Selasa, 19 Juli 2016

Mengenang Soeharto, Melawan Lupa



Sewindu yang lalu,

 Minggu (27/1/2008), dari Rumah Sakit Pusat Pertamina, kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan terbetik kabar duka. Siang itu, Presiden kedua Republik Indonesia, Haji Muhammad Soeharto, dikabarkan tutup usia.


Namun, sekitar pukul 13.00 WIB, berita duka itu masih berupa kasak-kusuk.
Belum ada anggota keluarga, pengacara, pejabat negara, atau anggota tim dokter kepresidenan yang mengonfirmasi wafatnya Soeharto.  

Namun, jumlah pasukan pengamanan yang bertambah seperti mengindikasikan kebenaran kasak-kusuk itu, ada peristiwa besar yang akan berlangsung siang itu di RSPP. Mengutip harian Kompas terbitan 28 Januari 2008, pengamanan di RSPP memang terlihat lebih ketat pada pukul 13.00 WIB.

Polisi menambah penjagaan di depan pintu gerbang. Penambahan pengamanan itu dilakukan saat pemberitaan mengenai Soeharto yang dalam masa kritis beredar di media digital dan media elektronik. Antisipasi keamanan pun dilakukan menyusul makin ramainya RSPP yang dipadati wartawan, yang menunggu kabar terkini penguasa pada era Orde Baru tersebut.



 Spekulasi mengenai memburuknya kondisi Soeharto memang sudah diketahui wartawan pada pagi itu. Sejak Minggu dini hari, sekitar pukul 01.00 WIB, kondisi Soeharto secara umum memang menurun. Padahal, salah satu anggota tim dokter kepresidenan, dr Christian Johannes, mengatakan bahwa Soeharto bisa makan tiga sendok bubur cair pada Sabtu malamnya, sekitar pukul 22.30.
Respirasi Soeharto kala itu juga disebut menggembirakan. Namun, sekitar pukul 03.00 WIB-07.00 WIB, kondisi presiden yang berkuasa selama 32 tahun itu semakin menurun. Tekanan darah Soeharto tercatat 90/35-70/35 mmHg.

Saat kondisi purnawirawan jenderal berbintang lima itu tak kunjung membaik, hampir seluruh keluarga besar Soeharto berkumpul di lantai 5 Gedung A RSPP, tempat Soeharto dirawat. Tak lama berselang, mantan Menteri Sekretaris Negara yang juga orang dekat Soeharto, Moerdiono, pada pukul 10.00 WIB menyatakan bahwa semua keluarga sudah berkumpul. Kehadiran keluarga besar Soeharto pun dilengkapi kedatangan menantu Soeharto, Halimah Agustina Kamil, di RSPP sekitar pukul 12.35 WIB.



Halimah muncul bersama anak-anaknya, dari hasil pernikahannya dengan Bambang Trihatmodjo. Dugaan mengenai kondisi Soeharto yang semakin kritis pun makin menyeruak. Wartawan makin kasak-kusuk mencari informasi. Namun, belum satu pun konfirmasi didapat. Kepastian mengenai wafatnya "Smiling General" itu baru didapat sekitar pukul 13.20 WIB.

Namun, kabar duka itu bukan berasal dari lisan anggota keluarga, pengacara, pejabat negara, atau anggota tim dokter kepresidenan. Adalah Kepala Kepolisian Sektor Kebayoran Baru Komisaris Dicky Sondani yang mengabarkan wafatnya Soeharto. Dicky yang datang ke RSPP sekitar pukul 12.30 WIB sejak semula terlihat mondar-mandir di RSPP.

Awalnya, wartawan tidak memedulikan sebab mengira Dicky sedang berjaga-jaga untuk menunggu kedatangan Wakil Presiden saat itu, Jusuf Kalla. Namun, wartawan semakin penasaran saat penjagaan polisi dan tentara semakin ketat. Saat Dicky keluar lobi utama Gedung A, wartawan pun mendatangi untuk bertanya mengenai pengamanan yang diperketat. Namun, Dicky mengeluarkan pernyataan mengejutkan sekitar pukul 13.20 WIB.

