Sabtu, 17 Agustus 2019

Sultan Hamid.II, Dalam Polemik Sejarah Bangsa


Nasib Tragis Sang Federalis



" Sejarah ditulis oleh pemenang," 
"Sejarah adalah kumpulan kebohongan - kebohongan yang dibukukan,:" 
( Jamaluddin Al Afghani )

Oleh: Petrik Matanasi - 30 Maret 2019 


Sultan Hamid II dua kali dituduh terlibat gerakan subversif hingga harus jadi tahanan politik. Kasus subversinya lebih mencuat ketimbang jasanya merancang Garuda Pancasila. tirto.id - Sejak Februari 1950, Polisi Republik Indonesia sudah mendata siapa saja orang-orang yang dekat dengan Westerling, yang memimpin gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) di Bandung dan Jakarta. Sebagai mantan Menteri Negara tanpa Portofolio, Hamid tak duduk di kursi empuk di kabinet Republik Indonesia Serikat. Pada 5 April 1950 Hamid diciduk di Jakarta. Ia menjadi tahanan dan harus duduk di kursi pesakitan. Sejak 25 Februari 1953, Hamid mulai menjalani beberapa persidangan yang menyudutkan dirinya. Jaksa penuntutnya bukan Jaksa sembarangan. Hamid langsung berhadapan dengan Jaksa Agung Republik Indonesia, R Soeprapto. Konon, belum ada pesakitan yang digugat dalam pengadilan Indonesia langsung oleh Jaksa Agung Republik Indonesia.

Pidato Bung Karno Pembentukan Parlemen 


Benarkah Sultan Hamid.II, terlibat di dalam nya? Peristiwa APRA


 Sultan Hamid II, yang berusia 40 tahun saat itu, dituduh terlibat konspirasi dengan bekas Kapten Raymod Westerling yang sudah berhasil kabur ke Belanda. Hamid kena tuduh merencanakan penyerangan ke Gedung Pejambon untuk membunuh tiga orang pejabat pertahanan RI. Baru Sebatas Niat Raymond Westerling mendatangi Hamid setelah gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpinnya di Bandung gagal. Westerling, bekas kapten pasukan khusus Belanda itu sering nongkrong di sebuah bar bernama Black Cat Noir di Jalan Veteran I, Jakarta. Tempat itu adalah lokasi hiburan malam tentara Belanda di masa Revolusi. Kala itu Hamid sering menginap di Hotel Des Indes. Sementara Westerling sering kelayapan bersama bekas inspektur polisi Frans Najoan. Sampai akhirnya Westerling dan Najoan pun dapat perintah untuk menyerang sidang menteri kabinet RIS di Pejambon. “Perintah penyerbuan itu timbul pada ketika pembicaraan dengan Westerling pada tanggal 24 Januari 1950 siang. Sebelumnya sama sekali tak ada maksud untuk melakukan penyerbuan itu,” kata Hamid dalam pleidoinya pada 25 Maret 1953. 



Sang Elang Rajawali yang patah sayap nya,


Rencana penyerangan itu tak lama kemudian dibatalkan oleh Hamid sendiri. Baik Westerling dan Frans Najoan sendiri sebetulnya tak siap untuk menyerang Gedung Pejambon. Mereka tak punya pasukan andalan lagi setelah gerakan APRA digulung TNI. “Syukur Alhamdulillah, serenta saya agak tenang, ialah sesudah mandi, insyaflah saya akan perbuatan saya yang tidak patut itu,” lanjut Hamid. Hamid merasa pengadilan Republik Indonesia berlaku tidak adil. Termasuk kepada orang-orang yang telah ikut mengacau negara. Dirinya diperlakukan lebih buruk ketimbang pelaku Peristiwa 3 Juli 1946. “Perbuatan para terdakwa dalam peristiwa 3 Juli 1946 jauh lebih berat daripada perbuatan saya. Akan tetapi dalam di dalam perkara itu, kepada hoofddaders (pelaku utama) hanya dijatuhi hukuman empat tahun penjara dengan dipotong waktu dalam tahanan,” kata Hamid. Hamid alias Max alias Syarif Hamid Al-Qadrie alias Sultan Hamid II akhirnya dijatuhi hukuman sepuluh tahun penjara dipotong masa tahanan. Nama Sultan Hamid II pun jadi sosok antagonis dalam sejarah Indonesia. 

