja untuk berdagang sepanjang pelayaran yang dapat digunakan untuk biaya perantauan mereka, tetapi lebih pada motivasi untuk menyebarkan agama Islam (uchuwa Islamiyah) dengan menjadi mubalig dan penyebar agama Islam.
Hal menarik dari para perantau Arab tersebut, menurut Alwi Shahab (2000:7) adalah bahwa mereka datang ke Indonesia tanpa membawa wanita -- kebanyakan mereka perjaka (unmarried men).
Sesampai di kawasan Nusantara[4] mereka menikah dengan wanita-wanita setempat, menyebut penduduk setempat (pribumi/bumi putera) sebagai achwal -- saudara dari ibu mereka -- dan mereka berperan di sektor perdagangan, sector lain dalam bidang ekonomi dan penyebaran agama Islam.
##, Pengembaraan di Nusantara
Setelah hampir satu tahun berlayar,
Sampailah mereka di Aceh
dan bermukim di daerah ini hampir satu tahun.
Menurut Haji Yahaya (1999:224) dan Rahman ( 2004: 16)
Berdasarkan kesepakatan mereka, Sayid Abu Bakar Alaydrus tetap tinggal di Aceh sampai akhir hayatnya, sebagai guru agama, imam besar dan diberi gelar Tuan Besar Aceh;
Sayid Umar Bachsan Assegaff meneruskan perjalanan ke Kesultanan Siak dan menetap di sana sampai ia wafat, juga diangkat sebagai seorang ulama ulung dan mendapat gelar Tuan Besar Siak,
Sayid Muhammad Ibnu Ahmad Al-Qudsi melanjutkan perjalanan ke kawasan Semenanjung Malaka dan akhirnya menetap di Kesultanan Trengganu sampai akhir hayat nya, diberi gelar Datuk Marang.
Sesuai dengan petunjuk guru nya agar ia mencari tempat pemukiman di sebelah timur negeri yang subur penuh dengan pepohonan menghijau, Hussein Al-Qadrie meninggalkan Aceh menyelusuri Pantai Timur Sumatera melalui beberapa kerajaan Islam yang didengarnya dari para pedagang lainnya.
Kerajaan dimaksud adalah kesultanan Islam di Semenanjung Malaka, Siak, Riau, Palembang, Banten, Cirebon, Demak, Mataram dan di Jawa Timur, serta negeri Betawi atau Batavia yang menjadi pusat perdagangan VOC (Rahman, dkk., 2000; Haji Yahaya, 1999:224-225; cari Sejarah Indonesia lain nya).
Akhirnya ia sampai di Betawi dan berada di sana lebih dari 7 (tujuh) bulan untuk melakukan syiar Islam bersama dengan para sayyid -- pedagang dan perantau Arab lainnya -- yang berada di situ.
Selama di Batavia
Habib Hussein sering mengikuti pelayaran pulang pergi ke Cirebon, Pekalongan dan Semarang.
Ia menyaksikan perkembangan Agama Islam di kawasan pantai utara Pulau Jawa, lalu memutuskan untuk menetap di Semarang bersama dengan Syech Salam Hambal -- seorang pedagang dan ulama yang juga berasal dari Arab -- yang mengajak nya menyebarkan ajaran Islam kepada penduduk setempat.