"Telah berpulang ke Rahmatullah Haji Muhammad Soeharto pukul 13.10 WIB. Rencananya akan dibawa ke Cendana, tetapi belum tahu pukul berapa," tutur Dicky.

Sepuluh menit sejak Komisaris Dicky Sondani mengabarkan mengenai wafatnya Soeharto, anggota tim dokter kepresidenan dan keluarga besar pun memberikan keterangan resmi.

Sekitar pukul 13.30 WIB, Ketua Tim Dokter Kepresidenan dr Mardjo Soebiandono menggelar konferensi pers untuk memberikan konfirmasi mengenai wafat nya Soeharto.



"Innalillahi wainailaihi rojiun. 
Telah wafat dengan tenang Bapak Haji Muhammad Soeharto pada hari Minggu 27 Januari 2008, pukul 13.10 WIB di Rumah Sakit Pusat Pertamina Jakarta," tutur dr Mardjo.

"Semoga arwah beliau diterima di sisi Allah SWT dan diampuni dari segala dosa. Amiin," lanjutnya.

Saat Tim Dokter Kepresidenan memberikan keterangan, hadir juga perwakilan keluarga Cendana. Putri sulung Soeharto, Siti Herdianti Rukmana, lalu ditunjuk menjadi juru bicara dalam konferensi pers itu.

Perempuan yang akrab disapa Mbak Tutut itu didampingi dua adiknya, Sigit Harjojudanto dan Siti Hediati Hariyadi (Titiek Soeharto). Dalam kesempatan itu, Mbak Tutut yang tidak mampu menahan air mata pun meminta maaf atas kesalahan ayahnya.

"Kami mohon dimaafkan semua kesalahan Bapak. Semoga mendapatkan tempat yang baik di sisi Allah," ujar Mbak Tutut. Ia juga mengucapkan terima kasih kepada masyarakat yang ikut mendoakan kesembuhan Soeharto dan yang telah menjenguknya.


Titiek Soeharto Bicara Karma,  Posting Foto Ayahnya Yang Menitikkan Air Mata

Siti Hediati Hariyadi yang akrab disapa Titiek Soeharto memposting foto disertai curhatan di media sosial Facebook.

Melalui akun Facebooknya bernama Siti Hediati Soeharto, SE, anak keempat Presiden ke-2 Indonesia, Soeharto ini, memposting foto mendiang sang ayah yang sedang mengenakan peci hitam dengan raut wajah menitikan air mata.


Dalam foto, terdapat kalimat "Soeharto pernah menitikkan Air mata karena dituduh bukan2 Oleh rakyat yg berusaha ia lindungi,".


Selain itu, dalam keterangan fotonya Titiek juga menuliskan kondisi Indonesia setelah Soeharto lengser.


Dirinya mengatakan dalam keterangan tersebut, bahwa sejak lengsernya Soeharto, tanah NKRI seolah ikut geram dengan ulah rakyat yang lupa beterima kasih.


Kemudian Titiek menjelaskan akibatnya banyak bencana yang terjadi di Indonesia mulai ledakan bom hingga bencana alam di antaranya gunung meletus, longsor dan banjir.


Di akhir keterangannya Titiek  juga menuliskan, "Ini KARMA namanya, hukuman atas tidak tau terima kasih nya rakyat terhadap mantan pemimpinnya, mantan pejuang, turun langsung ke arena perang saat masa perang.."


Postingan nya tersebut mendapat respons positif dari para netizen.

Nampak sekitar 2 ribu lebih postingan tersebut di share.
Kemudian mendapat 9 ribu lebih like serta 1700 komentar.

Berikut keterangan lengkap dalam postingan foto yang diunggah Titiek Soeharto, Minggu (3/4/2016). 
Sejak lengsernya Soeharto karena dipaksa jagoan2 Reformasi,

Tanah NKRI pun seolah ikut geram dengan ulah rakyat yang lupa berterimakasih..