Segelintir orang saja yang tahu jika Sultan Hamid II adalah perancang lambang negara Garuda Pancasila. Mahkamah Agung (MA) akhirnya mengeluarkan keputusan pada 8 April 1955. Sultan Hamid II kemudian dinyatakan tidak bersalah dan tidak terbukti terlibat dalam aksi Westerling dan pasukan APRA di Bandung pada 23 Januari 1950. Putusan MA ini mungkin akan dijadikan bahan untuk mendukung Sultan Hamid II sebagai Pahlawan Nasional atas jasanya merancang Lambang Negara Garuda Pancasila. Dijerat Lagi Gara-Gara VOC Hamid hanya menjalani hukuman 8 tahun penjara. Pada 1958 Hamid bebas dari penjara. Dia menghirup udara bebas dan memilih untuk tidak lagi berpolitik. Selama dipenjara, Hamid tetaplah Sultan Pontianak dan istri beserta anak-anaknya hidup di Belanda.




Kiprah dan Peranan Sultan Hamid.II, di Republik ini

 Hamid masih sering bergaul dengan tokoh-tokoh politik dan pemerintahan. Hamid juga masih berhubungan baik dengan tokoh Bijeenkomst Federaal Overleg (BFO) lain. Begitu juga dengan Ide Anak Agung Gde Agung, yang pernah dikalahkan Hamid dalam pemilihan Ketua BFO, setelah kematian Ketua BFO Mr. Tengku Bahruin. Mereka berdua, bersama tokoh-tokoh lain, juga dipenjarakan pemerintah Orde Lama. “Baru empat tahun menghirup udara bebas, Hamid kembali ditangkap dan dijebloskan ke Rumah Tahanan Militer (RTM) Madiun, Jawa Timur, pada Maret 1962. Tuduhannya adalah melakukan kegiatan makar dan membentuk organisasi illegal bernama Vrijwillige Ondergrondsche Corps (VOC). Dikabarkan, persiapannya dilakukan bersama sejumlah tokoh saat mereka berada di Gianyar, Bali, untuk menghadiri upacara ngaben (pembakaran jenazah) ayah dari Ide Anak Agung Gde Agung,” ujar Anshari Dimyati, Ketua Yayasan Sultan Hamid II.

 Menurut Anshari Dimyati, dalam upacara Ngaben tersebut, sejumlah politikus yang merupakan oposisi pemerintah hadir. Termasuk dari dua partai yang sudah dibubarkan, Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Ada Mohamad Roem (Masyumi), Sutan Sjahrir (PSI), dan Subadio Sastrosatomo (PSI). Mohammad Hatta juga hadir. Di luar masalah politik, Hatta adalah kawan lama Ide Anak Agung Gde Agung. “Selama empat tahun Sultan Hamid II ditahan tanpa proses pengadilan. Dia baru dibebaskan pada 1966 setelah era Soekarno berakhir. Tuduhan makar terhadap Sultan Hamid II, menurut Ide Anak Agung Gde Agung, kemungkinan besar disebabkan pergunjingan orang-orang di sekitar Soekarno, dan bukan berangkat dari fakta. Bahkan Anak Agung menegaskan bahwa semua tuduhan itu omong kosong. Sebab, sejak keluar dari tahanan pada 1958, Sultan Hamid II tak terlibat dalam kegiatan politik sama sekali," jelas Anshari. 




Prahara Sang Perancang Lambang Negara

Bebas dari penjara, Sultan Hamid II terjun ke dunia bisnis sampai akhir hayatnya. Hamid menjadi Presiden Komisaris di PT Indonesia Air Transport (IAT) sejak 1967 hingga 1978. Tentu saja dengan masih menyandang gelar Sultan Pontianak. Hamid tutup usia pada 30 Maret 1978, tepat hari ini 41 tahun lalu, di Jakarta. Dia mengembuskan napas terakhir ketika sujud dalam salat magrib. Jenazahnya lalu dimakamkan di Pemakaman Keluarga Kesultanan Qadriyah Pontianak di Batu Layang. Sang sultan dimakamkan dengan upacara kebesaran Kesultanan Pontianak. 

