BAGIAN KE TIGA; Periode Tahun, 1787 - 1857 M, Sejak usia 14 tahun
MEMBINA PERADABAN KAMPUNG SEGERAM,: Selama 70 Tahun.
By : Syarif Arif Chandra & Syarif Tue Tsani
Disusun berdasarkan Data dan Fakta Sejarah tertulis,
Dari Manuskrip Kuno - Nuswah Tua ,
Catatan Pangeran Bendahara
Syarif Ahmad bin Sultan Abdurrahman, tahun 1840 M
Kehidupan di Segeram, abad 17 M :
Rentang masa 70 Tahun. Periode Tahun, 1787- 1857 M,
Semenjak kedatangan kaum Ahlubeit dari kalangan Keluarga besar Alkadri dan istri istri mereka dari keluarga Al-Idrus, maka penduduk sekitar Natuna atau ke pulau an tujuh berdatangan ke Segeram,.
Selain untuk mendalami ilmu ilmu agama, mereka juga belajar berbagai pengetahuan dan keterampilan, dengan maksud untuk di kembangkan di kampung mereka masing-masing.,
Terutama kerajinan membentuk Karang Laut agar bisa di buat berbagai macam peralatan rumah tangga, hiasan dinding hingga membuat baru nisan dan keramba
Maka tidaklah heran jika maqam atau kuburan di Segeram banyak yang terbuat dari karang laut.
Nelayan - nelayan yang singgah di Segeram biasanya membeli keramik - keramik tersebut untuk hiasan dinding termasuk peralatan rumah tangga, sekaligus menyaksikan kondisi Segeram yang begitu indah
Panglima Hitam Paku Alam Syarif Ibrahim Alkadri
Sangat di segani masyarakat sekitarnya
Selain sebagai penda”wah, mubaligh, beliau juga memiliki olah kanuragan yang cukup tinggi termasuk menyelam di kedalam air untuk mengambil Karang bersama adik - adiknya :
Abdurrahman Alkadri dan Jamalullail Alkadri
Sambil mengajarkan adiknya menyelam di dalam air,
terutama Abdurrahman Alkadri,
Sementara Jamalullail Alkadri mengumpulkanya di dalam perahu
Tidak ada catatan riwayat bahwa Yusuf Alkadri ikut dalam perahu untuk membantu, Karena menurut Bendahara Ahmad , Yusuf Alkadri lebih senang menunggu dan mengukir di rumahnya
Pengabdian Panglima Hitam Paku Alam Segeram :
Sejak usia 14 tahun, 1787 M, (Beliau lahir : 1773 M).
Bersama ayah dan kaum kerabatnya dulu, Panglima Hitam Paku Alam, mencurahkan waktu, tenaga dan fikiran nya, untuk membangun dan mengembangkan peradaban di Natuna, dimulai dari Kampung Segeram ini.
Kehidupan beliau didampingi oleh istri yang sangat setia,: Syarifah Fatimah binti Pangeran Syarif Ali Alidrus yang dulu dinikahinya di Sabamban itu.
Dari Istri ini, beliau mendapatkan putra diantaranya bernama :
Pangeran Sabamban, Syarif Sirajudiensyah bin Ibrahim Al Kadri, yang kemudian nantinya menikahi : Syarifah Nuswainah binti Yasin bin Ali Alidrus dan meneruskan keturunan beliau di Banjar melalui cucu nya :
Syarif Abdullah bin Sirajudiensyah Al Kadri.
Salah satu putra Yasin ini, bernama Sayyid Qosim, bin Yasin Alidrus, ikut dan menetap di Segeram hingga wafat nya.
Sementara 2 istri terdahulu:, Syarifah SIFA dan Syarifah NUR, menetap di Pontianak bersama anak - anak nya yang lain, yang sebagian besar sudah menikah dan berumah tangga sendiri, masing - masing.
Tercatat misalnya,: Putri beliau, Syarifah Zam - Zam binti Ibrahim ini, menikah dengan Syarif Said bi Syarif Ismail AlKadri, dikenal sebagai Wan Said Tukang, dari keturunan Panglima Terbang Mangkok Merah, Darit, : Syarif Abdullah bin Sultan Abdurrahman
Kemudian Syarif Muhammad Sei Purun, anak bungsu dari 17 bersaudara dari 3 ibu keturunan Panglima Hitam Paku Alam Segeram Natuna. Lahir Pontianak, 1833 M menikah dengan Syarifah Tora, menurunkan banyak anak cucu keturunan ini. Makam beliau di Sei Purun Besar.
