Kamis, 29 Agustus 2013

Pledoi SH.II ( Bagian.2)




Selanjutnya untuk melukiskan sikap saya terhadap pemimpin-pemimpin RI yang berada di Bangka, saya kemukakan hal sebagai berikut:

Serentak saya mendengar, bahwa terhadap isteri Presiden Soekarno ada perlakuan kurang baik dari pihak militer Belanda, ialah beliau sesudah ditawannya Bung Karno harus segera keluar dari istana, saya ajukan soal ini kepada Wakil Tinggi Mahkota dengan permintaan supaya akibat-akibat dari perlakuan yang tidak baik itu ditiadakan lagi. Dan perantaraan saya ini mendapat hasil yang menyenangkan.

Dan ketika yang paling indah dalam perjuangan politik saya, ialah pada saat saya di Pangkalpinang sebagai Ketua delegasi BFO sebagai orang yang pertama yang berjabat tangan dengan Presiden Soekarno sekeluar saya dari mobil.
Dengan lukisan-lukisan di atas saya rasa sudah cukup dibuktikan, bahwa keterangan Mr. Anak Agung itu tak dapat dipertahankan kebenarannya.

Saudara Ketua,
Sampailah saya sekarang kepada pembicaraan Konperensi Antar-Indonesia, yang diadakan di Jogja dari tanggal 19 s/d 23 Juli 1949 dan dari tanggal 31 Juli s/d 2 Agustus l949 di Jakarta.

Dalam pembicaraan di Bangka antara pemimpin-pemimpin RI dan delegasi BFO, didapat kata sepakat untuk dengan selekas-lekasnya mengadakan perundingan politik antara RI dan BFO, apabila pemimpin- pemimpin RI telah kembali di Jogja.

Permintaan Presiden Soekarno untuk memulai pembicaraan itu di Jogja dan kemudian, di mana perlu diteruskan di Jakarta, oleh BFO diterima dengan kegembiraan hati.
Saya rasa tak berlebih-lebihan, bila saya katakan, bahwa perundingan yang dimulai dengan kegembiraan hati, akan tetapi juga dengan sedikit ketegangan, kedua-dua kalinya berjalan dengan penuh keselarasan (in volledige harmonic) dan dengan mencapai kesepakatan yang sebulat-bulatnya.

Saudara Ketua,
Guna menggambarkan suasana pembicaraan-pembicaraan tadi, perkenankanlah saya mengutip beberapa passage dari pidato Presiden dan Wakil Presiden, pemimpin delegasi RI, yang oleh beliau masing-masing diucapkan dalam perundingan itu.

Saya mulai dengan kata sambutan Wakil Presiden pada pembukaan Konperensi Antar-Indonesia yang ke-2 (Permusyawaratan Antar-Indonesia hal. 39):

“Konperensi Inter-Indonesia bagian pertama di Jogjakarta berjalan dengan baik, dalam suasana saling mengerti, dan kita sudahi dengan rasa persaudaraan. Demikianlah, permusyawaratan antara kita sama kita itu mengembalikan kita ke dalam dunia perasaan: satu bangsa dan satu tanah air, dengan satu bahasa nasional.

Kita mendapat kata mufakat, bahwa sang saka “Merah-Putih” adalah simbol kehormatan bangsa Indonesia dan Indonesia Raya adalah lagu kebangsaan kita. Indonesia Merdeka ciptaan bangsa akan bernama “Republik Indonesia Serikat”, suatu negara demokrasi yang berbentuk federasi.”

Kemudian saya kutip dari pidato penutup Wakil Presiden:
“Pada rapat penutup ini saya dapat mengatakan dengan gembira, bahwa kami Delegasi Republik Indonesia merasa puas dengan hasil yang kita capai dalam waktu yang begitu pendek. Yang lebih menggembirakan sekali ialah, bahwa segala pembicaraan dilakukan dalam suasana persaudaraan dan bahwa rasa persaudaraan itu semakin lama semakin tebal.”

Dan pada akhirnya saya kutip dari pidato sambutan Presiden Soekarno pada pembukaan Konperensi Antar-Indonesia bagian pertama di Jogja (hal. 107).

“Saya sendiri amat bahagia, bahwa konperensi ini dapat berlangsung pada permulaan nya di Ibu Kota Republik Indonesia dan di sinilah tempatnya saya mengucapkan terima kasih saya kepada BFO seluruhnya, kepada Sri Paduka Sultan Hamid, Ketua BFO khususnya, bahwa BFO beserta ketuanya menyetujui kompromi yang kami usulkan tempo hari, ialah agar supaya permulaan konperensi ini diadakan di Ibu Kota Republik Indonesia, dan bahagian kedua, mana kala masih ada hal-hal yang perlu dirundingkan terus menerus, diadakan di kota Jakarta.

Saya berbahagia bukan saja oleh karena Jogjakarta adalah Ibu Kota Republik, bukan saja oleh karena dengan diadakan bahagian pertama konperensi di Jogjakarta kami mendapat penghormatan besar, tetapi terutama sekali ialah, bahwa konperensi Antar-Indonesia ini, yang bermaksud bukan saja meletakkan jembatan di atas jurang yang memisahkan pihak Republik dan BFO, tetapi malahan sedapat mungkin menutup sama sekali jurang itu.”