========== Artikel ini pertama kali ditayangkan pada 1 Juli 2016 dengan judul "Menjerat Sultan Federalis" dan merupakan bagian dari laporan mendalam tentang Sultan Hamid II. Kami melakukan penyuntingan ulang dan menerbitkannya kembali untuk rubrik Mozaik. Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA atau tulisan menarik lainnya Petrik Matanasi (tirto.id - Sosial Budaya) Penulis: Petrik Matanasi Editor: Nurul Qomariyah Pramisti 


Tak banyak orang Indonesia tahu Sultan Hamid II dari Pontianak adalah perancang Lambang Negara Garuda Pancasila akan diajukan sebagai Pahlawan Nasional oleh Yayasan Sultan Hamid II. Setelah Republik Indonesia Serikat (RIS) bubar, Sultan Hamid II pun tersingkir dari panggung politik. Selaku Ketua Yayasan Sultan Hamid II, Anshari Dimyati mengajukan Sultan Hamid II sebagai Pahlawan Nasional atas jasanya sebagai perancang lambang negara Garuda Pancasila.

 Berikut wawancara Tirto.ID dengan Anshari Dimyati: 



Ansyari Dimyati, SH, MHum, Pontianak


Tak banyak orang Indonesia tahu Sultan Hamid II dari Pontianak adalah perancang Lambang Negara Garuda Pancasila akan diajukan sebagai Pahlawan Nasional oleh Yayasan Sultan Hamid II. Setelah Republik Indonesia Serikat (RIS) bubar, Sultan Hamid II pun tersingkir dari panggung politik. Parahnya lagi namanya terpinggirkan dalam sejarah Indonesia. Dia dikriminalisasikan dengan tuduhan subversif hendak membunuh Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sekretaris Pertahanan Ali Budiardjo dan Kepala Staf Angkatan Perang, Tahi Bonar Simatupang. 

Tuduhan ini bisa dibilang cacat hukum, percobaan pembunuhan tidak terjadi karena sebatas rencana yang tak lama kemudian dibatalkannya sendiri. Anshari Dimyati, bersama Nur Iskandar dan Turiman Faturachman Nur pernah menyusun buku tebal berjudul: Sultan Hamid II: Sang Perancang Lambang Negara Elang Rajawali Garuda Pancasila. Terbitan TOP Indonesia, tahun 2013. Buku ini adalah biografi politik Sultan Hamid II. 

Selain riwayat hidup dan kiprah Sultan Hamid sebagai politisi, pleidoi Sultan Hamid II dalam persidangan pun dilampirkan. Selaku Ketua Yayasan Sultan Hamid II, Anshari Dimyati mengajukan Sultan Hamid II sebagai Pahlawan Nasional atas jasanya sebagai perancang lambang negara Garuda Pancasila.



Istana kadriah, Saksi Bisu Sejarah Bangsa


 Berikut wawancara tirto.id dengan Anshari Dimyati.
 Bagaimana kronologis singkat Sultan Hamid merancang Lambang negara Garuda Pancasila? 

Ketika terpilih Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Perdana Menteri Republik Indonesia Serikat (RIS) pasca Konferensi Meja Bundar (KMB) - 1949, oleh Kepala Negara, Sultan Hamid II ditunjuk menjadi Menteri Negara Zonder Portofolio dalam Kabinet Republik Indonesia Serikat (RIS) pada 1949 sampai dengan 1950. Dengan surat Keputusan Presiden RIS No. 1 tahun 1949 tanggal 18 Desember 1949, Sultan Hamid II beserta tokoh lainnya juga ditunjuk sebagai salah satu Dewan Formatur Kabinet RIS. Bersama tim perumus lain, Sultan Hamid II terlibat aktif dalam merancang Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Dalam pasal 3 ayat (3) Konstitusi RIS 1949, dinyatakan bahwa pemerintah menetapkan Lambang Negara. Kemudian,

