BAGIAN KE DUA ;
MEMBUKA HUTAN KAMPUNG SEGERAM PULAU TUJUH, Tahun 1779 M,
Bersama Ayah dan Saudara - saudara nya,
By : Syarif Arif Chandra & Syarif Tue Tsani
Disusun berdasarkan Data dan Fakta Sejarah tertulis,
Dari Manuskrip Kuno - Nuswah Tua ,
Catatan Pangeran Bendahara
Syarif Ahmad bin Sultan Abdurrahman, tahun 1840 M
MEMBUKA HUTAN KAMPUNG SEGERAM PULAU TUJUH,
Awal mula membuka Kampung Segeram,
Abad ke 17 M, : Tahun 1779 M
Segeram saat itu merupakan Kampung yang sangat sepi karena di tinggalkan entah berapa lama sudah, oleh penghuninya Bangsa Portugis yang kalah dengan Belanda. Rimbun pepohonan dan hutan lebat yang membawa kesan angker dan menyeramkan, penuh dengan aura mistis.
Ini pula yang mengingat kan "Panglima Laksamana Pertama", pada ketika, sekitar "8 tahun yang lalu" saat me rimba hutan belantara di simpang tiga sungai Kapuas dan Landak, yang sekarang menjadi Kesultanan Pontianak, pada 23 Oktober 1771 M. Dulu,
Kesultanan Pontianak berdiri Pada tahun : 1778 M (1192 H), Sultan Abdurrahman dilantik menjadi Sultan Kesultanan Potianak pada tanggal 18 Syaban hari Senin, 1192 H, kemudian
Sayyid Abubakar dilantik sebagai Panglima Laksamana Nusantara Pertama Kesultanan Pontianak, 1778 M - Beliau dilantik oleh Sultan Abdurrahman pada tepatnya tanggal 23 Syaban 1192 H, hari Jum"at, hari ke 5 setelah penobatan Abdurrahman menjadi Sultan -
Akan tetapi Beliau kemudian : mengundurkan diri pada 5 Juli 1779 M, karena tidak sepakat ketika Kesultanan menerima kerjasaman dengan Belanda.
Pelayaran dari Segeram ke Sabamban 8 tahun kemudian ketika hijrah nya Pangeran Syarif Ali Alidrus, dari Pontianak ke Sabamban, diantar dan dikawal oleh keluarga Pulau Tujuh ini, pada 17 Agustus 1787 M. Pangeran Ali kemudian ditunjuk menjadi kepala wilayah di Sabamban oleh Belanda.
Sementara keluarga Panglima Laksamana Pertama memang tidak asing dengan wilayah Sabamban, karena istri kedua beliau, Syarifah Aminah binti Abdullah Alidrus, Ibu dari Panglima Hitam Paku Alam ini, - memang sudah lama menetap di Sabamban sebelumnya, bahkan beliau lahir disana. - Syarif Ibrahim lahir pada 1773 M, di Sabamban.
Alkisah di Segeram,
Pada masa - masa ketika Portugis masih menetap lebih dari 8 Tahun..
Berkisar periode : 1770 - 1778 M, karena pada 1779 M, Keluarga Alkadri masuk
Segeram merupakan Peradaban yang maju dan ramai penghuninya
Hal ini dapat terlihat dari puing-puing peninggalan yang sudah di hancurkan oleh Portugis agar tidak di kuasai Belanda. Selain ditemukan juga keramik dan barang gerabah serta pecah belah, bahkan senjata, peluru meriam, serta sisa - sisa bangunan yang sudah dihancurkan, hanya tersisa 1 bangunan tertinggal.
Namun dalam catatan Sejarah, ternyata Belanda tidak menginjakkan kakinya di Segeram,. Karena aksesnya yang sengaja di tutupi oleh Masyarakat Segeram agar tidak di kuasai Belanda. Ternyata kesan angker dan menyeramkan itu, menjadi pelindung dari tangan penjajah Belanda, sehingga tak pernah menginjakkan kakinya disana.
Keluarga Tok Abu,
Mendiami kampung Segeram, abad ke 17 M,
Saat menginjakan kakinya di Segeram , September 1779 M
Keluarga Besar Panglima Laksamana satu Syarif AbuBakar Alkadri.
Mengajak anak - anak beliau untuk merenovasi satu bangunan yang tidak sempat di hancurkan Portugis atau sengaja tidak di hancurkan, sebagai tempat berlindung satu - satunya dari hujan dan panas.
Ibrahim kecil, saat itu sekitar usia 6 tahun, menemukan paku panjang 40 cm, yang kemudian ditancapkan ketanah dan ternyata kemudian setelah digali, berupa kuburan.
Di duga kuburan tersebut bernama Sayid Abdullah Bin Muhammad, berasal dari keturunan Campa, - ( Keturunan Jeumpa Aceh, Syahriansyah Salman, atau Abdullah Persia, tepatnya Sayyid Abdullah bin Hasan bin Jafar Shodiq, 777 M ) - ada kaitan dengan Kesultanan Campa yang ada di Campa.
