Selasa, 02 Januari 2024

HIKAYAT "PANGLIMA HITAM PAKU ALAM" SEGERAM: IV ( EMPAT )

 BAGIAN KE EMPAT ; 

MELAYAT AYAH WAFAT DI PONTIANAK, Tahun 1814 M

By : Syarif Arif Chandra & Syarif Tue Tsani 

Disusun berdasarkan Data dan Fakta Sejarah tertulis,

Dari Manuskrip Kuno - Nuswah Tua ,

Catatan Pangeran Bendahara 

 Syarif Ahmad bin Sultan Abdurrahman, tahun 1840 M


Gambar Ilustrasi
KALIAN ADA, KARENA KAMI ADA
JANGAN LUPAKAN KAMI,..!!
Pesan Ghaib Makam Tua Segeram


Masih menurut catatan Pangeran Bendahara Ahmad : 1840 M

 

Panglima Laksamana satu Syarif Abu Bakar Alkadri, 


Meninggal dunia di pangkuan keponakan nya Sultan Syarif Kasim Alkadri ( Sultan Pontianak kedua, 1808 - 1819 M), - menutup mata pada 1814 M, dalam usia 79 tahun, lahir 1735 M,


Dari ibu Nyai Tengah, Utin Krinci Srikandi, putri Sultan Muhammad Jainudin. -


(Setelah wafatnya Nyai Tua, Utin Kabanat, Utien Chandramidi tua, kakak dari Nyai Tengah ini, dinikahi, untuk merawat anak - anak mendiang  kakaknya ),-


Beliau lahir dari istri kedua Sayyid Husein di Matan.


Syarif Abubakar, sepanjang hidupnya, beliau menikahi 11 perempuan, dan mewariskan 32 anak keturunan, laki - laki dan perempuan, hingga hari ini.


 ""Jadi kalau ada yang mengatakan beliau mati kecil"",

 "Tak punya keturunan, ;

 ""Itu "FITNAH" Sangat "KEJI", !!""

============


 - Sebelum wafat, Panglima Laksamana satu Syarif Abu Bakar bin Sayyid Husein Alkadri berwasiat :


 “Agar beliau di maqamkan di sekitar rumah beliau di Mariana ( bukan di Batulayang ) agar dekat dengan maqam anak beliau “Syarif Abdurrahman Alkadri  yang meninggal dalam usia sembilan tahun, dari istri ke tiga, Inche Salmah”.


Alkisah,  :


Setelah lebih empat puluh hari berada di Pontianak, sambil menunggu  angin baik, sekaligus melepas rindu dengan anak - anak beliau yang ada di Pontianak, barulah rombongan keluarga Panglima Hitam Paku Alam Segeram, dari Pulau Tujuh, kembali ke Segeram


Sepeninggal wafat ayah nya,

Panglima Laksamana satu Syarif Abu Bakar Alkadri

Pada tahun 1814 M, tadi :


Panglima Hitam Paku Alam, Menjadi kepala keluarga tertua, di Segeram, dari keturunan ini. Sementara saudara yang lain, dari ibu yang berbeda, dan Ibu yang  sama, sudah menetap di beberapa daerah lainnya, dan  sebagian besar keluar dari Pontianak. 


DYYM Sultan Syarif Mahmud Melvin Al Kadri, SH
Bersama :
Panglima Singa Pati Kesultanan Pontianak Syarif Hasan Al Kadri,
Dikawal para Hulu balang Kesultanan


Tercatat saudara Panglima Hitam Paku Alam yang  laki- laki  diantaranya, sbb 


1. Sayyid Abdullah, bin Abubakar Tumenggung Banten, lahir Lombok :  1769 M, wafat Lombok 1856 M, Dimasa tua menetap di Lombok Nusa Tenggara Barat hingga wafat nya pada tahun 1856 M. Makam di Lombok. Ibu Aluyah Sambe. Abang Beliau


2. Sayyid Husein, bin Abubakar  lahir di Lombok   : 1772 , Kembar  Abdillah.  Makam di Pantai Lombok. Ibu Aluyah Sambe. Abang Beliau


3. Sayyid Abdillah, bin Abubakar  Lahir  di Lombok  1772 , Kembar Husein . Makam di Pantai Lombok . Ibu Aluyah Sambe. Abang Beliau.