Dimulai dengan bencana gelombang tsunami, gunung meletus ,longsor, banjir, kerusuhan SARA..
Bom meledak di mana2.

Pembantu di lempar dari lantai 10, TKI di eksekusi di negeri orang, pesawat berjatuhan di mana2 sampai tidak terhitung bencana yang menimpa negeri ini..


Mungkin ini yang namanya KARMAPALA"


Soeharto membasmi Teror, basmi Perampok, sikat perusuh, tumpas PKI semua demi menjaga rakyat banyak, tapi malah di tuduh sebagai penjahat kemanusiaan oleh Aktivis Reformasi,.


Soeharto menghukum satu orang agar tidak mencelakakan banyak orang, tapi oleh pasukan HAM di anggap Diktator"


Sekarang lihat saja sendiri,

Semua apa yang beliau upayakan sebagian besar memang benar, sekarang anda bisa saksikan geng motor dari ABG sampai ABT ada,

 korupsi merajalela, penipu bajibun, miras oplosan bebas, teroris mengintai, POSO, Papua, Aceh mencekam..

Tuhan menunjukkan pada masyarakat saat ini, bahwa tindakan HM Soeharto dulu lebih banyak benarnya daripada yang tidak benar.


Ini KARMA namanya, hukuman atas tidak tau terimakasihnya rakyat terhadap mantan pemimpinnya, mantan pejuang, turun langsung ke arena perang saat masa perang..

Blusukan

Tak hanya Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang gemar melakukan "blusukan".

Presiden kedua Republik Indonesia Soeharto pun memiliki hobi yang sama, hanya saja cara keduanya melakukan berbeda.

Pada masa Seoharto memimpin, tak ada istilah khusus untuk menyebut inspeksi mendadak yang kini dipopulerkan dengan nama "blusukan" oleh Jokowi.

Tak ada pula penyambutan keramaian karena semua dilakukan serba rahasia.

Sebuah pengalaman unik dirasakan Try Sutrisno pada tahun 1974 ketika dia masih menjadi ajudan Soeharto soal hobi mantan kepala negara satu itu.


Suatu ketika, Soeharto tiba-tiba memerintahkan Try yang kala itu berpangkat kolonel untuk segera menyiapkan mobil dan pengamanan seperlunya.


"Siapkan kendaraan, sangat terbatas. Alat radio dan pengamanan seperlunya saja dan tidak perlu memberitahu siapa pun," perintah Soeharto seperti yang dikenang Try Sutrisno dalam buku "Soeharto: The Untold Story".


Perjalanan rahasia itu berlangsung selama dua pekan.

Hanya Try Soetrisno, Dan Paspampres Kolonel Munawar, Komandan Pengawal, satu ajudan, Dokter Mardjono dan mekanik Pak Biyanto yang mengurus kendaraan yang turut serta dalam perjalanan itu.


Di luar rombongan ini, hanya Ketua G-I/S Intel Hankam Mayjen TNI Benny Moerdani yang mengetahuinya.

Panglima ABRI ketika itu bahkan tidak tahu bahwa presiden sedang berkeliling dengan pengamanan seadanya ke Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat.


Pada saat itu, Indonesia memasuki tahap Pelita II.


Sehingga, Soeharto merasa harus turun langsung memantau program-program pemerintah dilaksanakan. Dengan melakukan perjalanan rahasia seperti ini, Soeharto bisa melihat kondisi desa apa adanya dan mendapat masukan langsung dari masyarakat.

"Kami tidak pernah makan di restoran, menginap di rumah kepala desa atau rumah-rumah penduduk. Untuk urusan logistik, selain membawa beras dari Jakarta, Ibu Tien membekali sambal teri dan kering tempe. Benar-benar prihatin saat itu," tutur Try. 
Meski pejalanan itu berusaha ditutup rapat, kedatangan presiden ke suatu desa akhirnya bocor juga hingga sampai ke telinga pejabat setempat.

