Rabu, 07 Agustus 2019

Menunggu Anugrah Gelar Pahlawan Bangsa



Sultan Hamid.II, ikut merancang Konstitusi RIS

Tinggal Menunggu Penetapan Sultan Hamid II Sebagai Pahlawan Nasional


Dalam rangka HUT Kemerdekaan 74 tahun Republik Indonesia,

Sejarah kemerdekaan Indonesia tidak hanya merah putih, tapi penuh dinamika yang mencerminkan kepentingan berbagai kelompok dan berbagai golongan yang ada didalamnya. Pergesekan pemikiran dan ide, konsep dan tatanan dalam berbangsa dan bernegara intens terjadi dalam rapat - rapat , dalam konfrensi demi konfrensi, guna mencapai satu tujuan yang sama :" Kemerdekaan ".

Secara kebetulan sosok Sultan Hamid.II, mengusung konsep yang berbeda dizamanya, meskipun kemudian kita juga menyerap ide dan pemikiran beliau ini, dalam  bentuk otonomi daerah namanya. Sebuah kewajaran jika beliau menginginkan hal ini, sebab kersultanan Pontianak sepanjang sejarahnya , memang tidak pernah tunduk dan menyerah kepada Belanda dan VOC nya. Kesultanan Pontianak menerima VOC sebagai mitra, itulah sebabnya di kerajaan ini terkenal suatu daerah yang disebut tanah seribu, yang diberikan oleh Sultan pertama, Sultan Abdurrahman kepada VOC untuk dijadikan tempat berdagang mereka, sekaligus tempat tinggal mereka di Pontianak. 


Tina Astari 

Kesultanan Pontianak meletakkan VOC sebagai mitra bisnis, bukan sebagai Pertuanan.  SH.II, memang bukan Republiken, SH.II, Federalis sejati. Beliau mengusung sebuah konsep bernegara yang memberikan hak otonomi seluas-luasnya kepada negara bagian dari sebuah Republik Indonesia Serikat, yang kemudian dalam waktu singkat dilipat oleh mereka yang menginginkan konsep Unitarian, sebuah konsep penyatuan dalam keragaman. sementara RIS terbentuk dan diakui setelah Konfrensi Meja Bundar di Deen Haq negeri Belanda, yang menyetujui memberikan kemerdekaan kepada  RIS meliputi beberapa wilayah Hindia Belanda, tidak termasuk Sarawak, Sabah dan Brunei, karena dibawah kekuasaan Inggris. 

Tapi kedekatan beliau dengan kerajaan Belanda, ditambah beliau juga seorang militer perwira tinggi pasukan Belanda, dan assisten ratu Belanda di Indonesia, istrinya juga orang Belanda, - maka tak pelak sangat mudah untuk menstigma beliau ini sebagai kaki tangan Belanda,-  Meskipun SH.II, mencintai negri ini dengan segenap kesadaranya, tapi rupanya tak cukup sebagai bukti. Pihak yang berseberangan tetap merasa was-was dan khawatir, jika suatu waktu, SH.II, berbalik arah. Maka fikiran SH.II yang ingin bersama tapi dalam kemandirian, disalah artikan sebagai boneka Belanda. Keinginan untuk merdeka dari penjajahan, mengatur rumah tangga sendiri, mengelola dan mengolah kekayaan sumber alam Kalimantan sendiri, dan menciptakan kemakmuran bagi daerahnya sendiri, dianggap bentuk pengkhianatan terhadap revolusi.

 Maka segera setelah tugasnya merampungkan rancangan lambang negara, dimana beliau duduk sebagai Panitia Lencana Negara, Sultan Hamid.II, harus disingkirkan. Namanya harus di peti es kan. Karirnya harus dihentikan. Ia harus dibuang, dan ditiadakan dari catatan sejarah masa depan. Itulah mengapa dalam buku sejarah, tidak tertulis nama Sultan hamid.II. dan itulah mengapa tidak di cantumkan nama pencipta lambang negara,:" Elang Rajawali Garuda Pancasila,:" sampai hari ini.   