4. Sayyid Mohdar, bin Abubakar  Lahir Lombok  1782, Wafat  1860 , menetap di Sambas bersama keluarganya hingga wafat dan di Makam kan sekitar kraton Sambas. Ibu Aluyah Sambe. Adik Beliau. 


5.. Sayyid ALI Pertama  bin Abubakar , lahir Segeram  :  Merantau ke Batavia,  bergabung dengan Pangeran Syarif Hamid ( ANGKE ) bin Sultan Abdurrahman. ( makam TPU Sungai Bambu, Tanjung Priok  ) Ibu Syarifah Aminah, Adik beliau Satu Ibu.  


6. Sayyid Maulana Malik  bin Abubakar  lahir Segeram 1783, Wafat 1871, Merantau ke Batavia juga, hingga wafat dan di Makam kan di Komp Mbah Priok Batavia.  Ibu Syarifah Aminah. Adik  bungsu satu ibu, Panglima Hitam Paku Alam Segerem ini. 


7. Sayyid Abunijam, bin Abubakar  Lahir Aceh 1776, Wafat Aceh 1859, Makam tua kandangan di Aceh. Saudara beliau lain ibu , dari Inche Salmah. Adik Beliau. 


8. Sayyid Hasan, bin Abubakar    lahir  1774, Wafat  1860, Merantau ke Semarang higga wafat dan  di Makam kan di  Jln. Taman Sri Kuncoro.III. No.28. Kalibanteng Kulon Semarang Barat Jawa Tengah . Adik Beliau. Dari Ibu Inche Salmah. 


 9. Sayyid Ahmad bin Abubakar , dari Ibu Dayang Kesumbi berasal dari Sintang. 


10.  Sayyid Hamid bin Abubakar. dari Ibu Dayang Kesumbi Sintang. 


11. Sayyid Wahidin   bin Abubakar , Ibu Saodah Sumenep Madura   


12. Sayyid Syamsudin bin Abubakar, Ibu Saodah Sumenep Madura


13. Sayyid  Al Amanah bin Abubakar, Ibu Minah Kristina menetap di Papua  


14. Sayyid Samanhudi bin Abubakar, Ibu Kristina Minah menetap di Papua


15. Tengku Burhanuddin bin Abubakar Ibu Dayang Cut Maidah, Palembang


16. Sayyid Tengku Rahmadi bin Abubakar  Ibu  Dayang Cut Maidah, Palembang


17, Sayyid Muhammad Jamalullail  bin Abubakar  Ibu  Dewi Asmairah, wanita yang dinikahi semasa beliau berada di Sambas  bersama saudara Beliau, Sayyid Ahmad II, bin  Sayyid Husein dari istri Nyai Piring. 

Keturunan Muhammad Jamalullail dulunya menetap di perbatasan Sambas, Sarawak, dan Brunei. Di Kampung Bungaran. Salah satu keturunan ini di anugerahi gelar "Panglima Dijaya"Syarif Abdullah bin Sayyid Muhammad Jamalullail, oleh Sultan Sambas. Keturunan nya yang sudah ditemukan dari jalur "Wan Kundoy Hamsah" bernama Wan Jamel Alkadri, Pontianak.   


18. Syarif Ali bin Abubakar , Makam di Sei Purun. Ibu Maria  istri terakhir. Dan ,..


19. Syarif Alwi bin Abubakar, selisih 20 tahun usia dengan Ibrahim Panglima Hitam Paku  Alam Segeram. Lahir pada 1793 M, di Pontianak. Makam di Mariana dekat dengan Abah nya. Saat beliau ini lahir,  usia ayah beliau sudah 58 thn. 

Dan masih ada lagi 12  Saudara Perempuan beliau lainnya. No.9 hingga 19 ADIK.



Panglima Singa Pati Kesultanan Pontianak  Syarif Hasan Al Kadri 
Bersama :
GEN39@ Syarif Tue Tsani, Abdullah bin Yahya, bin Muhammad Al Kadri
bin Sayyid Ibrahim Panglima Hitam Paku Alam Segeram Al Kadri
Bin Sayyid Abubakar Panglima Laksamana Satu Al Kadri
Bin Sayyid Husein Tuan Besar Mempawah
Al Kadri - Jamalullail


Demikianlah, .......

