Sabtu, 17 Agustus 2019

Sultan Hamid.II, -"Pahlawan " - yang ditolak


"Sejarah adalah kumpulan kebohongan - kebohongan yang dibukukan,:"
 ( Jamaluddin Al Afghani )


Tiga Tokoh Kalbar Gagal Jadi Pahlawan Nasional,  Yayasan Baru Terima Surat Kemensos


PONTIANAK  - Kementerian Sosial (Kemensos) RI kembali menolak tiga nama tokoh Kalbar yang diajukan untuk ditetapkan menjadi pahlawan nasional. Ketiga tokoh dimaksud adalah Sultan Syarif Hamid Al Qadrie (Sultan Hamid II), JC Oevaang Oeray, dan Gustirani Pangeran Natakusuma,

Sejatinya informasi penolakan tiga nama ini sudah dikeluarkan Kemensos lewat suratnya pada 22 Januari 2019. Namun, surat itu baru diketahui oleh Yayasan Sultan Hamid dan Keluarga Keraton Kadriah Pontianak pada Kamis (15/8/2019).

Penolakan ini sontak membuat kecewa masyarakat Kalbar, terutama para pengurus Yayasan Sultan Hamid II yang sudah berjuang keras.
"Pada dasarnya kami kecewa dengan sistem administrasi dari Kemensos yang tidak tertib. Sebab seluruh persyaratan yang diminta sudah kita lengkapi semuanya," ujar Ketua Yayasan Sultan Hamid II, Ansari Dimyati, Kamis (15/8/2019).

Dalam surat Nomor 12/3/PB.05.01/01/2019 tertanggal 22 Januari 2019 dan ditandatangani Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Pepen Nazaruddin itu, Kemensos menyatakan tiga alasan penolakan untuk ketiga calon pahlawan kebanggan warga Kalbar itu.

Untuk Sultan Hamid II, ada tiga alasan yang disampaikan. Pertama, Sultan Hamid II tidak memenuhi syarat lantaran dianggap berkonspirasi bersama Westerling dan membuat pemberontakan dengan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) yang menyebabkan gugurnya Kolonel Lembong.

Kedua, Sultan Hamid II merupakan orang yang turut serta mendesain lambang negara bersama timnya dan ada dua yang memenangkan sayembara yang pertama Sultan Hamid dan yang kedua adalah M Yamin.
Poin ketiga menurut surat tersebut, Sultan Hamid juga berkonspirasi dengan Westerling dalam menjatuhkan Sultan HB IX dan dijatuhkan hukuman selama 10 tahun dan sampai saat ini hukuman itu masih berlaku dan bersifat inkrah.

Adapun untuk JC Oevaang Oeray dan Gustirani Pangeran Natakusuma, Kemensos menyatakan Tim Peneliti Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) menunda pencalonan keduanya lantaran diperlukan pengkajian dan pembahasan cermat dan mendalam.

Ada tiga catatan pula untuk JC Oevaang Oeray. Pertama diperlukan data penunjang terutama penjelasan terhadap pemahamannya tentang nasionalisme, siapa yang menjadi pandangan pemikiran JC Oevaang Oeray apakah Soekarno atau pemikiran Sultan Hamid.

Poin kedua diperlukan penjelasan tentang pandangan JC Oevaang Oeray terhadap Indonesia dan perannya ketika di Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO) atau Majelis Permusyawaratan Federal.

Ketiga, perlu dilengkapi pemilkiran JC Oevaang Oeray tentang Indonesia dan Kedayakannya dalam bingkai integrasi, dan ideologi Pancasila dalam bingkai Kebhinekaan.

Sementara untuk Gustirani Pangeran Natakusuma, Kemensos melalui TP2GP juga memberikan tiga alasan yaitu, pertama: Gustirani Pangeran Natakusuma ditahan dan dipindahkan ke Batavia dan divonis diasingkan ke Bengkulu.

Pada 1920 meninggal dunia di Bengkulu namun dalam dokumen usulan belum dijelaskan kenapa Gustirani Pangeran Natakusuma ditangkap dan diasingkan.

