Syarif Tue , Abdullah bin Yahya Panglima Loloan
Bagian II. : Komparasi Sejarah masa hidup yang sezaman
By: SAY Qadrie
Pustaka Sejarah
Kelahiran, Keturunan, dan Asal - usul :
38@ Syarif Tue, Abdullah bin Yahya Panglima Loloan,
37@ Ayah : Sayyid Syarif Yahya Maulana Alkadri,
Lahir : Segeram Pulau Tujuh Natuna, 13 Jumadil Akhir 1223 H - 1802 M
Wafat : Jembrana Loloan Bali, Jumat 28 Rajab 1279 H - 1858 M
Istri : Syarifah Fatimah dipanggil si Punce ( Puan Encik )
Anak : 5 Orang. Putra 3, Putri 2
Makam : Komplek Masjid Baitul Qadim Loloan Jembrana Bali
Anak Keturunan Pertama :
39@ 1.Syarif Usman bin Abdullah, bin Yahya Maulana Al Kadry (laki-laki),
39@ 2. Syarif Muhammad bin Abdullah, bin Yahya Maulana Al Kadry (laki-laki),
39@ 3. Syarif Husin / atau, Hasan ? bin Abdullah, bin Yahya Maulana AlKadry
39@ 4. Syarifah Zainah binti Abdullah, bin Yahya. Dipanggil : Bu Ami Agil
39@ 5. Syarifah Kalsum binti Abdullah, bin Yahya. Mungkin karena anak bungsu dipanggil, Syarifah Encu ( perempuan ). Encu, atau Ucu, adalah panggilan anak bungsu di Pontianak, pengaruh Bugis.
Leluhur dan Kerabat asal :
@37. Sayyid Syarif Yahya Maulana Alkadri, Bin Sayyid Yusuf .
Keturunan Yahya Maulana Al Kadry , diantara nya :
38@1. Sayyid Syarif Abdullah bin Yahya Maulana Al Kadry ( Bali ) Syarif Tue
38@2. Sayyid Syarif Abdul Latif bin Yahya Maulana Al Kadry ( Pontianak )
38@3. Sayyid Syarif Abdul Rozak bin Yahya Maulana Al Kadry ( Pontianak )
38@4. Sayyid Syarif Muhammad Thohir bin Yahya Maulana Al Kadry ( Pontianak )
38@5. Sayyid Syarif Sulaiman bin Yahya Maulana Al Kadry ( masih dicari )
@37. Sayyid Syarif Yahya Maulana Alkadri,
@36. Bin Sayyid Syarif Yusuf 'Ki Sauki Yusuf" Panglima Jubah Putih, ulama besar abad ke 18 Pulau Tujuh, makam di Segeram Natuna, Lahir Sabamban 1776 M - Wafat Segeram Pulau Tujuh 1867 M. Usia 91 tahun. Nama Ibu, Syarifah Aminah binti Sayyid Abdullah Alidros, asal Trengganu. Anak kedua, dari 6 bersaudara lelaki. Lahir setelah 3 tahun dari kelahiran "Sayyid Syarif Ibrahim Panglima Hitam Paku Alam Segeram", Pada 1773 M di Sabamban Borneo Selatan
@35. Bin Sayyid Syarif Abubakar Panglima Laksamana I, Pertama - Kesultanan Pontianak, Lahir 1735. Wafat 1814. Usia 79 tahun. Makam Pontianak . Istri 11. Anak 32. Syarifah Aminah Alidros merupakan istri kedua beliau, menurunkan 6 Putra.
Salah satunya bernama Yusuf dari 31 anak lainnya, Putra dan Putri.
@34. bin Al Alamah Al Alimu Mufthi 2 Kerajaan, Matan dan Mempawah,: As Sayyid Syarif Husein Tuan Besar Mempawah Alkadri Jamalullail . Dari istri Nyai Tengah, Utien Krinci Srikandi binti Sultan Maazidin Matan. Istri kedua dari Matan. Dinikahi setelah wafatnya Nyai Tua , Utien Kabanat, Utien Chendramidi I, setelah melahirkan Syarifah Khadijah anak terakhir beliau. Kedua istri ini di makam kan di Mempawah bersebelahan suaminya.
