Bagian Ketiga
By : SAY Qadrie
Melacak akar sejarah Segeram
Melacak Akar Sejarah Segeram :
Lintasan Sejarah Segeram
Rekonstruksi Peradaban Awal Segeram
Segeram yang semakin terancam peradaban dan masyarakatnya dari kepunahan, layak mendapatkan perhatian serius dari mereka para pemangku kepentingan di Natuna saat ini.
Mengapa Segeram? : Karena Natuna ada, bermula di Segeram
Segeram diperkirakan sudah mulai disinggahi para pelayar sejak abad ke 7, zaman jalur sutra Tiongkok. Selanjutnya era kerajaan dan Kesultanan Nusantara, era ekpansi Barat, dan era kemerdekan yang baru sekitar 70 tahun lampau,
Letak Segeram yang sangat strategis menjadikan landasan fikir bahwa Segeram memang layak menjadi motto " Laut Sakti Rantau Bertuah" karena Natuna adalah nama lain dari Bunguran Besar, dan pulau disekitarnya dalam catatan tua dikenal sebagai " Pulau Tujuh"
Sebelah barat Segeram dulu dikenal dengan Melaka, Temasek, Tanah Melayu, dan negeri Melayu. Dalam berbagai pelayaran, diperkirakan mereka singgah di Segeram, sejak abad ke 7 , itulah kenapa Natuna mendapat julukan " Pintu Gerbang Asia Tenggara"
Baca juga , klik >> :
Inilah sejarah Segeram dalam lintasan jalur pelayaran dunia,
I. Segeram zaman : I "Tsing tahun 671 - 685 M
- Jalur Sutra Tiongkok kuno
Catatan I Tsing menyebutkan :
I.1. Pelayaran Tahun 671 M :
Diceritakannya sendiri, dengan terjemahan sebagai Kisah pelayaran I-tsing dari Kanton tahun 671 M
“Ketika angin timur laut mulai bertiup, kami berlayar meninggalkan Kanton menuju selatan .... Setelah lebih kurang dua puluh hari berlayar, kami sampai di negeri Sriwijaya.
Di sana saya berdiam selama enam bulan untuk belajar Sabdawidya. Sri Baginda sangat baik kepada saya. Dia menolong mengirimkan saya ke negeri Malayu, di mana saya singgah selama dua bulan.
Kemudian saya kembali meneruskan pelayaran ke Kedah ....
Berlayar dari Kedah menuju utara lebih dari sepuluh hari, kami sampai di Kepulauan Orang Telanjang (Nikobar) .... Dari sini berlayar ke arah barat laut selama setengah bulan, lalu kami sampai di Tamralipti (pantai timur India)”
I.2. Pelayaran Tahun 685 :
Dalam perjalanan pulang dari India tahun 685 diceritakan oleh I-tsing sebagai berikut:
“Tamralipti adalah tempat kami naik kapal jika akan kembali ke Tiongkok. Berlayar dari sini menuju tenggara, dalam dua bulan kami sampai di Kedah. Tempat ini sekarang menjadi kepunyaan Sriwijaya. Saat kapal tiba adalah bulan pertama atau kedua ....
Kami tinggal di Kedah sampai musim dingin, lalu naik kapal ke arah selatan.
Setelah kira-kira sebulan, kami sampai di negeri Malayu, yang sekarang menjadi bagian Sriwijaya.
Kapal-kapal umumnya juga tiba pada bulan pertama atau kedua. Kapal-kapal itu senantiasa tinggal di Malayu sampai pertengahan musim panas, lalu mereka berlayar ke arah utara, dan mencapai Kanton dalam waktu sebulan.”
Menurut catatan I Tsing, Sriwijaya menganut agama Buddha aliran Hinayana, kecuali Ma-la-yu. Tidak disebutkan dengan jelas agama apa yang dianut penduduk di Kerajaan Melayu.
