Rabu, 02 Februari 2011

Syarif Idrus Raja Kubu, & Genealogy : dalam satu halaman


Kerajaan Kubu,  1772 - 1959 M

By : SAY Qadrie : Pustaka Sejarah
Kerajaan Kubu dalam satu halaman




Tuan Kubu Syarif Saleh Alaydrus
Raja Kubu korban Sungkup Jepang 1944


Tuan Besar Raja Kubu Pertama

Sayidis Syarif Idrus bin Abdurrahman Al Aydrus : 

       Lahir pada malam Kamis, 17 Ramadhan 1144 H (1732 M) di Kampung Ar-Raidhah, Trim (Hadramaut). Menjelang usia 40 tahun, Beliau mendapatkan tugas dari guru dan abah (ayah)-nya untuk menyebarkan agama Islam.

Sebelum berangkat meninggalkan kampung halamannya, Beliau menunaikan Shalat Istikharah bermohon kepada Allah SWT agar maksudnya diberkahi oleh Allah SWT.

        Didampingi oleh saudara-saudaranya, yakni   ;Sayid Hamzah Albaraqbah, Sayid Ali As-Sahabuddin, dan Seikh Ahmad Faluga maka berlayarlah Beliau mengarungi samudera hingga tiba di Nusantara.

 Banyak negeri dan tempat yang telah dilalui dan disinggahi. Dalam perjalanannya, Beliau sempat singgah di Pulau Dabong untuk memperbaiki perahunya. Tidak ada riwayat yang menyebutkan berapa lama rombongan ini di pulau tersebut.

      Beliau kemudian meneruskan perjalanan dan menyusuri Sungai Terentang. Sesampainya di daerah itu, Sayidis Syarif Idrus bin Abdurrahman Al Aydrus melihat beberapa kemungkinan yang baik, lalu berhasrat akan menetap dan membuka perkampungan. 

   Untuk maksudnya itu, Beliau lalu memohon izin untuk mendapatkan tanah, yang kemudian permohonannya mendapat restu dari Sultan Ratu, Raja di Simpang (Matan).
Dari arah Pulau Dabong tersebut, terdapat tanjung yang memisahkan dua sungai, yakni Sungai Kapuas dan Sungai Terentang. Beliau kemudian menuju Sungai Terentang dan tiba di Kuala Batang (kelak tempat ini disebut dengan Kuala Kubu).


Di situlah akhirnya pada tahun 1768 M (1182 H) : 

     Beliau dibantu oleh suku Bugis dan Melayu membuka sebuah perkampungan. Di persimpangan tiga anak sungai tersebut dibuatlah benteng-benteng untuk mempertahankan diri dari serangan perompak (lanun atau bajak laut) yang di masa itu masih sangat merajalela.


Karena benteng-benteng tersebutlah, 
maka perkampungan ini akhirnya terkenal dengan nama Kubu.


       Sayidis Syarif Idrus bin Abdurrahman Al Aydrus memerintah dengan bijaksana yang dilandasi ajaran agama Islam. Karena itu, pada tahun 1775 M terjadilah migrasi besar-besaran, berdatanganlah penduduk dari daerah-daerah tetangga dan berpindah ke Kubu. 
Lalu, Kubu pun berkembang menjadi sebuah negeri. Sehubungan dengan telah berkembangnya Kubu menjadi sebuah negeri, maka : 

Pada tahun 1780 M dinobatkanlah secara resmi Sayidis Syarif Idrus bin Abdurrahman Al Aydrus menjadi Raja Kubu Pertama dengan gelar Tuan Besar Raja Kubu.

    Dan pada tahun itu juga didirikan sebuah istana. (kelak kemudian pada bekas istana tersebut didirikan masjid raya, yang sekarang bernama Masjid Jami’ Khairussa’adah). 

     Dalam mengendalikan pemerintahan, Beliau dibantu oleh Sayid Hamzah Al Baraqbah, Sayid Ali As-Shahabuddin, Seikh Ahmad Faluga, selaku menteri-menteri. Dalam usaha memperluas negeri, dibuka lagi beberapa perkampungan antara lain di Sungai Radak dan Sungai Kemuning, yang sampai sekarang masih ada dan ditempati suku-suku Melayu dan Dayak.


Perang dengan Siak ,

       Setelah kira-kira 14 tahun menjadi raja di Kubu, timbul perselisihan dengan Kerajaan Siak. Pokok persengketaan hanya disebabkan oleh sebuah meriam kecil yang bernama Tupai Beradu. Negeri Kubu diserang oleh orang-orang Siak dengan beberapa buah perahu, namun laskar Siak dapat dikalahkan dan dipukul mundur.

      Setelah tujuh bulan peristiwa tersebut berlalu putra Beliau bernama Syarif Alwi yang selama ini bermukim di Jawa datang ke Kubu. Dibentuklah sebuah pasukan yang dipimpin oleh Syarif Alwi untuk menyerang pertahanan orang Siak.

     Dalam pertempuran itu kemenangan berada di pihak Kubu kedudukan Siak dapat dilumpuhkan. Masih dalam suasana siap siaga kemungkinan serangan balik oleh orang-orang Siak, tiba-tiba Sayid Syarif Idrus Bin Abdurrahman Al Aydrus wafat.

      Terbetik berita bahwa Beliau dibunuh oleh pelayannya sendiri menjelang shalat Subuh karena disangka oleh pelayan tersebut musuh yang menyelinap memasuki istana.

      Beliau wafat pada hari Ahad, 26 Zulkaedah 1209 H (1794 M) dan dimakamkan di samping Masjid Jami Khairussa’adah.


Napak Tilas Jejak Kerajaan Kubu



Versi lain : 

     Leluhur dan Tuan Besar (Raja) Kerajaan Kubu pertama, : yaitu Syarif Idrus Al-Idrus, adalah menantu dari Tuan Besar  Mempawah, Habib Husein bin Ahmad Al Qadry.  

