BAGIAN KE EMPAT ;
MELAYAT AYAH WAFAT DI PONTIANAK, Tahun 1814 M
By : Syarif Arif Chandra & Syarif Tue Tsani
Disusun berdasarkan Data dan Fakta Sejarah tertulis,
Dari Manuskrip Kuno - Nuswah Tua ,
Catatan Pangeran Bendahara
Syarif Ahmad bin Sultan Abdurrahman, tahun 1840 M
Masih menurut catatan Pangeran Bendahara Ahmad : 1840 M
Panglima Laksamana satu Syarif Abu Bakar Alkadri,
Meninggal dunia di pangkuan keponakan nya Sultan Syarif Kasim Alkadri ( Sultan Pontianak kedua, 1808 - 1819 M), - menutup mata pada 1814 M, dalam usia 79 tahun, lahir 1735 M,
Dari ibu Nyai Tengah, Utin Krinci Srikandi, putri Sultan Muhammad Jainudin. -
(Setelah wafatnya Nyai Tua, Utin Kabanat, Utien Chandramidi tua, kakak dari Nyai Tengah ini, dinikahi, untuk merawat anak - anak mendiang kakaknya ),-
Beliau lahir dari istri kedua Sayyid Husein di Matan.
Syarif Abubakar, sepanjang hidupnya, beliau menikahi 11 perempuan, dan mewariskan 32 anak keturunan, laki - laki dan perempuan, hingga hari ini.
""Jadi kalau ada yang mengatakan beliau mati kecil"",
"Tak punya keturunan, ;
""Itu "FITNAH" Sangat "KEJI", !!""
============
- Sebelum wafat, Panglima Laksamana satu Syarif Abu Bakar bin Sayyid Husein Alkadri berwasiat :
“Agar beliau di maqamkan di sekitar rumah beliau di Mariana ( bukan di Batulayang ) agar dekat dengan maqam anak beliau “Syarif Abdurrahman Alkadri “ yang meninggal dalam usia sembilan tahun, dari istri ke tiga, Inche Salmah”.
Alkisah, :
Setelah lebih empat puluh hari berada di Pontianak, sambil menunggu angin baik, sekaligus melepas rindu dengan anak - anak beliau yang ada di Pontianak, barulah rombongan keluarga Panglima Hitam Paku Alam Segeram, dari Pulau Tujuh, kembali ke Segeram
Sepeninggal wafat ayah nya,
Panglima Laksamana satu Syarif Abu Bakar Alkadri,
Pada tahun 1814 M, tadi :
Panglima Hitam Paku Alam, Menjadi kepala keluarga tertua, di Segeram, dari keturunan ini. Sementara saudara yang lain, dari ibu yang berbeda, dan Ibu yang sama, sudah menetap di beberapa daerah lainnya, dan sebagian besar keluar dari Pontianak.
Tercatat saudara Panglima Hitam Paku Alam yang laki- laki diantaranya, sbb
1. Sayyid Abdullah, bin Abubakar Tumenggung Banten, lahir Lombok : 1769 M, wafat Lombok 1856 M, Dimasa tua menetap di Lombok Nusa Tenggara Barat hingga wafat nya pada tahun 1856 M. Makam di Lombok. Ibu Aluyah Sambe. Abang Beliau
2. Sayyid Husein, bin Abubakar lahir di Lombok : 1772 , Kembar Abdillah. Makam di Pantai Lombok. Ibu Aluyah Sambe. Abang Beliau
3. Sayyid Abdillah, bin Abubakar Lahir di Lombok 1772 , Kembar Husein . Makam di Pantai Lombok . Ibu Aluyah Sambe. Abang Beliau.
4. Sayyid Mohdar, bin Abubakar Lahir Lombok 1782, Wafat 1860 , menetap di Sambas bersama keluarganya hingga wafat dan di Makam kan sekitar kraton Sambas. Ibu Aluyah Sambe. Adik Beliau.