Pendapat Prof. Slamet Muljana, istilah "Malayu berasal dari kata Malaya" yang dalam bahasa Sanskerta bermakna “Bukit”. Orang Melayu Orang Bukit
Baca Juga, klik >> :
Mufti Panembahan Segeram Abad ke 14
II. Segeram zaman : Kesultanan Melayu
Raja dan Kesultanan Se Zaman dari abad ke 16 hingga abad ke 19 dan hubungan mereka dengan Segeram masa lampau. Kesultanan Melayu ini menjadi penting karena 90 % penduduk Natuna sekarang dari suku Melayu.
Pertanyaan kita dari manakah asal muasal mereka? Kelompok manakah yang pertama menetap dan bermukim di Segeram? Kapan dan bilakah mulai adanya peradaban di Segeram ?
Melacak akar sejarah ini dapat dikaitkan dengan bukti berupa makam dan kuburan tua yang ada di Segeram saat ini, sebagai bukti adanya kehidupan di zaman itu,
II.1. Kesultanan Deli : 1761–1873
1. Tuanku Panglima Gandar Wahid (1761–1805)
2. Sultan Amaluddin Mangendar (1805–1850)
3. Sultan Osman Perkasa Alam Shah (1850–1858)
4. Sultan Mahmud Al Rashid Perkasa Alamsyah (1858–1873),
Hingga masa kekuasaan Sultan Mahmud, tidak ditemukan catatan bahwa kesultanan Deli pernah mengirimkan pasukan atau membuang putrinya yang menderita suatu penyakit sebagaimana oral history yang ada saat ini di Segeram, sehingga disimpulkan bahwa riwayat itu, bukan dari kesultanan Deli.
II.2. Kesultanan Jambi : 1616 - 1906 M
Wilayah Jambi dulunya merupakan wilayah Kerajaan Melayu, dan kemudian menjadi bagian dari pendudukan wilayah Sriwijaya yang berpusat di Palembang.
Pada akhir abad ke-14 Jambi merupakan vasal Majapahit, dan pengaruh Jawa masih terus mewarnai kesultanan Jambi selama abad ke-17 dan ke-18.
Berdirinya kesultanan Jambi bersamaan dengan bangkitnya Islam di wilayah Jambi.
Pada 1616 Jambi merupakan pelabuhan terkaya kedua di Sumatra setelah Aceh, dan pada 1670 kerajaan ini sebanding dengan tetangga-tetangganya seperti Johor dan Palembang.
Namun kejayaan Jambi tidak berumur panjang.
Mukti Zubir (1987:29-30) menyatakan bahwa Sultan Abdul Kahar-lah yang pertama menggunakan gelar Sultan di Jambi dan mengubahnya menjadi kesultanan.
Meski kerap dilansir, Arifullah (2015:130) menuturkan bahwa pernyataan tersebut tidak dapat dipastikan, karena pengaruh Islam telah ada sejak masa Orang Kaya Hitam dan kapan Jambi "resmi" menjadi kesultanan Islam sangat bergantung dengan pendapat modern.
Andaya (1993:59, 102, 315) mencatat bahwa Panembahan Kota Baru memerintah bersama putra mahkotanya hingga keduanya meninggal pada tahun 1630, namun ia tidak mencatat bahwa sang putra pernah memerintah sendiri atau dinobatkan sebagai Sultan. Menurut Andaya, cucu Panembahan Kota Baru-lah yang pertama kali memakai gelar Sultan pada tahun 1669.
Tahun 1680-an Jambi kehilangan kedudukan sebagai pelabuhan lada utama, setelah perang dengan Johor dan konflik internal.
Setelah Istana Tanah Pilih Kota Jambi di hancurkan Belanda, dan Sultan Thaha mundur ke pedalaman Jambi. Oleh kerabat kerajaan Jambi dipilih lah Pangeran Singkat Lengan menjadi Sultan menggantikan Thaha dengan gelar Sultan Ahmad Nazaruddin.
