Minggu, 23 Januari 2011

Kesultanan Banjar, Pontianak, dan Matan Tanjungpura

BY : SAY Qadrie
Pustaka Sejarah



Sultan Pontianak ke IX 
2017 - sekarang 




Kesultanan Kadriah 1771 – 2017, hingga Sekarang

        Kesultanan ini tidak pernah menjadi wilayah jajahan Belanda sejak awal masa pendirianya,1771 hingga menyatakan diri bergabung dengan Republik Indonesia Serikat : 23 Agustus 1949 setelah Konfrensi meja bundar di DeenHaag negeri Belanda yang mengakui secara "De Jure" ( Secara Hukum Internasional ) berdirinya negara Republik Indonesia Serikat ( RIS )  . 

       Sepanjang sejarahnya, Sultan menerima VOC dan kemudian Kerajaan Belanda dengan prinsip :" Duduk sama rendah, Berdiri sama tinggi,:" atau kesetaraan dalam semua hal.




DYMM Sultan Syarif Mohammad 
Ibni Almarhum Sultan Syarif Yusuf 
Sultan Pontianak ke.VI




Ibu kota Pontianak

Pemerintahan Monarki absolut Islam


Sejarah

- Didirikan 23 Oktober 1771

- Penabalan 1 September 1778

- Tragedi Mandor 1944

          Kesultanan Kadriah Pontianak didirikan pada tahun 1771 oleh Seorang Putra  dari  Sayyid Husin bin Ahmad bin Husin bin Mohammad yang saat itu menjabat sebagai mufti besar kerajaan Mempawah, dibawah kekuasaan Raja Opu Daeng Manambon.

       Dipimpin oleh al-Sayyid Syarif 'Abdurrahman al-Kadrie, keturunan Rasulullah dari Imam Ali ar-Ridha.

        Sultan Abdurrahman melakukan dua pernikahan politik di Kalimantan, pertama dengan putri dari Panembahan Mempawah, Opu Daeng Manambon, dan kedua dengan putri Kesultanan Banjarmasin (Dikenal dengan Ratu Syarif Abdul Rahman, puteri dari Sultan Sepuh Tamjidullah I, bernama : Syahranum, atau, Syahra banun).




Bendera dan Lambang Kesultanan Pontianak : 1778 M - 2020


       Setelah mereka mendapatkan tempat di Pontianak, kemudian mendirikan Istana Kadariah dan mendapatkan pengesahan sebagai Sultan Pontianak dari Raja Muda Riau, pada tahun 1778.



Sultan-Sultan Kadriah Pontianak 
Sultan  dan Masa pemerintahan

1.  Syarif Abdurrahman Alkadrie (1771-1808)

2 .Syarif Kasim Alkadrie    (  1808-1819)

3.  Syarif Osman Alkadrie (1819-1855)

4.  Syarif Hamid Alkadrie          ( 1855-1872)

5.  Syarif Yusuf Alkadrie (1872-1895)

6.  Syarif Muhammad Alkadrie (1895-1944)

7. Syarif Hamid Alkadrie         ( 1945-1950)

8. Syarif Abubakar Alkadrie (2004 - 2017 )

9. Syarif Mahmud Melvin Alkadrie ( 2017 - Sekarang )



Sejarah singkat  Kesultanan Banjar: 




Keraton Banjar Lama 



#, Kesultanan Banjar atau Kesultanan Banjarmasin, : 



 #, Berdiri pada Tahun 1520, dihapuskan sepihak oleh Belanda pada 11 Juni 1860. 


       Namun rakyat Banjar tetap mengakui ada pemerintahan darurat/pelarian yang baru berakhir pada 24 Januari 1905. Namun sejak 24 Juli 2010, Kesultanan Banjar hidup kembali dengan dilantiknya Sultan Khairul Saleh.[17]

    Wilayah Negara bagian Sukadana/Tanjungpura (sebagian besar Kalbar)[62] Kerajaan Sukadana/Tanjungpura diperintah oleh Dinasti Majapahit.



#,  Sejarah Pendirian Kesultanan Banjarmasin, 


Pendiri : Raden Samudra, dikenal dengan nama : Sultan Suriansyah, 


        Berdirinya Kerajaan Banjar tidak lepas dari melemahnya pengaruh Negara Daha sebagai kerajaan yang berkuasa saat itu. Tepatnya pada saat Raden Sukarama memerintah Negara Daha, menjelang akhir kekuasaannya dia mewasiatkan tahta kekuasaan Negara Daha kepada cucunya yang bernama Raden Samudera. 

          anak dari putrinya Puteri Galuh Intan Sari. Ayah dari Raden Samudera adalah Raden Manteri Jaya, putra dari Raden Begawan, saudara Maharaja Sukarama . 

