Rentang satu generasi antara : 25 - 40 tahun.
By; SAY Qadrie
Pustaka Sejarah
##, Berapa tahunkah rentang waktu yang benar untuk satu generasi?
Persoalan berapa lama sebenarnya rentang waktu satu generasi merupakan pertanyaan yang menggelitik untuk ditelusuri dan dicarikan jawaban nya. Para Sejarawan berdebat sengit dengan mereka yang menekuni cabang ilmu Genealogy dan mereka yang mencoba menemukan leluhur mereka di berbagai belahan dunia.
1.Kesepakatan Sejarawan
Para Sejarawan menyimpulkan berdasarkan observasi mereka, bahwa ukuran rentang satu generasi rata - rata sekitar 25 tahun. Hanya saja dalam kasus tertentu, rentang ini bergeser sekitar 10 hingga 15 tahun.
Artinya ada keturunan tertentu yang generasinya lebih dari 25 tahun.
Jika pergeseran sekitar 10 tahun, berarti generasi itu rentangnya 35 tahun. Dan Jika bergeser 15 tahun, generasi itu terbentuk setelah 40 tahun, dari generasi pertama ke generasi kedua, dan seterusnya.
Manurut kami, lebih idealnya rentang generasi dapat dikatakan antara : 25 tahun hingga 40 tahun. Mengingat kejadian dilapangan yang berbeda - beda antara satu kaum dengan kaum lainya, satu bangsa dengan bangsa lainnya, dan satu keluarga dengan keluarga lainya.
##, - Penyebab panjang pendek nya suatu generasi :
Ternyata satu generasi menjadi panjang atau pendek, dapat disebabkan beberapa hal. Karena ini erat kaitan nya dengan ilmu nasab, persoalan inimenjadi sangat urgent dibahas.
a. Penyebab rentang generasi panjang
Generasi suatu keluarga menjadi panjang disebabkan diantara nya ,
1. Menikah di usia muda, misalnya di usia 15 tahun atau 17 tahun
2. Mendapatkan keturunan lebih cepat, misalnya 1 tahun setelah menikah
3. Anak keturunan nya juga menikah muda,
4. Anak pertama laki - laki
5. Keturunan dari istri yang pertama dinikahi
Dengan 5 faktor ini, dapat menyebabkan suatu keluarga yang berasal dari satu leluhur, urutan generasi nya selisih lebih banyak atau lebih panjang, antara 1, 2, atau 3, Generasi dari saudara mereka yang hidup se zaman dari satu leluhur yang sama.
b. Penyebab rentang generasi pendek, diantaranya :
1. Terlambat menikah, misalnya baru menikah di usia 40 tahun
2. Lambat dapat keturunan ( ingat kisah Nabi Zakaria, dan Nabi Ibrahim )
3. Laki - laki adalah anak bungsu keluarga mereka
4. Usia hidup yang panjang, misalnya rata - rata diatas 75 tahun
5. Keturunan dari istri terakhir yang dinikahi,
Dalam kasus Sultan Abdurrahman Pontianak, ada keturunan Pangeran Salim Bungsu, yang ketika lahir beliau masih sangat kecil ditinggal ayahnya
Inilah diantara sebab - sebab kenapa suatu generasi bisa panjang atau pendek, dalam sebuah keluarga, meskipun berasal dari satu datuk moyang yang sama.
2. Keluarga Keturunan Sayyidah Fathimah binti Muhammad Rasullullah
Keturunan yang lahir dari rahim Sayyidah Fathimah Az Zahra binti Muhammad Rasulullah sang Nabi Islam ini, disebut sebagai keturunan Rasullullah, meski ayah biologis mereka sebenarnya Imam Ali bin Abi Thalib, sepupu Rasullullah sendiri.
Selain Sayyidah Zahra, Imam Ali juga menikahi wanita lain, sepeninggal wafatnya istri terkasihnya ini. Akan tetapi, keturunan Imam Ali dari istri lain, tidak di kategorikan sebagai Keturunan Rasullullah, melainkan sebagai keturunan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib.