Masa itu kesultanan Jambi masih mengendalikan Ibukota (Kota Jambi) namun Sultan Ahmad Nazaruddin tinggal di Dusun Tengah, tiga atau empat hari perjalanan dari Ibukota, di sebuah rumah sederhana dari papan.
Pada tahun 1903 Pangeran Ratu Martaningrat, keturunan Sultan Thaha, sultan yang terakhir, menyerah kepada Belanda. Jambi kemudian digabungkan dengan keresidenan Palembang.
Kesultanan Jambi resmi dibubarkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1906. Pangeran Ratu Jayaningrat bergelar : - masa kekuasaan 1855 – 1858 - Sultan Thaha Syaifuddin Agung Sri Ingalaga Pangeran Ratu Jayaningrat, merupakan Sultan terakhir yang bertahta,
Sebelum ditaklukkan dan dibubarkan.
Dari Kesultanan ini juga tak ditemukan cerita tentang putri yang dibuang kemudian menetap di Segeram itu. Sehingga dapat dikatakan bahwa sang putri bukan dari kesultanan Jambi.
II.3. Kerajaan Johor-Pahang-Riau-Lingga : 1528-1824 M
1761-1812 : Sultan Mahmud Syah lll :
Dipertuan Besar Johor-Pahang-Riau-Lingga ke XVl (1761-1812),
Pada : 10 Agustus 1511 : Melaka ditundukkan Portugis
Sesudah Malaka sebagai ibu kota kerajaan Malaka diserang pasukan Portugis di bawah pimpinan Alfonso de Albuquerque pada tanggal 10 Agustus 1511 dan berhasil direbut pada 24 Agustus 1511,
Sultan Mahmud Syah (Sultan terakhir Malaka dan Sultan pertama Johor-Riau) beserta pengikutnya melarikan diri ke Johor, kemudian ke Bintan dan mendirikan ibukota baru.
Pada puncak kejayaannya Kesultanan Johor-Riau mencakup wilayah Johor sekarang, Pahang, Selangor, Singapura, Kepulauan Riau, dan daerah-daerah di Sumatera seperti Riau Daratan dan Jambi.
Pada tahun 1526 : Bintan di bumi hanguskan Portugis
Tetapi pada tahun 1526 Portugis berhasil membumi hanguskan Bintan, dan Sultan Mahmud Syah kemudian mundur ke Kampar, tempat dia wafat dua tahun kemudian dan digelar Marhum Kampar,
Beliau kemudian digantikan oleh putranya bergelar Sultan Alauddin Riayat Syah II sebagai Sultan Johor-Riau ke ll. Putra Sultan Mahmud Syah yang lainnya Muzaffar Syah, kemudian menjadi Sultan Perak.
Kerajaan Johor-Riau mulai mengalami kemunduran pada tahun 1812 setelah wafatnya Sultan Mahmud Syah lll Yang Dipertuan Besar Johor-Pahang-Riau-Lingga ke XVl,
Sebelumnya Riau Lingga merupakan wilayah dari Kerajaan Johor-Riau atau juga dikenal "Kerajaan Johor-Pahang-Riau-Lingga" yang berdiri sekitar tahun 1528-1824 M yang merupakan penerus dari Kerajaan Malaka,
Melaka Runtuh pada 1511 M oleh campur tangan Portugis "Alfonso de Alburquerque " nantinya jadi rebutan Inggris dan Belanda.
III. Kesultanan Melayu Pontianak , 1778 M - Borneo Barat
Sultan Sayyid Syarif Abdurrahman Alkadri, 1730 - 1808 M 78 tahun
Berdirinya Kesultanan Pontianak, : Hari Senin, 18 Syaban 1192 H - 1778 M
Kesultanan Pontianak berdiri Pada tahun : 1778 M (1192 H), tepatnya pada 18 Syaban hari Senin, 1192 H, Ketika Sultan Abdurrahman dilantik oleh Raja Haji Fisabillillah, Yang Amat Mulia/ YAM Tuan Muda Riau, menjadi Sultan Kesultanan Pontianak, yang memerintah di dalam negeri Pontianak beserta negeri tak"luk"an, dengan Gelar : Sultan Syarif Abdurrahman Nur Alam Khahar Alkadri.