Jadi Syarif Idrus juga merupakan ipar dari Sultan pertama Kesultanan Pontianak (Al-Qadri).  Pada awalnya Beliau Syarif Idrus membangun perkampungan di dekat muara sungai Terentang, barat-daya pulau Kalimantan.


       Sayyid Idrus bin Sayyid 'Abdu'l Rahman al-Idrus, 
     Tuan Besar Kubu  (1772 – 1795) (lahir di Dukhum-Hadramaut Yaman, catatan sejarah menyatakan Beliau pernah singgah di Batavia bersama Al-Habib Husain bin Abubakar al-Idrus-- makamnya di Keramat  Luar Batang, Jakarta Utara)-- 


Kerajaan Kubu

     Adalah sebuah kerajaan yang diperintah oleh seorang Yang Dipertuan Besar yang pernah berdiri dalam wilayah yang sekarang terletak di wilayah Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.[1]


Sejarah

Sejarah Kerajaan Kubu memiliki kaitan yang erat dengan sejarah Kesultanan Pontianak.

        Sejarah pantas berhutang budi kepada sekelompok kecil petualang dan saudagar Arab yang singgah di sana atas kemunculan serta tegaknya kedua kerajaan tersebut pada awalnya. Yaitu ketika 45 penjelajah Arab yang berasal dari daerah Hadramaut di Selatan Jazirah Arab, yang pada mulanya bertujuan untuk mencari keuntungan dengan berdagang di lautan Timur-jauh (Asia) berlabuh di sana.


        Leluhur dan Tuan Besar (Raja) Kerajaan Kubu pertama, : yaitu Syarif Idrus Al-Idrus, adalah menantu dari Habib Husein Tuan Besar  Mampawa (Mempawah). 

Ia Syarif Idrus juga merupakan ipar dari Sultan pertama Kesultanan Pontianak (Al-Qadri). 

     Pada awalnya Beliau Syarif Idrus membangun perkampungan di dekat muara sungai Terentang, barat-daya pulau Kalimantan.

Sebagaimana keluarga sepupunya (Al-Qadri), 

      Keluarga Syarif Idrus Al-Idrus (the Idrusi) tumbuh menjadi keluarga yang kaya-raya melalui perdagangan yang maju. Mereka membangun hubungan yang terjaga baik dengan Kerajaan Inggris Raya, pada masa pemerintahan Gubernur Jendral Sir Thomas Stanford Raffles (yang membangun Singapura), saat Raffles ditugaskan di Hindia Belanda. Hubungan ini berlanjut hingga setelah kembalinya Belanda ke Indonesia (Hindia Belanda) dan dirintisnya pembangunan pulau Singapura.

Bagaimanapun juga, hubungan ini tidak disukai oleh Kerajaan Belanda,:

    yang secara formal mereka mengendalikan Pulau Kalimantan berdasarkan kontrak perjanjian bangsa-bangsa yang ditetapkan pada tahun 1823. beberapa keluarga Al-Idrus sempat juga mengalami perubahan kesejahteraan hidup menjadi sengsara pada masa itu. 

      Mereka ada yang meninggalkan Kalimantan demi menjauhi sikap buruk Belanda ke daerah Serawak, yang mana waktu itu menjadi daerah territorial Kerajaan Inggris Raya, demi harapan yang lebih baik akan keberhasilan dalam perdagangan. 

      Sedangkan Keluarga Al-Idrus yang memilin bertahan di Kubu, bagaimanapun juga, tak jua mendapatkan kehidupan serta perlakuan yang lebih baik dari pemerintah Belanda.

Menurut Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849,:

      wilayah ini termasuk dalam wester-afdeeling berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, 
pada 27 Agustus 1849, No. 8. 

       Pemerintah Belanda menurunkan Syarif Abbas Al-Idrus dari jabatan Tuan Besar Kerajaan Kubu atas dukungan sepupunya, Syarif Zainal Al-Idrus ketika terjadi perebutan jabatan Raja pada tahun 1911.

       Akhirnya ia justru terbukti menemui kesulitan dalam pemerintahan serta diturun-tahtakan dengan tanpa memiliki pewaris/pengganti yang jelas, delapan tahun kemudian.

       Tidak adanya Pewaris tahta, baru ditetapkan dan disahkan setelah beberapa tahun kemudian. sehingga pejabat kerajaan yang ada selama kurun waktu itu hanyalah “Pelaksana sementara” (temporary ruler).

      Setelah beberapa lama, akhirnya Syarif Shalih, mendapatkan kehormatan agung dari pemberi wewenang untuk menjabat sebagai Raja, tetapi kemudian beliau ditangkap dan dipancung  tentara Jepang di Mandor, pada tahun 1943. 

Dikenal dengan peristiwa "Sungkup Jepang" Mandor Berdarah. 

     Meski pada awalnya, Dewan kerajaan dan Keluarga Bangsawan tak semudah itu menyetujui pergantian Kerajaan kepada Syarif Shalih. 

        Hingga akhirnya justru Jepang menempatkan putra bungsu Raja terdahulu yaitu Syarif Hasan, sebagai pemimpin Dewan Kerajaan akan tetapi belum sempat terjadi karena Jepang terlebih dulu kalah pada PD II dan meninggalkan Indonesia. 

        Ia justru baru menerima pengesahan sebagai Pemimpin Kerajaan (Tuan Besar) Kubu pada tahun 1949, setelah Pemerintah Indonesia terbentuk. 

Kerajaan Kubu itu sendiri akhirnya berakhir dan menghilang ketika dihapus oleh Pemerintahan Republik Indonesia pada tahun 1958.



Sayyid Idrus bin Sayyid 'Abdu'l Rahman al-Idrus, 
Tuan Besar Kubu (1772 – 1795)


       Sayyid Idrus bin Sayyid 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Tuan Besar Kubu(1772 – 1795) –(lahir di Dukhum-Hadramaut Yaman, catatan sejarah menyatakan Beliau pernah singgah di Batavia bersama Al-Habib Husain bin Abubakar al-Idrus-- makamnya di Keramat Luar Batang, Jakarta Utara)-- 

membangun perkampungan Arab di pesisir Sungai Terentang, yang mana menjadi cikal-bakal Kerajaan Kubu pada tahun 1772. Gelar Sayyid atau Habib atau Syarif yang disandang beliau menandakan bahwa beliau termasuk keturunan Nabi Muhammad SAW dari jalur Sayyid Al-Imam Husain ra.