As Sayyid Syarif Husein Alkadri Jamalullail, Makam Sejegi Kampung Pedalaman. Mempawah. Kalimantan Barat. Anak bungsu Sayyid Ahmad bin Sayyid Husein. No.5, dari lima saudara. Lahir di Trim Ar Ridha Yaman pada 17 Muharram 1120 H - 1699 M, dan wafat di usia 63 -64 tahun, Pada : Rabu 2 Zulhijjah 1184 H - 19 Maret 1763 M.
Menikahi 12 wanita, dan mempunyai keturunan 42 anak
=========
Syarif Tue , Abdullah bin Yahya Panglima Loloan
Bagian II. : Komparasi Sejarah masa hidup yang sezaman
II.1. Sultan Pontianak dan Jembrana yang hidup se zaman dengan Syarif Tue
Diatas sudah kita bahas, bahwa Syarif Tue, diperkirakan lahir di zaman akhir Sultan Abdurrahman berkuasa, atau permulaan kekuasaan Sultan Kasim, 1808 – 1819,M, serta menginjak dewasa dimasa kekuasaan Sultan Oesman,1819 – 1855;M.
Syarif Abdullah bin Yahya, diperkirakan lahir tahun 1802 M, dimasa Sultan Kasim bertahta hingga turun tahta pada tahun 1819 M, - saat itu beliau, baru berusia sekitar 17 tahun,-
Zaman Rentang masa kekuasaan Sultan Oesman, :
Sultan Usman bertahta cukup panjang, sekitar 36 tahun : Sultan Usman, Lahir; 1777, dinobatkan sebagai putra Mahkota, Pangeran Ratu pada tahun 1788. Naik Tahta di usia 31 tahun, setelah wafat saudara tertua nya pada 25 februari 1819. ( bertahta : 1819-1855 M)
Inilah yang lebih tepat dianggap sezaman dengan masa Syarif Abdullah bin Yahya mengelana di lautan, beliau ber usia 17 tahun ( 1802 - 1819 ) - memasuki usia dewasa , ketika Sultan Usman naik Tahta,
- Dalam pelayaran nya, Syarif Tue, singgah di Pulau Tujuh, Natuna sekarang, kemudian menjelajahi negeri - negeri Melayu bagian barat pulau Kalimantan, ke Trengganu, Kedah, Kelantan, Pahang, Negeri Sembilan, Melaka, dan Temasek ( Singapore sekarang ) serta negeri lainnya di tanah Melayu ini.
Karena banyak merugikan kepentingan penjajah, saat itu, khususnya di lautan, maka dalam pelayarannya nya ke arah timur, beliau kemudian masuk ke Kuala Perancak, guna menghindar dari kejaran armada laut VOC zaman itu.
Saat itu, beliau, Syarif Tue, diperkirakan berusia antara : 25 - 40 tahun.
Hal ini disimpulkan berdasarkan keadaan di Jembrana, masa itu yang bertahta di Jembrana adalah Gusti Putu Seloka, berkuasa,: (1809–1835 M )
Gusti Putu Seloka, atau, Anak Agung Putu Seloka, berkuasa,(1809–1835 M) [anak Gusti Putu Andul] Raja ketiga dari Dynasti Mengwi
Sezaman dengan masa pemerintahan Sultan Osman Pontianak, (1819 – 1855), yang juga raja ketiga dari Kesultanan Pontianak.
