Bagian Kedua
Meluruskan Sejarah Sayyid Abubakar Jeranjang di Lombok.
Panglima Laksamana IV, Sayyid Abubakar bin Abdillah , Lombok
By : SAY Qadrie :
Pustaka Sejarah
Nisan Makam
Sayyid Abubakar Panglima Laksamana III Leaxa Banjar
Bin Sayyid Abdullah Alkadri Jamalullail Tumenggung Banten
Dilantik oleh Sultan Syarif Osman, 1819 M
Wafat Martapura Banjar, 1855 M
Makam Martapura
Hikayat :
39@ Panglima Laksamana IV, Sayyid Abubakar bin Abdillah , Lombok
38@ Keturunan dari Sayyid Syarif Abdillah bin Panglima Laksamana III Leaxa, Banjar, Sayyid Syarif Abu Bakar bin Abdullah Alkadri, Jamalullail --
Abdillah memiliki anak 17 orang laki - laki dan 5 perempuan dari 3 istri.
Anak tertua beliau adalah : Code , 39. 38. 763. 2. 1564. 1. Syarif Abubakar Panglima Laksamana IV - Lombok, Bin Abdillah, Makam Jerenjang Lombok Nusa Tenggara Barat. Dilantik oleh Sultan Hamid I, pada tahun 1855 M. Bertepatan tahun wafat kakek nya, Panglima Laksamana III Leaxa di Banjar.
37@ bin Sayyid Abubakar Panglima Laksamana III Leaxa , Banjar.
Dilantik Sultan Syarif Usman pada tahun 1819 M dan ditugaska di Banjar.
Lahir : Banten 19 Rajab 1195 H - 1774 M,
Wafat : Martapura, 3 Rabiul Awwal 1276 H - 1855 M,
Istri : Sri Sungkoro binti Raden Buardiningrat Azomatkhon Albantani
Maqam : Pemaqaman Tua Martapura areal Pemaqaman Pangeran Kechil Areal Pemaqaman Keluarga Besar Alkadri dan Keluarga Albanjari.
36@ bin Sayyid Abdullah Tumenggung Banten. Menikahi : Fatimah binti Abdullah Albantani. Sayyid Abdullah, bin Abubakar lahir : 1769 M, wafat 1856 M, Makam di Lombok. Usia hidup 87 tahun. Ibu Aluyah binti Abdul Tatong Sambe
35@ bin Sayyid Abubakar Panglima Laksamana I, dari Istri Aluyah binti Abdul Tatong Sambe
34@ bin Sayyid Husein Tuan Besar Mempawah, dari istri Nyai Tengah Utien Krincie Srikandi
Syahdan,
Zaman Kekuasaan Sultan Syarif Hamid.I.
Ibni Sultan Osman Alkadrie : (1855-1872), - Bertahta 17 tahun
*Sayyid Abubakar bin Abdillah Alkadri*
Dilantik dan Menjabat sebagai Panglima Laksamana IV,
Kesultanan Pontianak*
Panglima Laksamana IV, Sayyid Abubakar bin Abdillah , Lombok
Syahdan pada zaman kekuasaan Sultan Hamid.I. di Pontianak, beliau melantik Sayyid Abu Bakar Bin Abdillah: di angkat Sultan Hamid Satu, sebagai Panglima Laksaman IV. Untuk wilayah Operasional Indonesia Timur Kalsel. Kaltim, NTT, NTB dan Papua.
Saat itu, Kesultanan Pontianak merupakan kerajaan yang berdaulat, bersendikan azas Islam, dan aktif membantu mereka yang tertindas dimanapun adanya.
Sementara disaat bersamaan, kerajaan Muslim Selaparang Lombok, tengah menghadapi gejolak perlawanan dari aneksasi kelompok Bali Mataram Hindu , yang saat itu menekan masyrakat Muslim Lombok.
Penduduk asli Pulau Lombok adalah Suku Sasak, yang memeluk Islam sejak abad ke-16. Kelompok-kelompok bangsawan Bali dari Kerajaan Karangasem kemudian mulai menguasai bagian barat pulau Lombok.