    Beliau Syarif Idrus menikahi putri H.H. Pangeran Ratu Kimas Hindi Sri Susuhanan Mahmud Badaruddin I Jayawikrama Candiwalang Khalifat ul-Mukminin Sayyidul-Iman, Sultan Palembang, pada tahun 1747. 


Syarif Idrus wafat pada tahun 1795, penerus Beliau :


1.     Syarif Muhammad bin Syarif Idrus al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu – lihat bawah.

2.     Syarif 'Alawi bin Syarif Idrus al-Idrus, Tuan (Raja) Ambawang (Kerajaan kecil bagian dari Kerajaan Kubu). 

        Syarif Alawi ini : Ia mencoba menjadikan Ambawang sebagai Kerajaan yang terpisah dari Kubu pada tahun 1800 akan tetapi tidak diijinkan oleh Pemerintah Belanda yang di deklarasikan pada tahun 1833 sebagai Kerajaan terpisah. Ia wafat di Ambawang.


3.     Syarif Abdurrahman bin Syarif Idrus (Raja /Tuan Besar I Kubu) Al-Idrus. 


      Syarif Abdurrahman bin Syarif Idrus Al-Idrus ini menikahi Syarifah Aisyah Al-Qadri yang merupakan putri dari Sultan Syarif Abdurrahman bin Husein Al-Qadri (Sultan I Kesultanan Pontianak di Kalimantan Barat). 


        Berputra : Sultan Syarif Ali Al-Idrus ( Ibu Syarifah Aisyah binti Sultan Abdurrahman Pontianak ) 

         yang mendirikan Kerajaan Sabamban di Angsana, pada 1787 M (sekarang masuk wilayah Keramat Dermaga, Kabupaten Tanah Bumbu -- Kalimantan Selatan -- Indonesia).

 Pangeran Syarif Ali Alaydrus menjabat sebagai Raja Sabamban hingga akhir hayatnya. 


      Jadi Keluarga Pangeran Syarif Ali mempertemukan dua jalur kebangsawanan Kalimantan, yaitu dari jalur Kerajaan Kubu (Al-Idrus) dan Kesultanan Pontianak (Al-Qadri).

4.     Syarif Mustafa bin Syarif Idrus al-Idrus (Tuan Besar Kubu).

5.     Syarifa Muzayanah [dari Menjina] binti Syarif Idrus al-Idrus (Tuan Besar Kubu). Lahir pada 1748 (putri dari Putri Kerajaaan Palembang).

6.     Syarif Muhammad (1795 – 1829) ibni al-Marhum Syarif Idrus al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu






###,- Kerajaan Sabamban Kalimantan Selatan: 

        Syarif Ali Al-Idrus, : pendiri Kerajaan Sabamban yang merupakan cucu dari Raja (Tuan Besar) Kubu -Syarif Idrus Al-Idrus ini, pada awalnya menetap di daerah Kubu-Kalimantan Barat (bersama keluarga bangsawan Kesultanan Kubu). 

Pada masa itu Beliau telah memiliki satu istri dan berputra dua orang yaitu : 

1. Syarif Abubakar bin Ali  Al-Idrus 

2. Syarif Hasan  bin Ali Al-Idrus.  

Dari Istri Syarifah Aisyah biti Sultan Abdurrahman Al Kadri tadi. 

Karena ada suatu konflik kekeluargaan, : 

       Akhirnya Syarif Ali Al-Idrus memutuskan untuk hijrah/pindah ke Kalimantan Selatan dengan meninggalkan istri dan kedua putranya yang masih tinggal di Kesultanan Kubu, melalui sepanjang Sungai Barito hingga sampai di daerah Banjar.


     Di daerah Banjar tersebut, beliau mendirikan Kerajaan Sabamban dan menjadi Raja yang Pertama, bergelar Pangeran Syarif Ali Al-Idrus. 


Pada saat beliau menjadi Raja Sabamban ini, 
Beliau menikah lagi dengan 3 (tiga) wanita;

1.  Yang pertama Putri dari Sultan Adam dari Kesultanan Banjar di Kalimantan Selatan, 

2. yang Kedua dari Bugis (Putri dari Sultan Bugis di Sulawesi Selatan), 

3. yang ketiga dari Bone (Putri dari Sultan Bone di Sulawesi Selatan).


       Pada saat beliau telah menjabat sebagai Raja Sabamban inilah, kedua putra beliau dari Istri Pertama di Kubu-Kalimantan Barat yaitu : Syarif Abubakar dan Syarif Hasan menyusul Beliau ke Angsana - Kerajaan Sabamban (Lansekap Sabamban), dan menetap bersama Ayahanda nya,- 

     Dari Ketiga istri beliau di Banjar-Kalimantan Selatan serta satu Istri beliau di Kubu-Kalimantan Barat tersebut, 

Pangeran Syarif Ali Alaydrus memiliki 12 (duabelas) putra. 

Beliau inilah yang menjadi leluhur Alydrus Kalimantan Selatan. 

 Putra-putra beliau yaitu : 

##, Dari Istri Pertama (Kubu-Kalimantan Barat) :

1.     Syarif Hasan bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus, ( Ibu Syarifah Aisyah binti Sultan Abdurrahman Al kadri ) 

putra beliau nantinya : Pangeran Syarif Qasim Al-Idrus, Raja II Sabamban menjabat sebagai Raja setelah sepeninggal Kakek nya yaitu Pangeran Syarif Ali bin Syarif Abdurrahman Al-Idrus, hingga akhirnya Kerajaan Sabamban ini hilang dari bumi Kalimantan Selatan.