Saudara Ketua,
Apakah ucapan pemimpin-pemimpin tadi hanya merupakan omong kosong belaka dan tak ada artinya sama sekali?
Pada waktu itu saya tidak percaya, bahwa memang demikian adanya dan sekarang pun saya belum percaya!
Suasana pembicaraan begitu menyenangkan, sehingga pada saya tidak pernah timbul perasaan, bahwa kita asing satu dengan lainnya. Sebaliknya, pada saya pada hari-hari itu timbul keyakinan bahwa di Jogjakarta telah digembleng persatuan, yang kokoh kuat, yang tak akan dapat retak oleh karena sentiment politik.

Saya mengikuti Konperensi Antar-Indonesia di Jogjakarta itu, kecuali sebagai Ketua Delegasi BFO, juga sebagai Ketua Panitia Kenegaraan dan Kemiliteran dari BFO. Dan suasana yang saya rasakan selama perundingan, ialah suasana: “Bagaimanakah caranya kita selekas-lekas nya dapat bersatu!”

Perundingan-perundingan ini, yang diadakan oleh dan antara bangsa Indonesia sendiri telah menyebabkan tercapainya beberapa persetujuan mengenai kenegaraan dan kemiliteran.

Mengenai kenegaraan, yang terpenting, ialah diakuinya oleh kedua belah pihak bahwa negara kita itu negarademokrasi yang berbentuk federasi.

Hasil perundingan ini kemudian tercantum di dalam UUD Sementara RIS, yang ditetapkan di Negara Belanda oleh delegasi RI dan delegasi BFO dan yang kemudian di-ratificeer oleh parlemen dari masing-masing negara bagian.

Tentang soal kemiliteran terdapat persesuaian paham, bahwa dalam pembentukan Angkatan Perang RIS, TNI akan merupakan intisarinya bersama-sama dengan anggota bangsa Indonesia dari KNIL, KL, dan lain-lain kesatuan dengan syarat-syarat yang akan ditentukan.

Saudara Ketua,
Apakah sekarang semua hasil-hasil pembicaraan-pembicaraan, dimana saya sendiri dengan secara aktif turut serta, termasuk pula UUD Sementara, harus dianggap sebagai “kertas sobekan” (vodjes papier) belaka, diadakan melulu dengan maksud untuk selekas-lekasnya meniadakan atau memutuskan segala persetujuan yang telah tercapai itu?  Tidak, bukan?

Dari sebab itu, saya memulai pekerjaan saya dengan penuh pengharapan dan penuh cita-cita untuk membantu supaya negara kita di dunia internasional mendapat kedudukan yang selaras dengan keadaannya. Menurut jumlah penduduknya negara kita di kalangan bangsa-bangsa menduduki tempat yang ke-6.

Saudara Ketua,
Segera sekembali saya di Indonesia, ialah sesudah penyerahan kedaulatan, terjadilah suatu peristiwa yang menimbulkan kekecewaan pada saya. Saya dapat kabar, bahwa dalam satu minggu akan dikirim ke Kalimantan Barat pasukan-pasukan TNI.

Saudara Ketua,
Perkenankanlah saya meninjau peristiwa itu lebih dalam sedikit. Yang demiki­an itu untuk menjaga jangan sampai timbul salah paham.

Segera sesudahnya Konperensi Antar-Indonesia, ialah setelah didapat kepastian, bahwa APRIS yang akan dibentuk itu, akan terdiri dari TNI sebagai intisarinya ditambah dengan kesatuan-kesatuan dari bekas KNIL, VB, dan lain-lain, di Ka­limantan Barat saya mulai berusaha supaya anggota-anggota KNIL bangsa Indone­sia di Kalimantan Barat dengan gembira masuk APRIS.

Sebelum penyerahan kedaulatan, di Kalimantan Barat saya telah siapkan untuk masuk APRIS satu kompi bekas KNIL serta pula satu kompi Dayak, yang telah mendapat latihan. Menurut pendapat saya, yang demikian itu akan memperkuat pasukan TNI, yang menurut hemat saya tentu akan dikirim ke Kalimantan Barat, sesudah penyerahan kedaulatan.
Kecuali dari itu, saya telah membikin program yang agak luas untuk menerima TNI, sedang rencana upacara penyerahan pasukan bekas KNIL dan penerimaannya oleh APRIS telah saya selesaikan pula.

Saudara Ketua,
Apabila diketahui, bagaimana hati saya selalu tertarik oleh kemiliteran, dapatlah digambarkan, bagaimana berdebar-debarnya hati saya sambil menunggu saat upacara itu yang akan dilakukan.
Dapatlah diraba-raba pula, bagaimana besar kekecewaan saya serenta men­dengar, bahwa di luar pengetahuan saya telah diputus untuk mengirimkan dengan begitu saja TNI ke Kalimantan Barat.