Kedua, diperlukan tambahan data terkait perjuangan melawan Belanda dan ketiga, perlu tambahan data terkait peran Kerajaan Landak pada masa itu. Dalam surat yang sama Kemensos juga memberikan kesempatan untuk pengajuan kembali.

Khusus untuk Sultan Hamid II diberikan kesempatan satu kali untuk mengusulkan kembali dan paling singkat dalam waktu dua tahun terhitung sejak tanggal penolakan.

Sementara untuk JC Oevaang Oeray dan Gustirani Pangeran Natakusuma ditunda agar pengusul dapat melengkapi persyaratan dan mengusulkan kembali kepada Menteri Sosial RI.



Tak Terlibat 

Ketua Yayasan Sultan Hamid II, Ansari Dimyati, menyatakan alasan yang dilampirkan di dalam surat hasil calon pahlawan nasional oleh Kementerian Nasional sudah pernah dipresentasikan bahwa Sultan Hamid II tidak terlibat dalam peristiwa APRA.


Lebih lanjut, pihaknya mengatakan tiga poin alasan ketidak terpenuhi Sultan Hamid II sebagai pahlawan nasional sudah dijawab dengan lampiran seluruh dokumen sejak beberapa tahun lalu.
"Artinya mereka tidak membaca seluruh naskah akademik kita, mereka juga tidak membaca hasil riset saya dan pak Turiman," ujarnya.

Dikatakan, terkait dengan kasus Westerling dan peristiwa APRA sudah dibuktikan dalam riset di Universitas Indonesia tahun 2012. Sudah jelas dalam keputusan Mahkamah Agung bahwa Sultan Hamid II terbukti tidak terlibat dengan Westerling.

Menurutnya, Kemensos melalui TP2GP melakukan peninjauan calon pahlawan harus membaca seluruh dokumen yang kita lampirkan. Karena ketika proses penyerahan berkas saat mengusulkan ke kemensos tidak ada satupun berkas yang dinyatakan kurang.

"Tahun 2017 kita siapkan semua berkasnya, kita juga sempat diundang dan kita juga presentasi di depan TP2GP. Kita juga konfirmasi ke petugas waktu itu ada lagi kah berkas yang kurang. Petugasnya ketika itu mengatakan bahwa berkas kita sudah lengkap," ujarnya.

"Bahkan berkas kita jauh lebih lengkap, dibandingkan berkas datuknya tuan guru bajang yang juga diusulkan," imbuhnya.

Ansari Dimyati mengatakan, sejumlah literatur sudah dilampirkan dan dibawa ke Jakarta. Sekitar 13 literatur dibawa dengan masing-masing literatur dengan rangkap 17. "Ada beberapa troli berkas kita kemarin itu dari Pontianak, termasuk di antaranya buku Sultan Hamid II yang kita sertakan," ujarnya.

Ansari mengatakan sejak tuntas disampaikan pada Maret tahun 2017 hingga akhir tahun 2018 pihaknya tidak mendapatkan konfirmasi apapun terkait sampai dimana status usulan yang disampaikan. Bahkan sampai pertengahan tahun 2019 ini tidak juga ada kabar.

"Kami di Yayasan Sultan Hamid II melakukan rapat dan berinisiatif menanyakan langsung ke Kemensos tentang kabar usulan gelar pahlawan," ujarnya.

Hasilnya, informasi surat jawaban tersebut sudah diserahkan ke Gubernur Kalimantan Barat. Hal tersebut sangat disesali oleh Ansari, sebab yang mangajukan gelar pahlawan untuk Sultan Hamid II bukan gubernur Kalbar akan tetapi Yayasan Sultan Hamid II.

Dikatakan, hal yang sangat kontradiktif adalah bahwa pada halaman kedua surat dari Kemensos tersebut menerangkan bahwa Yayasan Sultan Hamid II bisa mengajukan kembali dua tahun setelah surat pengumuman diterbitkan.