2.     Syarif Abubakar bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus ( Ibu Syarifah Aisyah binti Sultan Abdurrahman Al Qadri ) 


Dari Istri ke-dua, Putri Kesultanan Banjar, Istri ke-tiga (Putri Sultan Bugis) dan Istri ke-empat (Putri Sultan Bone), menurunkan putra-putra beliau ( leluhur Alydrus Kalsel ) :

1.  Syarif Musthafa bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus,

2.  Syarif Thaha bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus,

3.  Syarif Hamid bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus

4.  Syarif Ahmad bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus

5.  Syarif Muhammad bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus

6.  Syarif Umar bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus

7.  Syarif Thohir bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus

8.  Syarif Shalih bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus

9.  Syarif Utsman bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus dan

10.  Syarif Husein bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus.


Setelah wafatnya Sultan Syarif Ali Al-Idrus, 

      Jabatan Sultan tidak diteruskan oleh putra-putra beliau, akan tetapi yang menjadi Sultan II Sabamban adalah justru cucu beliau yaitu Sultan Syarif Qasim Al-Idrus, putra dari Syarif Hasan (Syarif Hasan adalah putra Sultan Syarif Ali Al-Idrus dari Istri Pertama/Kubu, waktu Syarif Ali masih menetap di Kubu-Kalimantan Barat).  

Dari keturunan Syarifah Aisyah binti Sultan Abdurrahman Al Qadri Pontianak. 

      Jadi sepanjang sejarahnya, Kesultanan Sabamban ini hanya dijabat oleh dua Sultan saja, yaitu pendirinya Sultan Syarif Ali Al-Idrus sebagai Sultan I dan cucu beliau sebagai Sultan II Sabamban yaitu Sultan Syarif Qasim Al-Idrus.

     Sementara itu, setelah tidak adanya lagi Kesultanan Sabamban tersebut, anak-cucu keluarga bangsawan dari keturunan Sultan Syarif Ali Al-Idrus ini, menyebar ke seluruh wilayah Kalimantan Selatan pada umumnya dan ada yang hijrah ke Malaysia, Filipina, pulau Jawa dan di belahan lain Nusantara hingga saat ini.




###, Keturunan Kerajaan Kubu Kalimantan Barat selanjutnya,:

Syarif Muhammad (1795 – 1829)

      Syarif Muhammad (1795 – 1829) ibni al-Marhum Syarif Idrus al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Menggantikan Ayahanda nya yang meninggal dunia pada 1795. Menerima perlindungan dari Belanda saat ia menyetujui kontrak perjanjian dengan Pemerintah NEI (Hindia Belanda), 4 Juni 1823.

 Ia meninggal pada 7 Juni 1829, memiliki keturunan, tiga putra :

1.     Syarif 'Abdu'l Rahman bin Syarif Muhammad al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar of Kubu
2.     Syarif Taha bin Syarif Muhammad al-Idrus, Kampung Sungai Pinang.
3.  Syarif Mubarak bin Syarif Muhammad al-Idrus. Menggantikan kakaknya sebagai Pemimpin di Kampung Sungai Pinang.



Syarif 'Abdu'l Rahman (1829 – 1841)

Syarif 'Abdu'l Rahman (1829 – 1841): 

     ibni al-Marhum Syarif Muhammad al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Menggantikan Ayahanda nya yang meninggal pada 7 Juni 1829. Menikahi Syarifa Idja. Ia meninggal pada 2 Februari 1841, memiliki keturunan:[3]

1. Syarif Ismail bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Kubu – lihat bawah.
2. Syarif Hasan bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Kubu – lihat bawah.

3. Syarif Kasim bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus. menikahi putri dari Pangeran Syarif Hamid, Batavia. Ia memilki, seorang putra:
    3. 1.     Syarif Ismail bin Syarif Kasim al-Idrus.

4 Syarif Aqil bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus. Menikahi Syarifa Jara. Ia memiliki keturunan :
   4. 1.     Syarif 'Abdu'l Rahman bin Syarif Akil al-Idrus. Menikahi Syarifa Piah ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus, putri kedua dari Syarif Hasan bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Ia memiliki, dua anak.
    4..2.   Syarif Hamid bin Syarif Akil al-Idrus. Menikahi Syarifa Kamala.
   4..3.  Syarifa Saha binti Syarif Akil al-Idrus. Menikah dengan Syarif Umar ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus, Putra ke-empat Syarif Hasan bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Kubu. Ia memiliki dua anak - lihat bawah.
    4. 4.     Syarifa Bunta binti Syarif Akil al-Idrus.

5. Syarifa Saida binti Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus. Menikah dengan Syarif Muhammad Ba-Hasan, dan memiliki keturunan :
   5.1. Syarifa Saha binti Syarif Muhammad Ba-Hasan. Menikah dengan Syarif Umar Al-Qadri, of Pontianak.

6.  Syarifa Nur binti Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus. Menikah dengan Syarif Alawi, memiliki keturunan dua putra :
       6. 1.     Syarif 'Abdu'llah bin Syarif Alawi. Menikah dengan Syarifa Saliha, memiliki dua anak.
         6. 2.     Syarif 'Abdu'l Rahman bin Syarif Alawi.



Syarif Ismail (1841 – 1864)

Syarif Ismail (1841 – 1864) ibni al-Marhum Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Menggantikan Ayahanda nya yang meninggal pada 2 Februari 1841, dilantik pada 28 Mei 1841. Memiliki beberapa istri, termasuk (yang pertama) Tengku Embong binti al-Marhum Tengku Besar Anum (d.s.p.), Putri bungsu dari H.H. Tengku Besar Anum ibni al-Marhum Sultan 'Abdu'l Jalil Shah, Panembahan Sukadana, dengan istri keduanya, Tengku Jeba binti Tengku Ja'afar, 

Putri tertua dari Tengku Ja'afar bin Tengku Musa, Tengku Panglima Besar Karimata. Syarif Ismail juga menikahi (yang kedua) Syarifa Zaina.

Beliau meninggal 19 September 1864, memiliki keturunan, 4 laki-laki dan 8 perempuan :

1.     Syarif 'Abdu'l Rahman ibni al-Marhum Syarif Ismail (Putra Mahkota) menikahi Syarifa Amina. Ia hilang saat pergi ke Serawak (diperkirakan meninggal dunia), pada 1866.