Makam Opu Daeng Celak
(Sayid Syech Abdullah Al - Adeni Qaulan Jazirah Al Hasani)
HUBUNGAN KESULTANAN PONTIANAK, MEMPAWAH, BUGIS, DAN SEGERAM
Istri Penembahan WAN Hamid Jamalullail, bernama :
Ratu Permaisuri yang di Pertuan Agung Dayang Komalasari binti “Opu Daeng Borang” (nama aslinya adalah Sayyid Syech Alwi Aladeni) (1470 M - 1570 M) - (891 H - 991 H) yang hidup dan berusia kurang lebih 100 tahun., Dalam riwayat disebutkan adalah orang yang berasal dari Ulu Sulawesi salah satu cicit beliau bernama :
Ladamusilat Raja Sulawesi., bin Opu Daeng Borang (Sayyid Syech Alwi Aladeni)
Ladamusilat (1593 M - 1639 M) - (1014 H - 1060 H) memiliki salah satu anak bernama Tandre Borang.,
Tandre Borang (Sayid Syech Ahmad Al - Adeni Qaulan Jazirah) memiliki 5 anak di antaranya adalah :
1. Opu Daeng Manambong (Sayid Syech Abu Bakar Al - Adeni Qaulan Jazirah) : yang menjadi Raja Penembahan Mempawah Pulau Borneo Barat (Kalimantan Barat) yang juga ber besan dengan Sayid Husein Alkadri Jamalullail Mufthi Mempawah
Berdasarkan riwayat yang di ketahui inilah, menyebabkan Panglima Laksamana I Syarif Abu Bakar Bin Sayyid Husein Alkadri Jamalullail pada tahun 1779 M - 1200 H., menetapkan pilihannya tinggal dan menetap di Segeram yang sudah menjadi puing - puing reruntuhan itu,
2. Opu Daeng Perani (Sayid Syech Achmadi Al - Adeni Qaulan Jazirah)
3. Opu Daeng Celak (Sayid Syech Abdullah Al - Adeni Qaulan Jazirah)
4. Opu Daeng Merewah (Sayid Syech Muhammad Al - Adeni Qaulan Jazirah)
5. Opu Daeng Kemasi (Sayid Syech Ali Al - Adeni Qaulan Jazirah)
##, Menyeberang ke Borneo,
Setelah dua tahun berada di Semarang, Habib Hussein masih ingin melanjutkan perjalanan ke kawasan yang dipesankan oleh gurunya untuk mencari pemukiman yang cocok untuk tempat tinggal keturunannya -- kawasan yang subur dengan hutan lebat menghijau.
Kawasan tersebut adalah pantai barat Kalimantan sebagaimana diceriterakan oleh Syech Salam kepadanya yaitu Matan, Sukadana -- dua kesultanan Islam yang sekarang menjadi bagian dari Kabupaten Ketapang/Kayong -- dan Mempawah -- sebuah kesultanan Islam tertua di Kalbar dan menjadi cikal bakal berdirinya Kesultanan Pontianak,
Dengan dukungan moril dan material dari dan dihantar oleh Syech Salam Hambal, Hussein Al-Qadrie dalam umur 23 tahun melanjutkan perjalanan ke Matan. Di sini ia diterima penduduk setempat, disenangi oleh murid-murid nya dan mendapat simpati dari keluarga Kerajaan, sehingga Habib Hussein Al-Qadrie diangkat sebagai tokoh penting, yaitu Hakim atau Qadhi dalam peradilan di Kerajaan Matan.
##, Menikah di Matan Borneo
Dari perkawinan nya dengan : Utin Kabanat, dipanggil Nyai Tua, UtinChandramidi (Putri Sultan Maazidin. RATU SEKUSOR, (m. 1694–1725) SULTAN MAHOMET SEINOEDIEN,Sulthan M. Zeinoe'ddin , (Gusti Jakar Kencana) Sultan Ratoe, Raja Kerajaan Matan Islam)
Dan setelah nya menikah lagi dengan Nyai Tengah, Nyai Bungsu, dan Nyai Piring, i
Dari ke 4 Istri nya, Habib Hussein Al-Qadrie memperoleh keturunan sbb:
Habib Husein bin Ahmad dan Keturunan nya,:
Habib Husein Bin Ahmad Alqadri Periode :
1706 , atau, 1708 M, hingga : 1771. M Lahir di Tarim, Yaman pada tahun 1120 H/1708 M. Wafat di Sebukit Rama Mempawah, 1184 H/ 1771M. Pada pukul 2.00 petang, 2 Zulhijjah 1184 H/ atau, 19 Mac 1771 , dalam usia 64 tahun.
Menginjak kan kaki di Matan, sekitar usia, 23 tahun, dan menetap di Matan selama, 17 tahun, sampai usia 40 tahun.
Kemudian pindah ke Mempawah
Dan menetap selama, 24 tahun sampai tutup usia, 64 tahun. Berangkat dari Matan, Pada: 8 Muharam 1160 H/20 Januari 1747M
Habib Husein bin ahmad, bin Husein, bin Mohammad Alkadri, (AL-QADRY) Tuan Besar Mempawah. Ayah dari Sultan Syarif Abdurrahman Pendiri Kesultanan Qadriah Pontianak.