Kemudian, Pada tanggal : 23 Syaban hari Jum”at, 1192 H, - 1778 M,
Sayyid Syarif Abubakar dilantik sebagai Panglima Laksamana Nusantara Pertama Kesultanan Pontianak. Saudara Sultan ini dilantik oleh Sultan Abdurrahman pada, tepatnya tanggal : 23 Syaban 1192 H, hari Jum"at, atau hari ke 5 setelah Penobatan dan Pentabalan Abdurrahman menjadi Sultan -
Akan tetapi, setahun kemudian, Beliau mengundurkan diri pada 5 Juli 1779 M, karena tidak sepakat ketika Kesultanan mengikat kerjasama dengan Belanda.
Dan dua bulan kemudian, tepatnya pada September 1779 H,
Sayyid Abubakar memutuskan hijrah ke Segara Pulau Tujuh,
Segeram,...
As Sayyid Syarif Abubakar, Lahir Matan, 1735 M - Ibu Nyai Tengah, Utien Krinci Srikandi ,: Panglima Laksamana Pertama Kesultanan Pontianak, Masa Bhakti, 1778 M, Dilantik pada hari Jumat, hari ke 5, setelah penobatan Sultan Abdurrahman oleh Raja Haji Fisabillillah, YAM Tuan Muda Riau -
Akan tetapi kemudian mengundurkan diri dari Jabatannya, karena menolak ikatan kerjasama Kesultanan Pontianak dengan VOC Belanda pada 5 Juli 1779M
Menikahi : 11 wanita sebagai istri, dan mewariskan Keturunan "32" anak.
Makam Gang Merak. Dulu namanya Gang Maria. Jalan Sidas Kecil. Dusun I Maria. ( Sekarang Kelurahan Mariana Pontianak Kota ) Keturunan ini banyak di Pulau Tujuh, Natuna. Tanjung Pinang, Batam, Serasan, Sedanau, Tambelan, Siantan, yang berasal dari Segeram.
Selain di Banjar, Pontianak, Kaltim, Kalteng, Kalsel, Manggar, Bangka Belitung, Lampung, Kaki Gunung Salak Sukabumi, Sarawak, Tanjung Pinang, Sambas, Singkawang, Pulau Sumatra, Aceh, Palembang, Pulau Jawa, Pulau Bali, Loloan. Pulau Lombok, Sekarbela, Mataram, Pengkores, Kutaraja, Pulau Sumbawa, Taliwang hingga Bima, Pulau Sumba, Waingapu, Waikabubak, Pulau Sulawesi, hingga Papua.
Sayyid Abubakar bin Sayyid Husein Alkadri Jamalullail Wafat di Pontianak, 1814 M, tepat nya pada hari Kamis , 27 Juli 1814 M - 12 Sya ban 1236 H.,
Tahun 1824 : Traktat London dan Pecahnya kerajaan Johor -Pahang - Riau- Lingga
Pada tahun 1824 Belanda dan Inggris menyetujui Perjanjian Traktat London, yang isinya bahwa semenanjung Malaya merupakan dalam pengaruh Inggris Sementara, Sumatra serta pulau-pulau disekitar nya merupakan dalam pengaruh Belanda.
Terbentuknya Kerajaan Riau Lingga diakibatkan perebutan kekuasaan antara kedua putra Raja Johor-Riau dan pengaruh Belanda-Inggris,
Hal ini disebabkan oleh perebutan kekuasaan antara dua putra sultan,
Yaitu antara : Tengku Hussain/ Tengku Long, dengan : Tengku Abdul Rahman.
