Sultan Hamid.II, ikut merancang Konstitusi RIS
Tinggal Menunggu Penetapan Sultan Hamid II Sebagai Pahlawan Nasional
Dalam rangka HUT Kemerdekaan 74 tahun Republik Indonesia,
Sejarah kemerdekaan Indonesia tidak hanya merah putih, tapi penuh dinamika yang mencerminkan kepentingan berbagai kelompok dan berbagai golongan yang ada didalamnya. Pergesekan pemikiran dan ide, konsep dan tatanan dalam berbangsa dan bernegara intens terjadi dalam rapat - rapat , dalam konfrensi demi konfrensi, guna mencapai satu tujuan yang sama :" Kemerdekaan ".
Secara kebetulan sosok Sultan Hamid.II, mengusung konsep yang berbeda dizamanya, meskipun kemudian kita juga menyerap ide dan pemikiran beliau ini, dalam bentuk otonomi daerah namanya. Sebuah kewajaran jika beliau menginginkan hal ini, sebab kersultanan Pontianak sepanjang sejarahnya , memang tidak pernah tunduk dan menyerah kepada Belanda dan VOC nya. Kesultanan Pontianak menerima VOC sebagai mitra, itulah sebabnya di kerajaan ini terkenal suatu daerah yang disebut tanah seribu, yang diberikan oleh Sultan pertama, Sultan Abdurrahman kepada VOC untuk dijadikan tempat berdagang mereka, sekaligus tempat tinggal mereka di Pontianak.
Kesultanan Pontianak meletakkan VOC sebagai mitra bisnis, bukan sebagai Pertuanan. SH.II, memang bukan Republiken, SH.II, Federalis sejati. Beliau mengusung sebuah konsep bernegara yang memberikan hak otonomi seluas-luasnya kepada negara bagian dari sebuah Republik Indonesia Serikat, yang kemudian dalam waktu singkat dilipat oleh mereka yang menginginkan konsep Unitarian, sebuah konsep penyatuan dalam keragaman. sementara RIS terbentuk dan diakui setelah Konfrensi Meja Bundar di Deen Haq negeri Belanda, yang menyetujui memberikan kemerdekaan kepada RIS meliputi beberapa wilayah Hindia Belanda, tidak termasuk Sarawak, Sabah dan Brunei, karena dibawah kekuasaan Inggris.
Tina Astari
Kesultanan Pontianak meletakkan VOC sebagai mitra bisnis, bukan sebagai Pertuanan. SH.II, memang bukan Republiken, SH.II, Federalis sejati. Beliau mengusung sebuah konsep bernegara yang memberikan hak otonomi seluas-luasnya kepada negara bagian dari sebuah Republik Indonesia Serikat, yang kemudian dalam waktu singkat dilipat oleh mereka yang menginginkan konsep Unitarian, sebuah konsep penyatuan dalam keragaman. sementara RIS terbentuk dan diakui setelah Konfrensi Meja Bundar di Deen Haq negeri Belanda, yang menyetujui memberikan kemerdekaan kepada RIS meliputi beberapa wilayah Hindia Belanda, tidak termasuk Sarawak, Sabah dan Brunei, karena dibawah kekuasaan Inggris.
Tapi kedekatan beliau dengan kerajaan Belanda, ditambah beliau juga seorang militer perwira tinggi pasukan Belanda, dan assisten ratu Belanda di Indonesia, istrinya juga orang Belanda, - maka tak pelak sangat mudah untuk menstigma beliau ini sebagai kaki tangan Belanda,- Meskipun SH.II, mencintai negri ini dengan segenap kesadaranya, tapi rupanya tak cukup sebagai bukti. Pihak yang berseberangan tetap merasa was-was dan khawatir, jika suatu waktu, SH.II, berbalik arah. Maka fikiran SH.II yang ingin bersama tapi dalam kemandirian, disalah artikan sebagai boneka Belanda. Keinginan untuk merdeka dari penjajahan, mengatur rumah tangga sendiri, mengelola dan mengolah kekayaan sumber alam Kalimantan sendiri, dan menciptakan kemakmuran bagi daerahnya sendiri, dianggap bentuk pengkhianatan terhadap revolusi.
Maka segera setelah tugasnya merampungkan rancangan lambang negara, dimana beliau duduk sebagai Panitia Lencana Negara, Sultan Hamid.II, harus disingkirkan. Namanya harus di peti es kan. Karirnya harus dihentikan. Ia harus dibuang, dan ditiadakan dari catatan sejarah masa depan. Itulah mengapa dalam buku sejarah, tidak tertulis nama Sultan hamid.II. dan itulah mengapa tidak di cantumkan nama pencipta lambang negara,:" Elang Rajawali Garuda Pancasila,:" sampai hari ini.
Maka segera setelah tugasnya merampungkan rancangan lambang negara, dimana beliau duduk sebagai Panitia Lencana Negara, Sultan Hamid.II, harus disingkirkan. Namanya harus di peti es kan. Karirnya harus dihentikan. Ia harus dibuang, dan ditiadakan dari catatan sejarah masa depan. Itulah mengapa dalam buku sejarah, tidak tertulis nama Sultan hamid.II. dan itulah mengapa tidak di cantumkan nama pencipta lambang negara,:" Elang Rajawali Garuda Pancasila,:" sampai hari ini.