Dari keturunan Sayyidah Zahra, lahir 2 putra yang meneruskan garis keturunan Nabi tadi.
Mereka adalah Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husein.
Kami yakin semua ummat Muhamad mengenal 2 nama ini. Keturunan Sayyidina Hasan dikenal dengan sebutan : Al Hasany, sedangkan keturunan Sayyidina Husein disebut : Al Husainy.
Keturunan ini masih ada dan tersebar di seluruh dunia hingga hari ini, tahun 2021 Masehi, atau tahun : 1442 - 1443 Hijriah sekarang. Rentang generasi nya yang terpendek sekitar generasi ke 38 atau 39, sedang yang terpanjang mencapai 43 atau 44 generasi.
3. Mengapa ada nasab dari Ibu?
Sebagian mungkin mengajukan pertanyaan seperti ini.
Jawabanya adalah kenapa tidak?
Inilah bagian dari bukti kebesaran Allah.
Jika Nabi Adam hadir tanpa sebab ayah dan ibu, lalu Siti Hawa, hadir tanpa Ibu, kemudian Nabi Isa putra Maryam, lahir tanpa sebab pembuahan seorang ayah, kenapa tidak mungkin nasab seorang keturunan Muhammad Rasullullah dari rahim putrinya, bukan rahim istri nya?
Allah berkehendak melengkapi hujjah Nya kepada manusia, bahwa Ia berkuasa atas mereka, bukan sebaliknya. Tentunya kita tak akan sanggup menyelami hikmah yang dikandung dan disimpan Nya.
Lalu siapakah kedua putra Fathimah ini?
Mengenai mereka dengarlah apa yang disebutkan Qur"an suci dan apa kata Nabi mulia berikut ini :
وَقَرْنَ فِيْ بُيُوْتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْاُوْلٰى وَاَقِمْنَ الصَّلٰوةَ وَاٰتِيْنَ الزَّكٰوةَ وَاَطِعْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۗاِنَّمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ اَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًاۚ
33. Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu, dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. ( QS. Al-Ahzab: 33 )
Dari adz-Dzahabi rahimahullah membawakan riwayat dari Ummu Salamah Radhiyallahu 'anha, ia berkata:
"Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyelimuti : ‘Ali, Fâthimah serta kedua anaknya (Hasan dan Husain) dengan sebuah selimut, kemudian beliau bersabda:
"اَللَّهُمَّ هَؤُلاَءِ أَهْلُ بَيْتِ بِنْتِي وَحَامَتِي، اَللَّهُمَّ أَذْهِبْ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهِّرْهُمْ تَطْهِيْرًا". فَقُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ! أَنَا مِنْهُمْ؟ قَالَ : إِنَّكِ إِلَى خَيْرٍ.
"Ya Allah, mereka adalah ahli baitku, putriku dan kesayanganku. Ya Allah, hilangkanlah kotoran dari mereka, dan sucikanlah mereka dengan sesuci-sucinya”.
Aku (Ummu Salamah) bertanya: Apakah aku termasuk mereka?.
Beliau menjawab: "Sesungguhnya engkau menuju kepada kebaikan"".
ذٰلِكَ الَّذِيْ يُبَشِّرُ اللّٰهُ عِبَادَهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِۗ قُلْ لَّآ اَسْـَٔلُكُمْ عَلَيْهِ اَجْرًا اِلَّا الْمَوَدَّةَ فِى الْقُرْبٰىۗ وَمَنْ يَّقْتَرِفْ حَسَنَةً نَّزِدْ لَهٗ فِيْهَا حُسْنًا ۗاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ شَكُوْرٌ
Artinya: Itulah (karunia) yang (dengan itu) Allah menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan amal saleh. Katakanlah, "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruan ku kecuali kasih sayang kepada keluargaku.” Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. (QS. Asy-Syura: 23)
Sehubungan dengan tafsir ayat tersebut, Abdullah ibnu Abbas radhiallahu anhu menyatakan :" memang tidak diingkari adanya wasiat serta perintah untuk memperlakukan ahli bait dengan perlakuan yang baik dan menghormati serta memuliakan mereka (ahlul bait)".