Salah satu dari mereka, yaitu kelompok Bali-Mataram, berhasil menguasai lebih banyak daripada kelompok asal Bali lainnya, dan bahkan pada akhirnya menguasai keseluruhan pulau ini pada tahun 1839.
Sejak saat itu kebudayaan istana Bali juga turut berkembang di Lombok
Hubungan dengan Inggris mulai berkembang, diawali oleh G.P. King yang memegang semua mandat perdagangan luar negeri Inggris. Namun Belanda berhasil menghentikan pengaruh Inggris dengan menandatangani perjanjian dengan kelompok Bali-Mataram pada tahun 1843
Pada pemberontakan tahun 1855 dan 1871, antara penduduk asli suku sasak melawan Bali Mataram, dibawah penguasa Anak Agung Gde Ngurah Karangasem, kemungkinan beliau terlibat dalam perlawanan dan berada di pihak suku sasak yang muslim dan merupakan kaum tertindas .
Peran beliau sebagai Panglima Perang menyebabkan beliau kemudian diculik, dianiaya, disiksa, dan dihabisi dipinggir pantai Jeranjang, sebagaimana diketahui dari riwayat penduduk setempat dan keturunan beliau berikut ini.
Jadi jelaslah beliau adalah : *Sayyid Abubakar bin Abdillah* Panglima Laksamana IV, Kesultanan Pontianak* bin Abu Bakar (Laksamana III , bin Abdullah bin Abu Bakar laksamana I , bin Sayyid Husein ), - dan bukan Sayyid Abubakar bin Sultan Abdurrahman, - karena beliau yang disebut terakhir ini dikirim sebagai Duta Kesultanan ke Tibet, tidak kembali hingga wafatnya, bahkan anak cucu beliau menetap disana, hingga hari ini.
Panglima Laksamana IV, Sayyid Abubakar bin Abdillah , Lombok
IDENTIFIKASI MAKAM SAYYID ABUBAKAR JERANJANG
Sumber Rujukan :
Kitab tua tulisan Pangeran Bendahara Syarif Ahmad bin Sultan Abdurrahhman 1840 M, diteruskan oleh Pangeran Bendahara Tua Syarif Ja"far bin Sultan Hamid.I. bertahun 1857 M, ditulis dengan huruf Arab dan berbahasa Arab Melayu. Koleksi Kesultanan Pontianak.
Bahwa Makam yang di klaim sebagai Abu Bakar bin Sultan Abdurrahman tidak benar, dan beliau bukan juga Abu Bakar bin Sultan Usman, akan tetapi makam ini adalah Makam dari jasad :
---- Sayyid Abu Bakar Bin Abdillah : ( Beliau di angkat Sultan Hamid Satu, sebagai Panglima Laksamana IV - 1855 M ) - untuk wilayah Indonesia Timur Kalimantan Selatan. Kalimantan Timur, NTT, NTB dan Papua : - bin Abdillah bin Abu Bakar Laksamana III Leaxa, bin Abdullah Tumenggung Banten, bin Abu Bakar Panglima Laksamana I , bin Sayyid Husein Tuan Besar Mempawah ) ----
========
Sedangkan :
Sayyid Abubakar bin Sultan Abdurrahman,
Pangeran Laksamana Muda, Panglima Laksamana II
Beliau ditugaskan ke Tibet, semua keturunan beliau tidak kembali ke Indonesia dan menetap disana.