Sepeninggal Abahnya,  

    Beliau melanjutkan hidup dengan lebih banyak beradaptasi dengan situasi dan kondisi sekitarnya. Mengukir karang laut, membina kaum kerabatnya, dan membimbing mereka.


     Mata pencaharian beliau selain berkebun, adalah bertani, memancing, menjala, membuat keramba ikan, dan pukat ikan, serta memasang bubu laut dan sungai, 


    Melihat dari cara hidup keturunan beliau yang ada di Pontianak, kemungkinan besar beliau ini yang mengajarkan cara menangkap ikan dengan membuat Kelong dan Belat. 


    Pemimpin dalam membuat belat di panggil dengan "Pawang Belat" . 


   Untuk menjadi Pawang  Belat, tak semua orang memenuhi syaratnya. Karena diantara syaratnya selain kuat menahan nafas dibawah air hingga 15 menit, bahkan 30 menit.


     Pawang juga harus mampu memimpin, cakap ilmu pelayaran, tau arus laut, serta mewarisi ilmu dan kemampuan mengendalikan badai, ombak, serta angin ribut.  Jenis   olah kanuragan yang  dimiiki  dan dikembangkan Panglima Ribot ini, harus dimiliki oleh seorang Pawang Belat. 


Sketsa Belat Kecil 


Begitulah, 


Panglima Hitam Paku Alam, menjalani masa tua nya di Segeram, 


Sementara anak- anak, mereka yang sudah menikah, satu persatu keluar dari Segeram,  mencari penghidupan yang baru dan kemudian menetap di luar Segeram, di pullau  - pulau terdekat, seperti : 


Serasan, Terempa, Midai,  Letung, Siantan, Tambelan, Anambas, Sedanau, agak jauh ke Batam, Galang, Rempang, Karimun Jawa, dll


Bahkan yang jauh ada yang kembali ke Banjar,  seperti Syarif Muhammad Nasir, Syed Mustafa yang sampai ke Brunai, ada ke Sarawak, Bangka, Belitung.dll


Sementara putra beliau di Banjar, yang sudah menikah disana , dan tidak kembali ke Segeram, : Pangeran Sabamban Syarif Sirajudiensyah bin Ibrahim Panglima Hitam Paku Alam, yang kelak  menikahi Syarifah Nuswainah binti Yasin bin  Ali Alidrus meneruskan keturunan ini di Banjar. 


Tercatat salah satu cucu beliau bernama "Syarif Abdullah bin Sirajudiensyah bin Ibrahim Al Kadri". Keturunan ini ada hingga  hari ini, di Banjar dan di Bangka, Belitung, dll


Salah satu anak perempuan beliau bernama Syarifah  SIFA,  binti  Ibrahim ini, yang menikah dengan "Syarif Ja Far Al Kadri" ikut kapal dagang ke Singapore bolak - balik,  kemudian menetap di "Nort Bridge Road Singapura" hingga wafat nya.


Migrasi ini disebabkan kondisi di Segeram sulit untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang layak,.Dikarenakan rata - rata mata pencarian penduduknya sebagai Nelayan, dan berkebun, sementara yang menjadi pedagang jumlah mereka tidak terlalu banyak di sebabkan akses ke Kota harus melalui laut, 


Maka biasanya para pedagang menyetok bahan Sembako untuk satu bulan sekali.



Woderful Natuna
Rumah di bibir pantai



Panglima Hitam Paku Alam, dimasa tua nya,


     Pada sekitar tahun 1850 an, setelah menetap sekitar lebih kurang "70 tahun " Panglima Hitam yang saat itu sudah berusia diatas 70 tahun, mulai sakit - sakitan karena uzur dan usia lanjut yang tak dapat dilawannya dengan kesaktian.  


Disisi lain, Hampir semua anak laki - laki nya sudah keluar,


Yang tersisa hanya anak - anak perempuan menemani masa tua nya.