Para pejabat daerah pun geger hingga memarahi Try Sutrsino karena merasa tidak diberi kesempatan untuk menyambut presiden. 
Try tidak bisa berbuat banyak karena perjalanan ini adalah kemauan Soeharto. Try yang kemudian hari menjadi Wakil Presiden pun melihat Soeharto terlihat begitu menikmati perjalanan keluar masuk desa.

Semua hal yang ditemui di lapangan dicatat Soeharto untuk jadi bahan dalam rapat kabinet. 
Saking menikmatinya perjalanan itu, Soeharto tidak protes atau pun marah saat ajudannya salah mengambil jalan hingga akhirnya tersasar. Padahal, Soeharto mengetahui betul seluk beluk wilayah itu.

Dalam ingatan Try, Soeharto ketika itu hanya tersenyum.


Perjalanan incognito itu pun berakhir di Istana Cipanas dengan kondisi semua lelah. Try mengungkapkan, Soeharto mempersilakan para pembantunya untuk makan terlebih dulu daripada dirinya.
=========================================-====


Tulisana : Andi Riza Fardiansyah  : 
Mewujudkan Sistem Pemerintahan Ideal di Indonesia

Bagaimanakah mewujudkan system pemerintahan yang dapat menjadi faktor utama terwujudnya general walfare di Indonesia. Mungkin pertanyaan ini sudah agak sedikit usang ditelinga kita semua. Namun keusangan pertanyaan ini bukanlah alasan pertanyaan ini tidak akan pernah ditanyakan lagi. Dalam sebuah masyarakat, kita jarang sekali menemukan adanya sebuah konsep yang bertahan dan baku. Tentu saja tetap ada riak dan kritik bagi setiap konsep yang diterapkan. Ini adalah konsekuensi dasar dari sifat dinamisnya masyarakat sebagai objek sebuah system kehidupan bersama diterapkan

Walau bagaimanapun, sebuah pemikiran tentang bagaimana menyususn sebuah konsep pemerintahan yang ideal adalah sebuah hasil rekonstruksi subjektif dari satu orang untuk kemudian diterapkan kepada masyarakat yang realitasnya merupakan objek-objek yang jamak. Tentu saja penerapan ini tidak bisa dihindarkan dari berbagai tingkatan konflik, mulai dari konflik konseptual sampai manifestasi konflik dalam bentuk fisik. Dalam pandangan masyarakat yang dinamis hal ini adalah sebuah kewajaran.

Indonesia; fakta sejarah hingga pembentukan Negara kesatuan

Dalam topic ini, objek yang kemudian kita jadikan sebagai focus utama pembahasan kita kali ini adalah tentang “upaya mewujudkan system pemerintahan ideal di Indonesia”. Tentu saja pembicaraan ini adalah pembicaraan yang diawalai dengan bagaimana melihat Indonesia secara factual. Bahwa Indonesia adalah Negara yang berdiri diatas fondasi heterogenitas budaya, corak berfikir sampai derajat kesopanan.

Walaupun ada beberapa episode sejarah perjalanan bangsa ini yang menceritakan kenekatan beberapa kelompok untuk mendeklarasikan konse persatuan dan kesatuan (sejak Sumpah Pemuda 1928 sampai Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 1945) namun tetap saja persatuan dan kesatuan itu bukanlah sebuah sitesis sebagaimana bersatunya antara Oksigen dan Hidrogen membentuk Air. Persatuan dan kesatuan yang dimaksudkan adalah persatuan dan kesatuan dalam tataran konseptual. Persatuan dan kesatuan tentang cara hidup bersama. Persatuan dan kesatuan identitas, tetapi tidak meninggalkan ciri partikularitasnya. Ini merupakan aspek terpenting yang harus dipertimbangkan dalam mewujudkan sebuah system pemerintahan yang ideal untu konteks masyarakat yang heterogen.