Tercatat keturunan beliau ada 7 anak :
1. Sulaiman Alqadri Chengho, bin Sayyid Abubakar, bin Sultan Abdurrahman
2. Usman, bin Sayyid Abubakar , bin Sultan Abdurrahman
3. Abdurrahman, bin Sayyid Abubakar, bin Sultan Abdurrahman
4. Samankhan bin Sayyid Abubakar, bin Sultan Abdurrahman
5. Syarifah Line, binti Sayyid Abubakar, bin Sultan Abdurrahman
6. Syarifah Zahraline, binti Sayyid Abubakar, bin Sultan Abdurrahman
7. Syarifah Fatim binti Sayyid Abubakar, bin Sultan Abdurrahman
Demikian keterangan yang kami dapatkan dari dokumen tua keluarga dan warisan catatan Pangeran Bendahara Syarif Ahmad bin Sultan Abdurrahhman, 1840M, diteruskan kepada Pangeran Bendahara Tua Syarif Ja"far bin Sultan Hamid.I, 1857 M Sebagaimana tercatat di Kesultanan Pontianak secara turun temurun
--------------------------------
Sayyid Abubakar bin Abdillah
Panglima Laksamana IV
Dilantik 1855 M
Panglima Laksamana IV, Sayyid Abubakar bin Abdillah , Lombok
Oral History :
##, Sejarah Sayyid Abubakar Yang diketahui selama ini,
Konon riwayat menurut pitutur versi lain, bukan tertulis :
Riwayat pitutur adalah riwayat turun temurun dari generasi ke generasi, orang tua ke anak, ke cucu, dst. Bedanya dengan dongeng, pitutur biasanya di dasarkan kejadian zaman sebelumnya, dan dihubungkan atau terhubung dengan tempat, lokasi, makam, situs, dsb, : yang masih dapat ditemukan peninggalannya saat ini.
Abubakar sebetulnya adalah putra Sultan Abdurrahman ( atau Sultan Usman ?) Pontianak, beliau adalah Pangeran Syarif Abubakar bergelar Pangeran Laksamana, sebab beliau menguasai ilmu pelayaran sangat baik. Pada Masa Pemerintahan Saudaranya ( atau ayahnya), Sultan Usman, sebagai Raja yang duduk di tahta istana Kadriah di Pontianak, dimana zaman itu pengaruh kekuasaan Belanda/VOC, sangat dominan diseluruh wilayah jajahan Hindia Belanda, atau Nusantara ini.
Konon setelah dilantik dengan resmi, Sultan Usman dipaksa menanda tangani perjanjian dengan VOC, hal mana dalam perjanjian tersebut, banyak sekali hak hak kesultanan yang dirugikan dan di kebiri oleh Penjajah, tentu saja hal tersebut memicu kemarahan keluarga besar kesultanan pontianak, salah satunya adalah Pangeran Laksamana Abubakar.
Beliau berbeda pendapat dengan saudaranya ( atau ayahnya) Sultan Usman, oleh karena itu, Belanda lalu menangkap dan membuang nya ke pulau Sumba, dibagian timur kepulauan indonesia, sekarang masuk wilayah Nusa Tenggara Timur.
Panglima Laksamana IV, Sayyid Abubakar bin Abdillah , Lombok
Versi lain mengatakan,
Beliau memang dengan kesadaran sendiri, keluar dari Kesultanan, dan memilih Sumba sebagai markas nya, untuk menggerakkan perlawanan terhadap Belanda.
Alkisah, : Beliau menetap disana, sebagian mengatakan bahwa beliau meninggalkan keluarga dan anak istrinya di Pontianak, sebagian lagi mengatakan, beliau membawa serta mereka semua, tentu saja hal ini harus dikaji lebih jauh dan lebih teliti lagi.
Bukti sejarah adalah, di tanah Sumba dan Waingapu, ditemukan banyak keturunan Alqadrie, termasuk tokoh yang menonjol adalah,: Al Habib As Sayyid Abdurrahman Alqadrie, yang makam nya di temukan di Kupang, dan sangat di hormati penduduk setempat.
Syahdan setelah sekian lama di Sumba, atau Nusa tenggara Timur, beliau lalu berlayar Ke Sumbawa, untuk menyebarkan ajaran Islam yang diyakini nya, dan berbaur dengan masyarakat setempat.
Dikatakan bahwa di sumbawa beliau menikahi wanita setempat, dan memperoleh keturunan, yang sampai saat ini banyak ditemukan di sumbawa Besar, dan sumbawa barat, yang sekarang menjadi Kabupaten Sumbawa barat, dengan ibu kota nya : TALIWANG.