5.. Sayyid ALI Pertama bin Abubakar , lahir Segeram : Merantau ke Batavia, bergabung dengan Pangeran Syarif Hamid ( ANGKE ) bin Sultan Abdurrahman. ( makam TPU Sungai Bambu, Tanjung Priok ) Ibu Syarifah Aminah, Adik beliau Satu Ibu.
6. Sayyid Maulana Malik bin Abubakar lahir Segeram 1783, Wafat 1871, Merantau ke Batavia juga, hingga wafat dan di Makam kan di Komp Mbah Priok Batavia. Ibu Syarifah Aminah. Adik bungsu satu ibu, Panglima Hitam Paku Alam Segerem ini.
7. Sayyid Abunijam, bin Abubakar Lahir Aceh 1776, Wafat Aceh 1859, Makam tua kandangan di Aceh. Saudara beliau lain ibu , dari Inche Salmah. Adik Beliau.
8. Sayyid Hasan, bin Abubakar lahir 1774, Wafat 1860, Merantau ke Semarang higga wafat dan di Makam kan di Jln. Taman Sri Kuncoro.III. No.28. Kalibanteng Kulon Semarang Barat Jawa Tengah . Adik Beliau. Dari Ibu Inche Salmah.
9. Sayyid Ahmad bin Abubakar , dari Ibu Dayang Kesumbi berasal dari Sintang.
10. Sayyid Hamid bin Abubakar. dari Ibu Dayang Kesumbi Sintang.
11. Sayyid Wahidin bin Abubakar , Ibu Saodah Sumenep Madura
12. Sayyid Syamsudin bin Abubakar, Ibu Saodah Sumenep Madura
13. Sayyid Al Amanah bin Abubakar, Ibu Minah Kristina menetap di Papua
14. Sayyid Samanhudi bin Abubakar, Ibu Kristina Minah menetap di Papua
15. Tengku Burhanuddin bin Abubakar Ibu Dayang Cut Maidah, Palembang
16. Sayyid Tengku Rahmadi bin Abubakar Ibu Dayang Cut Maidah, Palembang
17, Sayyid Muhammad Jamalullail bin Abubakar Ibu Dewi Asmairah, wanita yang dinikahi semasa beliau berada di Sambas bersama saudara Beliau, Sayyid Ahmad II, bin Sayyid Husein dari istri Nyai Piring.
Keturunan Muhammad Jamalullail dulunya menetap di perbatasan Sambas, Sarawak, dan Brunei. Di Kampung Bungaran. Salah satu keturunan ini di anugerahi gelar "Panglima Dijaya"Syarif Abdullah bin Sayyid Muhammad Jamalullail, oleh Sultan Sambas. Keturunan nya yang sudah ditemukan dari jalur "Wan Kundoy Hamsah" bernama Wan Jamel Alkadri, Pontianak.
18. Syarif Ali bin Abubakar , Makam di Sei Purun. Ibu Maria istri terakhir. Dan ,..
19. Syarif Alwi bin Abubakar, selisih 20 tahun usia dengan Ibrahim Panglima Hitam Paku Alam Segeram. Lahir pada 1793 M, di Pontianak. Makam di Mariana dekat dengan Abah nya. Saat beliau ini lahir, usia ayah beliau sudah 58 thn.
Dan masih ada lagi 12 Saudara Perempuan beliau lainnya. No.9 hingga 19 ADIK.
Demikianlah, .......
Sepeninggal Abahnya,
Beliau melanjutkan hidup dengan lebih banyak beradaptasi dengan situasi dan kondisi sekitarnya. Mengukir karang laut, membina kaum kerabatnya, dan membimbing mereka.
Mata pencaharian beliau selain berkebun, adalah bertani, memancing, menjala, membuat keramba ikan, dan pukat ikan, serta memasang bubu laut dan sungai,
Melihat dari cara hidup keturunan beliau yang ada di Pontianak, kemungkinan besar beliau ini yang mengajarkan cara menangkap ikan dengan membuat Kelong dan Belat.
Pemimpin dalam membuat belat di panggil dengan "Pawang Belat" .
