Pustaka Sejarah Kadriah
BBy : STTS
Ada pula pekerjaan saya yang dengan kemauan saya
sendiri saya kerjakan, ialah mengatur (inrichten) rumah-rumah menteri-menteri. Meskipun Bung Hatta menyatakan
keberatannya, bahwa saya mengerjakan itu, akan tetapi pekerjaan saya teruskan.
Saya toh harus bekerja buat Rp. 1.000 sebulan itu!
Saudara Ketua,
Dengan gambaran kedudukan dan tugas saya sebagai
menteri negara di atas, sekali lagi saya bertanya, Berdaya apakah saya untuk
turut serta mengatasi kesukaran- kesukaran dan kesulitan-kesulitan yang
dihadapi oleh negara dan pemerintah?
Saudara Ketua,
Dalam pemeriksaan telah saya jelaskan, saya
merasa putus asa karena keadaan di dalam negeri. Menurut pandangan saya waktu itu, masyarakat
kita diancam oleh 4 bahaya yang maha besar.
Pertama:
saya kemukakan bahaya kekacauan dalam lapangan ekonomi dan bahaya
lainnya sebagai akibat dari itu. Dan saya sangsikan apakah perekenomian
sekarang ada lebih baik daripada waktu saya belum ditangkap.
Soal kedua ialah soal keamanan.:
Hingga kini soal ini masih
belum dapat dipecahkan juga. Kalau saya tidak salah, belum lama ini dalam
parlemen soal ini menjadikan salah satu acara pembicaraan.
Hal ketiga yang saya ajukan, ialah soal komunisme.:
Menurut
keyakinan saya, bahaya komunisme ini bukan bahaya impian, akan tetapi bahaya
yang sangat riil. Mungkin saya dalam hal ini salah raba, akan tetapi di dalam
hal demikian bukan saya saja yang salah raba. Bukankah pada tanggal 17 Agustus
1951 oleh pemerintah dilakukan penangkapan secara besar-besaran?
Soal yang keempat ialah :
mengenai pimpinan tentara dan hal-hal yang berhubungan dengan itu. Kalau saya tidak salah, beberapa bulan yang lalu terdapat tanda-tanda yang menunjukkan, bahwa dalam pimpinan tentara ada hal-hal yang tidak sebagaimana mestinya.
mengenai pimpinan tentara dan hal-hal yang berhubungan dengan itu. Kalau saya tidak salah, beberapa bulan yang lalu terdapat tanda-tanda yang menunjukkan, bahwa dalam pimpinan tentara ada hal-hal yang tidak sebagaimana mestinya.
Alangkah baiknya, apabila sehabis tiga tahun ini
diadakan balans untuk melihat di
mana saya ada salah raba.
Saudara Ketua, demikianlah keadaannya,
Ketika
saya pada pertengahan bulan Januari 1950 pergi ke Pontianak.
Di sanalah saya
mengetahui adanya hasutan-hasutan terhadap diri saya, yang dilakukan oleh
aliran-aliran yang menghendaki dihapuskannya negara-negara bagian. Apa yang
saya telah dengar mengenai lain-lain negara bagian, saya rasakan sendiri di
daerah saya.
Dapatlah dimengerti bagaimana perasaan saya pada
ketika itu. Apakah yang saya telah perbuat dalam perjuangan kemerdekaan, yang
menyebabkan saya diperlakukan bagaikan sampah?
Bahu-membahu dengan RI saya
telah turut serta di dalam perjuangan untuk mendapat hasil yang
sebesar-besarnya. Dan saya dapatnya membantu itu, justru oleh karena ada backing dari daerah saya.
Akan tetapi sekarang
daerah saya dihasut-hasut terhadap saya. Dan bantuan apakah yang saya dapat
dari RI? Manakah Konperensi Antar-Indonesia? Manakah UUD Sementara? Manakah
ucapan-ucapan yang muluk-muluk dari para pemimpin RI?