 Presiden Soekarno menunjuk Sultan Hamid II yang menjabat sebagai Menteri Negara tersebut untuk menjadi koordinator tim perumusan lambang negara pada 1950. Dalam sidang kabinet pada 10 Januari 1950, dibentuklah sebuah panitia teknis dengan nama Panitia Lambang Negara di bawah koordinasi Sultan Hamid II. Panitia ini bertugas menyeleksi atau menilai usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan ke pemerintah. Di sini Muhammad Yamin menjadi ketua panitia, sementara anggotanya adalah Ki Hajar Dewantara, M.A. Pellaupessy, Mohammad Natsir, dan Purbatjaraka. 



SH.II, Terkubur ( Di kubur ) Dalam Sejarah Hitam Bangsa?


Dalam proses sayembara pembuatan lambang negara, banyak rancangan yang diajukan, tak terkecuali Sultan Hamid II dan Muhammad Yamin yang juga mengajukan rancangan lambang negara buatannya masing-masing. Dua karya terbaik akhirnya dipilih dan diajukan ke Panitia Lencana Negara, yakni rancangan Sultan Hamid II dan Muhammad Yamin. Akan tetapi, panitia menolak rancangan Muhammad Yamin. Alasannya, rancangan Yamin banyak mengandung unsur sinar matahari yang mengesankan adanya pengaruh Jepang. Pemerintah akhirnya menerima Elang Rajawali - Garuda Pancasila rancangan Sultan Hamid II dan menetapkannya sebagai Lambang Negara Republik Indonesia Serikat pada 11 Februari 1950. 

Dalam perkembangannya, banyak masukan-masukan dari berbagai pihak terhadap lambang RIS yang baru itu. Beberapa kali perbaikan-pun dilakukan oleh Sultan Hamid II sehingga menghasilkan Garuda Pancasila seperti yang kita kenal sekarang. Dalam masa kerjanya yang singkat, dia berhasil menciptakan gambar burung garuda sebagai lambang Negara Republik Indonesia Serikat, yang hingga hari ini lambang tersebut digunakan oleh Indonesia dalam bentuk lain, yakni Negara Kesatuan Repubik Indonesia (NKRI). 



Sidang BFO, tahun 1949


Apa yang melatarbelakangi Yayasan Sultan Hamid II mengajukan usulan Sultan Hamid II sebagai Pahlawan Nasional? 

Sultan Hamid II adalah Tokoh Nasional Indonesia asal Pontianak - Kalimantan Barat. Dengan sangat wajar dan bangga kita memiliki seorang Negarawan seperti Sultan Hamid II. Salah satu kiprah Sultan Hamid II sebagai seorang tokoh nasional adalah perannya sebagai Bapak Bangsa atau pemersatu bangsa dan diplomat ulung dalam momentum Konferensi Inter Indonesia 1 & 2 tahun 1949, Konferensi Meja Bundar 1949, Menteri Negara RIS 1949 s/d 1950, dan terlebih penting adalah peran Sultan Hamid II sebagai Perancang Lambang Negara Republik Indonesia; elang rajawali Garuda Pancasila, 1950. Hal tersebut patut terus kami suarakan kepada khalayak, pemerintah, dan Negara. Maka dari itu kami mengajukan nama Sultan Hamid II (Sultan Syarif Hamid Al-Qadrie) sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.




Westerling dan Kejadian Sebenar nya,


 Langkah apa saja yang akan diambil Yayasan Sultan Hamid II untuk mengawal pemberian gelar Pahlawan Nasional untuk Sultan Hamid II?

 Yayasan Sultan Hamid II telah melakukan audiensi dengan Kementerian Sosial Republik Indonesia pada 15 April 2016 lalu. Kami bertemu dengan Ibu Khofifah Indar Parawansa, dan hasil dari pertemuan kami sangat baik, yaitu support/dukungan penuh dari Ibu Menteri beserta jajaran atas pengajuan atau pengusulan Sultan Hamid II sebagai Pahlawan Nasional. Kemudian hasil dari diskusi kami dengan Direktorat Jenderal Kepahlawanan, Keperintisan, Kesetiakawanan, dan Restorasi Sosial Kementerian Sosial RI, agar kami menyiapkan segala kelengkapan persyaratan administratif untuk pengajuan, yang salah satunya adalah seminar nasional, proposal, dan lain-lain.