2.     Syarif Muhammad Zainal Idrus ibni al-Marhum Syarif Ismail, Tuan Kubu - lihat bawah.

3.     Syarif Said ibni al-Marhum Syarif Ismail. Menikahi Syarifa Zaina, dan memiliki dua anak.

4.     Syarif 'Ali ibni al-Marhum Syarif Ismail. Menikahi Syarifa Marian.
Anak perempuan :

1.      Syarifa Nur binti al-Marhum Syarif Ismail. Dia meninggal sebelum 1903.
2.    Syarifa Dara binti al-Marhum Syarif Ismail, menikah dengan sepupunya, Syarif 'Ali ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus, Putra Bungsu Syarif Hasan ibni al-Marhum Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Ia memilki, 3 anak - lihat bawah.
3.     Syarifa Fatima binti al-Marhum Syarif Ismail.
4.     Syarifa Amina binti al-Marhum Syarif Ismail.
5.   Syarifa Rola binti al-Marhum Syarif Ismail. menikah dengan Syarif Mahmud, dan memiliki 3 anak.
6.   Syarifa Zaina binti al-Marhum Syarif Ismail. menikah dengan Syarif Mansur, dan memiliki 1 anak.
7.     Syarifa Talaha binti al-Marhum Syarif Ismail.
8.     Syarifa Mariam binti al-Marhum Syarif Ismail.





Syarif Hasan (1864 – 1871)

Syarif Hasan (1864 – 1871) ibni al-Marhum Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Menggantikan Kakak tertuanya pada 19 September 1864. dilantik pada 5 Maret 1866. Resmi memegang jabatan Tuan Kubu mulai 7 Juli 1871.

 Menikah dengan Syarifa Isa. 
 Ia meninggal pada 4 November 1900, memiliki 13 putra dan 6 putri.

Putera :
1.     Syarif Muhammad ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. Lahir sebelum 1862.
2.     Syarif 'Ali ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. Lahir sebelum 1862. Ia meninggal pada waktu muda.
3.     Syarif 'Abbas ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu - lihat bawah.
4.     Syarif 'Abdu'llah ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. Lahir pada 1870. menikah dengan Syarifa Selina, dan memiliki lima anak.
5.     Syarif Yasin ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. Lahir 1872. menikah dengan Syarifa Muna, dan memiliki keturunan, 4 anak.
6.     Syarif 'Umar ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. menikah dengan Syarifa Saha binti Syarif Akil al-Idrus, putri tertua Syarif Akil bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus. Ia memilki, dua anak.
7.     Syarif Kasim ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. DH Kubu, Mbr. of the Cncl. of Regency (Anggota Majelis Rakyat Kabupaten/DPRD) 1919-1921. menikah dengan Syarifa Kamariah. Ia meninggal pada 16 Juni 1921.
8.     Syarif Taha ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. menikah dengan Syarifa Darah, dan memiliki keturunan, 2 anak.
9.     Syarif Usman ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. menikah dengan Syarifa 'Isa al-Idrus.
10.           Syarif Sajaf ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.
11.           Syarif Husain ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.
12.          Syarif 'Ali ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. menikah dengan sepupunya, Syarifa Dara, Putri kedua Syarif Ismail ibni al-Marhum Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu.
13.          Syarif Zaman [Seman] ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.


Puteri :
1.    Syarifa Shaikha binti al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.
2.   Syarifa Sipa binti al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. menikah dengan Syarif 'Abu Bakar, dan memiliki keturunan, 2 anak.
3.   Syarifa Piah binti al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. menikah dengan Syarif 'Abdu'l Rahman bin Syarif Akil al-Idrus, Putra tertua Syarif Akil bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus. Ia memilki, dua anak – lihat atas.
4.  Syarifa Talaha binti al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. menikah dengan Syarif Kechil, dan memiliki keturunan 2 anak.
5.  Syarifa Saida binti al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. menikah dengan Syarif Muhammad, dan memiliki keturunan dua anak.
6.    Syarifah Mani binti al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.
7.    Syarifa Kembong binti al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.



Syarif 'Abbas (1900 – 1911)

Syarif 'Abbas (1900 – 1911) ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Lahir 1853, Pendidikan Khusus. Menggantikan Ayahanda nya yang meninggal pada 4 November 1900. Dilantik pada 6 Juli 1901. Diturunkan dari tahtanya pada April 1911. memiliki beberapa istri, termasuk Syarifa Kamariah. 

Ia memiliki dua putra dan 10 putri .

Putera-putera:
1.     Syarif 'Abdu'l Rahman ibni al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus. Lahir 1903. Ia meninggal pada usia muda..
2.     Syarif Ahmad ibni al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus [Wan Sulung]. Ia terbunuh pada 1906.


Puteri-puteri :
1.   Syarifa Inah binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus.
2. Syarifa Zubaida binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus. menikah dengan Syarif Mahmud, dan memiliki keturunan tiga anak.
3.   Syarifa Kamala binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus. menikah dengan Syarif Hamid, dan memiliki satu anak.
4.  Syarifa Buntat binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus. menikah dengan Syarif Kasim, dan memiliki satu anak.
5.  Syarifa Isa binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus.
6.  Syarifa Tura binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus. menikah dengan Syarif Muhammad Zainal Idrus ibni al-Marhum Syarif Ismail al-Idrus, Tuan Besar Kubu (Lahir pada 1851), Putra kedua Syarif Ismail ibni al-Marhum Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu.
7.   Syarifa Nur binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus. menikah dengan Syarif Muhammad [Mo] al-Idrus, dan memiliki satu anak.
8.    Syarifa Saliha binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus. menikah dengan Syarif 'Umar al-Idrus.
9.    Syarifa Kuning binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus.
10.  Syarifa Kebong binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus.