         Akan tetapi, wasiat tersebut ditentang oleh ketiga anak Raden Sukarama yaitu Mangkubumi, Tumenggung dan Bagulung. Setelah Raden Sukarama wafat, Pangeran Tumenggung merebut kekuasaaan dari pewaris yang sah yaitu Raden samudera dan merebut tahta kekuasaan Negara Daha.

        Dibantu oleh Arya Taranggana, Pangeran Samudra melarikan diri dengan sampan ke hilir sungai Barito. Sepeninggal Sukarama, Pangeran Mangkubumi menjadi Raja Negara Daha, selanjutnya digantikan Pangeran Tumenggung yang juga putra Sukarama. 

        Pangeran Samudra yang menyamar menjadi nelayan di daerah Balandean dan Kuin, ditampung oleh Patih Masih di rumahnya. Oleh Patih Masih bersama Patih Muhur, Patih Balitung diangkat menjadi raja yang berkedudukan di Bandarmasih.

       Di daerah hilir sungai barito Pangeran Samudera dilindungi oleh kelompok orang melayu yang menempati wilayah itu. Kampung orang melayu itu disebut kampung oloh masih yang artinya kampung orang melayu pimpinan Pati Masih. Lama kelamaan kampung ini berkembang menjadi kota banjarmasih karena ramainya perdagangan di tempat ini dan banyaknya pedagang yang menetap.

       Dalam pelarian politiknya, raden Samudera melihat potensi Banjarmasih dengan sumber daya manusianya dapat dijadikan kekuatan potensial untuk melawan kekuatan pusat, yaitu Negara Daha. Kekuatan Banjarmasih untuk melakukan perlawanan terhadap Negara Daha akhirnya mendapat pengakuan formal setelah komunitas melayu mengangkat Raden Samudera sebagai kepala Negara.

       Pengangkatan sebagai kepala negara menjadi titik balik perjuangan Raden Samudera. Terbentuknya kekuatan politik baru di banjarmasih, sebagai kekuatan politik tandingan bagi Negara Daha ini menjadi media politik bagi Raden Samudera dalam usahanya memperoleh haknya sebagai Raja di Negara Daha, sedangkan bagi orang Melayu merupakan media mereka untuk tidak lagi membayar pajak kepada Negara Daha.






         Setelah menjadi Raja di Banjarmasih, Raden Samudera dianjurkan oleh Patih Masih untuk meminta bantuan Kerajaan Demak. Permintaan bantuan dari Raden Samudera diterima oleh Sultan Demak, dengan syarat Raden Samudera beserta pengikutnya harus memeluk agama Islam. 

         Syarat tersebut disanggupi Raden Samudera dan Sultan Demak mengirimkan kontingennya yang dipimpin oleh Khatib Dayan. Setibanya di Banjarmasih, kontingen Demak bergabung dengan pasukan dari Banjarmasih untuk melakukan penyerangan ke Negara Daha di hulu sungai Barito.

        Pangeran Tumenggung melakukan penyerangan ke Bandarmasih. 

       Pangeran Samudra dibantu Kerajaan Demak dengan kekuatan 40.000 prajurit dengan armada sebanyak 1.000 perahu yang masing-masing memuat 400 prajurit mampu menahan serangan tersebut.) 

      Setibanya di daerah yang bernama Sanghiang Gantung, pasukan Bandarmasih dan Kontingen Demak bertemu dengan Pasukan Negara daha dan pertempuran pun terjadi. Pertempuran ini berakhir dengan suatu mufakat yang isinya adalah duel antara Raden samudera dengan Pangeran Tumenggung. 

       Dalam duel itu, Raden Samudera tampil sebagai pemenang dan pertempuran pun berakhir dengan kemenangan banjarmasih.

      Akhirnya Pangeran Tumenggung bersedia menyerahkan kekuasaan Kerajaan Negara Daha kepada Pangeran Samudra. Kerajaan Negara Daha kemudian dilebur menjadi Kesultanan Banjar yang beristana di Bandarmasih. Sedangkan Pangeran Tumenggung diberi wilayah di Batang Alai.

      Setelah kemenangan dalam pertempuran, Raden Samudera memindahkan Rakyat Negara Daha ke Banjarmasih dan Raden Samudera dikukuhkan sebagai Kepala negaranya. Pembauran penduduk Banjarmasih yang terdiri dari rakyat Negara Daha, Melayu, Dayak dan orang jawa (kontingen dari Demak) menggambarkan bersatunya masyarakat di bawah pemerintahan Raden Samudera. 