Saya sempat menemui Sayyid Fathi Alqadrie,:
Beliau bermukim di pinggiran kota Taliwang, jalan yang mengarah ke Labuan Balad, bersama keluarga nya. Istri beliau yang seorang Notaris cukup dihormati disitu. Negeri Indah yang belum terjamah ini, menyimpan potensi besar yang luar biasa. Tanahnya mengandung cadangan emas yang lebih besar dari Prefort, kemana saja digali, ditemukan kandungan emas disana.
Selain itu, panorama alam yang luar biasa indah nya. Eksotis, dengan bentangan pantai berpasir putih, air laut biru jernih, gugusan pulau kosong, bukit padas dan kapur, menghiasi keindahan alam nya, luar biasa.
Mengenal Sejarah Lombok
Panglima Laksamana IV, Sayyid Abubakar bin Abdillah , Lombok
Alkisah,:
" Setelah beberapa lama menetap di sumbawa:,
Pangeran Laksamana, ( (gelar Abubakar ini), melanjutkan pelayaran nya ke seberang, yaitu pulau lombok, sekitar abad ke 18, atau akhir abad itu.
Disini beliau menetap di desa Sekar Bela, sambil menyebarkan agama Islam, dan dawah nya
Raja anak agung merasa terusik dengan kedatangan beliau, yang nota bene adalah seorang Pangeran dari kerajaan lain, yang cukup di hormati dan disegani oleh banyak negeri.
Pangeran laksamana Abubakar lalu menikahi wanita setempat, dan di karunia dua orang Putra, diberi nama ALI dan ALWI. (Dari dua kakak beradik inilah yang menurunkan Syarif dan Syarifah di Pulau Lombok ) sebagian pendapat mengatakan bahwa ALI dan ALWI adalah saudara kembar, sebagian mengatakan mereka kakak beradik, dua saudara kandung, satu ayah dan satu ibu.
Setelah pangeran laksamana Abubakar terbunuh, kedua kakak beradik ini disembunyikan ibu nya, dan disuruh keluar dari Sekar bela, karena khawatir akan di bunuh juga oleh Raja Anak agung pada masa itu yang berkuasa di tanah Selaparang, Pulau Lombok.
-"Catatan : (Menurut penulis, mungkin Mitos seputar Abubakar sebagai anak kecil yang ditinggalkan di pinggir pantai, ada hubungannya dengan kedua kakak beradik ini. Bukan ayahnya yang ditemukan masih kecil, tapi kedua putra nya ini. (tapi ini baru analisa penulis saja )
Kebenaranya, perlu penelitian lebih lanjut dan mendalam,
Dari kedua kakak beradik inilah, keturunan alqadrie berkembang di Pulau Lombok. Ali menurunkan banyak keturunan yang menetap di Desa Sekar Bela, sedangkan Alwi menurunkan banyak keturunan di daerah Desa Kopang, Pengkores, perbatasan Lombok Timur dengan lombok Tengah.
Hanya saja , mereka tidak banyak mengerti nasab mereka, dan siapa mereka.
Hal inilah yang menyebabkan sebagian para Sayyid yang ada di Indonesia, menganggap mereka bukan bagian dari keluarga besar Alawiyin yang hijrah dan menetap di bumi Nusantara ini.
Data terakhir berdasarkan dari berbagai sumber, hasil identifikasi dari Jakarta adalah, bahwa":Abubakar makam Jeranjang, atau makam Sekarbela, adalah makam dari : Pangeran Laksamana Muda, Panglima Laksamana II Abubakar, bin Sultan Abdurrahman
=======
Panglima Laksamana IV, Sayyid Abubakar bin Abdillah , Lombok
Setelah di adakan penelitian mendalam ditemukan bahwa nama Abubakar digunakan beberapa generasi yaitu :
1. Abubakar bin Sayyid Husein, Gelar : Abubakar "Panglima laksamana Tua I", Harimau Wakkar, Ncek Panglime Ribot. Wiralesmana Mangku Negara. Singa Lautan. Tuan Abu. - Abubakar bin Sayyid Husein, - Merupakan saudara satu ayah dari Sultan Abdurrahman Pontianak. Makam Pontianak. Ibu Nyai Tengah, Utien Krinci Srikandi binti Sultan Maazidin Matan . Istri kedua di Borneo Barat.