Khaul di Sabamban 


Syarif Muhammad Zainal Idrus (1911 – 1921)

Syarif Muhammad Zainal Idrus (1911 – 1921) ibni al-Marhum Syarif Ismail al-Idrus, Tuan Besar Kubu. Lahir 1851, Putra kedua Syarif Ismail ibni al-Marhum Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu, Pendidikan Khusus. Dipilih oleh Belanda untuk menggantikan sepupunya yang diturun-tahtakan sebelumnya pada 26 September 1911. Dilantik pada 15 Januari 1912. Menyerahkan menyerahkan wewenang Kesultanan kepada Dewan Kabupaten pada 1919. di-turun-tahtakan tanpa adanya pilihan pengganti pada 11 April 1921. 

Memiliki 3 istri, termasuk Syarifa Tura binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus, Putri ke-enam Syarif 'Abbas ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu.

 Ia memiliki, 7 putra :

1.   Syarif Mustafa ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus.
2.  Syarif Akil [Agel] ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus. Lahir 1877, Pendidikan Khusus. Menikah dengan putri Syarif Said al-Idrus pada 1900. Ia memiliki 3 putra :
1.   Syarif 'Usman ibni al-Marhum Syarif Akil al-Idrus.
2.   Syarif Tani ibni al-Marhum Syarif Akil al-Idrus.
3.   Syarif Mohsen [Mukhsin] ibni al-Marhum Syarif Akil al-Idrus.
3.   Syarif Ja'afar ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus.
4.  Syarif Husain ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus (putra dari istri pertama).
5.  Syarif Hasan ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus, Tuan Besar of Kubu (putra dari istri kedua)- lihat bawah.
6.   Syarif 'Usman ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus (putra dari istri ke-tiga).
7.    Syarif Salim ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus.



Syarif Salih (1921 – 1943) - Korban sungkup Jepang,- 

Syarif Salih (1921 – 1943) ibni al-Marhum Idrus al-Idrus, Tuan Besar Kubu. Lahir 1881, Pendidikan khusus. Dipilih oleh Belanda, bersama Dewan Kesultanan, dikenal sebagai Senior Mbr. of the Cncl. of Regent 1919 (Anggota Senior Dewan Rakyat Kabupaten). Menjadi Asisten Bupati pada 16 Juni 1921.

 Dikenal sebagai Pelaksana Sementara Kesultanan, pada September 1921. Dilantik pada 7 Februari 1922. 

Ditangkap oleh Jepang pada 23 November 1943. 

Menerima: Knt. of the Order of Orange-Nassau (17.8.1940) Gelar Ksatria-Bangsawan dari Kerajaan Belanda (17 Agustus 1940), dan Lesser Golden Star for Loyalty dan Merit (Gelar Pengabdian dan Jasa Luar Biasa dari Kerajaan Belanda). 

Ia dibunuh (dipancung) oleh tentara Jepang di Mandor pada 28 Juni 1944, memiliki dua putra :

1.     Syarif Yahya ibni al-Marhum Syarif Salih al-Idrus. Ia memiliki putra :

        1.1.     Syarif Hamid bin Syarif Yahya al-Idrus.
        1.2.     Syarif 'Abdu'l Rahman bin Syarif Yahya al-Idrus.

2.     Syarif Husain bin Syarif Salih al-Idrus.
 Ia memiliki seorang anak :

      2.1.     Syarif Yusuf bin Syarif Husain al-Idrus. (Member of the Council of Regency (Anggota Senior Dewan Rakyat Kabupaten 1946). Dikenal dengan Wan Yusuf cucu tuan kubu, menetap di Jalan Merdeka Pontianak.



Syarif Hasan (1943 – 1958) : Raja Kubu terakhir 

Syarif Hasan (1943 – 1958) ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus, Tuan Besar of Kubu, Pendidikan: HIS Pontianak. Menjadi Ketua bestuur comite oleh Jepang pada tahun 1943. Dilantik sebagai Pemimpin Dewan Rakyat Daerah (Cncl. of Regency/DPRD) pada 1946. 

Terpilih sebagai head of the self-governing monarchy (Pemimpin Kerajaaan-kerajaan di Indonesia) pada 16 August 1949. Diturunkan dari tahtanya saat Kesultanan Kubu dihapus oleh Pemerintah RI pada tahun 1958.



Nasab Bani Alawi - al-Husaini

Bani Alawi ialah gelar marga yang diberikan kepada mereka yang nasab-nya bersambung kepada Sayyid Alawi bin Ubaidullah (Abdullah) bin Ahmad bin Isa Al-Muhajir. Ahmad bin Isa Al-Muhajir telah meninggalkan Basrah di Iraq bersama keluarga dan pengikut-pengikutnya pada tahun 317H/929M untuk berhijrah ke Hadhramaut di Yaman Selatan.

 Cucu Ahmad bin Isa yang bernama Alawi, merupakan orang pertama yang dilahirkan di Hadramaut. Oleh itu anak-cucu Alawi digelar Bani Alawi, yang bermakna “Keturunan Alawi”. Panggilan Bani Alawi atau Ba'Alawi juga ialah bertujuan memisahkan kumpulan keluarga ini daripada cabang-cabang keluarga yang lain yang juga keturunan dari Nabi Muhammad SAW.

Bani Alawi (Ba 'Alawi) juga dikenali dengan kata-nama Sayid (jamaknya: Sadah) atau Habib (jamaknya: Haba'ib) atau Syarif (jamaknya: Asyraf, khusus bagi bangsawan/ningrat-nya). Untuk kaum wanitanya dikenal juga dengan sebutan Syarifah. 

Keluarga yang bermula di Hadhramaut di negara Yaman ini, telah berkembang dan menyebar, dan saat ini banyak di antara mereka yang menetap di segenap pelosok dunia baik Arab, Indonesia, Asia Tenggara, India, Afrika dan lainnya.


Gelar dan Istilah

Putra Mahkota/Pangeran : Syarif (atau Sayyid) (nama pribadi) ibni al-Marhum Syarif (atau Sayyid) (nama bapaknya) Al-Idrus (nama marga/keluarga), Tuan Besar Kubu (aslinya: Yang di-Pertuan Besar).