Dari Ibnu Abi Nu’mi, ia berkata:
"Aku mendengar 'Abdullah bin 'Umar Radhiyallahu 'anhuma ketika ditanya oleh seseorang tentang hukum orang yang sedang ber- ihram- (kata Syu’bah: saya menduga ia bertanya tentang hukum membunuh lalat-.)
Maka 'Abdullah bin 'Umar berkata: "(Lihatlah) orang-orang bertanya tentang hukum membunuh seekor lalat, padahal mereka telah membunuh putra dari putri Rasululah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Padahal Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:
هُمَا رَيْحَانَتَايَ مِنَ الدُّنْيَا. رواه البخاري
"Keduanya (Hasan dan Husain) adalah dua buah tangkai bungaku di dunia". [Riwayat al-Bukhari dan lainnya, Fathul Bâri VII/95, no. 3753)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:
حُسَيْنٌ مِنِّي وَ أَنَا مِنْ حُسَيْنٍ، أَحَبَّ اللهُ مَنْ أَحَبَّ حُسَيْنًا، حُسَيْنٌ سِبْطٌ مِنَ الأسْبَاطِ
"Husain termasuk bagian dariku dan aku termasuk bagian darinya, Allah akan mencintai siapa saja yang mencintai Husain. Dan Husain adalah satu umat di antara umat-umat yang lain dalam kebaikannya"
Yang menarik adalah, ketika Isa putra Maryam di salib, semua ummat Nasrani berduka. Tapi ketika Sayyidina Husein putra Rasullullah Nabi Islam, tewas bersimbah darah di suatu tempat bernama Karbala, pada tahun 61 Hijriah, umat muslim dilarang berduka, menangisi, apalagi meratapi nya?
Jika ada yang menunjukkan duka cita, kesedihan bahkan sekedar mengenakan pakaian berkabung berwarna hitam, karena terbunuhnya "Sayyidus Syuhada" ini, maka mereka sepakat mengarahkan telunjuk nya, : "Itu Syi"ah,!"
Ada apa dengan ummat Muhammad sebenarnya?
Lalu, siapakah mereka yang merasa sebagai keturunan Sayyidina Husein putra Fathimah binti Muhammad, hari ini?
Kenapa mereka tidak merasakan duka ketika datuk nya nya, atau katakanlah saudara atau pangkat paman datuk nya, ( karena mereka dari keturunan Sayyidina Hasan misalnya ),
Tidakkah hati mereka merasa tersayat?
Batin mereka merasa tergoncang?
Dan kesedihan merambat di rongga dada?
( Mari kita renungkan sejenak!)
4. Siapakah yang berhak menentukan garis nasab manusia?
Manusia bukanlah pencipta.
Manusia memang benar memiliki banyak kelebihan dibandingkan mahluk lainnya, akan tetapi, itu semua lebih sebagai anugerah. Mereka terima dari Allah Rabbal Alamin, yang menciptakan mereka dari setetes air, membentuk nya menjadi segumpal darah, membungkusnya dengan segumpal daging, tulang belulang, dan memberinya sesuatu yang sangat berharga bernama " kehidupan".
Manusia berharga selama hidup.
Manusia bernilai selama masih ada melekat di jasadnya yang dibuat dari lempung dan tanah liat itu, - sesuatu bernama "ROH"- atau Spirit. Jika Roh atau Spirit ini berpisah dengan raga nya, maka manusia tak lagi dipanggil dengan namanya, tapi berubah menjadi: Mayat atau Mayit.
Manusia tak dapat menentukan dan memilih, siapa ayahnya, siapa ibu nya, rahim mana yang akan di tempati dalam proses tumbuh kembangnya nanti, dari keluarga mana, keturunan siapa, karena pada saat itu Ia , manusia itu, belum ada.