Pendek kata, pengalaman saya di Pontianak itu
menyebabkan timbulnya rasa amarah, jengkel dan lain-lain. Dengan diliputi
perasaan-perasaan inilah saya kembali ke Jakarta dan ingatlah saya akan tawaran
Westerling yang dulu telah saya tolak itu.
Dengan tak dipikir lebih panjang, saya minta
datangnya Westerling ke Jakarta.
Serenta saya mendengar daripadanya, bahwa
tawarannya dulu itu masih berlaku, saya menyatakan kesanggupan saya untuk
memegang opper commando dari pasukan nya,
asal saja Westerling memenuhi dulu beberapa syarat yang saya ajukan.
Sebagai
telah dikemukakan dalam sidang, syarat -syarat itu terutama mengenai besarnya pasukan, persenjataan, dislocatie, keuangan, dan
kekuasaan opper commando. Akan tetapi sampai saya ditangkap, Westerling
belum sama sekali memenuhi syarat-syarat yang saya ajukan itu untuk dapat
menerima opper commando.
Saudara Ketua,
Dari pemeriksaan, yang serba teliti, yang
dilakukan oleh Mahkamah Agung dapat dibuktikan, bahwa saya tidak lebih
mengetahui gerakan Westerling daripada yang lain-lainnya.
Saya sama sekali
tidak mengetahui apakah Westerling itu betul-betul mempunyai tentara atau
tidak. Akan tetapi dari kenyataan, bahwa yang melakukan penyerbuan di Bandung
itu hanya terdiri dari kesatuan dari KNIL dan VB Negara Pasundan yang tidak
begitu banyak orangnya, dapat diambil kesimpulan bahwa Angkatan Perang Ratu
Adil itu hanya ada dalam fantasi nya Westerling sendiri.
Mungkin inilah
sebabnya ia tak dapat memenuhi syarat-syarat yang saya ajukan itu.
Akan tetapi terlepas dari soal ada atau tidak
adanya APRA itu, dari keterangan Najoan dan pula dari keterangan Burger yang
dibacakan di sidang, sudah jelas kiranya, bahwa saya sama sekali tidak turut
campur dalam serangan di Bandung.
Perkataan-perkataan yang saya gunakan untuk
mencela Westerling oleh karena serangannya di Bandung itu begitu pedas dan
kasar, sehingga Mahkamah Agung menganggap bijaksana, apabila
perkataan-perkataan tidak diulangi di sidang oleh saksi Najoan.
Apakah Westerling akan menerima celaan yang
sehebat itu, apabila sayalah yang memerintahkan serangan itu?
Perkataan-perkataan saya cukup mengandung hinaan- hinaan bagi seorang
laki-laki, apalagi seorang opsir, sehingga tak akan dapat diterima, bahwa
Westerling sama sekali tak menimbulkan reaksi, kalau memang ia tidak salah.
Saudara Ketua,
Sampailah saya sekarang kepada perintah yang
saya berikan kepada Westerling pada tanggal 24 Januari 1950.
Sebagai saya telah uraikan di atas, perbuatan
saya itu hanya merupakan suatu reaksi dari kejadian-kejadian dari luar yang
memberi tekanan yang sehebat-hebatnya kepada jiwa dan pikiran saya.
Keadaan di luar negeri tidak memuaskan, bahkan
membahayakan.
Menurut berita- berita yang saya terima, di mana-mana ada bahaya
timbulnya kekacauan di segala lapangan dalam masyarakat kita. Pemerintah
negara-negara bagian dilumpuhkan oleh karena masih tetap dipertahankannya,
sekalipun tidak resmi, “schaduw
bestuur” di masing-masing daerah atau oleh karena adanya intimidasi
terhadap pegawai-pegawainya ataupun oleh karena hebatnya pertentangan
antara “co” dan “non”.