##, Keturunan Habib Husein Al Qadri
Keturunan Beliau berjumlah 16 , perempuan dan Laki - laki, diantara nya :
1. Syarif Abdurrahman ( Pendiri Kota Pontianak ), Ibu Nyai Tua
2. Syarif Ahmad, Ibu Nyai Piring
3. Syarif Abubakar, Ibu Nyai Tengah
4. Syarif Alwie, Ibu Nyai Tua
5.Syarif Muhammad , Ibu Nyai Tengah
6. Syarif Ahmad , Ibu Nyai bungsu
7. Syarif Ali , ibu Nyai
Anak Perempuan Beliau :
1. *Syarifah Khadijah, binti Habib Husein ( Putri )
2. *Syarifah Mariyah, binti Habib Husein (Putri)
3. *Syarifah Aliya atau Aluya, binti Habib Husein ( Putri)
4. *Syarifah Aisyah binti Habib Husein, ( Putri)
5. *Syarifah Nur binti Habib Husein ( Putri)
6. *Syarifah Maryanah binti Habib Husein (Putri)
7. *Syarifah Muhsena binti Habib Husein (Putri)
8. *Syarifah Fatimah binti Habib Husein (Putri)
K r o n o l o g i,:
#, 1703 - 1708 M Lahir : Tarim Hadrami, 1703 M sebagian riwayat menyebutkan tahun 1706 M, dan 1708 M.
#, 1720 -1725 M : Mendarat di Matan usia 28 tahun? sebagian menyebutkan usia 23 tahun. Yang jelas Sultan Mohammad Zainuddin berkuasa hingga 1725 M,
#, Habb Husein kemudian menikahi putri sultan bernama Utin Kabanat, Putri Utin Chandramidi ( yang ini Ibu Abdurrahman, bukan istrinya, di kenal dengan nama Nyai Tua_)
#, - Keturunan dari Nyai Tua (Utin Kabanat ), Istri Pertama 1
1.1.1730 M lahir : Syarif Abdurrahman, bin Habib Husein, kelak menjadi Sultan Pontianak: (Lahir di Matan pada pukul 10 pagi, hari Senin 15 Rabiul Awal tahun 1141 H bertepatan dengan 1730 M.)
Catatan :
Syarif Abdurrahman Al-Qadrie ( Sultan Pertama Kesultanan Kadriah, Pontianak) lahir di Matan pada pukul 10 pagi, hari Senin 15 Rabiul Awal tahun 1141 H bertepatan dengan 1730 M. Sepanjang hayat nya beliau Menikahi 25 perempuan sebagai Istri nya. Dan tidak lebih dari 4 istri yang hidup se zaman, kecuali setelah di pisah/di ceraikan.
Sultan Abdurrahman memiliki banyak keturunan diantaranya terdata 68 anak dan 66 anak hidup sampai dewasa. Terdiri dari,: 32 ana Laki Laki yang hidup sampai usia tua dan 2 anak
yang meninggal di usia kecil, yaitu : Ghalib dan Maqwi. Selain 34 anak Perempuan
1.2.: Syarifah Khadijah, binti Habib Husein
1.3. : Syarifah Mariyah, binti Habib Husein
1.4. : Syarif Alwie, bin Habib Husein, (Tuan Bujang )
1.5 : Syarifah Aliya atau Aluya, binti Habib Husein
#, : Menikahi Nyai Tengah, sepeninggalnya Nyai Tua,sebagai istri kedua. Dari Nyai Tua, Habib Husein mendapatkan 5 orang anak.
Nyai Tua dan Nyai Tengah dua saudara, satu ayah, satu ibu. Dinikahi Setelah wafatnya Nyai Tua. Karena haram menikahi dua saudara dalam kondisi sama - sama hidup, kecuali sudah diceraikan.
Nauzubillah!!.
#,- Keturunan dari Nyai Tengah, Istri ke 2
2.1.1735 M lahir : Syarif Abubakar bin Habib Husein, lahir di Matan : 1735 M - Wafat Pontianak. Kamis, : 27 JULI 1814 M. dalam usia : 79 tahun.
2.2. 2. : Syarif Muhammad bin Habib Husein, memiliki putra bernama :
2.2.1. 1791 M lahir : Syarif Husein bin Muhammad bin Habib Husein, dan
2.2.2. 1803 M lahir : Syarif Ali bin Muhammad bin Habib Husein, pada 1853 M, Ali ditunjuk sebagai Administrator Landak, di usia sekitar 50 tahun.