Perhatikan narasi sejarawan ini :
Dengan menggunakan 4 armada kapal perang,* dan banyak pengikut nya, di usia perkiraan antara 25 tahun sampai 40 tahun. Syarif Abdullah bin Yahya, masuk ke Kuala Perancak, menyusuri sungai Ijo Gading, yang ber kelok - kelok. Kelo- an, kelo - an, : lambat laun menjadi : Lolo "an, Loloan. (*I Wayan Reken )
Beliau, Syarif Abdullah bin Yahya ini,
Ketika di Jembrana Bali, hidup se zaman dengan :
Gusti Putu Seloka, Gusti Ngurah Made Pasekan (wali negara c. 1840-1849), dan Gusti Putu Ngurah Sloka (1849–1855; wafat 1876) [anak Gusti Putu Sloka] yang terlibat peperangan dengan Syarif Tue,, Gusti Alit Mas (wali negara c. 1835-1840), : Gusti Putu Dorok (wali negara c. 1835-1840) [cicit Gusti Ngurah Batu]*,
Mengenai pendapat bahwa gerakan perlawanan Syarif Abdullah bin Yahya, karena dipicu ketidak setujuannya sehubungan dengan perjanjian antara kesultanan dengan pihak, VOC Belanda,* patut diketahui, bahwa ketika Sultan Usman naik tahta, Belanda VOC memang kembali menyodorkan perjanjian baru yang isinya sangat merugikan kesultanan Pontianak. ( *I Wayan Reken )
Syarif Tue , Abdullah bin Yahya Panglima Loloan
II.2. Perlawanan terhadap Penjajah VOC :
zaman Sultan Usman 1819 – 1855
Naiknya Sultan ketiga, Syarif Usman ibni Sultan Abdurrahman Alqadrie pada tahun (1819 – 1855). di tahta Istana Kadriah Pontianak, VOC Belanda kongsi dagang serakah ini, kembali menyodorkan perjanjian, dan dengan sangat terpaksa , Sultan Usman menanda tangani perjanjian baru pada tahun : 1819, 1822 dan 1823.
Tiga buah perjanjian tersebut di atas yang sangat mengikat dan merugikan fihak kesultanan, rakyat dan dirinya , isinya antara lain adalah bahwa :
1. Fihak kesultanan tidak lagi memiliki kekuasaan dan penghasilan sepenuhnya tetapi kekuasaan pemerintahan dan penghasilan kesultanan telah dibagi dua dengan Pemerintah Belanda di Batavia. Bahkan, menyusul lagi ketentuan baru, berdasarkan catatan Rahman (2000
2. Sultan tidak lagi mendapatkan separuh (50%) dari penghasilan kesultanan sebagaimana ketentuan sebelumnya, tetapi Sultan hanya diberikan tunjangan 42.000 gulden setiap tahun. Ketentuan ini tidak saja menimbulkan kerugian bagi fihak kesultanan secara material, tetapi juga merupakan penghinaan terhadap dan penghancuran martabat/marwah (dignity) kesultanan yang berdaulat dan memperoleh dukungan dari rakyat.
3. Perjanjian 14 Oktober 1823 : yang menetapkan bahwa kekuasaan pengadilan Belanda diperluas terhadap rakyat pribumi setempat disamping orang-orang Eropah dan Cina (Rahman, 2000:118).
Belanda memperlakukan sultan dan para pemuka Kesultanan Kadriah sebagai tidak lebih dari para pegawai dan buruh kontrakan yang makan gaji dari Belanda.
Mungkin dipicu perjanjian ini, Syarif Abdullah bin Yahya kemudian angkat senjata, dan mengobarkan perlawanan terang - terangan dan besar - besaran. Terbukti ketika memasuki kuala Perancak, beliau menggunakan 4 buah perahu perang bersenjata lengkap.
Syarif Tue , Abdullah bin Yahya Panglima Loloan
II.3. Syarif Abdullah bin Yahya , Mendarat di Loloan Bali, sekitar tahun 1825 - 1835 M
Setelah abad ke-18,**Perhatikan:
Disusul pula oleh orang-orang dari Kalimantan Barat (Pontianak). Di Kalimantan Barat terdapat koloni atau perkampungan orang-orang Bugis yang berasal dari Sulawesi Selatan. ( **I Wayan Reken : Buda ,1990: 49-51 )
Di Air Kuning mereka bertemu dengan orang Bugis yang dipimpin oleh Haji Shihabuddin yang telah lebih dahulu menetap di sana.