2. Abubakar bin Sultan Abdurrahman, Gelar "Pangeran Laksamana Muda " Jabatan : Panglima Laksamana II Tibet - Dari Kesultanan Pontianak. Ibu Nyai Halimah. Makam Wuhan
3.Abubakar bin Sultan Kasim, Wan Tabu. Gelar : Pangeran Muda, Lahir tahun 1781.M Wafat pada 1867 M, usia hidup 86 tahun. Ibu Inche Baida. Makam Pontianak
4. Abubakar bin Sultan Usman, Keturunan ini ditemukan di Garut Jabar. Makam di Pulau Madura. Beliau tidak Manjabat sebagai Panglima Laksamana, karena saat itu Panglima Laksamana dijabat oleh :
Abubakar bin Abdullah Tumenggung Banten. Bergelar Panglima Laksamana III Leaxa, menetap di Banjar sampai wafat pada 1855 M. Makam Banjar. Hidup Se zaman dan dilantik oleh Sultan Osman
Dua Relawan Lombok, :
Sayyid Fuad Alkaf, dan Sayyid Thaufiqillah Alkadrie
Sayyid Fuad Alkaf, dan Sayyid Thaufiqillah Alkadrie
Tidak diketahui apakah catatan ini ada di Rabithah Alawiyah, atau belum.
Yang jelas catatan nasab Qabilah Alkadrie, di Rabithah Alawiyah hanya dari sebagian keturunan Sultan Abdurrahman. Sementara anak cucu Sayyid Husein Tuan Besar Mempawah sangat banyak.
Baik dari keturunan anak Pertama laki - laki nya, ya"ni Sultan Abdurrahman,
Maupun keturunan langsung dari Sayyid Husein yaitu :
1. Syarif Abubakar ( Berkembang seluruh Nusantara ), Ibu Nyai Tengah
2. Syarif Muhammad,( Pontianak, Sarawak,dll ) Ibu Nyai Tengah
3. Syarif Ahmad Kabir,( Masih dicari ) Ibu putri Daeng Celak
4. Syarif Ahmad Awsat,( Berkembang di Kaltim ), Ibu Nyai Bungsu
5. Syarif Ali ( berkembang di Brunei ) Ibu Nyai Bungsu, dan
6. Syarif Ahmad Bungsu ( Berkembang di Sambas ) Ibu Nyai Piring , Sementara
7. Syarif Alwi Tuan Bujang, Ibu Nyai Tua, memang tercatat tidak menikah
Pertanyan Kami: Apakah semua anak cucu Keturunan Sayyid Husein Tuan besar Mempawah dan Keturunan Sultan Abdurrahman sudah terdata rapi?
Sebab hanya 2 putra beliau duduk di Tahta, ( Sultan Kasim dan Sultan Usman ) sementara yang lain nya menyebar ke seantero Nusantara, bahkan sampai ke tanah Melayu, Pulau Tujuh, Terempa, Midai, Serasan, Dabo Singkep, Tembelan, Ranai, Sumba, Kupang, Lombok, Bali, Sulawesi, Ambon, Donggala, Manado, Palu, bahkan Papua.
Termasuk pula, barangkali : Sabang, Aceh, Medan, Palembang, Jambi, Lampung, DKI, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Pulau Madura, Pulau Bawean, Pulau Sapekan, Talango, Masalembo. Kalimantan bagian Utara, : Sabah, Sarawak, Brunei. Kalimantan Tengah, Selatan, Timur dan Utara ?
Mungkin perlu dilakukan seminar untuk hal ini , menggali sejarah Sayyid Husein bin Ahmad dan sebaran anak cucu nya, dalam rentang waktu 250 tahun terakhir,?
Panglima Laksamana IV, Sayyid Abubakar bin Abdillah , Lombok
##, Versi Leluhur Alqadrie Indonesia Timur,
Susunan Nasab mereka sebagian besar,:
Dari Mohammad Shurur (Sumba), bin Abdurrahman (Kupang), bin Abubakar.