2.3. : Syarifah Aisyah binti Habib Husein, Ibu Nyai Tengah
#, : Habib Husein kemudian Menikah lagi dengan Nyai Bungsu di Matan
#, - Keturunan Nyai Bungsu, Istri ke 3
3.1. : Syarif Ahmad.I. bin Habib Husein
3.2. : Syarifah Nur binti Habib Husein
3.3. : Syarifah Maryanah binti Habib Husein,
3.4. : Syarifah Muhsena binti Habib Husein
3.5. : Syarif Ali bin Habib Husein
#,Setelah hijrah dan Pindah ke Mempawah bersama istri dan anak - anak nya, Habib Husein kemudian, mendatangkan istrinya yang berasal dari Pulau Sulawesi dikenal dengan nama Nyai Piring.
#, : Nyai Piring
#, - Keturunan Nyai Piring Istri ke 4,
4.1 : Syarif Ahmad .II. bin Habib Husein,
4.2. : Syarifah Fatimah binti Habib Husein,
Habib Husein memiliki 7 putra dan 9 putri, dari 4x menikah. Istri pertama nya, Nyai Tua, Matan, Putri Sultan Ma"zidin. Beliau menetap di Matan selama 17 tahun.
Mesjid Sultan Abdurrahman Pontianak
Baru 3 (tiga) tahun Habib Hussein berada di Kerajaan Matan, kemasyhuran nya sebagai ulama dan hakim pengadilan telah tersebar ke Kerajaan Sukadana, Simpang, Mempawah dan Sambas.
Raja Mempawah, Opu Daeng Manambon, yang berkedudukan di Sebukit [6] yang bernama Pangeran Tua, meminta kepada Sultan Matan dan Habib Hussein agar bersedia pindah ke Mempawah untuk mengajarkan agama Islam dan menjadi imam besar di sana (Sahar, 1983:18; Rahman, 2000:25-26).
Permintaan itu tidak segera dipenuhi oleh Hussein Al-Qadrie, karena ia belum lama berada di Matan. Setelah berada di Matan selama 17 tahun, akhirnya pada tahun 1755M Habib Hussein baru dapat memenuhi permintaan tersebut, dan pada tahun 1755M ia bersama keluarganya pindah ke Mempawah dan membangun pemukiman baru di Galah Herang[7] dalam kawasan kerajaan itu.
##, Menurut riwayat dari : Wan Mohamad Shaghir Abdullah
MENGENAI Habib Husein al-Qadri, tidak terlalu sukar membuat penyelidikan kerana memang terdapat beberapa manuskrip yang khusus membicarakan biografinya.
Walau bagaimana pun semua manuskrip yang telah dijumpai tidak jelas nama pengarangnya, yang disebut hanya nama penyalin. Semua manuskrip dalam bentuk tulisan Melayu/Jawi.
Nama lengkapnya, As-Saiyid/as-Syarif Husein bin al-Habib Ahmad/Muhammad bin al-Habib Husein bin al-Habib Muhammad al-Qadri, Jamalul Lail, Ba `Alawi, sampai nasabnya kepada Nabi Muhammad s.a.w.
Sampai ke atas adalah melalui perkahwinan Saidatina Fatimah dengan Saidina Ali k.w. Nama gelaran nya ialah Tuan Besar Mempawah.
Lahir di Tarim, Yaman pada tahun 1120 H/1708 M. Wafat di Sebukit Rama Mempawah, 1184 H/ 1771M. ketika berusia 64 tahun.
Dalam usia yang masih muda beliau meninggalkan negeri kelahirannya untuk menuntut ilmu pengetahuan bersama beberapa orang sahabat nya.
Walau bagaimana pun semua manuskrip yang telah dijumpai tidak jelas nama pengarangnya, yang disebut hanya nama penyalin. Semua manuskrip dalam bentuk tulisan Melayu/Jawi.
Nama lengkapnya, As-Saiyid/as-Syarif Husein bin al-Habib Ahmad/Muhammad bin al-Habib Husein bin al-Habib Muhammad al-Qadri, Jamalul Lail, Ba `Alawi, sampai nasabnya kepada Nabi Muhammad s.a.w.
Sampai ke atas adalah melalui perkahwinan Saidatina Fatimah dengan Saidina Ali k.w. Nama gelaran nya ialah Tuan Besar Mempawah.
Lahir di Tarim, Yaman pada tahun 1120 H/1708 M. Wafat di Sebukit Rama Mempawah, 1184 H/ 1771M. ketika berusia 64 tahun.
Dalam usia yang masih muda beliau meninggalkan negeri kelahirannya untuk menuntut ilmu pengetahuan bersama beberapa orang sahabat nya.