Tercatat beliau mempunyai 5 Anak, 3 Putra dan 2 Putri, sbb :
Anak Pertama : Wan Daud bin Wan Muhammad Al Kadri. Makam di Jungkat
Kedua : Wan Mansur bin Wan Muhammad. Makam di Mengkacak Mempawah
Ketiga : Syarifah Nur Seha, atau Seha, binti Wan Muhammad, menikah dengan Wan Mahmud, Penggawe Sungai Purun Besar . Makam Sei Purun Besar.
Diduga Wan Mahmud ini keturunan dari 2 anak terakhir Panglima Laksamana Pertama, yaitu : Syarif Ali atau Syarif Alwi dari ibu Maria, yang menetap di Kampung Mariana.
Ke empat : Wan Yahya bin Muhammmad, menikahi sepupu nya, Syarifah Aminah binti Wan Said, putri dari bibi nya, Syarifah Zam - zam binti Ibrahim. Pontianak.
Ke lima : Syarifah Rugayyah binti Wan Muhammad, menikah dengan Wan Khaled.Keturunan dari Pangeran Laksamana Ali Ahmad bin Sultan Abdurrahman. Syarifah Rugayyah binti Wan Muhammad, Ibu dari : Syarif Kasim, Kadir, Jafar, Yahya, Alwi, dan Syarifah Fatimah, serta Halimah. Makam Sei Purun Besar berdampingan dengan saudara nya, Syarifah SEHA. istri dari Penggawe Wan Syarif Mahmud tadi.
Anak cucu "Wan Muhammad bin Ibrahim AL Kadri" hingga hari ini, tahun 2023 M, masih banyak yang menetap di Sei Purun Besar dari keturunan 2 Putri Beliau tadi. " Syarifah SEHA dan Syarifah RUGAYYAH".
Tepatnya disekitar Mesjid IMADUD'DIN, Km 36, Jalan Raya Pontianak - Pinyuh
Sementara Syarif Ahmad bin Ibrahim, lahir di Pontianak, saudara satu ibu dari Syarif Muhammad ini, dikatakan merantau ke Pulau Tujuh, mungkin menyusul Abah nya, belum ditemukan catatan beliau ini.
Demikianlah,
Tak terasa sudah puluhan tahun Panglima Hitam menetap di Segeram, sambil ber Da"wah, bekerja, bahu membahu dengan adik dan kaum kerabat nya di Kampung yang dulunya dianggap sarang perompak itu.
Hingga dalam usia yang sudah lanjut,:
Kondisi Panglima Hitam Paku Alam mulai merosot . Sementara anak - anak mereka sudah banyak yang meninggalkan Segeram untuk mencari penghidupan yang baru, tercatat misalnya :
Syed Mustafa Serasan, menikahi Dayang Masgi di Pulau Serasan,
Yang bisa jadi berlayar merantau hingga ke Brunei,
Sehingga silsilahnya ditulis menjadi : Syed Mustafa Brunei, demikian juga yang di lakukan keponakan, anak adik - adik nya yang lain. Syed Mustafa merupakan saudara satu ayah, Wan Muhammad Sei Purun Besar diatas tadi,
Maka setelah uzur dan tua nya Panglima Hitam,
Yang meneruskan usaha kerajinan ukir dan sering melakukan mengambil Karang adalah Abdurrahman Alkadri, adik beliau, sehingga membuat belakang nya seperti bersisik karena pengaruh air asin laut,
Masyarakat kemudian memanggil beliau dengan sebutan “Panglima Karang Tanjung” beliau Satu - satunya penerus Panglima Hitam Paku alam yang melanjutkan membuat kerajinan dari karang laut,
Sementara Jamalulail memilih menjadi nelayan, dan karena kemampuan beliau menaklukkan ombak ganas serta angin ribut, beliau kemudian dijuluki “ Panglima Ribot”, ada juga yang menyebutnya Panglima Junjung Buih
Pada zamannya,
sekitar tahun 1787 - 1857 M, selama 70 tahun
Segeram merupakan Kampung yang aman
Karena masyarakat di Segeram sangat mencintai keluarga Ahlul Beit dan menimba ilmu agama islam serta belajar mengukir Karang laut dari keluarga ini,
Dapat dikatakan, peradaban Pulau Tujuh periode ke dua ini, mencapai kegemilangan nya, dengan bimbingan Panglima Hitam Paku Alam Segeram ini.
Diperkirakan, pada masa inilah, pulau -pulau sekitar kembali dihuni penduduk yang sebelumnya ditinggalkan dan menjadi pulau hantu kosong tak berpenghuni.