Sementara anak - anak yang di Pontianak dan Banjar, tak tahu kabar berita, karena sulitnya transfortasi saat itu yang hanya mengandalkan perahu layar dan kekuatan angin.


Tercatat Syarifah Sechah binti Ibrahim Paku Alam,


      Salah satu putrinya yang memelihara dan menemani kedua orang tuanya,...

     Syarifah Sechah  inilah yang nantinya mengurus dan menyempurnakan jenazah ibunya, dan ayahnya, hingga menyelenggarakan pemakaman beliau dibantu kaum kerabat, anak kemenakan, dan warga  Segeram saat itu. Syarifah Sechah hingga wafat menetap di Segeram, dan  dimakamkan di Segeram 


Istrinya , Syarifah Fatimah binti Pangeran Syarif Ali Alidrus, Sabamban yang setia mendampingi beliau,  kemudian wafat lebih dulu pada sekitar tahun 1856 M, meninggalkan duka mendalam di dada nya.

 

Selang setahun kemudian, beliau juga berpulang keharibaan ilahi, pada 1857 M.



Silsilah Sayyid Yusuf bin Abubakar Panglima Laksamana Satu
Adik dari Panglima Hitam Paku Alam Segeram Natuna
Dikenal sebagai Ulama Besar  abad ke  18 M di Pulau Tujuh
"KI SAUKI YUSUF " Makam Segeram Natuna 
Cucu Sayyid Husein Tuan Besar Mempawah
Al Kadri - Jamalullail



BERSAMBUNG BAGIAN KE LIMA, 

HIKAYAT "PANGLIMA HITAM PAKU ALAM" SEGERAM: III ( TIGA )

 BAGIAN KE TIGA;  Periode Tahun, 1787 - 1857 M, Sejak usia 14 tahun

MEMBINA PERADABAN KAMPUNG SEGERAM,: Selama 70 Tahun.


By : Syarif Arif Chandra & Syarif Tue Tsani 

Disusun berdasarkan Data dan Fakta Sejarah tertulis,

Dari Manuskrip Kuno - Nuswah Tua ,

Catatan Pangeran Bendahara 

 Syarif Ahmad bin Sultan Abdurrahman, tahun 1840 M


Gambar Ilustrasi
KALIAN ADA, KARENA KAMI ADA
JANGAN LUPAKAN KAMI,..!!
Pesan Ghaib Makam Tua Segeram



Kehidupan di Segeram, abad 17  M :


Rentang masa  70 Tahun. Periode Tahun, 1787- 1857 M, 


Semenjak kedatangan kaum Ahlubeit dari kalangan Keluarga besar Alkadri dan istri istri mereka dari keluarga Al-Idrus, maka penduduk sekitar Natuna atau ke pulau an tujuh berdatangan ke Segeram,.


Selain untuk mendalami ilmu ilmu agama, mereka juga belajar berbagai pengetahuan dan keterampilan, dengan maksud untuk di kembangkan di kampung mereka masing-masing., 


Terutama kerajinan membentuk Karang Laut agar bisa di buat berbagai macam peralatan rumah tangga, hiasan dinding hingga membuat baru nisan dan keramba


Maka tidaklah heran jika maqam atau kuburan di Segeram banyak yang terbuat dari karang laut.


Nelayan - nelayan yang singgah di Segeram biasanya membeli keramik - keramik tersebut untuk hiasan dinding termasuk peralatan rumah tangga, sekaligus menyaksikan kondisi Segeram yang begitu indah



Wonderful Natuna
Sedanau


Panglima Hitam Paku Alam Syarif  Ibrahim Alkadri 

Sangat di segani masyarakat sekitarnya


Selain sebagai penda”wah, mubaligh, beliau juga memiliki olah kanuragan yang cukup tinggi termasuk menyelam di kedalam air untuk mengambil Karang bersama adik - adiknya :


Abdurrahman Alkadri dan Jamalullail Alkadri

 

Sambil mengajarkan adiknya menyelam di dalam air,

 terutama Abdurrahman Alkadri,

Sementara Jamalullail Alkadri mengumpulkanya di dalam perahu


Tidak ada catatan riwayat bahwa Yusuf Alkadri ikut dalam perahu untuk membantu, Karena menurut Bendahara Ahmad , Yusuf Alkadri lebih senang menunggu dan mengukir di rumahnya



Pengabdian Panglima Hitam Paku Alam Segeram :


Sejak usia 14 tahun, 1787 M, (Beliau lahir : 1773 M). 