Versi ini menyebutkan, :
Syahdan salah satu keturunan cucu Sultan bernama : Sayyid Abdurrahman (makam di Kupang) bin Abubakar, bin Sultan Abdurrahman Alkadri Pontianak, yang waktu itu sedang berada di Batavia, di kirim oleh Belanda ke Sumba, guna menertibkan suatu urusan disana.
Sesampai nya di Sumba, Abdurrahman , selain melaksanakan tugas nya, beliau juga aktif ber da"wah, menyebarkan agama nenek moyang nya, ya"ni agama Islam. Seiring waktu, makin hari makin banyak pengikut nya, tentu saja hal ini menimbulkan kekhawatiran pihak Belanda, takut suatu waktu, Abdurrahman, menggerakkan pemberontakan melawan Kompeni.
Maka Abdurrahman kemudian di pindahkan tugas nya ke Waingapu, dan hanya putra nya yang bernama - Mohammad Shurur,- tetap bertahan di Sumba
Makam Sayyid Abdurrahman bin Abubakar di temukan di Kupang, dan anak cucu nya berkembang menyebar sampai hari ini.
Dua versi ini masih harus di telusuri lebih jauh lagi, dan di verifikasi sampai tuntas. Dicarikan titik temu nya dengan data dan fakta kejadian, tahun, tanggal, bulan dan tempat.
Itulah sebabnya makam Muhammad Shurur bin Abdurrahman bin Abubakar di temukan di Sumba. Keturunan ini menyebar ke Waingapu, Sumba, Flores, dsk
Dalam kesempatan itu saya juga sempat bersilaturrahmi
dengan beberapa tokoh tua mereka, di Lombok, di antara nya:
01. ABDURRAHMAN Alqadrie, usia sekitar 70 tahun, bergelar: Tuan Guru Sayyid ABDURRAHMAN Alqadrie, yang saya temui di rumah beliau di Desa Labu Api, sekitar 15 Km dari pusat Kota, arah ke Pelabuhan lembar di Lombok Barat. Di rumah sederhanaa beliau, tergantung foto yang berbingkai rapi, foto kenangan beliau bersama Emha Ainun Najib dan Sultan Syarif Abubakar Alqadrie, Sultan pontianak ke.VIII, yang masih memangku tahta kesultanan kadriah, sejak di nobatkan pada tahun : 2004 silam , hinggga tulisan ini dibuat. (Mei 2012)
02. Sayyid Ali bin Hasan Alqadrie, keturunan Ali, yang menetap di Desa Sekar Bela, masih wilayah kota Mataram, Lombok. Saat ditemui, usia beliau sekitar 70 atau lebih tahun, (Mei 2012)
Beliau menyambut saya dengan mata berbinar, dan memeluk saya dengan pelukan seorang ayah yang merindukan anak nya. barangkali karena beliau sudah di beri tahu oleh putra nya,: Umar Alqadrie, bahwa saya datang dari Pontianak.
Dari sini saya diantar ke makam keramat Sekar Bela, yang tanpa nisan, sebagian tertutup semak belukar, dimana di percayai bahwa jasad Abubakar atau Pangeran Laksamana Sayyid Abubakar Alqadrie di makam kan. Setelah direbut dari tangan prajurit penjaga di Jeranjang, dan disembunyikan di rumah H. Arsyad selama sebulan.
Dari sini saya diantar ke makam keramat Sekar Bela, yang tanpa nisan, sebagian tertutup semak belukar, dimana di percayai bahwa jasad Abubakar atau Pangeran Laksamana Sayyid Abubakar Alqadrie di makam kan. Setelah direbut dari tangan prajurit penjaga di Jeranjang, dan disembunyikan di rumah H. Arsyad selama sebulan.
03. Sayyid Badri Alqadrie, usia 90 tahun, (2012 ) saya temui di Desa Kopang, pengkores lombok tengah. Beliau merupakan sesepuh Alqadrie disini, sebagai orang tertua.