      Pengumpulan penduduk di banjarmasih menyebabkan daerah ini menjadi ramai, ditambah letaknya pada pertemuan sungai barito dan sungai martapura menyebabkan lalu lintas menjadi ramai dan terbentuknya hubungan perdagangan.

      Raden Samudera akhirnya menjadikan Islam sebagai agama negara dan rakyatnya memeluk agama Islam. Gelar yang dipergunakan oleh Raden Samudera sejak saat itu berubah menjadi Sultan Suriansyah. 

Kerajaan Banjar pertama kali dipimpin oleh Sultan Suriansyah ini.



Bangsawan Banjar



Sebutan Kehormatan di kalangan kerajaan Banjarmasin : 

Sultan, disebut: Tuan Yang Maha Mulia Paduka Seri Sultan

Gubernur Jenderal VOC: Tuan Yang Maha Bangsawan Gubernur Jenderal.

Permaisuri disebut Ratu jika keturunan bangsawan atau Nyai Ratu jika berasal dari kalangan biasa, sedangkan para selir disebut Nyai.

        Anak laki-laki raja bergelar Gusti (= Raden/Raden Aria pada zaman Hindu & awal Islam), dan jika anak permaisuri akan mendapat gelar Pangeran dan jika menjabat Dipati mendapat gelar berganda menjadi Pangeran Dipati. 

       Para Pangeran keturunan Sultan yang memerintah menurunkan gelar "Gusti" ini kepada keturunannya baik anak lelaki maupun wanita. Para Gusti (lelaki) yang sudah jauh garis keturunannya dengan Sultan yang memerintah hanya menurunkan gelar Gusti hanya kepada anak lelaki.

       Anak perempuan raja bergelar Gusti (= Raden Galuh pada zaman Hindu), jika anak permaisuri akan mendapat gelar Putri dan setelah menikah mendapat gelar Ratu.

     Andin, menurut Tutur Candi gelar tersebut untuk keturunan kerajaan Negara Daha yang telah dikalahkan oleh Sultan Suriansyah dan tidak diperkenankan lagi memakai gelar Pangeran.

      Antung, gelar untuk putera/puteri dari wanita "Gusti" yang menikah dengan orang kalangan biasa. Antung setara dengan gelar Utin (wanita) di Kotawaringin.

      Seorang lelaki dari kalangan biasa yang menikah dengan puteri Sultan, akan mendapat gelar Raden. Raden juga merupakan gelar bagi pejabat birokrasi dari golongan Nanang/Anang misalnya gelar Raden Tumenggung, yang selanjutnya meningkat menjadi Raden Dipati. 

        Menurut Hikayat Banjar, gelar Nanang diberikan untuk kalangan keluarga Ampu Jatmika yang disebut Kadang Haji (haji= raja), sedangkan keluarga isteri Ampu Jatmika tidak mendapat gelar tersebut atau juga diberikan kepada lelaki dari kalangan biasa  yang menikah dengan puteri Sultan misalnya Nanang Sarang (digunakan pada abad ke-17).

        Seorang lelaki keturunan Arab yang menikah dengan puteri Sultan akan mendapat gelar Pangeran Serip (Syarif), sedangkan puteri Sultan tersebut menjadi isteri permaisuri disebut Ratu Serip (Ratu Syarif).[71]



Pakaian  Gadis Banjar



Berikut ini adalah daftar Raja / Sultan yang pernah memerintah di Kesultanan Banjar.: 

1.#(1520-1546) Sultan Suryanullah/Suriansyah atau Raden Samudra 

2.# (1546-1570) Sultan Rahmatullah bin Sultan Suriansyah             

3.#(1570-1595) Sultan  Hidayatullah.I. bin Rahmatullah                   

4.#(1595-1641)Sultan Mustain Billah bin Sultan Hidayatullah I       

5.# (1641-1646)Sultan Inayatullah bin Sultan Mustain Billah         


6.#(1646-1660) Sultan Saidullah bin Sultan Inayatullah                    

7.#(1660-1663)Sultan Ri’ayatullah bin Sultan Mustain Billah          

8.#(1663-1679)Sultan Amrullah Bagus Kasuma bin Sultan Saidullah 

9.#(1663-1679) Sultan Agung/Pangeran Suria Nata (ke-2) bin Sultan Inayatullah  Mengkudeta/mengambil hak kemenakan nya Sultan Amrullah Bagus Kasuma bin Sultan Saidullah atau Raden Bagus sebagai Sultan Banjar