Sultan Hamid.II menjadi korban  suatu tragedi atas dasar prasangka , ketika mantan anak buah SH.II, Westerling menggerakkan APRA di Bandung, tak pelak panah fitnah menghunjam dirinya. SH.II, dituduh sebagai dalang dibelakang Westerling dan APRA nya, beliau ditangkap pada 1950 di hotel Des Indes Jakarta, dan dijebloskan ke Bui selama 3 tiga tahun tanpa peradilan.



Pada sidang tahun 1953, meskipun tak dapat dibuktikan keterlibatanya, tapi mahkamah memvonis : " niatnya ,"  dengan 10 tahun penjara, dipotong masa tahanan 3 tahun. Sejak hari itu, nama Sultan Hamid.II  terkubur dalam lembaran hitam sejarah bangsanya.

Ada yang bilang ini pengadilan politik, ada yang bilang ini pembunuhan karakter, dan ada yang bilang ini tidak adil. Apapun itu, satu hal yang pasti, bahwa SH.II, adalah salah satu dari Bapak Bangsa ini, dengan diplomasi dan keterampilan lobby- lobbynya, Belanda mengakui RIS sebagai sebuah negara. Pengakuan ini adalah modal dasar kemerdekaan kita. 

Proklamasi adalah sebuah pernyataan sikap kita, bahwa adanya keinginan yang kuat segenap bangsa untuk merdeka, untuk menentukan nasib sendiri. untuk berdiri diatas kaki sendiri, mengelola harta kekayaan sendiri, dan mengangkat harkat dan martabat bangsa yang diinjak - injak penjajah 350 tahun lamanya. Tapi tanpa pengakuan Internasional, kita tetap akan berhadapan agresi demi agresi, bukan hal yang mudah bagi penjajah untuk melepaskan kenikmatan menghisap kekayaan negeri jajahanya, begitu saja.

Hari ini, 74 tahun kita merdeka,

Apakah tujuan dan cita -cita yang kita Proklamirkan sudah tercapai? 
Apakah Bumi dan air serta apa yang terkandung didalamnya sudah kita nikmati? 
Rasanya Orde Lama sudah tumbang, Orde Baru sudah berlalu, Reformasi ? Apakah tujuannya hanya agar kita bisa mengubah dan meng amandemen UUD45, saja? Lalu kita sudah puas atasnya? Dulu negara dijalankan dengan GBHN, Garis Besar Haluan Negara, Moral di setarakan dengan Pendidikan Moral Pancasila, Penataran P4, dan penerapan kesadaran berbangsa dan bernegara ditanamkan dan dikukuhkan dalam rasa kebersamaan.
Tapi sekarang ? Rasanya kita masuk kepusaran Hedonisme, memperkaya diri membabi buta, korupsi untuk kepentingan diri sendiri dan kelompok , seakan kita ingin hidup selamanya, dan mewariskan kekayaan untuk tujuh turunan generasi kita berikutnya.

Rasanya cita -cita Proklamasi makin jauh tertinggal. Ide dan konsep hanya manis untuk dijual, bukan diterapkan. Politisi berlomba mencari kursi. Pejabat hanya memikirkan dirinya, keluarganya dan kelompoknya. Elit negara takut sengsara dan ketika masih berkuasa membabi buta menumpuk harta. Hasil alam dijual kepada asing atau aseng, yang penting dapat komisi dan fee. Rakyat hanya diperalat dan disebut dengan nama keren,:" Konstituen,:' Rasa kebersamaan makin jauh jaraknya. Empati sudah lenyap dari hati. Kita tak sanggup lagi menitikkan air mata ketika melihat penderitaan sesama anak bangsa. nyawa anak bangsa terasa menjadi begitu murah bahkan tak berharga ketika berhadapan dengan siapa yang disebut sebagai penguasa, atas nama stabilitas dan keamanan. Keamanan untuk siapa? untuk rakyat banyak, atau untuk segelintir mereka yang diberi mandat oleh rakyat untuk mengurus negara? Dan yang lebih parah Bahkan kita sanggup tertawa pongah, dengan menginjak mayat saudara kita sebangsa ?.

lalu bagaimana nasib bangsa ini nantinya ?