PENDIDIKAN, PENGEMBARAAN DAN SAHABAT
Mengembara ke negeri Kulaindi dan tinggal di negeri itu selama empat tahun. Di Kulaindi beliau mempelajari kitab kepada seorang ulama besar bernama Sayid Muhammad bin Shahib.
Dalam waktu yang sama beliau juga belajar di Kalikut. Jadi sebentar beliau tinggal di Kulaindi dan sebentar tinggal di Kalikut.
Habib Husein al-Qadri termasuk dalam empat sahabat. Mereka ialah, :
1. Saiyid Abu Bakar al-`Aidrus, menetap di Aceh dan wafat di sana. Digelar sebagai Tuan Besar Aceh.
2. Kedua, Saiyid Umar as-Sagaf, tinggal di Siak dan mengajar Islam di Siak, juga wafat di Siak. Digelar sebagai Tuan Besar Siak.
3. Ketiga, Saiyid Muhammad bin Ahmad al-Qudsi yang tinggal di Terengganu dan mengajar Islam di Terengganu. Digelar sebagai Datuk Marang.
4. Keempat, Saiyid Husein bin Ahmad al-Qadri (yang diriwayatkan ini)
Maka Habib Husein pun berangkatlah dari negeri Kulaindi menuju Aceh. *Setelah singgah di Bangladesh, Singapura, dan Negri Melayu* sampailah Beliau Di Aceh, disini beliau tinggal selama satu tahun, menyebar agama Islam dan mengajar kitab.
Selanjutnya perjalanan diteruskan ke Siak, Betawi dan
Semarang.
Saiyid Husein tinggal di Betawi selama tujuh bulan dan di
Semarang selama dua tahun.
Sewaktu di Semarang beliau mendapat sahabat
baru, bernama Syeikh Salim bin Hambal. Pada suatu malam tatkala ia
hendak makan, dinantinya Syeikh Salim Hambal itu tiada juga datang.
Tiba-tiba ia bertemu Syeikh Salim Hambal di bawah sebuah perahu dalam
lumpur.
Habib Husein pun berteriak sampai empat kali memanggil Syeikh
Salim Hambal.
Syeikh Salim Hambal datang menemui Habib Husein berlumuran
lumpur.
Setelah itu bertanyalah Habib Husein, :
``Apakah yang kamu
perbuat di situ?''
Jawabnya: ``Hamba sedang membaiki perahu.
'' Habib
Husein bertanya pula, :`
`Mengapa membaikinya malam hari begini?''
Maka
sahutnya, :
``Kerana siang hari, air penuh dan pada malam hari air
kurang.''
Kata Habib Husein lagi, :
``Jadi beginilah rupa nya orang mencari
dunia.''
Jawab nya, :
``Ya, beginilah halnya.''
Kata Habib Husein pula,:
``Jika demikian sukar nya orang mencari atau menuntut dunia, aku haramkan
pada malam ini juga akan menuntut dunia, kerana aku meninggalkan tanah
Arab, sebab aku hendak mencari yang lebih baik daripada nikmat akhirat.''
Habib
Husein kembali ke rumah dengan menangis dan tidak mahu makan.
Syeikh Salim Hambal berasa hairan, lalu
diberi nya nasihat supaya Habib Husein suka menerima pemberian dan
pertolongan modal daripada nya. Namun Habib Husein tiada juga mahu
menerimanya. Oleh sebab Habib Husein masih tetap dengan pendiriannya,
yang tidak menghendaki harta dunia, Syeikh Salim Hambal terpaksa
mengalah.
Syeikh Salim Hambal bersedia mengikuti pelayaran Habib Husein
ke negeri Matan.
Habib Husein dan Syeikh Salim
Hambal menemui seorang berketurunan Saiyid juga, namanya Saiyid Hasyim
al-Yahya, digelar orang sebagai Tuan Janggut Merah. ( ***Makam lain ditemukan di Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur, dikenal dengan nama : Tuanku Tunggang Parang / Parangan, : Sejenis ikan yang ditunggangi nya dari Makassar ke Samarinda : dengan nama yang sama )
Perwatakan Saiyid
Hasyim/ Tuan Janggut Merah itu diriwayatkan adalah seorang yang hebat,
gagah dan berani. Apabila Saiyid Hasyim berjalan senantiasa bertongkat
dan jarang sekali tongkatnya itu ditinggalkannya.