Intinya adalah, manusia tak dapat menghukumi ketentuan yang ditentukan oleh si penciptanya. Oleh karenanya, mereka juga tak dapat mempertanyakan, kenapa ada garis nasab dari Ibu, bukan dari ayahnya? atau kenapa keturunan Muhammad Rasullullah, bukan dari istrinya, tapi dari putrinya?
Percayalah, akal kita tak akan sanggup menjangkaunya.
Berdasarkan keterangan Nabi Suci bahwa putrinya ini terbentuk dari Nutfah buah di surga, yang beliau makan ketika Isra dan Miraj tempo hari. Sehingga beliau sering berkata, :
" Jika aku rindu mencium bau surga, maka aku mencium putri ku Fathimah," atau :" fathimah adalah penggalan darah dagingku, siapa yang mencintainya, mereka mencintaiku, dan siapa yang menyakiti Fathimah, berarti menyakiti aku,"
Pertanyaannya : Tidak sakitkah fathimah, melihat ummat Ayah nya, membunuh dan mencincang putra kandung yang lahir dari rahim nya, ?
( Mari kita merenung lagi sejenak)
Saudara beda ibu Raja Yordania Abdullah,
keturunan ke 41 Sayyidah Zahra dari Hasan
5. Rentang generasi Keturunan Azzahra binti Muhammad Rasullullah
Rentang generasi keluarga ini dimulai dengan kedua putra Fathimah, yaitu Hasan dan Husein. Kemudian turun temurun dari jalur Husein, Ali Zainal Abidin, Muhammad Al Baqir, Jafar As Shodiq, dst. Perlu diketahui, Ali Zainal Abidin memilki beberapa putra, begitu pula Muhammad Al Baqir, Jafar Sodiq, dst.
Dari Jalur Hasan, dikenal Hasan al Mutsanna, dst yang menurunkan penguasa di Mekkah, hingga yang terakhir sebelum digulingkan Ibnu Saud, yaitu : Syarif Husein bin Ali, nenek moyang Raja Abdullah penguasa Yordania sekarang.
Tonggak sejarah yang paling dikenal dari rentang generasi Husein putra fathimah, mungkin peristiwa Karbala, dimana pada saat kejadian itu, banyak pula putra - putra Amirul Mukminin, Imam Ali bin Abi Thalib, ikut syahid, karena membela saudaranya ini.
Mereka berbaris menunggu giliran untuk disembelih sebagai domba - domba Allah, menggantikan leher Ismail, yang dulu diselamatkan.
Kenapa domba Allah, karena mereka semua di hargai sebagai syahid.
Bahkan Husein putra Fathimah mendapat kehormatan dengan gelar : "Sayyidus Syuhada". Mereka adalah manusia yang mempersembahkan nyawa nya ke tangan Tuhan, tanpa keraguan, tanpa banyak pertimbangan, tanpa banyak pertanyaan. Untuk membela kebenaran. Membela keadilan. Membersihkan syariat Muhammad kakek nya dari campur tangan manusia dan penguasa zaman nya.
Membela kemanusiaan. menegakkan "Mizan " Husein putra Fathimah dan Ali Murthada cucu kesayangan Rasullullah ini dikenal manusia sebagai Pahlawan Dunia, semua bangsa, semua negara, bukan hanya Syi"ah.
Kejadian ini tercatat, pada banyak kitab sejarah, para penulis baik muslim maupun bukan, sehingga sulit untuk ditiadakan dan dihilangkan apapun caranya. Kejadian ini terjadi pada tahun 61 Hijrian, sekitar 1381 tahun dari hari ini. Safar, 1442-1443 Hijriah, atau September tahun : 2021M. Ini adalah kejadian nyata, bukan dongeng. Bukan bualan, bukan isapan jempol, bukan pula rekayasa. Bukan membesar - besarkan masalah. ini Nyata! ( Baca kembali sejarah Islam ! )
Kembali persoalan rentang generasi,
Jika ukuran satu generasi 25 tahun, maka harusnya keturunan ini sudah mencapai generasi ke : 55. Akan tetapi berdasarkan berbagai sumber, keturunan ini masih di kisaran generasi ke : 38 hingga 43, 44, 45 sekarang ini. Khusunya keturunan Husein. Mungkin agak berbeda dengan keturunan dari saudaranya, Hasan.