Selamat Hari Kemerdekaan kawan, !



Indonesia, 1945 -1950


Transformasi Elang Rajawali Garuda Pancasila

Sah! Secara Defacto Gambar Garuda Pancasila Karya Sultan Pontianak ke VII







SERTIFIKAT. Anshari Dimyati menerima sertifikat penetapan gambar rancangan asli lambang negara Indonesia sebagai Benda Cagar Budaya Peringkat Nasional dari Kemendikbud RI di 

Triyana Wulandari yang mewakili Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhajir Effendi menyerahkan kepada Ketua Yayasan Sultan Hamid II, Anshari Dimyati. “Dengan adanya sertifikat ini, Alhamdulillah ini salah satu langkah kita untuk kemajuan yang bagus,” kata Anshari kepada Rakyat Kalbar.
Dijelaskan Anshari, selama ini lambang negara tersebut belum di akui secara dejure. Tapi secara defacto perlahan-lahan mulai diakui. Ditambah lagi dengan cagar budaya tingkat Nasional. Artinya Pemerintah Indonesia melalui Kemendikbud mengakui secara defacto dan menguatkan bahwa perancang lambang negara adalah Sultan Hamid II. “Buktinya adalah lambang negara yang telah dibuatnya menjadi situs cagar budaya tingkat nasional,” ujarnya.

SKETSA. Inilah sketsa gambar rancangan asli lambang negara Indonesia, Elang Rajawali – Garuda Pancasila sketsa final Sultan Syarif Hamid II Alkadrie yang disposisi oleh Presiden RI Soekarno. Anshari Dimyati for
Anshari menjelaskan, mekanisme hingga gambar rancangan asli lambang RI ini menjadi cagar budaya tingkat nasional. Dimana sebelumnya sudah dilakukan pengkajian dari Cagar Budaya Peringkat Nasional ke rumah pendiri Yayasan Sultan Hamid II sekaligus Sekretaris Pribadi Sultan Hamid II, Max Yusuf Alkadrie. Karena memegang gambar rancangan asli tersebut.

Kemudian dilakukanlah investigasi oleh Direktorat Cagar Budaya dan Pemukiman. Setelah selesai investigasi akhirnya dilakukan pengkajian atau pengujian sekitar 15 profesor lintas Perguruan Tinggi.
“Yayasan Sultan Hamid II kemudian melakukan presentasi di hadapan 15 profesor tadi. Untuk ditetapkan apakah lambang negara Garuda Pancasila yang dipegang oleh sekretaris pribadi Sultan Hamid lI itu apakah layak untuk diberikan status Cagar Budaya Peringkat Nasional,” papar Anshari.
Setelah melalui pengujian akhirnya pada 26 Agustus 2016,  lambang negara Indonesia yang asli disposisi Presiden Soekarno ditetapkan sebagai Cagar Budaya Tingkat Nasional. Melalui SK 204/2016 oleh Kemendikbud yang ditandatangani Muhajir Efendy. “Secara keseluruhan gambar rancangan lambang negara tersebut hasil karya Sultan Hamid II,” tegasnya.
Langkah kedepannya tinggal menunggu status pahlawan nasional kepada Sultan Hamid II. Pengajuan sudah dilakukan pada 2016 melalui tahap Tim Peneliti Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) Pusat. Dinas Sosial Provinsi Kalbar kata dia, sudah merekomendasikan Sultan Hamid II layak menjadi pahlawan nasional.
Namun rupanya berkas dinyatakan belum lengkap oleh tingkat pusat. Akhirnya tahun 2017 mengajukan kembali dengan melengkapi semua persyaratan yang disyaratkan oleh TP2GD Pusat.
“Sudah dianggap lengkap oleh Kemensos RI, nyatanya di tahun 2017, belum ditetapkan sebagai pahlawan nasional, tapi semua syarat sudah kita penuhi,” jelasnya
Menurutnya, tinggal dikembalikan kepada putusan Presiden. Dia berharap mudah-mudahan penetapan tersebut dilakukan tahun ini. Yaitu pada November, bertepatan dengan Hari Pahlawan. “Sultan Hamid II ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional,” harap Anshari.
Terpisah, Sultan Pontianak, Sultan Syarif Machmud Melvin Alkadrie mengucapkan terima kasih terhadap Mendikbud yang telah memberikan sertifikat Benda Cagar Budaya Tingkat Nasional terhadap gambar rancangan asli lambang negara sketsa Sultan Hamid II.