Tindakan-tindakan dari pemerintah untuk
mengatasi kesulitan-kesulitan tadi menurut pandangan saya tidak ada atau hanya
sedikit sekali.
Kecuali dari itu, sebagai saya telah katakan di
atas, saya merasa diperdaya dan dicedera oleh pemimpin-pemimpin saya sendiri,
hal mana sangat menyinggung perasaan saya.
Sebagai pemimpin-pemimpin RI yang memelopori
perjuangan, mereka saya hargai dan hormati setinggi-tingginya. Saya menaruh
kepercayaan sepenuhnya, bahwa apa yang mereka katakan dan janjikan, juga akan
dipegang seteguh-teguhnya oleh mereka.
Akan tetapi bagaimana dalam kenyataannya?
Antar-Indonesia, UUD Sementara,
kesanggupan-kesanggupan dan janji-janji dipandang sepi belaka, seolah-olah
tidak ada. UUD Sementara RIS boleh dikatakan belum kering tintanya sudah
dilempar dalam keranjang kotoran, seolah-olah semua itu hanya merupakan kertas
sobekan saja. Dan apakah yang diperbuat oleh kabinet untuk mencegah segala
sesuatu itu? Sama sekali tidak ada.
Di samping itu semua, yang membikin meluap saya,
ialah apa yang saya alami sendiri di Pontianak ketika saya pada pertengahan
bulan Januari 1950 mengunjungi daerah saya. Oleh aliran-aliran yang hendak
menghapuskan negara-negara bagian rakyat dihasut terhadap diri saya dengan
maksud supaya mereka benci kepada saya dan tak lagi menghendaki saya.
Saudara Ketua,
Dapatkah orang melukiskan rasa pedih hati saya?
Sudah ketujuh turunan saya berada di Kalimantan Barat.
Nenek moyang saya boleh
dikatakan menjadi pengalas (grondlegger) daerah itu.
Sejarah daerah dan rakyatnya sukar untuk dipisah-pisahkan dari sejarah dan
riwayat kaum saya. Saya dilahirkan dan menjadi besar di tengah-tengah mereka. Sekarang mereka dihasut dengan maksud untuk
mengusir saya.
Saya tak berdaya untuk berbuat sesuatu apa.
Saudara Ketua,
Rasa pedih dan sedih membalik menjadi rasa pegal
dan cemas, amarah timbul dalam hati saya. Dengan keadaan demikian dalam hati
sanubari kembalilah saya ke Jakarta. Pikiran saya diliputi oleh awan yang
gelap.
Dalam keadaan yang demikianlah saya menyatakan
kesanggupan saya kepada Westerling untuk memegang opper commando, apabila Westerling memenuhi syarat-syarat
sebagai yang telah saya uraikan di atas.
Dengan pikiran yang tak dapat dipandang rasionil
pula saya memerintahkan penyerbuan sidang Dewan Menteri dan pembunuhan tiga
pejabat tinggi itu.
Percayalah, bahwa pikiran penyerbuan itu timbul
pada ketika pembicaraan dengan Westerling pada tanggal 24 Januari 1950 siang.
Sebelumnya sama sekali tak ada maksud untuk melakukan penyerbuan itu. Kebenaran
keterangan saya ini dapat dinyatakan dengan tiadanya persiapan sama sekali
untuk melakukannya, sebagai juga diterangkan oleh saksi Najoan.
Akan tetapi syukur alhamdulillah,
serenta saya
agak tenang, ialah sesudah mandi, insyaflah saya akan perbuatan saya yang tidak
patut itu. Maka oleh karena itu saya mengambil putusan untuk mengambil
tindakan-tindakan yang perlu guna menjaga jangan sampai perintah saya itu
dijalankan. Tindakan-tindakan apa yang akan saya ambil itu telah saya uraikan
dalam sidang Mahkamah Agung.