Masyarakat nelayan merasa sangat terbantu dengan kehadiran Panglima Ribot Junjung Buih, karena setiap kali melaut, mereka merasa tenang jika mengikuti rombongan beliau ini.
Kerajinan mengukir karang laut berjalan baik, dengan bimbingan Panglima Hitam dan saudara beliau Panglima Karang Tanjung, yang mulai mahir dan trampil membuat berbagai kerajinan dengan bahan baku karang laut ini.
Disisi lain, saudara beliau, Syarif Yusuf, Panglima Jubah Putih, mulai aktif ber da"wah di pulau -pulau sekitar pada abad ke 18 awal hingga pertengahan ini, dimana nantinya beliau dikenal dengan sebutan "Ki Sauki Yusuf " oleh masyarakat Pulau Tujuh.
Peradaban Segeram kembali hidup dengan dibangun nya Mesjid sebagai tempat anak -anak mengaji dan belajar agama tahap awal. Kegiatan ini kemungkinan besar dipimpin oleh Imam Jubah Hijau, Sayyid Qosim bin Yasin Alidrus, yang makamnya ditemukan di dekat Mesjid Al Bihar di Kampung Segeram.
Diduga beliau ini menikahi anak perempuan salah satu keturunan Al Kadri yang berada di Segeram ini. Hanya ditemukan catatan saudari beliau bernama Syarifah Nuswainah binti Yasin Alidrus, dinikahi oleh Syarif SirajudienSyah bin Ibrahim Panglima Hitam Paku Alam, dan menetap di Banjar.
Menurut catatan Pangeran Bendahara Ahmad
bin Sultan Abdurrahman Alkadri :
Tidak banyak kisah Panglima Hitam Paku Alam yang dapat beliau uraikan karena beliau lebih senang tinggal di Segeram dan hampir tidak pernah mengadakan perjalanan di luar.
Da'wah Beliau lebih di fokus kan di Segeram, hanya adik nya :
“ Yusuf Alkadri” Panglima Jubah Putih, yang sering melakukan perjalanan dan Da wah di luar Segeram, kelak dikenal sebagai “Ki Syauki Yusuf” Ulama besar abad ke 18 M Pulau Tujuh. Ayah dari Sayyid Yahya Maulana Al Kadri, dan Kakek dari Syarif Tue Abdullah bin Yahya, Panglima Loloan, Bali.
Kisah ini ,
kata Pangeran Bendahara Ahmad bin Sultan Abdurrahman :
Justru lebih banyak kami dapatkan dari Ayahanda Beliau "Panglima Laksamana satu Syarif Abu Bakar bin Sayyid Husein", setiap kali mengunjungi Segeram,. dan pulang ke Pontianak,
Maka Panglima Laksamana Satu Syarif Abu Bakar bin Sayyid Husein, menceritakan nya kepada kami,
Kata Pangeran Bendahara
Dalam catatan itu,
Disebutkan bahwa Keluarga Segeram datang ke Pontianak, ketika Ayahanda Panglima Laksamana satu Syarif Abu Bakar bin Sayyid Husein Alkadri meninggal Dunia, pada 1814 M
Pada tahun 1814 M. Atau setelah 35 tahun menetap di Segeram ini.
Itupun mereka tidak dapat menyaksikan jasadnya karena baru tiba di Pontianak, Kampung Mariana, setelah satu minggu pelayaran dari Segeram.
Mereka hanya dapat menziarahi makamnya saja di Dusun Satu, Kampung Maria, Jalan Sidas Kecil, sekitar Gang Merak tak berapa jauh dari Mesjid TAQWA.
Beliau di maqam kan di dekat kediaman nya bersama istri terakhir, bernama Maria keturunan Dayak, yang memberi beliau 2 anak.:
1. Syarif Ali, bin Abubakar Panglima Laksamana satu, dan saudaranya :
2. Syarif Alwi, - keturunan ini banyak yang tidak tahu siapa mereka sebenarnya, hingga hari ini tahun 2023. Bisa jadi karena keterbatasan data dan catatan sejarahnya, sebagian keturunan ini kemudian menisbatkan nasab nya ke Pangeran Syarif Alwi bin Sultan Abdurrahman, atau Syarif Alwi lain nya, dari keturunan Sultan Kasem atau Sultan Usman ?
- Letak makam Syarif Abubakar Panglima Laksamana satu di Jalan Sidas Kecil Dusun I Maria Gang Merak 1, Mariana sekarang ( yang saat ini menjadi maqam tua kedua) setelah maqam Kesultanan Qadriah Pontianak Batulayang.
BERSAMBUNG KE BAGIAN EMPAT ,
Klik >>> : MELAYAT AYAH WAFAT