Habib Sayyid Jafar alqadrie, Pengkores
04. Sayyid Ja"far Alqadrie, usia 56 tahun,(2012) biasa dipanggil Abah, di desa Pengkores, kopang Lombok Tengah, disinilah tempat penulis bermalam. Beliau termasuk tokoh yang sangat dihormati oleh masyarakat sekitar tempat ini. Disamping rumah beliau, ada mesjid yang cukup bagus, baru selesai dibangun, tempat beliau mengajar mengaji, anak anak penduduk terdekat, yang berjumlah sekitar 60 anak, setiap habis sholat Magrib sampai sholat Isya.
Dengan segala kesederhanaan, beliau memperlakukan saya lebih dari seorang saudara. Ketika menjelang berpisah, saya memeluk beliau dengan dada sesak dipenuhi keharuan, ternyata banyak saudara saya yang tidak pernah menginjakkan kaki di tanah leluhur nya. Banyak keluarga saya yang dihina dan difitnah, ditanah yang jauh dari Istana nya.
Ahh, betapa beruntungnya saya yang pada masa kecil sempat bermain main di Istana Kadriah. Kesultanan Pontianak. Kalimantan Barat.
Habib Sayyid Hamid Alqadrie, Desa Sayang- sayang
05. Habib Sayyid Hamid Alqadrie, usia 70 tahun,(2012) beliau menetap dan menikmati masa tua nya di Desa Sayang - Sayang, kota Mataram. ( Beliau ini keturunan Habib Ali Talango, pulau Madura sebelah timur Sumenep dan sudah pegang buku nasab dari Maktab Jakarta ) -- beliau menerima saya dengan tangan terbuka.
Bahkan beliau meminta mantu keponakan nya,: Sayyid Thaufiqillah Alqadrie, untuk mendampingi saya dan mengantarkan kemana saja, guna memenuhi keingin tahuan saya yang begitu besar terhadap 1000 jiwa Alqadrie, yang tak bisa mengurus buku nasab nya pada saat itu 2012, karena ketidak tahuan mereka, dan belum terdata di Rabithah.
Habib Sayyid Ali Al Habsy,: bersama penulis
Beliau Ketua Rabithah Lombok 2012
06. Habib Sayyid Ali Al Habsy, usia sekitar 50 atau 60 tahun, saya temui dirumah beliau, yang kebetulan saat ini ( Mei 2012) masih menjabat sebagai ketua Rabithah Wilayah Nusa Tenggara Barat. Kami berdialogh dengan santai hingga tak terasa waktu menunjukkan pukul 4 sore, sebelum berpamitan, beliau sempat berpesan :
"Rabithah memang membutuhkan banyak orang yang mau peduli, dan mau berbuat, serta turun ke bawah dengan spontan dan tanpa pamrih, seperti antum ini !" kata beliau kepada kami.
Alhamdulillah, beliau tidak merasa di langkahi dan tidak merasa terancam dengan kedatangan kami, serta apa yang kami lakukan, syukurlah !
07. Habib Sayyid Saleh jamalullail, usia sekitar 60 atau 65 tahun, (2012) saya temui di Ampenan.
Beliau bercerita, bahwa:" Beliau pun termasuk orang yang setengah mati ketika mengurus nasab nya. Sampai membutuhkan waktu sekitar 3 tahun, mencari banyak referensi, bertanya kesana kemari, dan mengalami trauma Phisikis karena sulit nya membuktikan bahwa baliau juga Alawiyin, Sa"adah, keturunan Sayyid yang kebetulan lahir dan besar di Pulau lombok, bukan di Pulau Jawa."
Beliau bercerita, bahwa:" Beliau pun termasuk orang yang setengah mati ketika mengurus nasab nya. Sampai membutuhkan waktu sekitar 3 tahun, mencari banyak referensi, bertanya kesana kemari, dan mengalami trauma Phisikis karena sulit nya membuktikan bahwa baliau juga Alawiyin, Sa"adah, keturunan Sayyid yang kebetulan lahir dan besar di Pulau lombok, bukan di Pulau Jawa."