Sultan Hamid.II menjadi korban suatu tragedi atas dasar prasangka , ketika mantan anak buah SH.II, Westerling menggerakkan APRA di Bandung, tak pelak panah fitnah menghunjam dirinya. SH.II, dituduh sebagai dalang dibelakang Westerling dan APRA nya, beliau ditangkap pada 1950 di hotel Des Indes Jakarta, dan dijebloskan ke Bui selama 3 tiga tahun tanpa peradilan.
Pada sidang tahun 1953, meskipun tak dapat dibuktikan keterlibatanya, tapi mahkamah memvonis : " niatnya ," dengan 10 tahun penjara, dipotong masa tahanan 3 tahun. Sejak hari itu, nama Sultan Hamid.II terkubur dalam lembaran hitam sejarah bangsanya.
Ada yang bilang ini pengadilan politik, ada yang bilang ini pembunuhan karakter, dan ada yang bilang ini tidak adil. Apapun itu, satu hal yang pasti, bahwa SH.II, adalah salah satu dari Bapak Bangsa ini, dengan diplomasi dan keterampilan lobby- lobbynya, Belanda mengakui RIS sebagai sebuah negara. Pengakuan ini adalah modal dasar kemerdekaan kita.
Proklamasi adalah sebuah pernyataan sikap kita, bahwa adanya keinginan yang kuat segenap bangsa untuk merdeka, untuk menentukan nasib sendiri. untuk berdiri diatas kaki sendiri, mengelola harta kekayaan sendiri, dan mengangkat harkat dan martabat bangsa yang diinjak - injak penjajah 350 tahun lamanya. Tapi tanpa pengakuan Internasional, kita tetap akan berhadapan agresi demi agresi, bukan hal yang mudah bagi penjajah untuk melepaskan kenikmatan menghisap kekayaan negeri jajahanya, begitu saja.
Hari ini, 74 tahun kita merdeka,
Apakah tujuan dan cita -cita yang kita Proklamirkan sudah tercapai?
Apakah Bumi dan air serta apa yang terkandung didalamnya sudah kita nikmati?
Rasanya Orde Lama sudah tumbang, Orde Baru sudah berlalu, Reformasi ? Apakah tujuannya hanya agar kita bisa mengubah dan meng amandemen UUD45, saja? Lalu kita sudah puas atasnya? Dulu negara dijalankan dengan GBHN, Garis Besar Haluan Negara, Moral di setarakan dengan Pendidikan Moral Pancasila, Penataran P4, dan penerapan kesadaran berbangsa dan bernegara ditanamkan dan dikukuhkan dalam rasa kebersamaan.
Tapi sekarang ? Rasanya kita masuk kepusaran Hedonisme, memperkaya diri membabi buta, korupsi untuk kepentingan diri sendiri dan kelompok , seakan kita ingin hidup selamanya, dan mewariskan kekayaan untuk tujuh turunan generasi kita berikutnya.
Rasanya cita -cita Proklamasi makin jauh tertinggal. Ide dan konsep hanya manis untuk dijual, bukan diterapkan. Politisi berlomba mencari kursi. Pejabat hanya memikirkan dirinya, keluarganya dan kelompoknya. Elit negara takut sengsara dan ketika masih berkuasa membabi buta menumpuk harta. Hasil alam dijual kepada asing atau aseng, yang penting dapat komisi dan fee. Rakyat hanya diperalat dan disebut dengan nama keren,:" Konstituen,:' Rasa kebersamaan makin jauh jaraknya. Empati sudah lenyap dari hati. Kita tak sanggup lagi menitikkan air mata ketika melihat penderitaan sesama anak bangsa. nyawa anak bangsa terasa menjadi begitu murah bahkan tak berharga ketika berhadapan dengan siapa yang disebut sebagai penguasa, atas nama stabilitas dan keamanan. Keamanan untuk siapa? untuk rakyat banyak, atau untuk segelintir mereka yang diberi mandat oleh rakyat untuk mengurus negara? Dan yang lebih parah Bahkan kita sanggup tertawa pongah, dengan menginjak mayat saudara kita sebangsa ?.
Rasanya cita -cita Proklamasi makin jauh tertinggal. Ide dan konsep hanya manis untuk dijual, bukan diterapkan. Politisi berlomba mencari kursi. Pejabat hanya memikirkan dirinya, keluarganya dan kelompoknya. Elit negara takut sengsara dan ketika masih berkuasa membabi buta menumpuk harta. Hasil alam dijual kepada asing atau aseng, yang penting dapat komisi dan fee. Rakyat hanya diperalat dan disebut dengan nama keren,:" Konstituen,:' Rasa kebersamaan makin jauh jaraknya. Empati sudah lenyap dari hati. Kita tak sanggup lagi menitikkan air mata ketika melihat penderitaan sesama anak bangsa. nyawa anak bangsa terasa menjadi begitu murah bahkan tak berharga ketika berhadapan dengan siapa yang disebut sebagai penguasa, atas nama stabilitas dan keamanan. Keamanan untuk siapa? untuk rakyat banyak, atau untuk segelintir mereka yang diberi mandat oleh rakyat untuk mengurus negara? Dan yang lebih parah Bahkan kita sanggup tertawa pongah, dengan menginjak mayat saudara kita sebangsa ?.
lalu bagaimana nasib bangsa ini nantinya ?
