Kasus - kasus Anak Cucu Sayyid Husein Al Qadri
By : SAY Qadrie
Pustaka Sejarah
Bagian ketiga ( dari 4 tulisan )
" Hanya Al Qadri yang bisa menelusuri dan mengenali kaum kerabat Al Qadri, karena sama jalurnya dan adanya hubungan darah serta kekeluargaan mereka" Selain Al Qadri, tentunya mereka lebih baik fokus menelusuri jalur mereka masing-masing" Karena Al Qadri terlalu besar puak nya dan terlalu luas sebarannya di Nusantara ini" DYMM Sultan Pontianak ke. IX.
III. Kasus - kasus Anak Cucu Sayyid Husein Al Qadri
Anak cucu Sayyid Husein ini dikenal dengan "Ghirah- nya" dalam ber dakwah.
Mereka tidak segan meninggalkan tanah leluhurnya Mempawah dan Pontianak, untuk ber dakwah. Nampaknya itu merupakan warisan darah. Bukan hanya itu, keturunan ini juga berani merantau, concern pada keadilan, membela yang benar dengan sekuat tenaganya dan cenderung tidak berkompromi dengan kezaliman.
Karena terbukti, mulai generasi pertama hingga generasi berikutnya. Baik yang duduk di tahta, keturunan Istana maupun diluar Istana. Mereka menyebar ke seluruh wilayah Nusantara, Tanah Melayu, dan sekitarnya.
Itulah kenapa salah satu cucu beliau yang duduk di tahta - pun, :Sultan Syarif Yusuf lebih banyak mengurusi umat dibanding mengurusi pemerintahan nya.
Beliau dikenal sebagai Sultan yang Ulama, dan Ulama yang menjadi Sultan.
Karena misi Dakwah ini, keturunan Habib Husein menyebar ke segala pelosok Nusantara dan Hindia Belanda zaman itu.
III.1. Kasus Keluarga Al Qadri : Pontianak, Kalimantan Barat ,dsk
Makam leluhur mereka ditemukan di Sei Pinyuh, Pontianak, Mempawah, Pulau Tujuh, Bali, dll
Sebagaimana dijelaskan, bahwa Habib Husein menetap selama 24 tahun hingga wafat nya di Mempawah. Tentunya tidak aneh jika kemudian banyak anak keturunannya ditemukan di sekitar tempat dimana beliau dimakamkan ini.
Rentang masa yang cukup panjang dan asimilasi yang turun temurun, menyebabkan banyak keturunan beliau ini kemudian luntur wajah arab nya. Tampilan wajah dan phisik nya menjadi seperti pribumi setempat, karena ibu mereka wanita setempat yang sudah turun temurun beberapa generasi ke bawah.
Ditambah kejadian traumatis zaman penjajahan Jepang, mereka yang saat itu cukup jauh dari Istana, banyak kemudian mengubah nama, mengganti identitas nya, masuk ke hutan belantara, lari kelautan menyelamatkan diri menggunakan perahu layar, dan karam ditengah laut, yang akhirnya cera berai sehingga makamnya pun tak dapat ditemukan dimana letaknya, sampai hari ini.
Tentunya keturunan Habib Husein ini sudah berbeda dengan keturunan mereka yang baru datang ke Nusantara 200 tahun kemudian, atau abad ke 19 yang menjadi abad diaspora terbesar kaum Hadrami ini.
Sayangnya, mereka yang tadinya menjadi kaum Anshar, lama-kelamaan justru dipertanyakan oleh kaum Muhajirin yang datang belakangan ini.
Bahkan lebih parahnya, justru mereka meragukan anak cucu kaum keturunan Habib Husein yang jauh lebih dulu sudah tinggal dan menetap di sekitar Sei Pinyuh, Mempawah, Sei kunyit, Sei Duri, Singkawang, Anjungan, Mandor, Ngabang, Sanggau, Sintang, Kapuas Hulu, Balai Karangan, Sambas, Paloh, Liku,Telok Pakedai, Sukadana, Ketapang, dst bahkan mungkin di desa - desa pedalaman sana yang hingga hari ini belum dapat ditemui.
Keluarlah kemudian bahasa, Al Qadri ngaku -ngaku? Astagfirullah,!
Rupanya Belanda dan Jepang memang sudah tidak bercokol lagi di bumi pertiwi ini, dan bumi Kalimantan, tapi pemikiran, ide, cara bersikap, cara bertindak, dan cara pecah belah nya, - masih tertinggal dan tak pernah pergi dari benak sebagian mereka,- : hingga hari ini.
Menyedihkan sekali.
II.2. Kasus Keluarga Al Qadri Lombok : di temukan tahun 2012
Keluarga ini mengalami satu kejadian yang cukup mengenaskan juga.