Namun ada satu hal lagi yang ia inginkan. Bahwa pengakuan pemerintah terhadap lambang negara merupakan rancangan putra Kalbar Sultan Syarif Abdul Hamid lI Alkadrie yang merupakan Sultan Pontianak ke VII.
“Saya berterima kasih kepada Yayasan Sultan Hamid II. Dan keinginan saya pribadi beserta keluarga besar Kesultanan Pontianak, pengakuan dari pada pemerintah terhadap perancang lambang negara ini,” tutup Sultan Syarif Machmud Melvin Alkadrie.(  Laporan: Maulidi Murni , Editor: Arman Hairiadi )

================================================

Kisah Sultan Hamid II

 Perancang Burung Garuda yang Dituduh dan Dipenjara 10 Tahun

Kamis , 1 Juni 2017 
BBC
Hari ini Indonesia memeringati tanggal 1 juni dengan upacara pengibaran bendera.
Ini kali pertama harlah Pancasila berlaku tanggal merah, demi memupuk kesadaran persatuan bangsa Indonesia. Beruntunglah Indonesia punya Pancasila.  Namun, tahukah Anda siapa perancang lambang garuda Pancasila? Dialah Sultan Hamid II. Raja dari Kesultanan Kadriah Pontianak Kalimantan Barat.
Sultan Hamid II (kanan) bersama Presiden Sukarno dalam sebuah acara menjelang Konferensi Meja Bundar 1949.





Sultan Hamid II (kanan) bersama Presiden Sukarno dalam sebuah acara menjelang Konferensi Meja Bundar 1949. Juni tahun lalu, Jurnalis BBC Indonesia, Heyder Affan, menyampaikan hasil penelusurannya soal sosok Sultan Hamid II menurut berbagai sumber dan sejahrawan tanah air.

Dikatakan, nama Sultan Hamid II mungkin dilupakan karena dianggap terlibat upaya kudeta Westerling 1950.
Kini disebut-sebut ada upaya untuk membersihkan namanya.
Sejarah seringkali milik para pemenang, dan di sisi lain pihak yang kalah acapkali dilupakan. Dalam sejarah kontemporer Indonesia, sosok Sultan Hamid II -yang pernah menjabat menteri negara dalam Kabinet Republik Indonesia Serikat (RIS) pertama. Barangkali termasuk kategori yang kalah.


Jasanya dalam merancang lambang negara Indonesia, burung Garuda Pancasila, seperti dilupakan begitu saja setelah dia diadili dan dihukum 10 tahun penjara terkait rencana kudeta oleh kelompok eks KNIL pimpinan Kapten Westerling pada 1950.


"Dia dilupakan, karena dituduh terlibat peristiwa Westerling, termasuk ingin membunuh Sultan Hamengkubowo (Menteri Pertahanan saat itu)," kata sejarahwan Taufik Abdullah kepada BBC, Selasa (2/6/2015).
Setelah upaya kudeta kelompok Westerling digagalkan, temuan pemerintah RIS menyimpulkan Sultan Hamid "telah mendalangi seluruh kejadian tersebut, dengan Westerling bertindak sebagai senjata militernya  Pada 22 Januari 1950, sekitar 800 orang pasukan KNIL pimpinan Westerling menduduki sejumlah tempat penting di Bandung, setelah menghabisi 60 orang tentara RIS. Mereka kemudian berhasil diusir dari Bandung.