 Patut diketahui pula bahwa kami sebetulnya telah melakukan Seminar Nasional dan Pameran tentang Sejarah atau Proses Perancangan Lambang Negara RI Garuda Pancasila untuk pertama kalinya di Pontianak, Kalimantan Barat, pada Maret tahun 2000 di Istana Qadriyah Kesultanan Pontianak dan April tahun 2000 di Hotel Kapuas Pontianak. Hasil dari kedua agenda tersebut membuktikan bahwa Sultan Hamid II adalah Perancang Lambang Negara RI Garuda Pancasila. 



KMB.II, tahun 1949

Berbagai pihak hadir pada kedua agenda tersebut, yang salah satunya dihadiri oleh Ketua DPR RI; Bapak Akbar Tanjung. Kemudian atas nama masyarakat Kalimantan Barat, rekomendasi para peserta agenda tersebut terhadap Amandemen kedua UUD RI 1945 adalah perubahan Pasal 36 menjadi 36 A dengan dicantumkannya Lambang Negara Garuda Pancasila di dalam Konstitusi Negara Republik Indonesia. 

Telah diadakan pula Focus Group Discussion (FGD) selama dua kali dengan mengundang para Pakar Hukum, Politik, Sejarah, Sosial, Budaya, dan lainnya di Pontianak. Diselenggarakan pada 24 Mei 2013 di Pusdiklat TOP Indonesia dan pada 31 Juli 2013 di Kediaman Sekretaris Daerah (SekDa) Provinsi Kalimantan Barat, di Kota Pontianak. Kemudian berdasarkan hasil dari penelitian serta investigasi jurnalistik, pada 12 Juli 2013 kami meluncurkan buku biografi Sultan Hamid II berjudul Sultan Hamid II Sang Perancang Lambang Negara; Elang Rajawali – Garuda Pancasila (2013) di Pontianak Convention Center (PCC) yang dihadiri oleh lebih dari seribu orang masyarakat di Pontianak. 

Kemudian telah seringkali diadakan Pameran Proses Perancangan Lambang Negara yang dirancang oleh Sultan Hamid II di beberapa tempat di Indonesia, yaitu pada tahun 2010 dimotori oleh Museum Konferensi Asia Afrika (di bawah Kementerian Luar Negeri RI), Agustus 2012 di Gedung Pancasila (Kementerian Luar Negeri RI), dan Oktober sampai dengan Desember 2013 di Gedung Arsipda Kalimantan Barat. 




Tina Astari dan Obsesinya untuk SH.II,

Kemudian, seminar-seminar atau Dialog (Sosialisasi) Kebangsaan juga telah seringkali dilakukan di berbagai daerah di Indonesia di antaranya di Pontianak, Bandung, Yogyakarta, dan Ibu Kota Jakarta. Setiap kali diadakan pameran tentang penciptaan Lambang Negara Garuda Pancasila yang dibikin oleh Sultan Hamid II selalu disambut masyarakat dengan antusias. Baik di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Pontianak, maupun di daerah-daerah pada umumnya di Indonesia. Hal ini sebagai tanda kecintaan seluruh rakyat Indonesia kepada nilai-nilai luhur sejarah budaya bangsa sebagaimana tertuang di dalam seloka Bhinneka Tunggal Ika, lima butir Pancasila, serta Lambang Negara RI Garuda Pancasila.

 Hasil dari agenda perjuangan dalam rangka meluruskan sejarah Sultan Hamid II dan Lambang Negara RI Garuda Pancasila tersebut, membuahkan hipotesis bahwa Sultan Hamid II adalah seorang Perancang Lambang Negara RI, Tokoh Nasional, Negarawan, serta Bapak Bangsa yang patut dihargai dan dihormati oleh seluruh Masyarakat Indonesia. 

Bukti-bukti dan fakta-fakta apa saja yang sudah diajukan untuk memperkuat pengajuan gelar Pahlawan Nasional tersebut? 