Alkisah,: Seorang remaja Al Qadri yang saat itu ( 2012) akan menikahi seorang Syarifah di Lombok Nusa Tenggara Barat, karena diminta oleh calon mertuanya, Ia kemudian menunjukkan buku nasab yang diterbitkan oleh suatu lembaga pencatat nasab di Jakarta.
Kedua pihak kemudian melakukan persiapan untuk acara pernikahan dimaksud.
Tiba-tiba, datang instruksi dari pusat agar buku Syarif Al Qadri ini di tarik, alias di cabut, karena katanya salah jalur. Kontan saja pihak calon mertuanya berfikir ulang atas ke absahan nasab calon menantunya ini.
Percikan api fitnah mulai menyala dan berkobar dengan hebatnya.
Di blow up sedemikian rupa, jadilah kasus ini merembet kesana kemari.
Yang sangat disesalkan, kejadian ini tidak hanya meruntuhkan harga diri, martabat, dan harkat si remaja ini saja, akan tetapi juga menuai pandangan curiga kepada semua kaum kerabat mereka, khususnya dari garis ayah.
Alhasil, Keluarga Al Qadri Lombok menjadi bulan -bulanan dan bahan gunjingan, sampai beberapa waktu kemudian ternyata keluarga mereka ini di tashih sebagai keturunan Sayyid Abubakar bin Sultan Abdurrahman Pontianak,
Dan bukan keturunan Syarif Abubakar bin Sultan Syarif Usman Pontianak ( karena katanya Syarif Abubakar bin Sultan Osman meninggal kecil, tidak punya keturunan?) - lihat penjelasan diatas tadi -
Makam Sayyid Abubakar Jeranjang , dan Sekar Bela Mataram pulau Lombok
Sebagian mengatakan Jeranjang sebetul nya hanya situs bersejarah, tempat dimana Sayyid Abubakar di aniaya oleh raja Bali Anak Agung Gde Agung, yang berkuasa waktu itu dan beliau syahid dengan cara yang sangat mengenaskan.
Jasad beliau sebenarnya di makam kan di Sekar Bela Mataram Kota, setelah direbut oleh para pengikut nya. Karena takut ditemukan dan dibongkar, makam di Sekar Bela ini dulu nya tidak menggunakan maesan sebagai penanda, hanya di tanami pohon sebagai pengenal nya.
Pelurusan Sejarah sebenarnya:
III.3. Kasus Keluarga Al Qadri Garut : Keturunan Mbah Imam Pangkiroman, .
Makam beliau ditemukan di Kampung Cileles Desa Cibunar Kecamatan Cibatu Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat, saat ini.
Keturunan Mbah Imam Pangkiroman ini juga mengalami banyak cerita pahit, di Garut, dan sekitar nya.
Pernah keluarga ini diserang sekelompok orang, majlis nya di hancurkan, bangku, meja dan perabotan di buat porak poranda, kaca - kaca bangunan pecah berantakan, kesalahan mereka hanya karena mereka merasa bagian dari keluarga besar Al Qadri, keturunan Habib Husein bin Ahmad, meski terpisah jauh dan sudah ratusan tahun lama nya.
Sampai kemudian, pihak Istana Kesultanan Pontianak mengutus salah satu Panglima nya untuk mencari tahu siapa sebenarnya mereka ini?
Ditemukan ternyata ditangan keluarga mereka, ada nuswah tua yang mencatat dengan detail siapa leluhur mereka yang dipanggil dengan nama : Mbah Imam Pangkiroman ini.
Beliau ternyata adalah:
Syarif Abdullah, MBAH IMAM PANGKIROMAN GARUT, bin Syarif Alwi, bin Pageran Syarif Abubakar, ( Makam beliau ditemukan di Pulau Madura ) bin Sultan Syarif Osman, bin Sultan Syarif Abdurrahman, bin Sayyid Husein Alkadri Jamalullail Tuan Besar Mempawah.
Menurunkan keturunan :
Gen 44@ Pangeran Sayyid Syarif Abdulloh ghoniyun Alkadri Jamalullail
Gen 43@ Pangeran Syarif Afandi
Gen 42@ Pangeran Syarif Abdusshomad
Gen 41@ Pangeran Syarif Enjoh hamjah
Gen 40@ Pageran Syarif Abdul ghany
Gen 39@ Pangeran Syarif Abdulloh, Mbah Imam Pangkiroman
Gen 38@ Pangeran Syarif Alwi
Gen 37 @ Pangeran Syarif Abu bakar
Gen 36@ Sultan syarif utsman Alqadrie
Gen 35 @Sultan Syarif Abdurrahman
Gen 34 @ Sayyid Husein Tuan Besar Mempawah
Ditangan keluarga ini banyak mistery dapat diungkap
karena nuswah tua yang mereka pegang memuat data keluarga Lombok, dan sebaran anak cucu Sultan Usman, serta khususnya nama : Syarif Abubakar bin Sultan Usman yang dikatakan dot dan meninggal waktu kecil itu? - serta nama : Syarif Abdullah bin Sultan Usman ( Pangeran Jaya ) yang dikejar - kejar Belanda, karena membakar gudang Karet ( Getah : bahasa Pontianak ) dan melarikan diri entah kemana.
