Pustaka Sejarah Kadriah
By : STTS
Selanjutnya untuk melukiskan sikap saya terhadap
pemimpin-pemimpin RI yang berada di Bangka, saya kemukakan hal sebagai berikut:
Serentak saya mendengar, bahwa terhadap isteri
Presiden Soekarno ada perlakuan kurang baik dari pihak militer Belanda, ialah
beliau sesudah ditawannya Bung Karno harus segera keluar dari istana, saya
ajukan soal ini kepada Wakil Tinggi Mahkota dengan permintaan supaya
akibat-akibat dari perlakuan yang tidak baik itu ditiadakan lagi.
Dan
perantaraan saya ini mendapat hasil yang menyenangkan.
Dan ketika yang paling indah dalam perjuangan
politik saya, ialah pada saat saya di Pangkalpinang sebagai Ketua delegasi BFO
sebagai orang yang pertama yang berjabat tangan dengan Presiden Soekarno
sekeluar saya dari mobil.
Dengan lukisan-lukisan di atas saya rasa sudah
cukup dibuktikan, bahwa keterangan Mr. Anak Agung itu tak dapat dipertahankan
kebenarannya.
Saudara Ketua,
Sampailah saya sekarang kepada pembicaraan
Konperensi Antar-Indonesia, yang diadakan di Jogja dari tanggal 19 s/d 23 Juli
1949 dan dari tanggal 31 Juli s/d 2 Agustus l949 di Jakarta.
Dalam pembicaraan di Bangka antara
pemimpin-pemimpin RI dan delegasi BFO, didapat kata sepakat untuk dengan
selekas-lekasnya mengadakan perundingan politik antara RI dan BFO, apabila
pemimpin- pemimpin RI telah kembali di Jogja.
Permintaan Presiden Soekarno untuk memulai
pembicaraan itu di Jogja dan kemudian, di mana perlu diteruskan di Jakarta,
oleh BFO diterima dengan kegembiraan hati.
Saya rasa tak berlebih-lebihan, bila saya
katakan, bahwa perundingan yang dimulai dengan kegembiraan hati, akan tetapi
juga dengan sedikit ketegangan, kedua-dua kalinya berjalan dengan penuh
keselarasan (in volledige
harmonic) dan dengan mencapai kesepakatan yang sebulat-bulatnya.
Saudara Ketua,
Guna menggambarkan suasana pembicaraan-pembicaraan
tadi, perkenankanlah saya mengutip beberapa passage dari pidato Presiden dan Wakil
Presiden, pemimpin delegasi RI, yang oleh beliau masing-masing diucapkan dalam
perundingan itu.
Saya mulai dengan kata sambutan Wakil Presiden
pada pembukaan Konperensi Antar-Indonesia yang ke-2 (Permusyawaratan
Antar-Indonesia hal. 39):
“Konperensi Inter-Indonesia bagian pertama di Jogjakarta berjalan
dengan baik, dalam suasana saling mengerti, dan kita sudahi dengan rasa
persaudaraan. Demikianlah, permusyawaratan antara kita sama kita itu
mengembalikan kita ke dalam dunia perasaan: satu bangsa dan satu tanah air,
dengan satu bahasa nasional.
Kita mendapat kata mufakat, bahwa sang saka “Merah-Putih” adalah
simbol kehormatan bangsa Indonesia dan Indonesia Raya adalah lagu kebangsaan
kita.
Indonesia Merdeka ciptaan bangsa akan bernama “Republik Indonesia Serikat”,
suatu negara demokrasi yang berbentuk federasi.”
Kemudian saya kutip dari pidato penutup Wakil
Presiden:
“Pada rapat penutup ini saya dapat mengatakan dengan gembira,
bahwa kami Delegasi Republik Indonesia merasa puas dengan hasil yang kita capai
dalam waktu yang begitu pendek. Yang lebih menggembirakan sekali ialah, bahwa
segala pembicaraan dilakukan dalam suasana persaudaraan dan bahwa rasa
persaudaraan itu semakin lama semakin tebal.”