Beliau. Sayyid Abdullah bin Muhammad, merupakan keturunan dari Campa jalur Sayid Ja'far Shodiq Bin Sayid Muhammad Albagir keturunan Ahlulbait pertama yang datang ke Campa dan Segeram
Panglima Laksamana satu Syarif Abu Bakar Alkadri sengaja mencari Pulau terpencil dan tersembunyi agar tidak di temukan Sultan Abdurrahman Alkadri, sekaligus pangkalan untuk menggerakkan perlawanan di laut kepada Belanda nanti nya.
Rupanya setelah mundur dari jabatan, dan kemudian membuka hutan di seberang istana Kesultanan, lalu diberi nama Kampung Maria dulu, beliau kemudian berlayar ke banyak negeri. Diantara nya beliau sempat menetap di Lombok, bersama istri pertama, Aluyah Sambe binti Abdul Ta"tong yang dinikahinya dan ikut berlayar sampai ke Lombok
Putra beliau bernama : Syarif Abdullah bin Panglima Laksamana Pertama. Keturunan ini berkembang di Lombok, Nusa Tenggara Barat, dan Pulau Jawa, Abdullah bin Tuan Abu kemudian menikahi putri Kesultanan Banten, dan diangkat menjadi Tumenggung di Banten, dimasa tua beliau baru kembali ke Lombok dan menetap disana hingga wafat pada tahun : 1856 M.
Sayyid Abdullah bin Abubakar I, Makam di Lombok, NTB sekarang
Syarif Abdullah, tercatat lahir Sambe Darit : 1769 M, wafat lombok 1856 M,
Diduga nantinya beliau hijrah ke Lombok karena dibawa Ayahnya dan menetap disana bersama ibu mereka. Karena ada beberapa saudara Abdullah yang lahir hingga wafat di Lombok .
Pada masa dewasa, Beliau ini kemudian menikahi bangsawan Banten dan menetap di Banten karena diangkat menjadi Tumenggung di Kesultanan Banten.
Setelah tua dan uzur, kembali ke Lombok hingga wafatnya.
Beliau menurunkan Panglima Laksamana III Leaxa, Sayyid Abubakar bin Abdullah Jamalullail dilantik oleh Sultan Osman 1819 M. Makam nya ditemukan di Martapura Banjar.
Kemudian Sayyid Abubakar bin Abdillah, bin Abubakar bin Abdullah, cicit buyut, dilantik menjadi Panglima Laksamana IV zaman Sultan Hamid I, 1855 ditempatkan di Lombok. Makam Beliau ini ditemukan di Jeranjang Lombok Nusa Tenggara Barat.
Kembali kepada Riwayat tadi :
Benar saja,: ternyata Sultan Abdurrahman Alkadri sempat beberapa kali memerintahkan Hulu Balang agar mencari Panglima Laksamana satu Syarif Abu Bakar Alkadri dan menyusul ke Banjarmasin tepat nya di Sabamban.
Setelah lebih dari satu minggu berlayar dari Pontianak,
perahu hulubalang kesultanan, tiba di Sabamban
Ketika sampai di Sabamban ternyata anak - anak Panglima Laksamana satu Syarif Abu Bakar Alkadri yang tidak ikut berlayar ke Segeram, tidak mengetahui Ayah nya ke Segeram
Ternyata keberangkatan ke Segeram di rahasiakan kepada anak - anaknya yang tinggal atau yang menetap baik di Sabamban maupun yang di Banjarmasin umumnya
Setelah lelah satu bulan mencari, akhirnya rombongan kembali lagi ke Pontianak dan melaporkan kepada Sultan Abdurrahman Alkadri, bahwa beliau tidak ditemukan di Sabamban
Betapa Sulitnya mencari pigur pengganti Panglima Laksamana ini,
Menurut catatan Pangeran bendahara Ahmad
bin Sultan Abdurrahman Alkadri : 1840 M
Penyebabnya Karena hampir seluruh adik - adik Sultan Abdurrahman Alkadri tidak satupun yang memiliki keberanian seperti Panglima Laksamana satu Syarif Abu Bakar Alkadri
Sehingga beliau terpaksa mengangkat Nakhoda Ahmad yang juga ikut Beliau setiap kali berlayar baik untuk berdagang maupun untuk berperang.
Keahlian Nahkoda Ahmad mampu berlayar dan menguasai situasi dan kondisi dalam keadaan normal, namun untuk berperang beliau kurang mahir , karena hari - harinya di habiskan di dalam Kapal
Termasuk menghindarkan perahu layar dari sergapan musuh ketika keadaan tidak memungkinkan, ketika Sultan Abdurrahman Alkadri belum mengatur taktik atau siasat untuk berperang
Jika sekedar mengetahui situasi perairan daerah setempat atau laut setempat,.Nahkoda Ahmad sangat paham tentang hal tersebut,
: Tapi bermanuver dalam perang, ini yang jadi masalah.
Ketika membangun kembali Segeram, abad ke 17 M :
Masing - masing anak - anak Panglima Laksamana satu Syarif Abu Bakar Alkadri membersihkan puing - puing yang berserakan bekas peninggalan Portugis
Dari bekas puing-puing tersebut ternyata masih bisa di temukan piring dan benda keramik yang masih utuh di bawah bangunan yang di robohkan.