    Bersama ayah dan kaum kerabatnya dulu, Panglima Hitam Paku  Alam, mencurahkan waktu, tenaga dan fikiran nya, untuk membangun dan mengembangkan peradaban di Natuna, dimulai dari Kampung Segeram ini.


       Kehidupan beliau didampingi oleh istri  yang sangat setia,: Syarifah Fatimah binti Pangeran Syarif Ali Alidrus yang dulu dinikahinya di Sabamban itu. 


     Dari Istri ini, beliau mendapatkan putra diantaranya bernama : 


     Pangeran Sabamban, Syarif Sirajudiensyah bin Ibrahim Al Kadri, yang kemudian nantinya menikahi : Syarifah Nuswainah binti Yasin bin Ali Alidrus dan meneruskan keturunan beliau di Banjar melalui cucu nya : 


          Syarif Abdullah bin Sirajudiensyah Al Kadri.  


         Salah satu putra Yasin ini, bernama Sayyid Qosim, bin Yasin Alidrus, ikut dan menetap di Segeram hingga wafat nya.  


Makam Sayyid Qosim bin Yasin Alidrus
di Segeram


    Sementara 2 istri  terdahulu:, Syarifah SIFA dan Syarifah NUR, menetap di Pontianak bersama anak - anak nya yang lain, yang  sebagian besar sudah menikah dan berumah tangga sendiri, masing - masing. 


   Tercatat misalnya,: Putri beliau, Syarifah Zam - Zam binti Ibrahim ini, menikah  dengan Syarif Said bi Syarif Ismail AlKadri, dikenal sebagai Wan Said Tukang, dari keturunan Panglima Terbang Mangkok Merah, Darit, : Syarif Abdullah bin Sultan Abdurrahman


   Kemudian Syarif Muhammad Sei Purun, anak bungsu dari 17 bersaudara dari 3 ibu keturunan Panglima Hitam Paku Alam  Segeram  Natuna. Lahir Pontianak, 1833 M menikah dengan Syarifah Tora, menurunkan banyak anak cucu keturunan ini. Makam beliau di Sei  Purun Besar. 


Tercatat beliau mempunyai 5 Anak, 3 Putra dan 2 Putri, sbb :  


Anak Pertama : Wan Daud bin  Wan Muhammad Al Kadri. Makam di Jungkat


Kedua : Wan Mansur bin Wan Muhammad. Makam di Mengkacak  Mempawah


Ketiga : Syarifah Nur Seha, atau Seha, binti Wan Muhammad, menikah dengan Wan Mahmud, Penggawe Sungai Purun  Besar . Makam Sei Purun Besar. 


    Diduga Wan Mahmud ini keturunan dari 2 anak terakhir Panglima Laksamana Pertama, yaitu : Syarif Ali atau Syarif Alwi dari ibu Maria, yang menetap di Kampung Mariana.


Ke empat : Wan Yahya bin Muhammmad, menikahi sepupu nya, Syarifah Aminah binti Wan Said, putri dari bibi nya, Syarifah Zam - zam binti Ibrahim. Pontianak.


Ke lima :  Syarifah Rugayyah binti Wan Muhammad, menikah  dengan Wan Khaled.Keturunan dari Pangeran Laksamana Ali Ahmad bin Sultan Abdurrahman. Syarifah Rugayyah binti Wan Muhammad, Ibu dari : Syarif Kasim, Kadir, Jafar, Yahya, Alwi, dan Syarifah Fatimah, serta Halimah.  Makam Sei Purun Besar berdampingan dengan saudara nya, Syarifah SEHA. istri dari Penggawe Wan Syarif Mahmud tadi. 


      Anak cucu "Wan Muhammad bin Ibrahim AL Kadri"  hingga hari ini, tahun 2023 M, masih banyak yang menetap di Sei Purun Besar dari keturunan 2 Putri Beliau tadi. " Syarifah SEHA dan Syarifah RUGAYYAH".