Kami belum mengajukan bukti atau fakta apapun kepada Instansi Pemerintah/Negara yang berwenang terhadap pengajuan tersebut. Kami sedang melakukan proses pengajuan. Mungkin 1 atau 2 bulan selesai, proses dimaksud. Namun, dasar atau pijakan terkuat kami adalah karya ilmiah melalui riset Tesis Bapak Turiman Fachturrahman Nur, S.H., M.Hum di Program Pascasarjana Fakultas Hukum (Magister Hukum) Universitas Indonesia, 1999 yang membuktikan bahwa Sultan Hamid II merupakan Perancang Lambang Negara Republik Indonesia; Garuda Pancasila. 

Kemudian karya ilmiah melalui riset Tesis saya, Anshari Dimyati, S.H., M.H. di Program Pascasarjana Fakultas Hukum (Magister Hukum) Universitas Indonesia, 2012 yang membuktikan bahwa Sultan Hamid II tidak terbukti melakukan makar/pemberontakan terhadap negara terkait penyerangan Westerling di Bandung pada tahun 1950, dan "niat" untuk menyerang Rapat Dewan Menteri RIS tidak terbukti atau bukan merupakan sebuah delik atau tindak pidana atau kejahatan. 




Sosok Sultan Hamid.II, dalam Kancah Politik


Bagaimana dukungan Kesultanan dan Rakyat Pontianak terkait rencana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Sultan Hamid II ini? 

Do'a dan dukungan penuh dari Kesultanan Qadriyah Pontianak serta masyarakat Pontianak sangat besar, baik dari unsur Pemerintah kota, kabupaten, maupun provinsi, pun seluruh elemen masyarakat Pontianak dari berbagai kalangan. 

Bagaimana tanggapan pemerintah, termasuk Kementerian Sosial Republik Indonesia, mengenai pengajuan gelar Pahlawan Nasional bagi Sultan Hamid II? 

Tanggapan pemerintah baik di pusat Jakarta maupun di daerah Kalimantan Barat sangat baik. Seperti saya jelaskan di atas, bahwa Kementerian Sosial RI sangat menyambut baik niat kami. Namun rekomendasi pengusulan kami nanti tetap kembali pada keputusan Dewan Gelar maupun Presiden RI. Kami sebelumnya telah menyurati Bapak Presiden Ir. Joko Widodo ketika karnaval khatulistiwa di Pontianak Agustus 2015 yang lalu. Dan hasilnya kemudian kami ketahui bahwa beliau sudah meneruskan surat tersebut kepada Ibu Menteri Sosial RI. 

Apakah Peristiwa Sultan Hamid, (penyerangan sidang Menteri) akan mengganjal hal tersebut?

 Saya kira tidak. Tidak ada alasan untuk mengganjal pengusulan tersebut. Bila dikaitkan dengan kasus penyerangan Westerling di Bandung 23 Februari 1950, jelas Dakwaan Primair tidak terbukti (Putusan Mahkamah Agung RI - 1953). Dan bila dikaitkan rencana atau "Niat" Sultan Hamid II untuk melakukan penyerangan Sidang Dewan Menteri RIS 24 Februari 1950, jelas tidak terjadi penyerangan apapun, tidak terjadi peristiwa apapun, tidak ada tembak-menembak, tidak ada body contact, dan "Niat" yang dia (Sultan Hamid II) batalkan tersebut, bukan merupakan "Delik" atau Tindak Pidana. Dan bilapun terjadi hambatan karena vonis yang sudah terjadi, maka kami akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap Kasus Sultan Hamid II di Mahkamah Agung RI. Kami berharap penegakan hukum dan keadilan diletakkan di atas segalanya, bukan dengan asumsi politik. 



Sultan Hamid.II, dalam Kilatan Lensa


Selama ini, bagaimana penghargaan publik (rakyat Indonesia) terhadap Sultan Hamid II sebagai Perancang Lambang Negara?