Artinya dapat disimpulkan, bahwa keturunan ini rentang generasinya rata -rata antara : 30 tahun, sampai, 40 tahun, untuk satu generasi mereka. Dengan demikian standart 25 tahun satu generasi, tak dapat dianggap satu - satu nya kebenaran, dalam kaitannya dengan keturunan ini.
Perlu diketahui, keturunan ini termasuk keturunan yang sangat terpelihara catatan leluhurnya, karena tiap kepala keluarga mencatat dengan teliti siapa - siapa anak keturunan mereka, khususnya anak laki - laki. Bahkan sebagian besar tetua mereka menghapalnya, dari generasi ke generasi. Dimana pada giliranya, hapalan itu diturunkan kepada anak - anak nya sebagai wasiat, sebelum mereka wafat.
6. Rentang generasi Habib Husein bin Ahmad Al Qadri, 38, - 44
Salah satu keturunan keluarga ini, pada sekitar abad ke 17, setelah melanglang lautan, berlayar ke berbagai negeri kemudian menetap dan menikah di Nusantara, di sebuah kerajaan di pulau Borneo kuno, bernama kerajaan Matan.
Pada tahun 1731 M : Beliau mendarat di Matan usia 28 tahun, sebagian menyebutkan usia 23 tahun, setelah bertolak dan mengarungi lautan dari Semarang, bersama sahabatnya : Syaikh Salim Hambal.
Beliau bernama : Husein bin Ahmad, bin Husein, bin Muhammad Al Qadri.
Lahir di Tarim, Yaman pada tahun 1120 H/1708 M. Wafat di Sebukit Rama Mempawah, 1184 H/ 1771M. Pada pukul 2.00 petang, 2 Zulhijjah 1184 H/ atau, 19 Mac 1771 , dalam usia 64 tahun. Menginjak kan kaki di Matan, sekitar usia, 23 tahun, dan menetap di Matan selama, 17 tahun, sampai usia 40 tahun.
Pada tahun : 1738 M , tepatnya : 3 juli 1738 M , menikahi putri Sultan Maazidin, atau, Mohammad Zainuddin, bernama Utin Kabanat, di kenal dengan nama Nyai Tua.
Dari Nyai Tua, (Utin Kabanat ) : Istri Pertama inilah, kemudian
Pada tahun : 1739 M lahir : Syarif Abdurrahman, bin Habib Husein, dan kelak menjadi Sultan Pontianak: ( Lahir di Matan pada pukul 10 pagi, hari Senin 15 Rabiul Awal tahun 1151 H , bertepatan dengan 1739 M. ) Wafat Pontianak, 1808M. Bertepatan I Muharram 1220/1221 Hijriah.
Sultan Abdurrahman dimakamkan di Batulayang. Usia hidup 69 atau 70 tahun.
Kemudian Habib Husein ini, pindah ke Mempawah dengan membawa semua keluarga, anak dan istrinya, dan menetap selama, 24 tahun di Mempawah, sampai tutup usia, 64 tahun.
Berangkat dari Matan, menuju Mempawah, Pada: 8 Muharam 1160 H/20 Januari 1747M. Makam beliau ditemukan di Mempawah, suatu kabupaten yang sekarang masuk wilayah Provinsi Kalimantan Barat. Negara Republik Indonesia.
Habib Husein Tuan Besar Mempawah, begitu sekarang beliau dikenal, mempunyai salah satu putra yang kemudian membuka hutan Pontianak, dan menjadi Sultan Pertama, bernama Sultan Syarif Abdurrahman Nur Alam Kahar.