 Tepatnya disekitar Mesjid IMADUD'DIN, Km 36, Jalan Raya Pontianak - Pinyuh



Makam Syarif Muhammad, Sei Purun Besar 
Wan Muhammad bin Ibrahim 
Panglima Hitam Paku Alam Segeram
Bersama istri beliau, Syarifah Tora.
Dipegang cucu nya, 
Syarif Abubakar bin Daud bin Muhammad 



     Sementara Syarif Ahmad bin Ibrahim, lahir di Pontianak, saudara satu ibu dari Syarif Muhammad ini, dikatakan merantau ke Pulau Tujuh, mungkin menyusul Abah nya, belum ditemukan catatan beliau ini. 



    Demikianlah, 


    Tak terasa sudah puluhan tahun Panglima Hitam menetap di Segeram, sambil ber Da"wah, bekerja, bahu membahu dengan adik dan kaum kerabat nya di Kampung yang  dulunya dianggap sarang perompak itu. 


Hingga dalam usia yang sudah lanjut,:


     Kondisi Panglima Hitam Paku Alam mulai merosot . Sementara anak - anak mereka sudah banyak yang meninggalkan Segeram untuk mencari penghidupan yang baru, tercatat misalnya : 


       Syed Mustafa Serasan, menikahi Dayang Masgi di Pulau Serasan,


Yang bisa jadi berlayar merantau hingga ke Brunei,  


Sehingga silsilahnya ditulis menjadi : Syed Mustafa Brunei, demikian juga yang di lakukan keponakan, anak adik - adik nya yang lain. Syed Mustafa merupakan saudara satu ayah, Wan Muhammad Sei Purun Besar diatas tadi,  


Maka setelah uzur dan tua nya Panglima Hitam,


     Yang meneruskan usaha kerajinan ukir dan sering melakukan mengambil Karang adalah Abdurrahman Alkadri, adik beliau, sehingga membuat belakang nya seperti bersisik karena pengaruh air asin laut,


Masyarakat kemudian memanggil beliau dengan sebutan Panglima Karang Tanjung beliau Satu - satunya penerus Panglima Hitam Paku alam yang melanjutkan membuat kerajinan dari karang laut,


Sementara Jamalulail memilih menjadi nelayan, dan karena kemampuan beliau menaklukkan ombak ganas serta angin ribut, beliau kemudian dijuluki “ Panglima Ribot”, ada juga yang menyebutnya Panglima Junjung Buih

 


Pada zamannya, 

sekitar tahun 1787 - 1857 M, selama 70 tahun

Segeram merupakan Kampung yang aman


Karena masyarakat di Segeram sangat mencintai keluarga Ahlul Beit dan menimba ilmu agama islam serta belajar mengukir Karang laut dari keluarga ini,


Dapat dikatakan, peradaban Pulau Tujuh periode  ke dua ini, mencapai kegemilangan nya, dengan bimbingan Panglima Hitam Paku Alam Segeram ini. 


Diperkirakan, pada masa inilah, pulau -pulau sekitar kembali dihuni penduduk yang sebelumnya ditinggalkan dan menjadi pulau hantu kosong  tak berpenghuni.


Masyarakat nelayan merasa sangat terbantu dengan kehadiran Panglima Ribot Junjung Buih, karena  setiap kali melaut, mereka merasa tenang jika mengikuti rombongan beliau ini.  


Kerajinan mengukir karang laut berjalan baik, dengan bimbingan  Panglima Hitam dan saudara beliau Panglima Karang Tanjung, yang mulai mahir dan trampil membuat berbagai kerajinan dengan bahan baku karang laut ini. 


Disisi lain, saudara beliau, Syarif Yusuf, Panglima Jubah Putih, mulai aktif ber da"wah di pulau -pulau sekitar pada abad ke 18  awal hingga pertengahan  ini, dimana nantinya beliau dikenal dengan sebutan "Ki Sauki Yusuf " oleh masyarakat Pulau Tujuh. 


Peradaban Segeram kembali hidup dengan dibangun nya Mesjid sebagai tempat anak -anak mengaji dan belajar   agama tahap awal. Kegiatan ini kemungkinan  besar dipimpin oleh Imam Jubah Hijau, Sayyid Qosim bin Yasin Alidrus, yang makamnya ditemukan di dekat Mesjid Al Bihar di Kampung Segeram.

