By : STS
Barangkali dosa terbesar Sultan Hamid II, adalah :
" Ia terlahir mendahului zaman nya, sehingga ide tentang negara "Federalis" yang diusung nya dan dipertahankan dengan gigih, dianggap sebagai musuh bahkan pengkhianat oleh para pendukung kemerdekaan yang berfaham "Unitaris" dan karena nya, Ia harus disingkirkan !! "
(Foto Om Max , Istri,dan Keluarga )
Support saya untuk membuat blog ini,
Beliau adalah Ketua Yayasan Sultan Hamid.II. di Jakarta, yang memberikan beasiswa pendidikan untuk putra daerah Kalbar berprestasi guna melanjutkan jenjang pendidikan tinggi mulai S1,S2,S3.
Jakarta menorehkan kenangan indah dalam hidup saya, ketika pertama kali berjumpa dengan mantan ajudan pribadi Sultan Hamid II, yang menetap dikawasan Jakarta Selatan ini.
Ketika saya sampai kerumah beliau, hari sudah sore, waktu itu sekitar tahun 2009, atau 2010. Dari Tanah Abang, saya terpaksa menggunakan Taksi untuk mengejar waktu perjanjian ketemu dirumah beliau di bilangan Jeruk Purut, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Ketika saya tiba, kebetulan om Max baru datang dari acara diluar. Sambutan hangat segera saya rasakan dari tatapan mata nya. Om Max dan istri nya mempersilahkan saya untuk masuk keruangan tamu rumah nya. Saya mengangguk kecil, sedikit tersenyum, lalu melangkahkan kaki masuk kedalam.
dari FB Max Yususf Alkadrie
Saya jabat tangan beliau dengan erat, rasa nya kami begitu dekat, meskipun baru kali ini bertemu muka, padahal saya sering bolak - balik ke Jakarta.
Saya memperkenalkan diri, dan kami terlibat dalam obrolan santai dan enak. Dari hasil diskusi inilah ide untuk membuat blog ini muncul,
Ide tentang seorang putra bangsa terbaik, putra Kalimantan Barat, yang terlupakan sejarah. Sultan Hamid.II, perancang lambang negara, elang rajawali garuda pancasila.
(Sultan Hamid.II.Ibni Sultan Muhammad Alqadrie)
Lahir di Pontianak : 12 Juli 1913,
Diantik sebagai Sultan pada : 29 Oktober 1945. Usia 32 tahun
Wafat di Jakarta tanggal : 30 Maret 1978. Usia 65 tahun
3.8. Sultan Syarif Hamid II Alqadrie (1945 – 1978).
Syarif Hamid bin Syarif Muhammad Alqadrie, lahir di Pontianak 12 Juli 1913, adalah putera sulung Sultan Syarif Muhammad Alqadrie dari isteri ketiganya Syecha Jamilah Syarwani.
Ia mendapat pendidikan yang sangat baik tidak hanya dalam pendidikan formal di dalam negeri di Pontianak dan kebanyakan di jawa dan di luar negeri, tetapi juga informal, berupa sekolah agama Islam, dan non formal, berupa pengasuhan dari keluarga wanita Inggeris.
Pada tahun 1933 Syarif Hamid memasuki Akademi Militer Belanda (Koningkelijk Militair Academie/KMA), Breda.
Begitu lulus pada tahun 1937, ia dilantik sebagai perwira KNIL dengan pangkat Letnan Dua, dan dalam karir kemiliterannya, ia pernah bertugas di Malang, Bandung, Balikpapan dan beberapa tempat lainnya di Pulau Jawa (Rahman, 2000: 172).
Begitu Pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada Jepang tahun 1942, Syarif Hamid Alqadrie ditahan di penjara Batavia, dan baru dibebaskan ketika Jepang menyerah dan tentara sekutu memasuki Indonesia pada permulaan 1945.
Ia diaktifkan kembali sebagai perwira KNIL dengan pangkat Kolonel, suatu pangkat tertinggi pada saat itu yang diberikan kepada putera Indonesia kelahiran Pontianak.
Sekeluar dari penjara, ia langsung kembali ke Pontianak, karena keprihatinan nya dengan kondisi Kesultanan Pontianak dan Kalbar yang kacau balau pada saat itu.
Syarif Hamid dilantik sebagai Sultan Pontianak Ketujuh yang dikenal dengan Sultan Hamid II, pada 29 Oktober 1945.
Pengangkatannya sebagai sultan diikuti beberapa kontroversi antara kemauan sebagian besar rakyat Kalbar, termasuk keinginan masyarakat Dayak, agar siapapun tampil sebagai sultan dari dinasti Al-Qadrie, Syarif Thaha atau Syarif Hamid Alqadrie, agar pemerintahan kesultanan tidak kosong.
Ia meninggalkan jabatan baik sebagai sultan terakhir dari dinasti Alqadrie maupun sebagai Kepala Daerah Istimewa Kalbar (D.I. KB): pada 5 Januari 1950.
Dua dari beberapa kekecewaan yang menyebabkan ia mengambil keputusan meninggalkan jabatan dan kota Pontianak adalah kekecewaan nya menghadapi demonstrasi para pemuda yang digerakkan oleh sebagian tokoh masyarakat pendukung RI menuntut dibubarkannya DIKB.
Padahal, penolakan ini merupakan ketidaktahuan masyarakat tantang status DIKB[13].
Kekecewaan berikutnya adalah ketika Komite Nasional Kalbar pada 5 Januari 1950 memilih dr. Sudarso sebagai kepala daerah, karena Sultan Hamid II dianggap telah “meletakkan” jabatan dan telah duduk sebagai Menteri dalam Kabinet RIS.
Sultan Hamid II wafat di Jakarta tanggal 30 Maret 1978.
Sultan Hamid.II, hampir sepanjang hidup nya mengalami malapetaka.
Hasil pemikiran dan ide nya merancang lambang negara, tak di akui.
Perjuangan diplomasi nya di kancah internasional dibayar dengan 10 tahun bui, atas pengadilan politik yang dituduhkan kepada nya, meskipun pengadilan tidak dapat membuktikan dalam sidang. (Om Max dulu ajudan Beliau).
Sultan Hamid.II, juga raja yang mengalami musibah genosida, pembunuhan massal kaum kerabat nya yang di bantai tentara Kampetai Jepang, di sungkup di lingkungan Istana Kadriah Pontianak.
Beliau selamat waktu itu, karena berada di dalam penjara tahanan perang Jepang di Malang, setelah terluka dan dijadikan tawanan dalam pertempuran di Balikpapan.
Barangkali dosa terbesar Sultan Hamid II, adalah :
" Ia terlahir mendahului zaman nya, sehingga ide tentang negara "Federalis" dianggap sebagai musuh, dicurigai sebagai antek Belanda, bahkan dituduh pengkhianat, oleh para pendukung kemerdekaan yang berfaham "Unitaris" dan karena nya, Ia harus disingkirkan !! "
Sukarno, Hatta dan Sultan Hamid II
BACA DIBAWAH INI, PLEDOI SULTAN HAMID II
KLIK,>> :