Kota Pontianak ini sekarang menjadi kota besar, dan memilliki sarana dan prasarana yang cukup memadai. Bukti kejayaan Sultan Abdurrahman, masih berdiri hingga hari ini berupa masjid Sultan Abdurrahman Pontianak, dan Istana Kadriah, tempat dulu beliau bertahta.
Keturunan ini sekarang mencapai generasi ke : 38, 39, 40, 41, 42, 43, bahkan mungkin ada yang sudah generasi ke : 44, dan 45, dari leluhur mereka, Rasullullah Muhammad Sang Nabi Islam, melalui Husein putra fathimah binti Muhammad.
Keturunan ini sangat besar jumlahnya, dan sangat luas sebaran nya.
Bayangkan, putra langsung Habib Husein saja, ada 6 yang hidup dan berketurunan yang lahir dari ke 4 istri yang dinikahinya. Dari jumlah ini, hanya 1 yang menjadi sultan, yaitu Abdurrahman bin Habib Husein. Sementara 5 lainnya tidak duduk di tahta.
Lalu dimana keturunan putra nya yang 5 orang itu?
Belum lagi, keturunan Sultan Abdurrahman, yang berjumlah , 33 laki - laki. Dari, 21 atau, 23, atau 25 ( perbedaan catatan sejarawan ) istri yang dinikahi beliau sepanjang hayat nya.
Dari 33 putra Sultan ini, hanya 2 yang duduk di tahta, : Yaitu Sultan Kasim dan Sultan Usman. Lalu dimana keturunan , 31 putranya yang tidak duduk di tahta?
Perlu kiranya digelar seminar nasional, untuk menemukan jejak mereka, yang sudah menyebar sejak, 250 tahun yang silam ini.
7. Rentang generasi Sultan Syarif Abdurrahman Al Qadri, 39 - 45
Rentang generasi keturunan Sultan ini bervariasi, ada yang panjang, ada juga yang pendek. Hal ini dipengaruhi oleh faktor - faktor sebagaimana yang telah kita bahas pada persoalan panjang pendeknya suatu generasi keluarga diatas tadi.
Saat ini kita hanya dapat memperkirakan rentang generasi keluarga keturunan kesultanan ini berkisar antara : 39 hingga 45 generasi. Itupun hanya asumsi saja.
yang terpendek mungkin keturunan Pangeran salim Bungsu bin Sultan Abdurrahman. Sebab beliau ini lahir ketika ayahnya sudah wafat. tahun 1808M.
Sementara yang terpanjang mungkin keturunan dari Istri pertama, Utin Chandramidi, Ratu Sultan, yang dinikahi Abdurrahman di Mempawah, sebelum beliau membuka hutan Pontianak, dan diangkat menjadi Sultan.
Tentunya pihak kesultanan memilki catatan lengkap tentang hal ini.
8. Generasi ke kinian keturunan Habib Husein bin Ahmad Al Qadri
Dengan diberikannya keleluasaan oleh pemerintah, agar raja - raja nusantara menghidupkan kembali kesultanan mereka, maka keluarga besar Al Qadri, keturunan Habib Husein bin Ahmad ini, menemukan kembali pilar utama keluarga mereka.
Kesultanan Pontianak, atau, Kesultanan Kadriah, hendaknya dijadikan kiblat bagi semua keluarga besar keturunan ini. Dengan adanya Sultan dan Kesultanan, kaum kerabat yang terpisah dan cerai berai, dapat mendongakkan kepala, dan berdiri sejajar dengan keluarga yang lainnya.
Banggalah anda ketika Istana anda masih berdiri kokoh.
Banggalah kita, ketika Sultan membuka tangan nya untuk kembali memeluk keluarganya.
Banggalah kita, ketika Sultan membuka istana untuk kita semua, kaum kerabat nya dimanapun berada.
Jangan sia - sia kan kesempatan ini. Jangan salah gunakan kebaikan dan ketulusan hati Sultan, untuk kepentingan orang lain. Jangan pernah membela orang lain yang bukan kaum kerabat dan keluarga anda, sementara disisi lain, anda mengkhianati amanah dan kepercayaan keluarga anda sendiri.