Patut dicurigai klaim dan pendapat yang mengatakan beliau ini wafat kecil adalah pendapat versi Belanda, karena beliau mengobarkan perlawanan terhadap Belanda mulai dari Pontianak - Sumatra - hingga ke Pasundan Tanah Sunda di Garut ini, sebagaimana pendapat bahwa Pangeran Jaya tidak punya keturunan.
Menurut catatan sejarahnya,:
Beliau ini, Mbah Imam Pangkiroman, termasuk salah satu pejuang yang mengobarkan perlawanan terhadap penjajah Belanda waktu itu. Beliau keluar dari Pontianak menuju Sumatra kemudian ke Pulau Jawa dan masuk ke dalam hutan di wilayah Pasundan atau Jawa Barat, serta menjadikan Garut sebagai markas nya, sekaligus lahan da”wah nya.
Karena beliau dipercaya sebagai komandan perlawanan sekaligus pemimpin spritual, dan menjadi imam bagi kaum muslim yang ada di daerah ini masa itu, akhirnya masyarakat setempat mengenal mereka dengan sebutan :
MBAH IMAM PANGKIROMAN.
Makam beliau ditemukan di Kampung Cileles Desa Cibunar Kecamatan Cibatu Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Saat ini makam beliau tengah di pugar oleh penduduk setempat, bahu membahu antara kalangan kaum kerabat anak cucu nya, dengan masyarakat setempat, yang mengenal, tahu dan mengerti, serta sangat menghormati makam tua ini, sejak ratusan tahun silam.
Oleh Panglima Singa Pati Kesultanan Pontianak
III.4. Kasus Keluarga Al Qadri Bali Loloan
Di daerah Loloan Jembrana Negare Pulau Bali, ditemukan sekelompok puak keluarga Al Qadri yang sudah hidup dan menetap disitu, sejak abad ke 18. Makam leluhur mereka ditemukan di Mesjid Agung Baitul Qodim Loloan Timur Jembrana.
Dari catatan turun temurun yang dipegang keturunan ini, disebutkan bahwa leluhur mereka bernama : Syarif Tue, Abdullah bin Yahya, bin Yusuf, bin Abubakar dan berasal dari Pontianak Kalimantan Barat.
Alkisah pada sekitar tahun 2010,: keluarga ini mengajukan permohonan kepada suatu lembaga yang menerbtkan buku nasab bagi kaum kerabat Alawiyin, yang berkantor di Jakarta.
Tidak jelas apa masalahnya, hingga hari ini, tahun 2022, buku nasab yang mereka idam- idamkan dan rindukan itu, tak kunjung terbit dan keluar juga, sudah 12 tahun.
Usut punya usut, kelihatannya jalur Abubakar ini bin siapa, belum dapat dipastikan, Sebab kalau di kaitkan dengan Abubakar bin Sultan Osman, katanya beliau ini wafat kecil dan tidak punya keturunan ?
Kalau di hubungkan dengan Abubakar bin Habib Husein, sangat sulit mencari datanya, karena jalur ini keturunan tua, dan hanya dipegang oleh keturunan mereka, yang cenderung tertutup dan tidak menonjol serta bisa jadi belum pernah yang ada minta diterbitkan buku.
Kalau dihubungkan dengan Abubakar bin Sultan Abdurrahman, Berdasarkan Data Tua Nomor buku 763 s/ 770 halaman 336, angka tahun : 1857 M Tulisan Pangeran Bendahara Tua, Syarif Ja far bin Sultan Hamid I Alqadri, : yang ada di Istana, beliau ini ditugaskan ke Tibet oleh Sultan Abdurrahman, dan keturunan beliau tidak ada yang kembali ke Indonesia. Nah, Lho ?
Akhirnya, setelah di undang untuk beraudiensi dengan pihak Kesultanan Pontianak, di fasilitas oleh Panglima Syarif Hasan dengan didampingi salah satu keturunan langsung dari: Sayyid Abubakar bin Habib Husein, Tuan Abu, Panglima Laksmana Pertama/Tua ini, : mereka menghadap Sultan.