Disinilah di ketahui selain bangsa Portugis juga ada orang-orang Cina yang mendiami Segeram. Walaupun jumlah mereka tidak terlalu banyak sebagai pedagang yang singgah dan menetap di Segeram,
Demikian juga di temukan peralatan untuk mengambil dan mengukir karang laut Untuk di jadikan piring atau alat perabot rumah tangga. Selain itu juga di temukan kuburan - kuburan cina dan Bangsa Portugis yang terbuat dari Karang Laut.
Pada saat pembersihan di temukan juga paku - paku yang cukup panjang berkarat dan berwarna Hitam. Syarif Ibrahim Alkadri,.saat itu masih berusia 6 tahun, kemudian menancapkan paku - paku ke tiang Bangunan itu dengan tangan kosong tanpa alat bantu.
Oleh kejadian itu beliau, baik dari keluarga Alkadri, Al-Idrus dan keluarga Banjar yang ikut memanggil beliau dengan gelar “Paku Alam”.
Dan panggilan tersebut di sempurnakan oleh bajak - bajak laut, ketika beliau dewasa yang berhasil beliau taklukkan ketika bermaksud menjarah Kampung Segeram, sehingga beliau terkenal dengan sebutan "Panglima Hitam Paku Alam."
Kata "Hitam" : karena kulit beliau yang menghitam disengat matahari Pulau Tujuh saat menyelam dan mencari karang laut bertelanjang dada sebagai bahan kerajinan ukiran yang menjadi mata pencarian beliau, selain berkebun, bertani, dan mencari ikan, dengan memancing, menjala, membuat kelong dan belat.
Kerajinan mengukir karang laut diajarkan oleh ayah beliau, "Panglima Laksamana Pertama", dengan menggunakan peralatan bekas peninggalan bangsa Portugis, kemudian mereka meneliti dan mempelajari kegunaan peralatan tersebut,. Yang ternyata alat - alat tersebut dapat di gunakan untuk mengambil dan mengukir Karang Laut,.
Sehingga pada saat itu hampir semua barang pecah belah atau barang rumah tangga mereka buat dari karang Laut, termasuk hiasan rumah, hingga ukuran kaligrafi Arab dan batu nisan serta kembali untuk digunakan dan dipakai di Kampung Segeram.
Artinya setelah di tinggalkan Portugis,.
Maka orang pertama yang mendiami kampung Segeram adalah Ahlulbait Rasullullah dari marga Alkadri dan Al-Idrus dikuti Kemudian Keluarga Banjar dan Bajak Laut yang ditaklukkan, serta dari berbagai Suku yang mendiami kepulauan Natuna, saat itu diperkirakan sekitar abad ke 17 M
Menurut catatan Pangeran Bendahara Ahmad Bin Sultan Abdurrahman Alkadri :
Pada saat itu, Segeram merupakan Kampung Yang Misterius,
Sehingga perompak dan Bajak laut pun tidak berani tinggal di sana.
Sebab itu di pilihanya Segeram merupakan pilihan yang tepat oleh Panglima Laksamana satu Syarif Abu Bakar Alkadri. Untuk tempat menghindar sementara agar tidak di ketahui abang beliau Sultan Abdurrahman Alkadri yang meng - inginkan agar Syarif Abubakar tetap menjadi Panglima Laksamana satu di Kesultanan Kadriah Pontianak pada saat itu,.
itulah sebabnya, Sultan Abdurrahman memberi gelar "Pangeran Laksamana Muda" kepada putranya, : Pangeran Syarif Abubakar bin Sultan Abdurrahman, yang setelah dinikahkan kemudian di tugaskan ke negeri China.
Keturunan beliau ini tidak ditemukan di Nusantara. Tercatat ada 7 anak keturunan ini, 4 Putra dan 3 Putri, semua menetap di Wuhan Negeri China, tak satupun kembali ke Pontianak.
Perlu kiranya diketahui, dalam adat istiadat dan tradisi Kesultanan Pontianak, hanya mereka yang bernama :"Abubakar" dari keturunan Panglima Laksamana Pertama, yang dilantik dengan gelar "Panglima Laksamana".
Panglima Laksamana III Leaxa :
Syarif Abubakar bin Abdullah Tumenggung Banten, bin Tuan Abu.
Dilantik oleh Sultan Syarif Osman, pada : 1819 M. Wafat di Banjar 1855
Panglima Laksamana IV :
Syarif Abubakar bin Abdillah, bin Abubakar Panglima Laksamana III Leaxa, bin Abdullah Tumenggung Banten, Bin Abubakar Panglima Laksamana Pertama, Dilantik oleh Sultan Hamid Satu, pada 1855 M. Beliau ini wafat di Lombok dimasa konflik dengan Raja Bali Mataram, Anak Agung Gde Agung.
Makam beliau ditemukan di Jeranjang Lombok Nusa Tenggara Barat.
BACA DISINI SELENGKAPNYA, KLIK >>