Kntroversi atau Rekayasa ?
Dan pada akhirnya saya kutip dari pidato
sambutan Presiden Soekarno pada pembukaan Konperensi Antar-Indonesia bagian
pertama di Jogja (hal. 107).
“Saya sendiri amat bahagia,
bahwa konperensi ini dapat berlangsung
pada permulaan nya di Ibu Kota Republik Indonesia dan di sinilah tempatnya saya
mengucapkan terima kasih saya kepada BFO seluruhnya, kepada Sri Paduka Sultan Hamid, Ketua BFO
khususnya, bahwa BFO beserta
ketuanya menyetujui kompromi yang kami usulkan tempo hari, ialah agar supaya
permulaan konperensi ini diadakan di Ibu Kota Republik Indonesia, dan bahagian
kedua, mana kala masih ada hal-hal yang perlu dirundingkan terus menerus,
diadakan di kota Jakarta.
Saya berbahagia bukan saja oleh karena Jogjakarta adalah Ibu Kota
Republik, bukan saja oleh karena dengan diadakan bahagian pertama konperensi di
Jogjakarta kami mendapat penghormatan besar, tetapi terutama sekali ialah,
bahwa konperensi Antar-Indonesia ini, yang bermaksud bukan saja meletakkan
jembatan di atas jurang yang memisahkan pihak Republik dan BFO, tetapi malahan
sedapat mungkin menutup sama sekali jurang itu.”
Saudara Ketua,
Apakah ucapan pemimpin-pemimpin tadi hanya
merupakan omong kosong belaka dan tak ada artinya sama sekali?
Pada waktu itu saya tidak percaya, bahwa memang
demikian adanya dan sekarang pun saya belum percaya!
Suasana pembicaraan begitu menyenangkan,
sehingga pada saya tidak pernah timbul perasaan, bahwa kita asing satu dengan
lainnya. Sebaliknya, pada saya pada hari-hari itu timbul keyakinan bahwa di
Jogjakarta telah digembleng persatuan, yang kokoh kuat, yang tak akan dapat
retak oleh karena sentiment politik.
Saya mengikuti Konperensi Antar-Indonesia di
Jogjakarta itu, kecuali sebagai Ketua Delegasi BFO, juga sebagai Ketua Panitia
Kenegaraan dan Kemiliteran dari BFO. Dan suasana yang saya rasakan selama
perundingan, ialah suasana: “Bagaimanakah caranya kita selekas-lekas nya dapat
bersatu!”
Perundingan-perundingan ini, yang diadakan oleh
dan antara bangsa Indonesia sendiri telah menyebabkan tercapainya beberapa
persetujuan mengenai kenegaraan dan kemiliteran.
Mengenai kenegaraan, yang terpenting, ialah
diakuinya oleh kedua belah pihak bahwa negara kita itu negarademokrasi yang berbentuk federasi.
Hasil perundingan ini kemudian tercantum di dalam
UUD Sementara RIS, yang ditetapkan di Negara Belanda oleh delegasi RI dan
delegasi BFO dan yang kemudian di-ratificeer oleh parlemen dari
masing-masing negara bagian.
Tentang soal kemiliteran terdapat persesuaian
paham, bahwa dalam pembentukan Angkatan Perang RIS, TNI akan merupakan
intisarinya bersama-sama dengan anggota bangsa Indonesia dari KNIL, KL, dan
lain-lain kesatuan dengan syarat-syarat yang akan ditentukan.
Saudara Ketua,
Apakah sekarang semua hasil-hasil
pembicaraan-pembicaraan, dimana saya sendiri dengan secara aktif turut serta,
termasuk pula UUD Sementara, harus dianggap sebagai “kertas sobekan” (vodjes papier) belaka, diadakan melulu dengan maksud
untuk selekas-lekasnya meniadakan atau memutuskan segala persetujuan yang telah
tercapai itu? Tidak, bukan?