Kita tidak bias memaksakan persatuan dan kesatuan itu lahir sebagai hasil dari sebuah akulturasi budaya. Dalam konteks masyarakat yang heterogen seperti di Indonesia, setiap suku adalah sama dan sederajat. Dasar ini yang seharusnya termanifestasikan dalam konsep persatuan dan kesatuan di Indonesia.

Namun fakta yang kitta temui ternyata sangatlah berbeda. Penerapan konsep kehidupan bersama dalam bingkai persatuan dan kesatuan yang selama ini berjalan pada system pemerintahan di Indonesia adalah persatuan dan kesatuan yang lahir dari konsep akulturasi. Budaya diadu untuk menghasilkan budaya pemenang dan menyisakan dendam yang akan meledak menjadi sebuah konflik sara ketika menemukan pemicunya. Tidak sedikit dan bahkan bukan satu atau dua kali kita mendengar pecahnya konflik sara diberbagai daerah di Indonesia. Apakah ini merupakan wajah asli dari persatuan dan kesatuan yang dimaksudkan? Tentu saja dalam kesadaran dan kondisi normal semua orang di Indonesia tidak menginginkan hal ini terjadi.

Bingkai Persatuan dan Kesatuan dalam Heterogenitas Masyarakat Indonesia

Lalu bagaimanakah cara untuk mempersatukan masyarakat yang heterogen ini? Konsep seperti apa yang cocok untuk diterapkan di Indonesia? Ini adalah pertanyaan selanjutnya setelah kita melihat fakta heterogenitas yang ada dalam masyarakat Indonesia. Peratuan dan kesatuan yang ideal tentu saja adalah persatuan dan kesatuan yang kemudian mengandung unsur-unsur sebagai berikut :

1, Pluralitas, - 2. Toleransi,- 3. Menghormati hak-hak asasi manusia, -4.Tunduk pada aturan hukum
Empat unsur ini adalah unsur yang mesti ada dalam konteks masyarakaat yang heterogen. Karena dengan empat unsur inilah kita bisa berinteraksi tanpa mencederai identitas pribadi kita masing-masing. Pluralitas aadalah prinsip dimana kita mengenyampingkan identitas pribadi kita ketika kita berinteraksi di ruang publik. Hal ini tidak berarti bahwa kita melepaskan identitas pribadi kita, namun tidak menjadikannya sebagai pokok utama interaksi untuk sementar waktu adalah hal yang penting dalam interaksi di masyarakkat yang heterogen seperti Indonesia. Toleransi adalah konsep tentang saling menghormati. Hak-hak Asasi Manusia adalah konsep universal tentang kesederajatan dan persamaan hak antara manusia; dan Tunduk Pada Aturan Hukum merupakan kiristalisasi dari setiap proses persatuan dan kesatuan yang dimaksudkan.

Pemerintahan Ideal di Indonesia; Mungkinkah?

Sebenarnya, untuk mewujudkan konsep pemerintahan yang ideal di Indonesia bukanlah hal yang mustahil seperti membuat segetiga bersisi empat atau memkasakan ½ lebih besar daripada 1. Namun ini bukan perkerjaan yang dapat dilakukan dalam waktu satu periode pemerintahan. Hal ini membutuhkan kontunuitas dan konsistensi tinggi serta arah yang jelas untuk mewujudkan semua ini. Setidaknya ada beberapa hal yang harusnya mesti ada dalam system pemerintahan di Indonesia.

System pemerintahan haruslah merupakan system yang berasal dari kondisi realitas bangsa Indonesia. Kelemhan kita selama ini adalah system pemerintahan yang diterapkan adalah system hasil caplokan dari konsep yangtelah diterapkan di Negara lain. Tanpa terlebih dahulu disadari bahwa konteks masyarakat kita berjalan berdasarkan prinsip-prinnsip yang berbeda dengan masyarakat diluar Indonesia.