Berhubung dengan itu, dalam sidang-sidang Mahkamah
Agung tak pernah saya merasa gelisah (van mijn stuk gebracht) kecuali waktu saksi Mr. Wahab, Sekretaris
Dewan Menteri didengar sebagai saksi mengenai waktu berakhirnya sidang kabinet
pada tanggal 24 Januari 1950.
Di sini saya menyatakan dengan tegas, bahwa saya
mengenal Mr. Wahab sebagai orang yang jujur dan integer. Dari sebab itu saya
yakin bahwa keterangan beliau yang bertentangan dengan keterangan saya itu
diberikan dengan kejujuran yang mutlak (absoluut ter goeder trouw).
Mengenai soal waktu berakhirnya sidang kabinet
tadi selanjutnya saya serahkan kepada pembela saya untuk mengupasnya.
Saya hanya mau menyatakan, bahwa hingga kini
saya berkeyakinan, bahwa sidang itu telah berakhir sebelum jam 19.00.
Saudara Ketua,
Meskipun perintah saya tadi tak terjadi apa-apa,
sekalipun saya secara juridis tak berasa salah, akan tetapi secara moril dosa
saya itu saya rasakan seberat-beratnya. Seumur hidup tak akan saya lupakan.
Saudara Ketua,
Dengan penuh perhatian saya telah mendengarkan
uraian Jaksa Agung di dalam requisitoir-nya.
Saya maklum benar-benar, bahwa kedudukan Jaksa
Agung dalam perkara saya ini agak sulit.
Bukankah beliau terpaksa membela hal-hal, yang
sebenarnya memang salah sedang beliau kemudian harus menyatakan pendapatnya
mengenai sesuatu perbuatan yang sebenarnya hanya merupakan suatu akibat yang
logis dari apa yang terjadi sebelumnya itu tadi.
Apa yang mengherankan saya, Saudara Ketua, ialah
ucapan Saudara Jaksa Agung, bahwa gerakan yang dinamis dianggap oleh beliau
tepat sekalipun gerakan itu bertentangan atau melanggar UUD.
Perkataan yang demikian itu agak ganjil oleh
karena dikeluarkan oleh pejabat yang tertinggi yang seharusnya menuntut
pelanggar-pelanggar Undang-undang, akan tetapi saya mengerti benar-benar
kesulitan Saudara Jaksa Agung yang terpaksa bertindak dan memberi pemandangan
yang bertentangan dengan keyakinannya juridis.
Pembentukan RIS - 1949
Saudara Ketua,
Dengan diterimanya UUD baru Jaksa Agung yang
lama, yang tak dapat menuntut saya di bawah kekuatan UUD Sementara RIS
meletakkan jabatannya dan diganti oleh Jaksa Agung yang sekarang ini. Akan
tetapi Jaksa Agung yang sekarang ini pun ternyata tak dapat mengatasi
kenyataan, bahwa saya tak berbuat suatu apa yang bertentangan dengan UUD
Sementara RIS, yang berlaku pada waktu itu.
Dari sebab itu saya dapat mengerti
bahwa Jaksa Agung mengemukakan dinamis massa untuk menyatakan kesalahan saya,
oleh karena beliau secara juridis tak dapat menyalahkan perbuatan saya.
Apakah kejahatan yang paling besar dalam suatu
negara? Kejahatan terhadap perseorangan atau suatu golongan orang-orang (groeps-gemeenschap) ataukah terhadap
negara?
Tentu kejahatan terhadap negaralah yang paling
besar.
Dari sebab itu, apakah bukan suatu keganjilan
(ironi), bahwa satu-satunya menteri yang tidak melanggar sumpahnya atas UUD
Sementara RIS dimaki-maki, dicerca, diejek sebagai pengkhianat negara, sedang
dari menteri-menteri yang melanggar sumpahnya tak seorang pun yang dihadapkan
di muka pengadilan.
Bukankah kita, para menteri dalam kabinet yang
pertama dan yang terakhir dari RIS di tangan Presiden Soekarno di Jogja telah
bersumpah setia kepada UUD Sementara RIS?