10.#(1679-1700) Sultan Amrullah Bagus Kasuma/Suria Angsa/Saidillah bin Sultan Saidullah  

11.#(1700-1717)Sultan Tahmidullah I/Panembahan Kuning bin Sultan Amrullah 

12.#(1717-1730) Kasuma Dilaga/Tahlilullah  

13.#(1730-1734) Sultan il-Hamidullah/Sultan Kuning bin Sultan Tahmidullah I 

14.#(1734-1759) Sultan Tamjidullah I bin Sultan Tahmidullah I 

15.#(1759-1761)Sultan Muhammadillah/ Muhammad Aliuddin Aminullah bin Sultan Il-Hamidullah/SultanKuning 

16.#(1761-1801) Sunan Nata Alam(Pangeran Mangkubumi) bin Sultan Tamjidullah I    

17.#(1801-1825) Sultan Sulaiman al-Mutamidullah/Sultan Sulaiman Saidullah II bin Tahmidullah II

18.#(1825-1857) Sultan Adam Al-Watsiq Billah bin Sultan Sulaiman al-Mutamidullah 

19.#(1857-1859) Sultan Tamjidullah II al-Watsiq Billah bin 
Pangeran Ratu Sultan Muda Abdur Rahman bin Sultan Adam          

20.#(1859-1862)Sultan Hidayatullah Halilillah bin Pangeran Ratu Sultan Muda Abdur Rahman bin Sultan Adam 

21.#(1862)Pangeran Antasari bin Pangeran Mashud bin Sultan Amir bin Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah 


22.# (1862-1905) Sultan Muhammad Semanbin Pangeran Antasari Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin


23.# Saat ini , :  (2010). Sultan Haji Khairul Saleh Al-Mu’tashim Billah bin Gusti Jumri bin Gusti Umar bin Pangeran Haji Abubakar bin Pangeran Singosari bin Sultan Sulaiman al-Mu’tamidullah (2010).



Kesultanan Banjar.: 


        Kesultanan Banjar atau biasa disebut juga Kesultanan Banjarmasin adalah sebuah kerajaan islam di Kalimantan yang berdiri tahun 1520 dan dihapuskan sepihak oleh Belanda pada 11 Juni 1860. Namun rakyat Banjar tetap mengakui ada pemerintahan darurat/pelarian yang baru berakhir pada 24 Januari 1905.

     Kesultanan Banjar merupakan penerus dari Kerajaan Negara Daha yaitu kerajaan Hindu yang beribukota di kota Negara, sekarang merupakan ibukota kecamatan Daha Selatan, Hulu Sungai Selatan.


Lambang Kesultanan Banjar





# Sukadana, Matan, Tanjungpura abad ke : 16



         Wilayah Negara bagian Sukadana/Tanjungpura (sebagian besar Kalbar)[62] Kerajaan Sukadana/Tanjungpura diperintah oleh Dinasti Majapahit.

       Kerajaan Sukadana menjadi vazal sejak era Kerajaan Banjar-Hindu. Sejak pernikahan Raden Saradewa/Giri Mustaka dengan Putri Gilang (Dayang Gilang) cucu Sultan Mustainbillah maka sebagai hadiah perkawinan Sukadana/Matan dibebaskan dari membayar upeti.

        [26] Saat itu Raja Sukadana memiliki bisnis dan tinggal di Banjarmasin dan termasuk anggota Dewan Mahkota. Pada tahun 1622, kerajaan Sukadana berubah dari pemerintahan Panembahan menjadi kesultanan, selanjutnya Panembahan Giri Mustaka bergelar Sultan Muhammad Safi ad-Din.

       Pada tahun 1661 Sukadana/Matan terakhir kalinya Sukadana mengirim upeti kepada Kesultanan Banjar.

         Di bawah pemerintahan Sultan Muhammad Zainuddin kembali mengirim upeti sebagai daerah perlindungan Kesultanan Banjar.

     Kemudian Sukadana dianggap sebagai vazal Kesultanan Banten setelah mengalami kekalahan dalam perang Sukadana-Landak pada tahun 1700 (dimana Landak dibantu Banten & VOC), 

   Kemudian Banten menyerahkan Landak (vazal Banten) dan Tanah Sukadana/Tanjungpura (sebagian besar Kalbar) kepada VOC-Belanda pada 26 Maret 1778, kemudian diserahkan oleh VOC di bawah supremasi pemerintahan Sultan Pontianak, karena itu gelar Sultan untuk penguasa Sukadana/Matan diubah menjadi : Panembahan[63



Makam tua di Banjar