Dalam sengketa yang timbul, Inggris mendukung putra tertua Tengku Hussain, sedangkan Belanda mendukung Sultan Abdul Rahman.
Ketika putra tertua Sultan Mahmud Syah lll yaitu Tengku Hussain/Tengku Long sedang berada di Pahang, dengan tidak diduga pada tanggal 12 januari 1812 Sultan Mahmud Syah lll mangkat.
Menurut adat istiadat di Istana, seseorang pangeran Raja hanya bisa menjadi Sultan sekiranya dia berada di samping Sultan ketika mangkat, oleh karena itu Tengku Abdul Rahman dilantik menjadi Yang Dipertuan Besar Johor-Pahang-Riau-Lingga ke XVll ,
Meneruskan tahta Sultan Mahmud Syah lll menggantikan saudara tertuanya Tengku Hussain/Tengku Long yang ketika Sultan Mahmud Syah mangkat dan dimakamkan di Daik Lingga,: Tengku Hussain masih berada di Pahang.
Kerajaan Johor-Riau,
Akhirnya pada tahun 1824 terbagi menjadi 2 Kerajaan
II.4. Kerajaan Riau Lingga : 1828 - 1911 - Dikuasai Belanda 1913
Kerajaan Riau Lingga adalah sebuah kerajaan Islam di Indonesia yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1828 M hingga 1911 M. Kerajaan ini merupakan pecahan dari kerajaan Johor - Riau lama, dan kelanjutan dari keturunan kerajaan Melaka yang dimusnahkan Portugis.
Kerajaan ini mencapai puncak keemasan nya pada masa pemerintahan Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah.ll Yang Dipertuan Besar Riau Lingga ke lV,
Memerintah dari tahun 1857 hingga 1883 M.
(Perhatikan : Beliau Naik tahta bersamaan dengan tahun wafat nya Panglima Hitam Paku Alam di Kampung Segeram Natuna Pulau Tujuh, 1857 M )
Wilayahnya meliputi Provinsi Kepulauan Riau sekarang, tetapi tidak termasuk Provinsi Riau yang didominasi oleh Kerajaan Siak yang sebelumnya telah memisahkan diri dari Kerajaan Johor - Riau.
II.4.1. Kerajaan Pertama : Kerajaan Johor 1761-1812 -
Berkedudukan di Singapura - Dibawah pengaruh Inggris
Dengan raja pertamanya Tengku Hussain bergelar Sultan Hussain Syah (1819-1835) putra tertua Sultan Mahmud Syah lll Yang Dipertuan Besar Johor-Pahang-Riau-Lingga ke XVl ( 1761-1812 ),
II.4.2. Kerajaan Kedua : Kerajaan Riau Lingga 1812 - 1832
Berkedudukan di Daik Lingga - Dibawah pengaruh Belanda
Bergelar Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah Yang Dipertuan Besar Riau Lingga ke l (1812-1832). Se zaman dengan masa hidup Panglima Hitam Paku Alam di Segeram Natuna.
Beliau, Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah Yang Dipertuan besar Johor Pahang Riau Lingga ke XVll yang merupakan adik Tengku Hussain, menjadi Sultan pertama Kerajaan Riau Lingga bergelar Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah Yang Dipertuan Besar Riau Lingga ke l (1812-1832).
Tahun 1857 - 1858 : Pada masa pemerintahannya Kerajaan Riau Lingga mencapai puncak kejayaannya, Yang Dipertuan Muda saat itu adalah Yamtuan lX Raja Haji Abdullah (1857-1858).
--- Ketr : Ketika Raja Haji Abdullah bertahta, Syarif Ibrahim Panglima Hitam Paku Alam di Segeram, sudah wafat. Peradaban Segeram diteruskan oleh saudara dan keponakan beliau ,----
Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah ll adalah putra almarhum Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah dengan permaisuri nya Cek Nora (keturunan Belanda). Memerintah di Daik Lingga pada tahun 1857 hingga 1883.