Tongkatnya itu terbuat daripada besi dan berat. Sebab Saiyid Hasyim itu memakai tongkat demikian itu kerana ia tidak boleh sekali-kali melihat gambaran berbentuk manusia atau binatang, sama ada di perahu atau di rumah atau pada segala perkakas, sekiranya beliau terpandang atau terlihat apa saja dalam bentuk gambar maka dipalu dan ditumbuknya dengan tongkat besi itu.
Makam Kesultanan Pontianak, Batulayang
KEDUDUKAN DI MATAN
Setelah beberapa lama Habib Husein dan Syeikh Salim Hambal berada di Matan, pada suatu hari Sultan Matan menjemput kedua-duanya dalam satu jamuan makan kerana akan mengambil berkat kealiman Habib Husein itu.
Selain kedua-duanya juga dijemput para
pangeran, sekalian Menteri negeri Matan, termasuk juga Saiyid Hasyim
al-Yahya.
Setelah jemputan hadir semua nya, maka dikeluarkanlah tempat sirih adat istiadat kerajaan lalu dibawa ke hadapan Saiyid Hasyim.
Setelah jemputan hadir semua nya, maka dikeluarkanlah tempat sirih adat istiadat kerajaan lalu dibawa ke hadapan Saiyid Hasyim.
Saiyid Hasyim al-Yahya melihat tempat sirih yang di dalamnya terdapat satu kacip besi buatan Bali. Pada kacip itu terdapat ukiran kepala ular. Saiyid Hasyim al-Yahya sangat marah.
Diambil nya kacip itu lalu dipatahnya dengan tongkat nya. Kejadian itu berlaku di hadapan Sultan Matan dan para pembesarnya. Dengan maksud menguji kesaktian Habib Husein
Peristiwa itu mendapat perhatian Habib Husein al-Qadri.
Kacip yang berkecai itu diambil nya, dipicit-picit dan diusap-usap
Dengan kuasa Allah jua kacip itu pulih seperti sediakala.
Setelah dilihat oleh Sultan Matan, sekalian pembesar kerajaan Matan dan Saiyid Hasyim al-Yahya sendiri akan peristiwa itu, sekaliannya gementar, segan, berasa takut kepada Habib Husein al-Qadri yang dikatakan mempunyai karamah itu.
Beberapa hari setelah peristiwa di majlis jamuan makan itu, Sultan Matan serta sekalian pembesarnya mengadakan mesyuarat. Dalam pada itu, dikatakan :
Keputusan mesyuarat bahawa Habib Husein dijadikan guru dalam negeri Matan. Sekalian hukum yang tertakluk kepada syariat Nabi Muhammad s.a.w. terpulanglah kepada keputusan Habib Husein al-Qadri. Selain itu Sultan Matan mencarikan isteri untuk Habib Husein.
Beliau dikahwinkan
dengan Nyai Tua.
Daripada perkahwinan itulah mereka memperoleh anak
bernama Syarif Abdur Rahman al-Qadri yang kemudian dikenali sebagai
Sultan Kerajaan Pontianak yang pertama.
Semenjak itu Habib Husein al-Qadri dikasihi, dihormati dan dipelihara oleh Sultan Matan.
Setelah sampai kira-kira dalam dua hingga tiga tahun diam di negeri Matan, datanglah suruhan Raja Mempawah dengan membawa sepucuk surat dan dua buah perahu akan menjemput Habib Husein untuk dibawa pindah ke Mempawah.
Tetapi pada ketika itu Habib Husein masih suka tinggal di negeri Matan.
Beliau belum bersedia pindah ke Mempawah. Kembalilah suruhan itu ke
Mempawah. Yang menjadi Raja Mempawah ketika itu ialah Upu Daeng
Menambon, digelar orang dengan Pangeran Tua. Pusat pemerintahannya
berkedudukan di Sebukit Rama.
Istana Kadriah Pontianak
HABIB HUSEIN PINDAH KE MEMPAWAH
Negeri Matan dikunjungi pelaut-pelaut yang datang dari jauh dan dekat. Di antara ahli-ahli pelayaran, pelaut-pelaut yang ulung, yang datang dari negeri Bugis-Makasar ramai pula yang datang dari negeri-negeri lain nya.
#Tragedy Nakhoda Muda Ahmad,
Salah seorang yang berasal dari Siantan, Nakhoda Muda Ahmad kerap berulang alik ke Matan.