Peristiwa APRA, Westerling
Di Jakarta, empat hari kemudian, pasukan Westerling hendak melanjutkan kudeta, tetapi berhasil digagalkan karena lebih dulu bocor.
Disebutkan, pasukannya berencana membunuh beberapa tokoh Republik, termasuk Menteri Pertahanan Sultan Hamengkubuwono IX.
Walaupun Sultan Hamid II membantah terlibat dalam upaya kudeta Westerling, pengadilan MA menyatakan dirinya bersalah. Kemudian dia dihukum penjara sepuluh tahun. Dalam buku Nationalism dan Revolution in Indonesia (1952), George Mc Turnan Kahin, menulis setelah upaya kudeta itu digagalkan, temuan pemerintah RIS menyimpulkan Sultan Hamid "telah mendalangi seluruh kejadian tersebut, dengan Westerling bertindak sebagai senjata militernya."
Walaupun membantah terlibat dalam kasus itu, pengadilan menyatakan dirinya bersalah. Kemudian dia dihukum penjara sepuluh tahun.
"Di situlah namanya habis. Dia dianggap pengkhianat," kata Taufik Abdullah.

Sejarah resmi Indonesia kemudian melupakannya. Ketika pria kelahiran Pontianak 1913 ini meninggal dunia lebih dari 35 tahun silam, jasadnya bahkan tidak dikubur di makam pahlawan.
Sosok penyokong konsep negara Federal ini seperti dihilangkan, walaupun dia adalah perancang lambang negara Indonesia, burung Garuda Pancasila.

Gambar : Perjalanan rancangan lambang Garuda Pancasila hingga kini, termasuk rancangan awal Sultan Hamid II.







"Sultan Hamid sudah resmi diakui dalam jasanya membuat lambang burung Garuda," kata peneliti sejarah politik kontemporer Indonesia, Rusdi Hoesin kepada BBC Indonesia, Jumat (5/6/2015).Sebagai Menteri negara, Syarif Abdul Hamid Alkadrie ditugasi oleh Presiden Sukarno untuk merancang gambar lambang negara. Ini ditindaklanjuti dengan pembentukan panitia yang diketuainya.
Belakangan, konsep rancangan Sultan Hamid yang terpilih, menyisihkan rancangan Muhammad Yamin Sebagai Menteri negara, Syarif Abdul Hamid Alkadrie ditugasi oleh Presiden Sukarno untuk merancang gambar lambang negara. Ini ditindaklanjuti dengan pembentukan panitia yang diketuainya.
"Meskipun (burung Garuda) itu belum berjambul, masih botak. Dan cengkeraman (atas pita) masih terbalik," kata Rusdi Hoesin.
Namun fakta ini, menurutnya, tidak banyak diungkap setelah sang pencipta lambang negara itu menjadi pesakitan.

Bukan 'dalang' kudeta Westerling
Setelah reformasi bergulir, sejumlah intelektual muda Kota Pontianak, Kalimantan Barat -tempat kelahiran Sultan Hamid II- menggugat yang mereka sebut sebagai kebohongan sejarah.



Sultan Hamid II (kanan), Ketua Majelis permusyawaratan negara-negara Federal (BFO) ikut berunding dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949.

Anshari Dimyati, yang juga Ketua Yayasan Sultan Hamid II, melalui penelitian tesis master di Universitas Indonesia, menyimpulkan Ketua Majelis permusyawaratan negara-negara Federal (BFO) ini tidak bersalah dalam peristiwa Westerling awal 1950. "Sultan Hamid II memang mempunyai niat untuk melakukan penyerangan dan membunuh tiga dewan Menteri RIS, tapi tidak jadi dilakukan dan penyerangan pun tidak terjadi. Itu yang harus diluruskan," kata Anshari Dimyati, Selasa (2/6/2015).
Hasil temuan Anshari juga menyimpulkan, bahwa perwira lulusan Akademi militer Belanda itu bukan "dalang" peristiwa APRA di Bandung awal 1950.
"Dia bukan orang yang memotori atau bukan orang di belakang penyerangan Westerling atas Divisi Siliwangi di Bandung," katanya.Menurutnya, peradilan tidak dapat membuktikan dugaan keterlibatan Sultan Hamid dalam kasus itu.
"Dia didakwa telah bersalah oleh opini dan statement media massa yang memberitakan tentang kasus ini... peradilan di Indonesia kala itu sangat dipengaruhi oleh faktor politik," jelas Anshari.