Anggota laki-laki keluarga Kesultanan yang lain, keturunan pada garis Bapak: Syarif (atau Sayyid) (nama pribadi) ibni Syarif (or Sayyid) (nama bapaknya) Al-Idrus (nama marga/keluarga).

Anggota wanita keluarga Kesultanan, keturunan pada garis bapak: Syarifah (nama pribadi) binti Syarif (atau Sayyid) (nama bapaknya) Al-Idrus (nama marga/keluarga).


Aturan Suksesi (Pergantian)

Pemilihan Raja dijalankan oleh Dewan Kesultanan (Council of the State) dan Anggota Senior dari Keluarga kebangsawanan yang menjabat Mufti/Qadhi (Ruling House).


Catatan  Hitam Penjajahan Jepang


Tuan Kubu Syarif Saleh Alaydrus

Sampai 1912, penduduk Kubu tersisa sekitar 8.000 jiwa. Sebagian besar penduduk semula pindah ke daerah lain di luar Negeri Kubu. Mereka merasa tertekan oleh berbagai pajak yang diberlakukan oleh para menteri kerajaan yang diberi kewenangan untuk menarik pajak, berupa cukai dan blasting. 

Dalam 1917, Agil bin Zain diberhentikan dari jabatannya digantikan Kasimin Mantri Polisi dari Pontianak berkedudukan di Telok Pakedai selaku Kepala Distrik. 

Pada 1919 Syarif Yahya wafat, digantikan Syarif Saleh bin Idrus Al Aydrus berkedudukan di Padang Tikar. 

Pada 1919 itu pula, Tuan Kubu Syarif Zain berhenti dari kedudukannya oleh putusan Gubernur Jendral Belanda 29 Agustus 1919 dan memperoleh hak pensiun sejak 15 Juni 1921.

mengisi kekosongan tahta Raja Kubu, dengan persetujuan pemerintah Belanda di Batavia, 

23 Oktober 1919 dibentuk Majelis Kerajaan (Bestuurscommissie) Kubu, terdiri dari Syarif Saleh bin Idrus (Kepala Distrik Padang Tikar) dan Kasimin (KepalaDistrik Telok Pakedai). Dikarenakan sesuatu sebab hukum, Kasimin kemudiandiberhentikan Belanda.

Raja Kedelapan (1919-1944) Dengan diberhentikan nya Kasimin selaku Bestuurscommisie,  maka lembaga ini menyisakan Syarif Saleh Al Aydrus sendiri, .Saleh salah seorang ahli waris Kerajaan Ambawang, pada 7 Februari 1922 dinobatkan sebagai Wakil Kepala pemerintahan Kerajaan Kubu bergelar Tuan Kubu di mana sebelumnya berdasarkan Korte Verklaring 3 September 1921 ditetapkan sebagai WdZelfbestuurder


(Wakil Kepala Pemerintah) Kerajaan Kubu. 

Masa pemerintahan Tuan Kubu Syarif Saleh Al Aydrus bin Idrus bin Abdurrahman bin Alwi bin Idrus Al Aydrus (turunan penguasa Ambawang) Kerajaan Kubu dibagi dalam 3 Onder Distrik.

 Masing-masing: 

Distrik I :  Telok Pakedai (dikepalai Saidi bin Said), 

Distrik.II : Batu Ampar (Burhanuddin), dan 

 Distrik.III.  Kubu (Syarif Ahmad bin Syarif Saleh Al Aydrus).

Belakangan Onder Distrik Kubu dipimpin Syarif Yusuf bin Husin bin Saleh Al Aydrus sejak 1 Agustus 1942, sejak Ahmad ditetapkan sebagai Raja Muda Kubu.

 Namun 1 Maret 1943, Yusuf meletakkan jabatannya.

 Pada 20 Februari 1944, Tuan Kubu (Dokoh) Syarif Saleh diciduk balatentara  pendudukan Jepang. Keesokan harinya, 21 Februari, Raja Muda Kubu Ahmad, juga diciduk menyusul ayahnya.

 Maka kemudian barulah diketahui, pada 28 Juni 1944, bersama pemuka Kalimantan Barat lainnya, Tuan Kubu Saleh dan Raja Muda Ahmad, termasuk korban pembantaian Jepang.

Bunken Kanrikan Kubu ketika itu dijabat Nakamura.

 Sejak awal pendudukan, ia tidak sebagaimana balatentara Jepang lainnya. Sikapnya yang bersahabat dan bersimpati pada rakyat, menyebabkan ia dipersalahkan pemerintah militer nya. Nakamura belakangan melakukan hara-kiri sebagai protes atas kekejaman Jepang di Kalimantan Barat.

Syarif Saleh Al Aydrus,  lahir di Ambawang Kubu Rabu 11 Zulhijjah 1300 H bersamaan 14 Juli 1883.  Ibunya Syarifah Seha binti Syarif Umar Al Baraqbah. Wafat 7 Rajab 1363 H bersamaan 28 Juni 1944 akibat kekejaman balatentara Jepang di masa Perang Dunia II.

 Tentang itu diwartakan Borneo Shimbun 1 Juli 1944 dan Parket v/d Auditeur Militair Pontianak 27 Desember 1947 Nomor 2784/1 yang ditandatangani Mr AH Bosscher.

Semasa hidupnya, Syarif Saleh  didampingi 4( empat) orang istri. Masing-masing:-

 1). Syarifah Telaha binti Tuan Kubu Syarif Hasan Al Aydrus (Raja Kubu Kelima) dikaruniai 3 anak, yaitu : Syarif Husin, Syarif Abdurrahman dan Syarif Abubakar.

 2). Enci’ Rahmah binti Bujang, mendapatkan 3 anak, yaitu :
Syarif Ahmad (1914—1944, korban keganasan Jepang),  Syarifah Aisyah (bersuami Syarif Yusuf bin Said Al Qadri Patih Suri Negara Kubu),  dan Syarif Usman. 