Selamat Hari Kemerdekaan kawan, !
Indonesia, 1945 -1950
Transformasi Elang Rajawali Garuda Pancasila
Sah! Secara Defacto Gambar Garuda Pancasila Karya Sultan Pontianak ke VII

SERTIFIKAT. Anshari Dimyati menerima sertifikat penetapan gambar rancangan asli lambang negara Indonesia sebagai Benda Cagar Budaya Peringkat Nasional dari Kemendikbud RI di
Triyana Wulandari yang mewakili Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhajir Effendi menyerahkan kepada Ketua Yayasan Sultan Hamid II, Anshari Dimyati. “Dengan adanya sertifikat ini, Alhamdulillah ini salah satu langkah kita untuk kemajuan yang bagus,” kata Anshari kepada Rakyat Kalbar.
Dijelaskan Anshari, selama ini lambang negara tersebut belum di akui secara dejure. Tapi secara defacto perlahan-lahan mulai diakui. Ditambah lagi dengan cagar budaya tingkat Nasional. Artinya Pemerintah Indonesia melalui Kemendikbud mengakui secara defacto dan menguatkan bahwa perancang lambang negara adalah Sultan Hamid II. “Buktinya adalah lambang negara yang telah dibuatnya menjadi situs cagar budaya tingkat nasional,” ujarnya.
Kemudian dilakukanlah investigasi oleh Direktorat Cagar Budaya dan Pemukiman. Setelah selesai investigasi akhirnya dilakukan pengkajian atau pengujian sekitar 15 profesor lintas Perguruan Tinggi.
“Yayasan Sultan Hamid II kemudian melakukan presentasi di hadapan 15 profesor tadi. Untuk ditetapkan apakah lambang negara Garuda Pancasila yang dipegang oleh sekretaris pribadi Sultan Hamid lI itu apakah layak untuk diberikan status Cagar Budaya Peringkat Nasional,” papar Anshari.
Setelah melalui pengujian akhirnya pada 26 Agustus 2016, lambang negara Indonesia yang asli disposisi Presiden Soekarno ditetapkan sebagai Cagar Budaya Tingkat Nasional. Melalui SK 204/2016 oleh Kemendikbud yang ditandatangani Muhajir Efendy. “Secara keseluruhan gambar rancangan lambang negara tersebut hasil karya Sultan Hamid II,” tegasnya.
Langkah kedepannya tinggal menunggu status pahlawan nasional kepada Sultan Hamid II. Pengajuan sudah dilakukan pada 2016 melalui tahap Tim Peneliti Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) Pusat. Dinas Sosial Provinsi Kalbar kata dia, sudah merekomendasikan Sultan Hamid II layak menjadi pahlawan nasional.
Namun rupanya berkas dinyatakan belum lengkap oleh tingkat pusat. Akhirnya tahun 2017 mengajukan kembali dengan melengkapi semua persyaratan yang disyaratkan oleh TP2GD Pusat.
“Sudah dianggap lengkap oleh Kemensos RI, nyatanya di tahun 2017, belum ditetapkan sebagai pahlawan nasional, tapi semua syarat sudah kita penuhi,” jelasnya
Menurutnya, tinggal dikembalikan kepada putusan Presiden. Dia berharap mudah-mudahan penetapan tersebut dilakukan tahun ini. Yaitu pada November, bertepatan dengan Hari Pahlawan. “Sultan Hamid II ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional,” harap Anshari.
Terpisah, Sultan Pontianak, Sultan Syarif Machmud Melvin Alkadrie mengucapkan terima kasih terhadap Mendikbud yang telah memberikan sertifikat Benda Cagar Budaya Tingkat Nasional terhadap gambar rancangan asli lambang negara sketsa Sultan Hamid II.
Namun ada satu hal lagi yang ia inginkan. Bahwa pengakuan pemerintah terhadap lambang negara merupakan rancangan putra Kalbar Sultan Syarif Abdul Hamid lI Alkadrie yang merupakan Sultan Pontianak ke VII.
“Saya berterima kasih kepada Yayasan Sultan Hamid II. Dan keinginan saya pribadi beserta keluarga besar Kesultanan Pontianak, pengakuan dari pada pemerintah terhadap perancang lambang negara ini,” tutup Sultan Syarif Machmud Melvin Alkadrie.( Laporan: Maulidi Murni , Editor: Arman Hairiadi )
================================================
Kisah Sultan Hamid II
Perancang Burung Garuda yang Dituduh dan Dipenjara 10 Tahun
Kamis , 1 Juni 2017