Dari sini dapat dipastikan bahwa leluhur mereka, susunan lengkap nasab nya adalah :
>> Syarif Tue / Abdullah, bin Yahya Maulana Al Qadri , bin Yusuf, bin Abubakar, bin Habib Husein, bin Ahmad, bin Husein, bin Muhammad Al Qadri.
Keturunan ini memang tidak menonjol, meski ada yang bermukim dan tinggal dekat Istana Kadriah di Pontianak sana. Karena mereka semua berkerabat, saling kenal mengenal sejak kecil bahkan bermain bersama, dan tau bahwa mereka memang Syarif keturunan keluarga besar Habib Husein.
Tidak ada yang pernah meragukan persoalan ke Sayyid an dan keabsahan mereka, hanya saja, mereka mungkin satu sama lain tidak bertanya, siapa datuk moyangnya masing-masing, sebab mereka tidak merasa wajib memiliki buku Nasab.
Karena di Pontianak, Al Qadri adalah mayoritas, bukankah pembuka hutan rimba belantara kota adalah datuk moyang mereka, pada tahun 1771 Masehi ??
Dan ternyata, ditangan anak cucu keturunan ini ditemukan silsilah, catatan, hadist keluarga, riwayat hidup, sejarahnya, dan lokasi makam datuk mereka seperti kepingan - kepingan mozaik yang disimpan secara turun temurun masing-masing puak keluarga dari generasi ke generasi.
Alhamdulillah, ......
Salah satu anak cucu Habib Husein sudah kembali kepangkuan beliau.
--------------------
" PERNYATAAN SIKAP "
Kami , Khususnya Al Qadri keturunan As- Syayid Al Habib Husein bin Ahmad bin Husein bin Muhammad, makam Mempawah,
Keluarga besar anak cucu keturunan beliau memutuskan bahwa:
1. Jika ada yang merasa sebagai kaum kerabat kami, dimanapun berada mereka harus melapor kan dirinya ke pihak Istana Kesultanan untuk di verifikasi jalur nya, ( untuk itu dapat menghubungi "Dewan Nasab dan Maktab Nan Gq 1857 Al Qadri Pontianak ")
2. Sementara menunggu verifikasi dari Istana, tidak ada lembaga, organisasi, perorangan yang berhak mengeluar kan statemen apapun, apalagi mentashih si Fulan sebagai asli atau bukan, dsb
3. Keputusan hasil verifikasi Istana Kesultanan Kadriah Pontianak, ( berdiri sejak 1778 M), adalah mutlak dan tak dapat diganggu gugat oleh siapapun dan lembaga manapun, karena yang tahu keluarga nya, adalah keluarga mereka sendiri.
4. Yang tahu Al Qadri, hanya Al Qadri sendiri. Karena terlalu besar dan terlalu luasnya sebaran keluarga ini.
Demikian Pernyataan sikap keluarga besar keturunan Sayyid Abubakar bin Habib Husein Al Qadri.
Jakarta, 14 Mei 2021
Syarif Tue Tsani.
--------------------------
Bersambung ke bagian empat :
Klik >>> Nasab dan Nasib ( Klik disini )
To Be Continued -------
=====
Refrensi Utama :
==, Diantara berbagai sumber adalah :
1. Kitab Almausuah Li Ansabil Imam Al-Husaini . Pustaka Azmatkhan
2. Asy-syajarah Al-Alawiyyah. Pustaka Azmatkhan
3. Asy-Syajarah Al-Husainiyyah Al Mausuah li Al Imam Husein, Pustaka Azmatkan
4. Berdasarkan Manaqib singkat tulisan Pengeran Bendahara Syarif Ahmad bin Sultan Abdurrahman, dan dokumentasi Belanda tahun 1827 M, yang menyebutkan tentang nama Ki Sauki atau Syaugi Yusuf, makam nya ditemukan di kepulauan Natuna, wilayah kepulauan Riau, dan hingga hari ini banyak ditemukan keluarga Al Qadri di Serasan, Terempa, Midai, Letung, Sedanau, Bunguran Besar, Natuna, Ranai, Sarawak, dll.Koleksi keluarga Al Qadri
5. Berdasarkan Data Tua Nomor buku 763 s/ 770 halaman 336, angka tahun : 1857 M Tulisan Pangeran Bendahara Tua, Syarif Ja far bin Sultan Hamid I Alqadri, : Koleksi Pribadi keluarga AlQadri
Referensi tambahan : ( Klik > )
- Kekejaman Jepang di Kalimantan Barat
- Sejarah Habib Husein bin Ahmad
- Sejarah Syarif Tue, Abdullah bin Yahya Bali
- Sayyid Abubakar Jeranjang bagian Pertama
- Sayyid Abubakar Jeranjang begian kedua
- Awal mula kedatangan Arab ke Nusantara