"Kalau kami mengajukan kembali dua tahun ke depan, bisa saja mereka mengeluarkan alasan yang sama lagi seperti yang sekarang tanpa membaca lagi dokumen yang kita lampirkan. Tanpa ada kesempatan untuk menjelaskan," ujarnya.

Ansari mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan sejumlah pihak di Kalbar seperti Gubernur, serta berkoordinasi dengan para tokoh-tokoh Kalbar yang ada di Jakarta. Langkah administratif, politis dan langkah diplomatis juga akan ditempuh ke Jakarta. "Jika kita tidak bisa kita lakukan tahun ini, kita akan lakukan tahun depan lagi," ujarnya.

Kesultanan Kaget

Sekretaris Sultan Pontianak sekaligus Juru Bicara Sultan Pontianak Muhammad Donny Iswara mengaku tak terkejut dengan penolakan pemerintah Republik Indonesia atas pengajuan gelar pahlawan terhadap Maulana Seri Sultan Syarif Abdul Hamid Alkadrie atau akrab dikenal dengan nama Sultan Hamid II.

"Bukan pertame kalinye penolakan itu tu," ujarnya kepada Tribun, Kamis (15/8).

Ia menerangkan di antara semua kasus yang dituduhkan kepada Sultan Hamid II (SH II) dulu, tidak satupun SH II diputuskan bersalah sebagaimane delik yang masih dituduhkan sampai hari ini kepadanya. Dikatakan, SH II dipenjarakan dengan tuduhan rencana pembunuhan tiga menteri dimana rencana tersebut dibatalkan sendiri.

Sementara saat itu situasi dan kondisinya sedang berada di rumah sendiri di Jakarta dan dalam keadaan emosi akibat kejadian pembumihangusan beberape lokasi termasuk otoritas Daerah Istimewa Kalimantan Barat (DIKB) di Pontianak dan juga bukan sedang mengumpulkan petinggi militer untuk merencanakan pembunuhan

"Makanya setelah pernyataan emosional tersebut beliau sendiri tidak menindaklanjutinya dan belum ada dalam KUHP atau hukum kolonial yang dipakai ketika itu, seorang yang sedang emosi, lalu mengeluarkan perkataan emosional tetapi tidak melakukan/merealisasikan perkataan tersebut, bisa ditindak hukum," paparnya.

Begitu juga kasus persidangan 25 Maret 1953, Sultan Hamid II dibebaskan atas tuduhan keterlibatan peristiwa Westerling di Bogor, upaya pemberontakan dan lainnya yang coba dipaksakan ketika itu. "Beliau dipenjara karena rencana yang tidak pernah dilaksanekannya, karena itu emosional sesaat," ujaarnya.

Donny Iswara menilai pemenjaraan SH II saat itu sangat politis mengingat beliau dikondisikan oleh oknum-oknum politisi pada masa itu sebagai musuh politik Bung Karno. "Fakta-fakta persidangan SH II masih bisa dilihat di Process Sultan Hamid II yang diterbitkan oleh Persadja Jakarta," ujarnya.

Ia menilai bisa dikatakan hampir semua presiden RI yang menjabat, tidak akan pernah mau mengungkap fakta dibalik persidangan Sultan Hamid II. Hal ini disebabkan itu aib yang akan mempermalukan negara.

Sebab, konspirasi yang dilakukan terhadap SH II untuk menjegal karir politiknya kemudian memisahkan dari rakyat Kalbar dan keluarganya dan secara bersama menghapus jasa-jasanya kepada negara terkait Pengakuan Kedaulatan RI dan Lambang Negara.

Dikatakan, terdapat kutipan dari Pleidoi SH II didepan Hakim Mahkamah Agung yang bunyinya, 'Saya tidak akan mengatakan, bahwa di dalam pergulatan itu saya akan ada dalam pihak yang menang, akan tetapi pasti ialah, bahwa RI oleh karenanya akan menghadapi kesulitan-kesulitan yang tak terhingga.’