 Sejarah Sultan Hamid II dan Lambang Negara RI baru mulai terbuka lebar sejak awal tahun 2000an (yang sebelumnya tertutupi oleh sejarah pemenang kekuasaan). Publik tak begitu mengetahui atau memahami sejarah tersebut. Namun dapat dilihat di media massa maupun elektronik, atau media sosial di Internet, antusias masyarakat Indonesia sangat besar terhadap sejarahnya. Kami beberapa tahun ini sibuk mengelilingi undangan-undangan seminar serta dialog sejarah Sultan Hamid II dan Lambang Negara RI. Hal tersebut karena animo masyarakat yang sangat besar serta merupakan bentuk penghargaan yang besar publik terhadap pencipta lambang negara, Sultan Hamid II. 

Bagaimana Kesultanan Pontianak dibawah kepemimpinan Sultan Hamid II, yang nampaknya lebih sering di luar Pontianak?

 Kesultanan Pontianak berbenah diri setelah pembantaian Jepang terhadap Kesultanan-kesultanan yang ada di Kalimantan Barat 1941-1944. Sejak 29 Oktober 1945 Sultan Hamid II ditabalkan menjadi Sultan Pontianak ke VII menggantikan ayahnya yang dibunuh oleh Jepang, dia mencoba memperbaiki keadaan yang ada. Keadaan di dalam negeri sangat penting, namun keadaan di luar, untuk kemerdekaan juga penting. Sultan Hamid II sebagai kepala Swapraja Pontianak berbagi tugas dengan Pangeran Bendahare (atau saat ini disebut Perdana Menteri).

 Maka dari itu dia lebih terlihat banyak berkiprah secara nasional. Namun, tak sedikit pula yang dia perbuat untuk pontianak pasca ditabalkan sebagai Sultan. Seperti membangun infrastruktur Pontianak, memberikan beasiswa atau menyekolahkan bumi putra yang berprestasi, dan lainnya. Kesibukannya di luar tidak lebih untuk membangun semuanya. Sebagai Sultan, dia membangun Pontianak. Sebagai Kepala Daerah Istimewa Kalimantan Barat (DIKB) dia membangun Kalimantan Barat. Dan sebagai Ketua Bijenkomst voor Federale Overleg (BFO) dan sebagai Menteri Negara RIS dia membangun dan mempersatukan Indonesia.




Transformasi Lambang Negara, Garuda Pancasila

 Bagaimana dukungan rakyat Pontianak terhadap Sultan Hamid II ketika dirinya diangkat sebagai Sultan Pontianak? 

Seperti yang saya jelaskan di atas, dukungan Rakyat Pontianak sangat besar. Dan merindukan sosok pelindung serta pemimpin seperti Sultan Hamid II. 

Bagaimana sikap rakyat Pontianak di tahun 1950an ketika Sultan Hamid II diadili terkait Peristiwa Sultan Hamid II? 

Rakyat Pontianak sangat tidak dapat menerima keadaan tersebut sebetulnya. Karena percaya bahwa Sultan Hamid II tidak mungkin melakukan penyerangan atau pemberontakan. Namun propaganda di Pontianak maupun di Kalimantan Barat sangat besar. Gerakan-gerakan bawah tanah untuk membubarkan DIKB di bawah kepemimpinan Sultan Hamid II juga sedemikian besar setelah ditangkapnya Sultan Hamid II. Keadaan Pontianak kemudian dikuasai oleh pendatang secara politik dan pemerintahan, serta kemiliteran. Namun kecintaan rakyat Pontianak maupun Kalimantan Barat tetap tidak hilang kepada Sultan Hamid II.

 Menurut Anda, apakah ada yang janggal dari pengadilan Sultan Hamid II? 

Jelas ada yang janggal. Politik lebih kental daripada penegakan hukum. Sultan Hamid II ditahan 3 tahun tanpa ada kejelasan hukuman. Dia ditangkap 1950, 3 tahun kemudian baru kasusnya diadili. 

Dimana Sultan Hamid II menjalani hukumannya? 

Yang saya ketahui di Jakarta dan di Yogyakarta (Jogja). 

Berapa lama Sultan Hamid II menjalani masa tahanan? 