Memerintah di pulau Penyengat.
Tahun 1858-1899 : Dilantik oleh Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah ll /Yang Dipertuan Besar Riau Lingga ke lV, dan Yamtuan X Raja Muhammad Yusuf Al-Ahmadi (1858-1899) juga Memerintah di pulau Penyengat, digelar Marhum Damnah, mangkat di Daik Lingga
Tahun 1883-1885 M : Dan pada masa pemerintahan Tengku Embung Fatimah (1883-1885) menggantikan Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah ll, Daik Lingga semakin berkembang pesat menjadi pusat perdagangan dan pemerintahan dengan banyaknya pendatang-pendatang dari Sulawesi, Kalimantan, Siak, Pahang, Bangka, Belitung, Cina, Padang dan sebagai nya ke Daik.
Keadaan ini menyebabkan Belanda kuatir jika Kerajaan Riau Lingga menyusun kekuatan baru untuk menantang Belanda, oleh karena itu Belanda menetapkan Asisten Residen di Tanjung Buton (sebuah pelabuhan berhadapan dengan pulau Mepar, sekitar 6 Km dari pusat Kerajaan Riau Lingga).
Tahun 1885-1911 M : Pada tanggal 18 Mei 1905 Belanda membuat perjanjian baru yang antara lain berisikan bahwa Belanda membatasi kekuasaan Kerajaan Riau Lingga dan mewajibkan Bendera Belanda harus di pasangkan lebih tinggi daripada Bendera Kerajaan Riau Lingga.
Perjanjian ini dibuat Karena Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah ll Yang Dipertuan Besar Riau Lingga ke Vl (1885-1911) saat itu terang-terangan menantang Belanda.
Belanda memaksa Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah ll untuk menandatangani perjanjian tersebut, tetapi atas mufakat pembesar-pembesar Kerajaan seperti Engku Kelana, Raja Ali, Raja Hitam dan beberapa kerabat Sultan, maka Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah ll menolak menandatangani perjanjian tersebut.
Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah ll membuat persiapan dengan membentuk pasukan dibawah pimpinan Putra Mahkota, yaitu Tengku Umar/Tengku Besar.
Febuari 1911 : Sikap tegas Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah ll dan pembesar Kerajaan menantang Belanda menimbulkan amarah Belanda, maka pada bulan Febuari 1911, kapal-kapal Belanda mendekati pulau Penyengat pada pagi hari dan menurunkan ratusan orang serdadu untuk mengepung
Istana di datangi Kontlir H.N Voematra dari Tanjung Pinang mengumumkan pemakzulan Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah ll.
Atas pertimbangan agar tidak terbunuh nya rakyat di pulau Penyengat, maka Sultan Abdul Rahman Syah ll beserta pembesar-pembesar Kerajaan Riau Lingga tidak melakukan perlawanan.
Dengan demikian berakhirlah Kerajaan Riau Lingga dan dimulailah kekuasaan Belanda di Riau Lingga. Pada tahun 1913 Belanda resmi memerintah langsung di Riau Lingga.
Bersambung Ke 7 Makam Keramat:
Klik >>
===============
Khazanah Rujukan dan Bacaan :
https://www.iphedia.com/2019/12/kerajaan-melayu-kerajaan-tertua-di.html
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbkepri/sejarah-kerajaan-riau-lingga-kepulauan-riau/
I Tsing atau I Ching (pinyin Yì Jìng) tahun 634-713 : Dari 2 buku , yakni Nan-hai Chi-kuei Nei-fa Chuan (Catatan Ajaran Buddha yang dikirimkan dari Laut Selatan) dan Ta-T’ang Hsi-yu Ch’iu-fa Kao-seng Chuan (Catatan Pendeta-pendeta yang menuntut ilmu di India zaman Dinasti Tang).