Dari sebab itu, saya memulai pekerjaan saya
dengan penuh pengharapan dan penuh cita-cita untuk membantu supaya negara kita
di dunia internasional mendapat kedudukan yang selaras dengan keadaannya.
Menurut jumlah penduduknya negara kita di kalangan bangsa-bangsa menduduki
tempat yang ke-6.
Saudara Ketua,
Segera sekembali saya di Indonesia, ialah
sesudah penyerahan kedaulatan, terjadilah suatu peristiwa yang menimbulkan
kekecewaan pada saya. Saya dapat kabar, bahwa dalam satu minggu akan dikirim ke
Kalimantan Barat pasukan-pasukan TNI.
Saudara Ketua,
Perkenankanlah saya meninjau peristiwa itu lebih
dalam sedikit. Yang demikian itu untuk menjaga jangan sampai timbul salah
paham.
Segera sesudahnya Konperensi Antar-Indonesia,
ialah setelah didapat kepastian, bahwa APRIS yang akan dibentuk itu, akan
terdiri dari TNI sebagai intisarinya ditambah dengan kesatuan-kesatuan dari
bekas KNIL, VB, dan lain-lain, di Kalimantan Barat saya mulai berusaha supaya
anggota-anggota KNIL bangsa Indonesia di Kalimantan Barat dengan gembira masuk
APRIS.
Sebelum penyerahan kedaulatan, di Kalimantan
Barat saya telah siapkan untuk masuk APRIS satu kompi bekas KNIL serta pula
satu kompi Dayak, yang telah mendapat latihan.
Menurut pendapat saya, yang
demikian itu akan memperkuat pasukan TNI, yang menurut hemat saya tentu akan
dikirim ke Kalimantan Barat, sesudah penyerahan kedaulatan.
Kecuali dari itu, saya telah membikin program
yang agak luas untuk menerima TNI, sedang rencana upacara penyerahan pasukan
bekas KNIL dan penerimaannya oleh APRIS telah saya selesaikan pula.
Saudara Ketua,
Apabila diketahui, bagaimana hati saya selalu
tertarik oleh kemiliteran, dapatlah digambarkan, bagaimana berdebar-debarnya
hati saya sambil menunggu saat upacara itu yang akan dilakukan.
Dapatlah diraba-raba pula, bagaimana besar
kekecewaan saya serenta mendengar, bahwa di luar pengetahuan saya telah
diputus untuk mengirimkan dengan begitu saja TNI ke Kalimantan Barat.
Adalah maksud saya untuk membicarakan dengan
Menteri Pertahanan sekembali saya di Indonesia rencana dan skema saya, supaya
pemasukan orang-orang bekas KNIL ke dalam APRIS berjalan dengan lancar dan
cepat. Akan tetapi yang demikian itu sudah tidak perlu lagi, karena Staf
Angkatan Perang rupanya sudah mempunyai rencana yang sama sekali berlainan.
Dengan sendirinya saya akui, bahwa Menteri
Pertahananlah yang bertanggung jawab sepenuhnya akan segala hal mengenai
angkatan perang. Untuk menempatkan pasukan APRIS di Kalimantan Barat beliau
tidak perlu izin dari saya. Akan tetapi saya menjadi anggota kabinet juga dan
di samping itu Kepala Daerah Kalimantan Barat, yang lebih mengetahui keadaan
di Kalimantan Barat dari pada siapapun juga, sekalipun de facto saya tidak
memangku jabatan.
Tangsi-tangsi semua penuh dengan KNIL serta
keluarganya. Oleh kebakaran dua kali yang besar di dalam tahun 1945
dan 1946, Pontianak telah banyak kehilangan rumah tempat tinggal. Dengan
demikian tidak mungkin untuk dalam waktu yang begitu pendek, ialah hanya
beberapa minggu menyediakan perumahan buat 1000 anggota tentara baru.