Sultan Hamid II diVonis 10 tahun penjara dipotong masa tahanan 3 tahun. Pada tahun 1950 dia ditangkap, tahun 1953 diadili. Namun pada tahun 1958 Sultan Hamid II sudah keluar dari penjara. Artinya dipotong remisi, kelakuan baik, dan dengan perhitungan lainnya masa penjaranya dijalani selama 8 tahun. Grasi yang pernah diajukan Sultan Hamid II kepada Pres. Soekarno, atas usulan Moh. Hatta, ditolak. 

Bagaimana nasib Kesultanan Pontianak ketika beliau dipenjara? 

Terjadi Interregnum (Kekosongan Masa Pemerintahan).

 Bagaimana kabar keluarganya ketika beliau dipenjara? 

Pasca vonis, Istri dan anak-anak Sultan Hamid II ke Belanda. Sesekali datang ke Indonesia untuk melihat keadaan Sultan Hamid II di dalam penjara. 

Apa saja yang dilakukan Sultan Hamid II setelah bebas? 

Ketika bebas pada 1958, Sultan Hamid II tak lagi berpolitik. Namun, empat tahun menghirup udara bebas, dia kembali ditangkap dan dijebloskan ke Rumah Tahanan Militer (RTM) Madiun, Jawa Timur, pada Maret 1962. Tuduhannya adalah melakukan kegiatan makar dan membentuk organisasi illegal bernama Vrijwillige Ondergrondsche Corps (VOC). Dikabarkan, persiapannya dilakukan bersama sejumlah tokoh saat mereka berada di Gianyar, Bali, untuk menghadiri upacara ngaben (pembakaran jenazah) ayah dari Ide Anak Agung Gde Agung. Dalam upacara tersebut hadir sejumlah tokoh oposisi pemerintah, terutama dari dua partai yang sudah dibubarkan, Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI), seperti Mohamad Roem (Masyumi), Sutan Sjahrir (PSI) dan Subadio Sastrosatomo (PSI). Mohammad Hatta hadir, begitu juga Sultan Hamid II yang notabene kawan lama Ide Anak Agung Gde Agung.



Lagu Untuk Sultan Hamid.II, Pangeran Adipati Surya Negara


 Selama empat tahun Sultan Hamid II ditahan tanpa proses pengadilan. Dia baru dibebaskan pada 1966 setelah era Soekarno berakhir. Tuduhan makar terhadap Sultan Hamid II, menurut Ide Anak Agung Gde Agung, kemungkinan besar disebabkan pergunjingan orang-orang di sekitar Soekarno, dan bukan berangkat dari fakta. Bahkan Anak Agung menegaskan bahwa semua tuduhan itu omong kosong.

 Sebab, sejak keluar dari tahanan pada 1958, Sultan Hamid II tak terlibat dalam kegiatan politik sama sekali. Selepas dari penjara tanpa proses peradilan tersebut, Sultan Hamid II beraktivitas di dunia bisnis sampai akhir hayatnya. Sejak 1967 hingga 1978, dia menjadi Presiden Komisaris di PT. Indonesia Air Transport (IAT). 

Pada 30 Maret 1978, pukul 18.15 WIB, Sultan Hamid II wafat di Jakarta. Sultan Pontianak ke-7 itu meninggal dunia ketika sedang melakukan sujud pada shalat maghribnya yang terakhir. Sultan Hamid II dimakamkan di Pemakaman Keluarga Kesultanan Qadriyah Pontianak, di Batu Layang, dengan Upacara Kebesaran Kesultanan Pontianak. Baca juga artikel terkait WAWANCARA atau tulisan menarik lainnya Petrik Matanasi 

(tirto.id - Wawancara) Reporter: Petrik Matanasi Penulis: Petrik Matanasi Editor: Nurul Qomariyah Pramisti 

Baca selengkapnya di artikel ""Sultan Hamid II Tidak Terbukti Melakukan Makar"", https://tirto.id/boCP



Baca selengkapnya di artikel "Sultan Hamid II: Perancang Garuda Pancasila, Pernah Dituduh Makar", 



Upacara Kebesaran, Pentabalan Sultan Pontianak  ke.IX,
DYMM Sultan Syarif Mahmud Melvin Alkadri.SH