Sejarah Kerajaan Islam di Sumatera Pada gramedia.com diakses 19 Juni 2021
Kerajaan Jambi, Kerajaan Islam yang dikhianati VOC Pada merdeka.com 24 Maret 2016
Kesultanan Jambi: Sejarah, Wilayah, Dan Perkembangan Pada dgraft.com 28 Desember 2020
Datuk Paduka Berhala Pangeran Turki Yang Mengislamkan Jambi Pada historyofcirebon 16 Oktober 2018
Datuk Paduka Berhala, Anak Raja Turki yang Persunting Putri Pinang Masak Pada melayupedia.com 30 Desember 2021
Sultan Thaha, Pejuang Jambi yang Tak Lelah Melawan Belanda Pada sindonews.com 6 Juli 2015
Thaha Syaifuddin: Masa Muda, Kepemimpinan, dan Akhir Hidup Pada kompas.com 14 Juni 2021
Orang Kayo Hitam, Penguasa Jambi yang Tak Bisa Ditaklukkan Raja Jawa Pada sindonews.com 29 Juni 2015.
Kisah Orang Kayo Hitam dan Keris Siginjai yang Melegenda, Hingga Terbunuhnya Pembuat Keris Sakti Pada tribunnews.com 2 Januari 2019.
Gallop 2019, hlm. 239.
Andaya 1993, hlm. 318.
Andaya 1993, hlm. 319.
Andaya 1993, hlm. 322.
Gallop 2019, hlm. 240.
Andaya 1993, hlm. 315.
Gallop 2019, hlm. 241.
Gallop 2019, hlm. 242.
Profil Pahlawan Nasional Sultan Thaha Syaifuddin di merdeka.com
Gallop 2019, hlm. 243.
Gallop 2019, hlm. 244.
Sultan Thaha, Melawan Belanda hingga Darah Penghabisan Pada koransulindo.com 21 Juli 2020
Raden Abdurrahman Dinobatkan Sebagai Sultan Jambi Pada kerajaannusantara.com 19 Maret 2019
"Raden Abdurrahman, Cicit Sultan Thaha Meninggal Dunia dan Dimakamkan pada Makam Raja-raja". Tribunjambi.com. Diakses tanggal 2022-02-01.
Daftar Pustaka
Arifullah, Mohd. (2015). "Hegemoni Islam dalam Evolusi Epistemologi Budaya Melayu Jambi" (PDF). Kontekstualita. 30 (1): 124-137.
Andaya, Barbara Watson (1993). To Live as Brothers: southeast Sumatra in the seventeenth and eighteenth centuries (dalam bahasa Inggris). University of Hawaii Press. ISBN 9780824814892.
Brown, Iem (2009). The Territories of Indonesia. London: Routledge. hlm. 268. ISBN 9781857432152.
Gallop, Annabel Teh (2019). Malay Seals from the Islamic World of Southeast Asia: content, form, context, catalogue (dalam bahasa Inggris). Lontar Foundation in association with British Library. ISBN 9789813250864.
Locher-Scholten, Elsbeth (2004). Sumatran Sultanate and Colonial State: Jambi and the Rise of Dutch Imperialism, 1830–1907 (dalam bahasa Inggris). Cornell University Press. ISBN 9781501719387. Lihat pula edisi Bahasa Indonesia: Locher-Scholten, Elsbeth (2008). Kesultanan Sumatra dan Negara Kolonial: Hubungan Jambi-Batavia (1830-1907) dan Bangkitnya Imperialisme Belanda. KITLV. ISBN 9789791079150.
Janowski, Monica; Kerlogue, Fiona (2007). Kinship and Food in South East Asia. Copenhagen: NIAS Press. hlm. 68. ISBN 9788791114939.
Mukti, Zubir (1987). Sejarah Peranan Hukum Adat dan Adat Istiadat Jambi. Muara Bungo.