Bukankah kita dengan caranya masing-masing telah
bersumpah akan taat kepada UUD tadi sebagai dasar kedaulatan dan ketentuan
hukum di dalam negara kita?
Dengan mengemukakan segala sesuatu tadi, sama
sekali bukan maksud saya untuk menuntut supaya menteri-menteri yang lainnya itu
dituntut pula. Yang saya kehendaki dengan ucapan saya tadi, ialah supaya jangan
mengukur dengan dua ukuran.
Saudara Ketua,
Dalam salah satu sidang Jaksa Agung menanyakan
kepada saya, apakah saya mempunyai ketentuan, bahwa UUD Sementara RIS memang
disetujui oleh rakyat. Atas pertanyaan, yang menurut saya tidak ada
perhubungannya dengan perkara ini, saya menjawab dengan pendek, bahwa UUD itu
telah di-ratificeer oleh Parlemen dari masing-masing negara
bagian, juga oleh RI Jogja.
Saya sebenarnya sekarang dapat pula mengajukan
pertanyaan kepada Jaksa Agung, apakah UUD Sementara RI, yang sekarang berlaku,
dapat persetujuan dari rakyat. Sebab juga UUD ini tidak ditetapkan oleh
Perwakilan Rakyat yang dipilih secara bebas dan secara rahasia.
Jika saya tidak salah rumus UUD itu diajukan
kepada parlemen untuk ditetapkan dengan tidak diperkenankan kepada parlemen
menggunakan hak amandemen.
Saudara Ketua,
Meskipun pembelaan juridis akan saya serahkan
kepada pembela saya, akan tetapi serenta mendengar hukuman yang dimintakan oleh
Jaksa Agung, teringatlah saya kepada hukuman-hukumanyang dijatuhkan di dalam
perkara peristiwa 3 Juli 1946.
Apabila saya dianggap salah, apakah kesalahan
saya lebih besar daripada kesalahan para terdakwa dalam peristiwa 3 Juli 1946
itu.
Di dalam perkara saya belum dan pula tak akan
terjadi apa-apa. Dalam peristiwa 3 Juli 1946 para terdakwa telah nyata-nyata
melakukan perbuatan untuk merobohkan Pemerintahan RI. Dan apabila kita
mengingat, bahwa waktu itu RI sebagai pusat perjuangan sedang menghadapi musuh
dan oleh karenanya perbuatan itu benar-benar dapat membahayakan perjuangan,
maka menurut saya tak ada kesangsianlah kejahatan mana yang lebih berat.
Menurut pendapat saya perbuatan para terdakwa
dalam peristiwa 3 Juli 1946 jauh lebih berat daripada perbuatan saya. Akan
tetapi di dalam perkara itu, kepada hoofddaders hanya dijatuhi hukuman empat tahun penjara
dengan dipotong waktu dalam tahanan.
Saudara Ketua,
Bukan maksud saya untuk mengatakan, bahwa mereka
itu harus dihukum lebih berat akan tetapi yang saya kehendaki ialah janganlah
diadakan diskriminasi.
Saudara Ketua,
Meskipun mungkin tidak ada hubungannya yang
langsung dengan perkara saya ini, akan tetapi saya rasa ada perlunya pula untuk
mengemukakan di sini suatu hal yang mengenai diri saya yang agak aneh dan yang
mengherankan saya. Yang saya maksud, ialah putusan Menteri Dalam Negeri 2
September 1952 No. Pem. 66/25/6, menurut putusan mana saya diberhentikan dari
kedudukan saya sebagai Wakil Kepala Swapraja Pontianak.
Yang agak aneh dalam keputusan ini ialah:
(1e). Pelepasan dilakukan dengan terugwerkende kracht, ialah mulai
tanggal 5 April 1950.
(2e). Putusan ini diambil pada tanggal 2
September 1952, akan tetapi baru dikirimkan kepada saya pada tanggal 2 Januari
1953, jadi sebentar sebelum perkara ini diperiksa oleh Mahkamah Agung.