Atas bantuan pemuka orang Bugis di Air Kuning Syarif Abdullah dan anak buahnya diantar menghadap kepada Raja Jembrana dan akhirnya mereka diijinkan mendiami daerah di sebelah kiri dan kanan Sungai ijogading.
Atas bantuan pemuka orang Bugis ini pula,
Syarif Abdullah bersama rombongannya diantar menghadap kepada Raja Jembrana : Anak Agung Putu Seloka (Raja ketiga yang memerintah dari tahun 1795-1842, sebagian mencatat : Gusti Putu Sloka (1809–1835) [anak Gusti Putu Andul] dari Dynasti Mengwi.
Tempat pemukiman mereka ini kemudian diberi nama Loloan yang terletak di sebelah utara Bandar Pancoran (Buda, 1990: 49-51).
Kedudukan orang-orang asing yang beragama Islam bertambah kuat dengan kedatangan Encik Yaqub, orang Melayu dari Trengganu mewakaf kan sebuah Al Qur’an dan sebidang tanah sawah di Merta Sari untuk pembiayaan dan pemeliharaan Mesjid Loloan.
Pewakafan ini terjadi pada masa Pak Mahbubah menjadi penghulu, Pak Mustika sebagai Pembekel, disaksikan oleh Syarif Abdullah bin Yahya Al Qodry dan khatif ( dikenal sebagai Moyang Khatif ) adalah Aba Abdullah Hamna
Tanah wakaf di Mertasari adalah seluas 0,45 ha, selain itu terdapat juga di Desa sembati seluas 0,90 ha, di Subak Tugtug seluas 1,05 ha, di Subak Cupel 1,25 ha, dan 1,50 ha terletak di Desa Sang Jangkrik (Buda, 1990: 51-52).
II. 4. Perang di Jembrana Bali :
Syarif Tue, Vs , Raja Anak Agung Putu Ngurah
II.4..1. Asal mula nama : Jembrana dan Pembangunan kota Negare
Pada tahun 1800 - 1803 : Pembangunan kota oleh Raja Anak Agung Putu Seloka.
Selesailah sudah pembangunan kota Negara pada tahun 1803 itu. Perhatikan: Kota Pontianak selesai dibangun pada tahun 1778 dan Sultan Abdurrahman dinobatkan. Ada selisih waktu 25 tahun, antara Kota Negare dengan Kota Pontianak. Sementara Syarif Tue, nantinya mendarat di Bali, pada masa akhir kekuasaan beliau ini.
Pembangunan yang diperkirakan dimulai tahun 1800 zaman Raja Anak Agung Putu Seloka berlangsung selama 3 tahun ini akhirnya rampung. Negare di jadikan ibu kota pemerintahan.
Raja Anak Agung Putu Seloka mempunyai dua orang putra, yaitu:
1. Putra yang sulung bernama : >
Anak Agung Putu Ngurah menempati Puri Agung di Negara,
2. Putranya yang ke dua bernama>
Anak Agung Putu Raka menempati Puri Gde Jembrana :
(Reken, tanpa tahun: 11-12., dan Damanhuri, 1993: 13-14)
Dikisahkan dalam Babad Dinasty Ki Ageng Malele Cengkrong ( Pedoman Sejarah Keluarga Pancoran) asal mula Jembrana.
Sejarah nama Jembrana yang dapat ditelusuri, hingga hari ini, berasal hikayat Dari nama Kuda Putih : Jaran Rana menjadi Jembrana , tahun 1450 M , setelah perang saudara, dan cerita dari mulut kemulut /pitutur Jimbar artinya besar, Wana artinya hutan. Jimbaran Wana artinya hutan yang besar. (Jayus, 1993: 1-2).
Bekas kerajaan 2 saudara ini, negeri Bakungan dan Pecangakan yang telah musnah disebabkan oleh kuda putih bernama Jaran Rana kemudian dikenal dengan nama : Jembrana (Buda, 1990: 24-26). Bahkan Danghyang Nirartha dalam perjalanannya ke Bali dari Pulau Jawa menyebutkan daerah Bali barat yang dikunjunginya dengan nama Jembrana (Toetoer Lambangkawi, No. 1339/Va: 1-2).