Adalah maksud saya untuk membicarakan dengan Menteri Pertahanan sekembali saya di Indonesia rencana dan skema saya, supaya pemasukan orang-orang bekas KNIL ke dalam APRIS berjalan dengan lancar dan cepat. Akan tetapi yang demikian itu sudah tidak perlu lagi, karena Staf Angkatan Perang rupanya sudah mempunyai rencana yang sama sekali berlainan.

Dengan sendirinya saya akui, bahwa Menteri Pertahananlah yang bertanggung jawab sepenuhnya akan segala hal mengenai angkatan perang. Untuk menempatkan pasukan APRIS di Kalimantan Barat beliau tidak perlu izin dari saya. Akan tetapi saya menjadi anggota kabinet juga dan di samping itu Kepala Daerah Ka­limantan Barat, yang lebih mengetahui keadaan di Kalimantan Barat dari pada siapapun juga, sekalipun de facto saya tidak memangku jabatan.

Tangsi-tangsi semua penuh dengan KNIL serta keluarganya. Oleh kebakaran dua kali yang besar di dalam tahun 1945 dan 1946, Pontianak telah banyak kehilangan rumah tempat tinggal. Dengan demikian tidak mungkin untuk dalam waktu yang begitu pendek, ialah hanya beberapa minggu menyediakan perumahan buat 1000 anggota tentara baru.

Kecuali dari itu, adalah pula perintah yang agak ganjil ialah bahwa Kalimantan Barat Kecuali menyediakan perumahan, harus pula menyediakan pembayarannya, makanannya, pakaiannya, dan lain-lain, dan segala sesuatu begitu saja dengan secara mendadak.
Dari pihak pimpinan tentara sama sekali tak nampak kehendak untuk dengan secara berunding memecahkan bersama-sama soal-soal yang timbul.

Apabila permintaan-permintaan yang tak kurang banyaknya itu tidak lekas dipenuhi, maka Dewan Pemerintah dengan tidak terus terang dicap tidak mau membantu, bahkan dituduh yang tidak-tidak.

Pada waktu pengoperan pemerintah di Banjarmasin, beratus-ratus, jika tidak beribu-ribu, orang yang datang menyatakan dirinya sebagai pahlawan gerilya.
Besar rasa hormat saya kepada pejuang kemerdekaan pada waktu revolusi. Oleh karena ketabahan mereka, Republik dapat mencapai apa yang sekarang tercapai itu. Akan tetapi Kalimantan Barat merupakan suatu daerah yang semenjak 1945 selalu aman, di mana jam malam tidak pernah dikenal.

Apakah sudah selayaknya suatu daerah yang sama sekali aman, di mana kewajiban tentara hanya terdiri dari pekerjaan garnisun dan patroli biasa, jadi pekerjaan yang terutama membutuhkan ketertiban dan disiplin, ditempatkan anggota-anggota tentara yang tidak biasa lagi akan disiplin atau yang belum membiasakan dirinya akan disiplin?

Segera sesudah saya mendengar tentang niatan mengirim TNI ke Kalimantan Barat, saya berusaha menjumpai Menteri Pertahanan guna membicarakannya de­ngan beliau. Sebagai soal pertama yang akan dibicarakan, ialah supaya dikirim kesatuan, yang sudah biasa akan pekerjaan garnisun.

Akan tetapi dengan menyesal saya tak dapat berhubungan dengan beliau ka­rena waktu itu beliau sedang sakit. Saya hanya dapat bicara dengan beliau beberapa menit di lapangan udara Kemayoran sebelum beliau berangkat ke Jogjakarta. Be­liau menyanggupkan untuk mengundurkan pengiriman tentara itu sampai beliau sembuh dari sakitnya untuk meninjau kembali soal itu.

Saudara Ketua,
Sekian dengan ringkas peristiwa penempatan TNI di Kalimantan Barat. Sekali lagi ditegaskan di sini, bahwa saya sama sekali tidak ada keberatan akan pengirim­an dan penempatan TNI di Kalimantan Barat, akan tetapi yang saya sesalkan ia­lah caranya, yang menyinggung perasaan.

Saudara Ketua,
Oleh karena saya toh sudah membicarakan soal ketentaraan, baiklah saya kupas di sini penjelasan lain soal di lapangan ketentaraan, yang juga jauh daripada memberi kepuasaan kepada saya.

Sebagai telah dikemukakan di atas, di dalam Konperensi Antar-Indonesia saya turut serta Kecuali sebagai Ketua Delegasi BFO, juga antara lain sebegai Ketua Panitia Ketentaraan.
Tidak perlu rasanya saya uraikan di sini bagaimana kedua delegasi dengan penuh perhatian dan ketegangan menunggu dimulainya pembicaraan.

Akan tetapi segera sesudah pembicaraan dimulai, ternyata, bahwa antara kedua delegasi timbul saling mengerti, yang tidak sedikit meredakan suasana. Kecuali dari itu, ternyata pula, bahwa tak ada soal-soal yang tak dapat dipecahkan.