 

Diduga beliau ini menikahi anak perempuan salah satu keturunan Al Kadri yang berada di Segeram ini. Hanya ditemukan catatan saudari beliau bernama Syarifah Nuswainah binti Yasin Alidrus, dinikahi oleh Syarif SirajudienSyah bin Ibrahim Panglima Hitam Paku Alam, dan menetap di Banjar. 



Makam Panglima Hitam Paku Alam
Syarif Ibrahim bin Abubakar Panglima Laksamana Satu
bersama istri beliau
Syarifah Fatimah Alidrus binti Pangeran Syarif Ali Sabamban



Menurut catatan Pangeran Bendahara Ahmad 

bin Sultan Abdurrahman Alkadri :

 

Tidak banyak kisah Panglima Hitam Paku Alam yang dapat beliau uraikan karena beliau lebih senang tinggal di Segeram dan hampir tidak pernah mengadakan perjalanan di luar.


Da'wah Beliau lebih di fokus kan di Segeram, hanya adik nya :


    “ Yusuf Alkadri Panglima Jubah Putih, yang sering melakukan perjalanan dan Da wah di luar Segeram, kelak dikenal sebagai “Ki Syauki Yusuf” Ulama besar abad ke 18 M Pulau Tujuh.  Ayah dari Sayyid Yahya Maulana Al Kadri, dan Kakek dari Syarif Tue Abdullah bin Yahya, Panglima Loloan, Bali.

 

Kisah ini

kata Pangeran Bendahara Ahmad bin Sultan Abdurrahman :

 

Justru lebih banyak kami dapatkan dari Ayahanda Beliau "Panglima Laksamana satu Syarif Abu Bakar bin Sayyid Husein", setiap kali mengunjungi Segeram,. dan pulang ke Pontianak,


Maka Panglima Laksamana Satu Syarif Abu Bakar bin Sayyid Husein, menceritakan nya kepada kami,  

Kata Pangeran Bendahara 

 

Dalam catatan itu, 


Disebutkan bahwa Keluarga Segeram datang ke Pontianak,  ketika Ayahanda Panglima Laksamana satu Syarif Abu Bakar bin Sayyid Husein Alkadri meninggal Dunia, pada 1814 M


Pada tahun 1814 M. Atau setelah 35 tahun menetap di Segeram ini. 

 

 Itupun mereka tidak dapat menyaksikan jasadnya karena baru tiba di Pontianak, Kampung Mariana, setelah satu minggu pelayaran dari Segeram.


 Mereka hanya dapat menziarahi makamnya saja di Dusun Satu, Kampung Maria, Jalan Sidas Kecil, sekitar Gang Merak tak  berapa jauh dari Mesjid TAQWA. 

 

Beliau di maqam kan di dekat kediaman nya bersama istri terakhir, bernama Maria keturunan Dayak, yang memberi beliau 2 anak.:  


1.  Syarif Ali, bin Abubakar Panglima Laksamana satu, dan saudaranya :


2. Syarif Alwi, - keturunan ini banyak yang tidak tahu siapa mereka sebenarnya, hingga hari ini tahun  2023. Bisa jadi karena keterbatasan data dan catatan sejarahnya, sebagian keturunan ini kemudian  menisbatkan  nasab nya ke Pangeran Syarif Alwi bin Sultan Abdurrahman, atau Syarif Alwi lain nya, dari keturunan Sultan Kasem atau Sultan Usman ?


- Letak makam Syarif Abubakar Panglima Laksamana satu di Jalan Sidas Kecil Dusun I Maria Gang Merak 1,  Mariana sekarang ( yang saat ini menjadi maqam tua kedua) setelah maqam Kesultanan Qadriah Pontianak Batulayang. 


BERSAMBUNG KE BAGIAN EMPAT , 

Klik >>> : MELAYAT AYAH WAFAT


Makam Panglima Hitam Paku Alam Segeram
bersama istri beliau
Syarifah Fatimah binti Pangeran Syarif Ali 
Alidrus Sabamban