System pemerintahan yang dijalankan berdasarkan kesadaran masyarakat. Kita tahu, nahwa perbedaaan terbesar antara konsep masyarakat monarki dan demokrasi adalah pada dasar ketaatan masyarakat terhadap pemerintah. Dalam konsep masyarakat monarki, ketaatan rakyat dibangun diatas dasar “rasa takut” sedangkan dalam konsep masyarakat demokrasi ketaatan masyarakat dibangun diatas dasar pilihan rasional setiap orang. Apabila Indonesia mendeklarasikan dirinya sebagai sebuah Negara yang berdasarkan pada konssep demokrasi, maka demokratisasi adalah upaya pemerintah untuk menciptakan pilihan-pilihan rasional kepada masyarakatnya. Bukan berdasarkan uang dan tipu muslihat serta janji yang tidak pernah ditepati.

System pemerintahan yang dijalankan berdasarkan konsep pluralitas dan toleransi. Bahwa tidak seharusnya Indonesia menjadi Negara yang hanyamenjadikan satu agama lebih tinggi dari agama lain. Atau satu suku lebih utama dari suku yang lain. Karena se-mayoritas apapun sebuah agama, kita tidak bias mengatakan bahwa minoritas itu tidak punya hak.

Pembangunan kesadaran akan hukum dan hak asasi manusia. Mungkin ini hal yang paling penting dalam upaya perwujudan system pemerintahan yang ideal di Indonesia. Hal ini merupakan hal yang sangat substansial dalam sebuah system pemerintahan. Pemerintahan yang tidak mendapatkan trust dari rakyatnnya pada dasarnyamerupakan pemerintahan yang sama sekali tidak berguna. Bagaimana mungkin sebuah system pemerintahan akan mengklaim bahwa pemerintahan ini ditujukan untuk rakyat sedangkan trust dari masyarakat saja tidak ada. Pembangunan kepercayaan masyarakat haruslah dilakukan dengan realisasi program kerja. Mendapatkan kepercayaan masyarakat tidak bias dilakukan dengan cara pengalihan isu dan pencitraan yang berlebihan. Karena tingkat intelektualitas masyarakat linear dengan tingkat apatisasinya. Ketika sebuah system pemerintahan dibangun berdasarkan kepercayaan masyarakat, maka masyarakat akan dengan senang hati menjadi patuh dan taat akan hukum. Karena system dibangun berdasarkan fakta dan kondisi yang ada pada masyaraat itu sendri. Bukan berdasarkan hasil studi banding ke luar negeri yang cenderng menghabiskan anggaran dan tidak memiliki hasil sama sekali.

System pemerintahan yang diawali dari pemenuhan basic rights masyarakat. Seharusnnya Indonesia menjadikan pemenuhan sandang, pangan, papan dan pendidikan menjadi focus utama alokasi APBN setiap tahunnya. Karena bagaimana mungkin mayarakat akan menjadi maysrakat yang adil dan sejahtera katika hak-haknya yang paling mnedasar tidak bias dipenuhi oleh pemerintah. Namun faktanya, di Indonesia pemenuhan basic rightsi sepertinyabukanmenjadi focus utama penyelenggaraan pemerintahan. Tidak seperti ketika pemerintah menagih kewajiban masyarakat untuk membayar pajak.

Yang terakhir adalah alur pemerintahan yang jelas. Dimana alur pemerintahan ini merupakan konsep utama agar dari satu pemerintahan ke pemerintahan yang lain tidak terjadi missing link. Seperti yang terjadi selama ini bahwa setiap periode pemerintahan di Indonesia cenderung untuk membawa konsep baru, bukan melanjutkan konsep yang sudah ada. Konsekuensianya, lima tahun sekali Indonesia menggali pondasi baru. Lima tahun sekali kita start lalu kapan kita akan sampai di titik akhir?

Enam point tentang system pemerintahan yang ideal ini adalah point yang tidak berbicara dalam skala prioritas ataukah pilihan. Namun ke-enam point ini adalah substansi yang harus ada secara akumulatif dalam system pemerintahan di Indonesia. System pemerintahan ideal di Indonesia bukan mitos dan juga bukan sebuah utopia. Akan tetapi merupakan sebuah realisasi dari kesadaran bernegara.