(3e).Putusan ini hingga kini belum pernah
diumumkan.
Mengenai soal apakah Menteri Dalam Negeri
berkuasa melepas Kepala Swapraja, tak akan saya bicarakan di sini.
Alasan pelepasan bagi saya tidak jelas. Di dalam
putusan tadi disebut, “berhubung dengan kejadian-kejadian yang oleh karenanya
harus diberhentikan dari kedudukannya sebagai Wakil Kepala Swapraja Pontianak”.
Timbul pertanyaan sekarang: Apakah pemberhentian
ini berhubung dengan perkara saya yang sekarang diperiksa oleh Mahkamah Agung
ini?
Jika demikian pemerintah telah mendahului
keputusan pengadilan.
Jika mengenai pegawai biasa, yang lazimnya
pegawai yang tersangkut perkara “dischorst” lebih dulu atau dilepas dengan mempertangguhkan julukan
“dengan hormat” atau “tidak dengan hormat” sampai ada keputusan pengadilan.
Apabila oleh pengadilan dianggap salah, pegawai itu dilepas tidak dengan hormat
dan penglepasan mulai dengan harinya ia “dischorst”.
Tidak demikian perlakuan terhadap saya. Wakil
Kepala Swapraja rupanya kurang hak-haknya daripada pegawai biasa, atau
dipandang sama sekali tidak mempunyai hak sesuatu apapun juga. Dengan tidak
menunggu keputusan pengadilan saya dilepas begitu saja dengan “terugwerkendekracht” sedang saya tidak
pernah“dischorst”. Mungkinkah ini?
Apakah gerangan yang menyebabkan pemerintah di
dalam perlakuannya terhadap saya melupakan dasar-dasar negara sebagai negara
hukum yang berpangkal kepada Pancasila?
Manakah kebijaksanaan? Manakah keadilan?
Apakah sebabnya putusan itu baru diterimakan
kepada saya sebentar sebelum perkara saya diperiksa oleh pengadilan?
Apakah sebabnya putusan itu hingga sekarang
belum juga diumumkan?
Atas pertanyaan-pertanyaan ini inginlah saya
mengetahui jawabannya.
Saudara Ketua,
Sekianlah saya mengenai pemberhentian saya
sebagai Wakil Kepala Swapraja.
Sebelum mengakhiri pembelaan saya pada
tempatnyalah, apabila saya di sini mengucapkan banyak-banyak terima kasih atas
perlakuan diri saya dari pihak Jaksa Agung selama tiga tahun saya dalam
tahanan.
Apa yang dimungkinkan oleh peraturan-peraturan
untuk meringankan nasib saya selama itu telah dikerjakan oleh Jaksa Agung
dengan stafnya.
Saudara Ketua,
Saya akhiri pembelaan saya dengan menyatakan,
bahwa saya tetap merasa berbahagia sebagai putera Indonesia, yang telah
mendapat kehormatan sebesar-besarnya untuk dapat turut serta di dalam
perjuangan mencapai kemerdekaan bagi nusa dan bangsa.
Bagaimanapun bunyinya putusan Mahkamah Agung nanti,
apakah saya akan bebas ataupun akan dijatuhi hukuman, tenaga saya tetap saya
sediakan, apabila kelak negara membutuhkannya.
Saudara Ketua,
Dengan uraian-uraian di atas, nasib saya
sekarang saya serahkan kepada Mahkamah Agung dengan penuh kepercayaan.
Terima Kasih,
Jakarta,25 Maret 1953
Sultan Hamid.II
Jakarta,25 Maret 1953
Sultan Hamid.II
Baca Yang lain seputar Sultan Hamid II
1. Minority Report, Klik >> : SH II Korban Minority Report ?
2. SH II Dalam Dilema , Klik >> : Kontroversi Hukum SH II