Untuk menjadi Pawang Belat, tak semua orang memenuhi syaratnya. Karena diantara syaratnya selain kuat menahan nafas dibawah air hingga 15 menit, bahkan 30 menit.
Pawang juga harus mampu memimpin, cakap ilmu pelayaran, tau arus laut, serta mewarisi ilmu dan kemampuan mengendalikan badai, ombak, serta angin ribut. Jenis olah kanuragan yang dimiiki dan dikembangkan Panglima Ribot ini, harus dimiliki oleh seorang Pawang Belat.
Begitulah,
Panglima Hitam Paku Alam, menjalani masa tua nya di Segeram,
Sementara anak- anak, mereka yang sudah menikah, satu persatu keluar dari Segeram, mencari penghidupan yang baru dan kemudian menetap di luar Segeram, di pullau - pulau terdekat, seperti :
Serasan, Terempa, Midai, Letung, Siantan, Tambelan, Anambas, Sedanau, agak jauh ke Batam, Galang, Rempang, Karimun Jawa, dll
Bahkan yang jauh ada yang kembali ke Banjar, seperti Syarif Muhammad Nasir, Syed Mustafa yang sampai ke Brunai, ada ke Sarawak, Bangka, Belitung.dll
Sementara putra beliau di Banjar, yang sudah menikah disana , dan tidak kembali ke Segeram, : Pangeran Sabamban Syarif Sirajudiensyah bin Ibrahim Panglima Hitam Paku Alam, yang kelak menikahi Syarifah Nuswainah binti Yasin bin Ali Alidrus meneruskan keturunan ini di Banjar.
Tercatat salah satu cucu beliau bernama "Syarif Abdullah bin Sirajudiensyah bin Ibrahim Al Kadri". Keturunan ini ada hingga hari ini, di Banjar dan di Bangka, Belitung, dll
Salah satu anak perempuan beliau bernama Syarifah SIFA, binti Ibrahim ini, yang menikah dengan "Syarif Ja Far Al Kadri" ikut kapal dagang ke Singapore bolak - balik, kemudian menetap di "Nort Bridge Road Singapura" hingga wafat nya.
Migrasi ini disebabkan kondisi di Segeram sulit untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang layak,.Dikarenakan rata - rata mata pencarian penduduknya sebagai Nelayan, dan berkebun, sementara yang menjadi pedagang jumlah mereka tidak terlalu banyak di sebabkan akses ke Kota harus melalui laut,
Maka biasanya para pedagang menyetok bahan Sembako untuk satu bulan sekali.
Panglima Hitam Paku Alam, dimasa tua nya,
Pada sekitar tahun 1850 an, setelah menetap sekitar lebih kurang "70 tahun " Panglima Hitam yang saat itu sudah berusia diatas 70 tahun, mulai sakit - sakitan karena uzur dan usia lanjut yang tak dapat dilawannya dengan kesaktian.
Disisi lain, Hampir semua anak laki - laki nya sudah keluar,
Yang tersisa hanya anak - anak perempuan menemani masa tua nya.
Sementara anak - anak yang di Pontianak dan Banjar, tak tahu kabar berita, karena sulitnya transfortasi saat itu yang hanya mengandalkan perahu layar dan kekuatan angin.
Tercatat Syarifah Sechah binti Ibrahim Paku Alam,
Salah satu putrinya yang memelihara dan menemani kedua orang tuanya,...
Syarifah Sechah inilah yang nantinya mengurus dan menyempurnakan jenazah ibunya, dan ayahnya, hingga menyelenggarakan pemakaman beliau dibantu kaum kerabat, anak kemenakan, dan warga Segeram saat itu. Syarifah Sechah hingga wafat menetap di Segeram, dan dimakamkan di Segeram
Istrinya , Syarifah Fatimah binti Pangeran Syarif Ali Alidrus, Sabamban yang setia mendampingi beliau, kemudian wafat lebih dulu pada sekitar tahun 1856 M, meninggalkan duka mendalam di dada nya.
Selang setahun kemudian, beliau juga berpulang keharibaan ilahi, pada 1857 M.