3). Raden Ning binti Muhammad Syarif Saleh,  dikaruniai seorang anak , yaitu:Syarifah Chadidjah, dan

 4).Daeng Leha bint  Dalek, tidak memiliki keturunan,

Masa Transisi Wafat nya Tuan Kubu Syarif Saleh (1944) beserta putranya Syarif Ahmad, maka kemudian Bunken Kanrikan menunjuk Syarif Yusuf bin Said Al Qadri, menantu Syarif Saleh, sebagai Gi Tyo pada Kubu Zitiryo Hyogikai (semacam Bestuurscommissie masa sebelum pendudukan Jepang).

Mulanya Yusuf tidak didampingi anggota lainnya menyandang kedudukan tersebut. 

Namun kemudian Bunken Kanrikan menetapkan 2 orang anggota mendampingi Yusuf Al Qadri, masing-masing Syarif Jaafar Al Aydrus (Bujang) mantan Controleur Padang Tikar, dan Syarif Hasan bin Zain Al Aydrus (saat itu pagawai kantor Sutiji Tyo di Pontianak).

Setelah kemerdekaan Indonesia, dan revolusi pemuda Republikein bergolak di mana-mana, tak terkecuali semangat itu sampai pula di wilayah Kubu. 

Dalam Nopember 1945 serombongan militer NICA berkunjung ke Kubu. Dipimpin Kapten Hoskstra disertai Wedana Politie Madsaleh mereka mendatangi Istana Kubu.

Di sana mereka diterima putra tertua Tuan Kubu yang telah mangkat, Syarif Husin Al Aydrus dan putranya Syarif Yusuf Al Aydrus. Olehnya, Husin selaku pewaris Kubu diminta ke Pontianak untuk menghadap Sultan Hamid II.

Pada 1946, Syarif Husin Al Aydrus dan putranya Syarif Yusuf Al Aydrus menghadap Sultan Pontianak Hamid II. Dengan persetujuan pemerintah NICA, masa transisi pemerintahan pasca kemerdekaan,

berakhirnya masa Kubu Zitiryo Hyogikai pada 28 Februari 1946, maka pada 1 Maret 1946 dibentuk Bestuurscommissie Kubu, terdiri dari Syarif Hasan bin Zain (Ketua merangkap anggota), Syarif Yusuf bin Husin bin Saleh Al Aydrus (anggota).

 Sejak 1 Juni 1946 ditempatkan pula seorang berkebangsaan Indonesia untuk kedudukan Onderafdeelingschef (OAC) sebagaimana dulunya controleur ataupun gezaghebber.

Seterusnya, Yusuf atas permintaan sendiri sejak 1 Maret 1949 pindah ke Pontianak dan bekerja pada kantor Polisi Umum. Dengan begitu, Bestuurcommissie Kubu tinggal seorang, Syarif Hasan Al Aydrus. Namun kemudian Hasan diberhentikan dari kedudukannya karena tersangkut masalah hukum.

Dengan demikian, sejak itu pula kekuasaan Kerajaan Kubu ditangani oleh OAC. 

Dan dalam perkembangan kemudian, Kubu berstatus kewedanaan pada 1958, dan sejumlah onder distrik di dalamnya menjadi kecamatan, yang kemudiannya masuk dalam administratif Kabupaten Pontianak.


Jejak Dosa Pasukan Jepang di Dunia


Referensi

Sumber
Maktab Ad-Daimy, Badan Pencatatan Nasab Bani Alawi – Al-Husaini, Rabithah Alawiyah Pusat, Jakarta–Indonesia, Attn: Habib Zainal Abidin Seggaf As-Seggaf (Ketua) dan Habib Abubakar Seggaf As-Seggaf (Wakil), Buku Data Nasab Bani Alawi-Al-Husaini, No. 1, hlm. 149, (Jakarta: Maktab ad-Daimy), 1997

Al-Habib Muhammad Luthfi bin Ali Bin Yahya dan Team Penulis Panitia Muktamar ke-10 Jam’iyah Ahli Al Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyah 1426H/2005 M - Pekalongan, Mengenal Thariqah – Panduan Pemula Mengenal Jalan Menuju Allah; Last Chapter, Sekilas Tentang Thariqah Alawiyah, (Jakarta: Aneka Ilmu), 2005

http://www.asyraaf.org (Telaah Kitab Al-Mu'Jamul Lathif halaman 140-141, tentang Qabilah Marga Al-Idrus)

Al-Habib Muhammad bin Abubakar Asy-Syalli Ba-‘Alawy, As-Syaikh Al-Akbar Abdullah Al-Idrus dalam Al-Masyra' Ar-Rawiy fi Manaqib As-Sadah Al-Kiram Bani Alawiy, tt

Sayyid Ahmad bin Muhammad As-Syathiri, Sirah As-Salaf Min Bani 'Alawiy Al-Husainiyin, (Jeddah: dicetak oleh Alam Ma'rifah), 1405H/1984

Prof Dr. HAMKA, Soal Jawab Agama Islam, (Kuala Lumpur: Pustaka Melayu Baru), 1978.
Ronald Lewcock, Wadi Hadhramaut and The Walled City of Shibam, UNESCO, 1986
Daniel van der Meulen dan H. Von Wissmann, Hadramaut -Some of Its Mysteries Unveiled
J. P. J. Barth, Overzicht der afdeeling Soekadana, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van kunsten en wetenschappen. Deel L, Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Albrecht & Co., Batavia, 1897.
J.J.K. Enthoven, Bijdragen tot de Geographie van Borneo's Wester-afdeeling. E.J. Brill, Leiden, 1903.
H. von Dewall, "Matan, Simpang, Soekadana, de Karimata-eilanden en Koeboe (Wester-afdeeling van Borneo)", Tijdschrisft voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde, Deel XI, Vierde Serie Deel II, Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Batavia, 1862.
http://aladamyarrantawie.blogspot.com/

Klik juga :


Catatan kaki

1.      ^ KUBU
2.      ^ (Belanda) Staatsblad van Nederlandisch Indië, s.n., 1849
^ (Belanda) Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Lembaga Kebudajaan Indonesia, Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, Volume 11, Lange & Co., 1862