Sayyid Saleh Jamalullail - Ampenan,
bersama Habib Ali Zainal Abidin aljufry
Panglima Laksamana IV, Sayyid Abubakar bin Abdillah , Lombok
#, Data temuan di serahkan ke Maktab Daimi Rabithah,
Perlu di jelaskan bahwa:
" Temuan penulis ini langsung kami laporkan ke Rabithah Alawiyah tempo hari, menghadap ketua Maktab Addaimi, : Habib Ahmad bin Muhammad Alatas, disaksikan Prof. Ali Alatas di gedung Rabithah Jalan TB. Simatupang Jakarta. 2012."
Dalam kesempatan itu, Habib Ahmad Alatas sempat meminta izin untuk meng copy data temuan kami ini.
Waktu menghadap saya di dampingi oleh :
Prof. DR. Dien Majid, guru besar ilmu sejarah dan peradaban Islam dan Nusantara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, bersama ( Om Max ), Max Yusuf Al Kadrie sekretaris Allahyarham Sultan Hamid.II, yang berdomisili di Jakarta sebagai tokoh sesepuh Qabilah Al Kadrie Pontianak di Jakarta.
Tidak diketahui, apakah sebelum memastikan dan mentashih bahwa Sayyid Abubakar Makam Jeranjang ini, sebagai Putra dari Sultan Abdurrahman atau bukan, Apakah lembaga pencatat nasab berkenaan berkoordinasi dengan pihak Kesultanan Pontianak atau tidak,..?
Wallah hua"lam bis showab,.....
Cari Tahu Siapa Beliau
Klik link dibawah ini :
Sejarawan M Dien Madjid lahir di Takengon, 6 Juli 1949. Pria Gayo ini ahli di bidang sejarah Indonesia masa kolonial. Sampai sekarang ia masih aktif sebagai dosen di Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Menulis sejumlah buku, antara lain “History of Hajj in Indonesia and Brunei Darussalam XVII-Present (A Comparison Study)” ditulis bersama Johan Wahyudi, terbit 2020.(*)
Panglima Laksamana IV, Sayyid Abubakar bin Abdillah , Lombok
Upaya kami tidak lebih hanya ingin mengangkat kepermukaan dan mencarikan solusi dari problema keluarga Al Qadri di Pulau Seribu Masjid ini. 2012
Jangan lupakan, hanya keluarga dan kaum kerabatlah yang akan tahu dengan pasti siapa keluarganya, karena adanya hubungan darah, ikatan rasa, genetika dan beberapa kesamaan .
Diluar keluarga, siapapun itu, perorangan maupun Lembaga, bukan jaminan klaim mereka merupakan kebenaran, apalagi sampai disetarakan dengan Firman Tuhan. Persoalan nasab adalah persoalan pengakuan kaum kerabat sedarah dari garis ayah.
Meski anda memiliki buku nasab, jika anda tak diakui kaum kerabat dan moyang nasab anda sendiri, apakah buku nasab itu punya kekuatan ?
Bagaimana anda mengatakan bahwa anda keturunan Sultan Abdurrahman, sementara Kesultanan tidak tahu siapa Anda sebenarnya? Atau mengaku keturunan Sayyid Husein, tapi kaum kerabat kami menolak Anda ?
Datanglah ziarah ke makam beliau, jika anda merasa keturunan beliau !
Pelajaran berharga buat kita adalah,
Apapun berita miring kaum kerabat kita, jangan mudah percaya dan ditelan mentah - mentah, karena Allah melindungi, aib orang yang melindungi aib saudara nya.
Siapa tahu,
Barangkali saudara kita itu tengah diuji Allah dengan cobaan fitnah,?
Selalulah berbaik sangka kepada sesama, khususnya kaum keluarga AlKadri !
-------------------------------------------
Penulis bersama Thaufiqillah Al Kadri
Diatas makam Sekar Bela
Makam Sekar Bela Hanya ditandai dengan pohon besar
tanpa penanda sebagaimana lazimnya
Baca Juga :
Klik Lik dibawah ini >.:
Ditulis sebagai kenangan perjalanan hidup, Mei 2012.