"Itu tersirat seperti kutukan Republik Indonesia yang disampaikan melalui pledoinya didepan muka persidangan," ujar Donny Iswara.



Percaya Kebenaran

Satu di antara penulis buku Sultan Hamid II Sang Perancang Lambang Negara RI Elang Rajawali Garuda Pancasila, Nur Iskandar, meyakini sejarah akan berpihak kepada yang benar. Kebenaran itu akan terang benderang.

"Terbukti, buku yang kami edarkan secara nasional, sejak 2013-2019 tidak pernah ada bantahan. Bahkan apresiasi kepada SH II terus meningkat," ujarnya.

Nuris - panggilan akrabnya - mengatakan nama Sultan Hamid II juga sudah masuk kurikulum sejarah sebagai Perancang Lambang Negara"Sudah masuk buku 4 pilar NKRI terbitan MPR/RI. Sejarah Hamid merancang lambang negara juga difilm-kan oleh Museum Konferensi Asia Afrika (KMA). Silahkan cek di YouTube," ujarnya.
Informasi belum berhasilnya Sultan Hamid II mendapatkan gelar sebagai Pahlawan Nasional Bermula pada pertengahan Agustus 2019 ini ketika itu beberapa pengurus di Yayasan Hamid mengevaluasi kembali usulan ke Kemensos tentang SH II Pahlawan Nasional, kenapa usulan tahun 2017 belum disikapi juga.

Para punggawa Yayasan Sultan Hamid berinisiatif mendatangi Kementerian, yakni dilakukan oleh Yetti, istri dari Dewan Pembina Yayasan SH II sekaligus mantan sekretaris pribadi SH II Almarhum H Max Yusuf Alkadrie MBA. "Dari Tante Yetilah, hari ini, pada 15 Agustus 2019 kami dapat petikan surat dari Kemensos itu.

Ternyata surat itu dikeluarkan pada Januari 2019 ditanda-tangani Dirjen Pemberdayaan Sosial, Pepen Nazruddin dan ditujukan kepada Gubernur Kalimantan Barat," ujarnya.

Hal yang paling disayangkannya tidak ada tembusan kepada Yayasan SH sebagai pengusul pahlawan nasional. "Padahal jika sejak Januari 2019 Yayasan Hamid sudah mengetahui, maka kita bisa gerak cepat melayangkan surat balasan, atau tim untuk presentasi ke Tim Dewan Gelar," ujarnya.

Nuris mengatakan, kendati sudah tak bisa mengejar usulan pahlawan nasional di tahun 2019, Yayasan SH akan rapat menyikapi isi surat. Apalagi isi surat menyebutkan, SH II ditolak pengusulannya sebagai Pahlawan Nasional karena terlibat Peristiwa Westerling (point 1 dan 3).

"Untuk kasus tersebut, sesungguhnya sudah dilakukan penelitian, di mana SH II tidak terbukti terlibat Peristiwa Westerling," ujarnya.

Ia juga menilai tim Kemensos mungkin tidak membaca detail buku biografi politik SH II yang ditulis bersama dengan Ansari Dimyati dan Turiman Faturahman serta diterbitkan pada tahun 2013.

"Sultan Hamid II tidak terbukti terlibat APRA dan Westerling diriset oleh Anshari Dimyati, Ketua Yayasan Hamid, dan sudah dipresentasikan di Setneg," ujarnya.

Begitupula point kedua, bahwa Sultan Hamid II adalah perancang negara yang utama. Artefak asli berupa pengakuan Presiden Soekarno tersimpan di Lembaga Arsip Nasional. 



Artikel ini telah tayang di tribunpontianak.co.id dengan judul Tiga Tokoh Kalbar Gagal Jadi Pahlawan Nasional, Yayasan Baru Terima Surat Kemensos, https://pontianak.tribunnews.com/2019/08/16/tiga-tokoh-kalbar-gagal-jadi-pahlawan-nasional-yayasan-baru-terima-surat-kemensos?page=all.



Editor: Jamadin