Kecuali dari itu, adalah pula perintah yang agak
ganjil ialah bahwa Kalimantan Barat Kecuali menyediakan perumahan, harus pula
menyediakan pembayarannya, makanannya, pakaiannya, dan lain-lain, dan segala
sesuatu begitu saja dengan secara mendadak.
Dari pihak pimpinan tentara sama sekali tak
nampak kehendak untuk dengan secara berunding memecahkan bersama-sama soal-soal
yang timbul.
Apabila permintaan-permintaan yang tak kurang
banyaknya itu tidak lekas dipenuhi, maka Dewan Pemerintah dengan tidak terus terang
dicap tidak mau membantu, bahkan dituduh yang tidak-tidak.
Pada waktu pengoperan pemerintah di Banjarmasin,
beratus-ratus, jika tidak beribu-ribu, orang yang datang menyatakan dirinya
sebagai pahlawan gerilya.
Besar rasa hormat saya kepada pejuang kemerdekaan
pada waktu revolusi. Oleh karena ketabahan mereka, Republik dapat mencapai apa
yang sekarang tercapai itu. Akan tetapi
Kalimantan Barat merupakan suatu daerah yang semenjak 1945 selalu aman, di mana
jam malam tidak pernah dikenal.
Apakah
sudah selayaknya suatu daerah yang sama sekali aman, di mana kewajiban tentara
hanya terdiri dari pekerjaan garnisun dan patroli biasa, jadi pekerjaan yang
terutama membutuhkan ketertiban dan disiplin, ditempatkan anggota-anggota
tentara yang tidak biasa lagi akan disiplin atau yang belum membiasakan dirinya
akan disiplin?
Segera sesudah saya mendengar tentang niatan
mengirim TNI ke Kalimantan Barat, saya berusaha menjumpai Menteri Pertahanan
guna membicarakannya dengan beliau. Sebagai soal pertama yang akan dibicarakan,
ialah supaya dikirim kesatuan, yang sudah biasa akan pekerjaan garnisun.
Akan tetapi dengan menyesal saya tak dapat
berhubungan dengan beliau karena waktu itu beliau sedang sakit. Saya hanya
dapat bicara dengan beliau beberapa menit di lapangan udara Kemayoran sebelum
beliau berangkat ke Jogjakarta. Beliau menyanggupkan untuk mengundurkan
pengiriman tentara itu sampai beliau sembuh dari sakitnya untuk meninjau
kembali soal itu.
Saudara Ketua,
Sekian dengan ringkas peristiwa penempatan TNI
di Kalimantan Barat. Sekali lagi ditegaskan di sini, bahwa saya sama sekali tidak ada keberatan akan pengiriman dan penempatan
TNI di Kalimantan Barat, akan tetapi yang saya sesalkan ialah caranya, yang
menyinggung perasaan.
Saudara Ketua,
Oleh karena saya toh sudah membicarakan soal
ketentaraan, baiklah saya kupas di sini penjelasan lain soal di lapangan
ketentaraan, yang juga jauh daripada memberi kepuasaan kepada saya.
Sebagai telah dikemukakan di atas, di dalam
Konperensi Antar-Indonesia saya turut serta Kecuali sebagai Ketua Delegasi BFO,
juga antara lain sebegai Ketua Panitia Ketentaraan.
Tidak perlu rasanya saya uraikan di sini
bagaimana kedua delegasi dengan penuh perhatian dan ketegangan menunggu
dimulainya pembicaraan.
Akan tetapi segera sesudah pembicaraan dimulai,
ternyata, bahwa antara kedua delegasi timbul saling mengerti, yang tidak
sedikit meredakan suasana. Kecuali dari itu, ternyata pula, bahwa tak ada
soal-soal yang tak dapat dipecahkan.