Sedangkan menurut Ida Pedanda Gede Sigaran dan I Ketut Serung mengemukakan bahwa Kota Negara, ibu kota Jembrana, lahir pada Purnamaning Kasa, tanggal 27 Juni 1800. Didasarkan pada pendirian Puri agung Negeri oleh Anak Agung Putu Seloko
Perang Jembrana Vs Buleleng II
II.4.2. Tahun 1828 : Peperangan kedua Jembrana Vs Buleleng
Tahun 1828 terjadi peperangan yang kedua kalinya
Antara Jembrana dengan Raja Buleleng "Anak agung Gde Karangasem" yang tertarik dengan kemakmuran kerajaan Jembrana. Raja Buleleng ini juga nantinya terlibat konplik di Mataram dengan suku Sasak Lombok pada tahun 1855 M.
1827 m - Karang Asem dikuasai I Gusti Bagus Karang.
Ketika I Gusti Bagus Karang gugur dalam menyerang Lombok, - dalam upaya memburu I Gusti Lanang Peguyangan yang melarikan diri ke Lombok, - pada saat yang sama, raja Buleleng, I Gusti Ngurah Made Karangasem, berhasil menaklukan Karangasem dan mengangkat menantunya I Gusti Gede Cotong menjadi raja Karangasem.
1839. - I Gusti Ngurah Made Karangasem, Bali Mataram dari Buleleng
Kelompok-kelompok bangsawan Bali dari kerajaan Karangasem kemudian mulai menguasai bagian barat Pulau Lombok. Salah satu dari mereka, yaitu kelompok Bali-Mataram, berhasil menguasai lebih banyak daripada kelompok asal Bali lain nya, dan bahkan pada akhirnya menguasai keseluruhan pulau ini pada tahun 1839. ( lihat : https://sultansinindonesieblog.wordpress.com/bali/kerajaan-karangasem/)
Sejak saat itu kebudayaan istana Bali juga turut berkembang di Lombok.
Dimana Ia,
"Anak Agung Gde Agung Gusti Ngurah Made Karangasem" dalam upaya nya menaklukkan Lombok, kemudian menculik dan membunuh,--
Pangglima Laksamana IV dari Kesultanan Pontianak bernama "Sayyid Abubakar bin Abdillah" bin Abubakar III Leaxa Martapura bin Abdullah Jamalullail, bin Abubakar I Panglima Laksamana Pertama, yang makam nya ditemukan di pinggiran Pantai Jeranjang Pulau Lombok,
- Dengan cara yang sangat mengerikan
Baca disini, klik >.:
( Riwayat Panglima Laksamana IV )
Syarif Tue , Abdullah bin Yahya Panglima Loloan
Perang Jembrana Vs Buleleng II
Kita kembali ke Tahun 1828 :
Peperangan kedua Jembrana Vs Buleleng, tadi :
Raja Anak Agung Putu Seloka bersama adiknya Anak Agung Ngurah Made Bengkol dan beberapa pengiringnya mengungsi dengan perahu Bugis ke Banyuwangi (sekarang bernama Kampung Bali).
Setelah raja selamat sampai di Banyuwangi anak Agung Made Bengkol kembali ke Jembrana.
Dalam peperangan pasukan Jembrana dipimpin oleh I Gusti Ngurah Gde dari Jero Pancoran yang didukung oleh pasukan Islam.
Panglima perang Buleleng Anak Agung Gde Karang beserta prajuritnya gugur dalam pertempuran, akhirnya mundur kembali ke Buleleng.
Kemudian adik panglima perang Buleleng yang bernama Anak Agung Made Karang menyerang dari arah laut, sedangkan dari arah pegunungan pasukan Buleleng menyerbu Puri Jembrana dengan siasat menjepit dari arah muka dan belakang.
Karena begitu kuatnya musuh, akhirnya dalam perang tanding di Bajo/Awen panglima I Gusti Ngurah Gde bersama Anak Agung Made Bengkol gugur, dan akhirnya Puri Gde Jembrana dapat direbut.