9. Kesimpulan
Kaum kerabat keluarga Al Qadri masih tersebar di banyak tempat, yang belum diketahui, dikenal ataupun di data secara lengkap. Diperkirakan hingga hari ini, baru 20%, kaum kerabat ini yang berhasil di identifikasi.
Data yang dikumpulkan : -- Habib Ali Habsy Kwitang yang pernah mencatat sedikit,- dan, Habib Ali bin Jafar Assegaf, - ( Nama terakhir ini tidak ada catatan di Kesultanan yang menyebutkan bahwa beliau pernah sampai ke Pontianak, kecuali Habib Ali Habsy Kwitang yang memang sahabat Sultan Muhammad semasa hidup nya ) - perlu kira nya di periksa ulang.
Karena dibuat pada saat zaman Belanda, sebelum penjajahan Jepang di Pontianak, zaman Sultan Syarif Muhammad, sebelum beliau beserta kaum kerabatnya Syahid dalam peristiwa "Sungkup Jepang" Tak Kurang dari 100 nyawa kaum kerabat istana yang dihabisi pada saat penangkapan dan sesudahnya. Sekitar tahun 1943 - 1945. Belum termasuk kaum kerabat diluar istana, yang tak diketahui berapa banyak yang terbunuh?
Ribuan diantaranya menyelamatkan nyawa dengan masuk ke hutan belantara, ke tengah lautan, mengungsi ke pulau Sedanau, Serasan, Tarempa, Midai, Bunguran, Letung, Anambas, sampai ke Tanah Melayu, Malaysia Barat sekarang. Tidak tertutup juga kemungkinan ke Sabah, Sarawak, Brunei, menyeberang ke Pulau Jawa, Sumatra, Sulawesi, sampai ke Papua Barat.
Dalam pelarian, mereka menanggalkan nama, gelar, dan atribut Al Qadri nya.
Banyak yang mengubah nama, menyembunyikan identitas, bahkan hingga ke anak cucunya. Sampai hari ini, ada kaum kerabat kami yang menanggalkan gelar "Syarif" serta tidak mencantumkan "Al Qadri" dibelakang nama nya.
Jika ada catatan statistik ( berupa angka-angka, tanpa nama ) Habib Ali bin Jafar Assegaf, itupun bukan pegangan 100% benar bagi keluarga "Al Qadri" karena tentu nya Kesultanan lebih tau siapa kaum kerabat nya, karena mereka semua berasal dari satu rumah besar, bernama "Istana Kadriah"
Jika anda bertemu dengan salah satu dari mereka,
Janganlah langsung dipandang dengan tatapan curiga,
bisa jadi mereka memang tak mengerti siapa mereka?
Tak tau nasab mereka, karena hidup terpencil dan terpisah lama?
Bisa jadi mereka keturunan ibu pribumi, yang hidup jauh dipedalaman sana, yang sangat jauh dari Istana.
Tanyalah hati kita, karena ikatan kekerabatan darah, pasti tersisa dan dapat dirasa, meski sudah terpisah ratusan tahun lama nya.
Pandanglah dengan penuh rasa kasih sayang, anda akan menemukan jawaban.
Jika mereka bukan saudara kita satu Qabilah,
Setidaknya mereka saudara kita satu nenek moyang,
Sama - sama keturunan Husein putra Fathimah
Jika mereka bukan keturunan Husein, mungkin keturunan Hasan ?
Jika bukan keluarga dari ayah, bisa jadi keluarga dari ibu kita?
Jika bukan sayyid, bukankah mereka saudara kita sesama muslim?
Jangan buka aib manusia, karena aib kita juga, akan dibuka Allah.
Bukankah kita semua mulia sampai hari ini, karena aib kita ditutupi Allah?
Sekiranya aib kita dibuka, barangkali kita akan merasa malu untuk sekedar keluar dari pintu rumah. Bukan begitu?
===, Dari berbagai sumber