Sketsa Asli
Alumni Universitas Indonesia lainnya, Turiman Fachturrahman -juga melalui tesis masternya. menemukan bukti-bukti otentik yang menguatkan peran penting Sultan Hamid II sebagai perancang lambang negara, GarudaPancasila.
Selama empat tahun, Turiman mengaku melakukan penelitian dengan menemui sejumlah pihak. Sketsa awal rancangan lambang negara yang dibuat oleh Sultan Hamid II.  "Dan saya menemukan sketsa-sketsa dokumen (perancangan logo burung Garuda) yang diberikan Sultan Hamid kepada Mas Agung," ungkap Turiman kepada BBC Indonesia, Selasa (2/6/2015). Salah-satunya adalah sketsa rancangan lambang negara karya Sultan Hamid dan Muhammad Yamin, katanya.
Berdasarkan hasil liputan aktivis pers mahasiswa Nur Iskandar dalam tabloid Mimbar Untan, Universitas Tanjungpura Pontianak, Turiman kemudian berhasil menemukan naskah asli rancangan lambang negara karya Sultan Hamid. "Kami menelusuri lagi ke keluarga Kadriyah, dan kebetulan didapatkan naskah aslinya," kata Turiman.

Korban 'kampanye hitam'
Hasil penelitian Anshari dan Turiman ini kemudian diterbitkan dalam buku 'Sultan Hamid II, sang perancang lambang negara' pada pertengahan 2013 lalu.
"Buku ini salah-satu langkah awal publikasi sehingga nama Sultan hamid II tidak perlu harus ditutup atau samar-samar dalam parade sejarah Indonesia," demikian prolog buku tersebut.
"Dia bukanlah pengkhianat negara seperti black campaign pada masa kehidupannya, namun pahlawan negara yang karya ciptanya menduduki peringkat tertinggi di dalam struktur negara, yaitu lambang negara Elang Rajawali Garuda Pancasila," tulis mereka. Kampanye terbuka, melalui pameran dan diskusi di berbagai forum, pun digelar oleh masyarakat Kalimantan Barat untuk apa yang mereka sebut sebagai pelurusan sejarah.
Lebih lanjut Turiman mengharap agar negara mengakui jasa pria yang bernama asli Syarif Hamid Alqadrie ini sebagai perancang lambang negara, Garuda Pancasila.

Diskriminasi hukum
"Karena di dalam UU hak cipta, nama perancang harus disebutkan namanya, sama seperti perancang lagu kebangsaan Indonesia Raya, WR Supratman," kata Turiman.
Dalam UU nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, nama WR Supratman disebut dengan jelas, tetapi tidak ada nama Sultan Hamid II, katanya. Ada harapan agar negara mengakui jasa Sultan Hamid II sebagai perancang lambang negara, Garuda Pancasila.
"Di sinilah ada diskriminasi hukum. Tidak satu pun pasal yang menyatakan bahwa lambang negara adalah rancangan Sultan Hamid II," ujar Turiman.
Bagaimanapun, Sultan Hamid II hidup dalam masa-masa gelap revolusi Indonesia, ketika banyak kelompok yang masih bersemangat membawa Indonesia ke arah yang sesuai persepsinya masing-masing. Sejarah memang bukan matematika yang terukur jelas dan acapkali hanya dimiliki para pemenang. Namun tak semestinya sejarah meniadakan jasa para pesakitan.(Heyder Affan/BBC)

 Artikel ini telah tayang di posbelitung.co dengan judul Kisah Sultan Hamid II, Perancang Burung Garuda yang Dituduh dan Dipenjara 10 Tahun, https://belitung.tribunnews.com/2017/06/01/kisah-sultan-hamid-ii-perancang-burung-garuda-yang-dituduh-dan-dipenjara-10-tahun?page=4.

Editor: aladhi