Terjadi fitnah bahawa dia dituduh melakukan perbuatan maksiat, yang kurang patut, dengan seorang perempuan. Sultan Matan sangat murka, baginda hendak membunuh Nakhoda Muda Ahmad itu.
Persoalan itu kemudian diserahkan kepada Habib Husein untuk memutuskan hukuman nya.
Dengan bijak Habib Husein memutuskan perkara, bahwa Ia nya tidak dihukum mati, akan tetapi diusir dari negeri Matan serta tidak lagi boleh datang, sampai bila masa pun.
Dia juga di perintahkan meminta ampun, bertaubat kepada Allah, serta diwajibkan membayar denda semampu nya, saat itu juga.
Sultan Matan menerima keputusan Habib Husein.
Nakhoda Muda Ahmad pun berangkat serta disuruh hantar oleh Sultan Matan dengan dua buah sampan yang berisi segala perbekalan makanan. Setelah sampai di Kuala, Nakhoda Muda Ahmad diamuk oleh orang yang memfitnahnya . Nakhoda Muda Ahmad terbunuh secara zalim di Muara Kayong.
Habib Husein bin Ahmad, Pindah ke Mempawah
Pada: 8 Muharam 1160 H/20 Januari 1747 M.
Tarikh Habib Husein al-Qadri pindah dari Matan ke Mempawah, tinggal di Kampung Galah Hirang ialah: pada: 8 Muharam 1160 H/20 Januari 1747 M.
Setelah Habib Husein al-Qadri tinggal di tempat itu ramailah orang datang dari pelbagai penjuru, termasuk dari Sintang dan Sanggau, yang menggunakan perahu dinamakan `bandung' menurut istilah khas bahasa Kalimantan Barat.
Selain kepentingan perniagaan mereka menyempatkan diri mengambil berkat daripada Habib Husein al-Qadri, seorang ulama besar, Wali Allah yang banyak karamah. Beliau disegani kerana selain seorang ulama besar beliau adalah keturunan Nabi Muhammad s.a.w.
Dalam tempoh yang singkat negeri tempat Habib Husein itu menjadi satu negeri yang berkembang pesat sehingga lebih ramai dari pusat kerajaan Mempawah, tempat tinggal Opu Daeng Menambon/Pangeran Tua di Sebukit Rama.
Manakala Opu Daeng Menambon mangkat, putera nya bernama Gusti Jamiril menjadi anak angkat Habib Husein al-Qadri. Dibawa nya tinggal bersama di Galah Hirang/Mempawah lalu ditabalkan nya sebagai : pengganti orang tuanya dalam tahun 1166 H/1752 M. Setelah di tabalkan digelar dengan Penembahan Adiwijaya Kesuma.
Makam Habib Husein bin Ahmad Al Qadri
di Desa Sejegi, Mempawah
Akan kemasyhuran nama Habib Husein al-Qadri/Tuan Besar Mempawah itu tersebar luas hingga hampir semua tempat di Asia Tenggara.
Pada satu ketika Sultan Palembang mengutus Saiyid Alwi bin Muhammad bin Syihab dengan dua buah perahu untuk menjemput Habib Husein al-Qadri/Tuan Besar Mempawah datang ke negeri Palembang kerana Sultan Palembang itu ingin sekali hendak bertemu dengan beliau.
Habib Husein al-Qadri/Tuan Besar Mempawah tidak bersedia pergi ke Palembang dengan alasan beliau sudah tua.
# Habib Husein Wafat,
Beliau wafat pada pukul 2.00 petang,
2 Zulhijjah 1184 H/ atau, 19 Mac 1771 ,
dalam usia 64 tahun.
Dalam
semua versi manuskrip Hikayat Habib Husein al-Qadri dan sejarah lain nya dari berbagai sumber menyatakan bahwa : Beliau wafat pada pukul 2.00 petang, 2 Zulhijjah 1184 H/ atau, 19 Mac 1771 , dalam usia 64 tahun.
----------------------------------------
https://www.kalbariana.web.id/husein-al-qadri-penyebar-islam-kalimantan-barat/
https://sites.google.com/site/pustakapejaten/manaqib-biografi/6-habaib-nusantara/habib-husein-alkadrie
https://algadri.wordpress.com/about/,
https://www.suarapemredkalbar.com/read/mempawah/21102019/perjuangan-dakwah-islam-habib-husein-seperti-rasulullah