Namun Puri Agung Negara tidak berani didekati karena banyak prajurit yang tertembak mati.
Anak Agung Gde Karang kembali memerintahkan anak buahnya mundur ke Buleleng.
Sampai tahun 1832, ==
Selama empat tahun Jembrana mengalami kekosongan pemerintahan, ....
Akibat peperangan dengan Buleleng, maka Syarif Abdullah bin Yahya Al Qodri dan Panglima Tahal memperkuat posisi pertahanan Islam di sekitar Benteng Fathimah berpedoman pada prinsip agama yang sedang dikembangkan melalui perwakilan dan berdagang, lebih bersifat asimilatif dari pada revolusioner dan bukan sekali-kali untuk menaklukkan.
Jika pemuka Islam Syarif Abdullah beserta Panglima Tahal menghendaki tahta dan kekuasaan dan menyalahgunakan kesempatan sewaktu kerajaan Jembrana dalam keadaan pemerintahan kosong selama empat tahun, maka pastilah pengaruh Islam dan Syarif Abdullah bisa menguasai Jembrana saat itu.
Syarif Tue , Abdullah bin Yahya Panglima Loloan
II.4.3. Tahun 1842 M : Suksesi Putu Seloka kepada Anak Agung Putu Ngurah.
Raja Anak Agung Putu Ngurah adalah pelanjut dynasti Mengwi berikut nya.
Beliau, berbeda dengan ayahnya, menaruh curiga kepada kegiatan Syarif Tua, sehingga dengan cara halus melarang orang-orang Bali Hindu beralih agama lain dengan perantara Ida Pedanda Agung , berdasarkan Hukum Adat Istiadat yang berlaku.
Syarif Tua sadar betapa tabiat Tuanku Raja,
Jauh berbeda dengan ayahnya waktu berkuasa.
Sering terjadi penindasan, penganiayaan, kerja rodi, bea syahbandar terlalu besar dan terjadi persaingan dalam kalangan kerajaan.
Dengan segala kerendahan hati Syarif Tua menemui raja Anak Agung Putu Ngurah untuk menyadarkan betapa berbahayanya hawa nafsu dan kekuasaan itu.
Namun raja tidak memperhatikan nasehat yang disampaikan.
Karena ketidak puasan yang meluas, maka pada : Tanggal : 13 Oktober 1855 No. 85 Stanblat dokument Belanda : Protes rakyat kepada Raja Putu Ngurah yang dianggap semena - mena, Isi surat tersebut adalah rakyat Jembrana merasa sangat keberatan atas ulah Raja Jembrana I Gusti Agung Putu Ngurah.
Surat ini dilanjutkan oleh Residen Banyuwangi ke hadapan Gubernur Jenderal di Betawi
Bersamaan dengan ini terjadi perpecahan di Jembrana,
Surat protes ini dikirimkan oleh salah Seorang Punggawa bernama I Gusti Ngurah Made Pasekan yang sejak lama menaruh kecewa terhadap raja, Made Pasekan ini, bersahabat dengan Syarif Tua dan seluruh umat Muslimin. Diam-diam dia melayangkan surat gugatan kepada Komisarisw Hindia Belanda tanggal 13 Oktober 1855 No. 85 di Residensi Banyuwangi.
Protes ini dilayangkan setelah rakyat Jembrana hidup dibawah tekanan dan kezaliman raja ini selama 13 ( tiga belas ) tahun, sejak dilantik nya pada tahun 1842 M
Syarif Tue , Abdullah bin Yahya Panglima Loloan
II.4..4. Tahun : 1855 M : - Sezaman Kekuasaan Sultan Hamid I, Pontianak
Peperangan antara Syarif Tue, Panglima Tahal, dan I Gusti Ngurah Made Pasekan, : < melawan > : Raja Anak Agung Putu Ngurah Putra Sulung Putu Seloka :
Pihak Pertama: --, Punggawa Jembrana I Gusti Ngurah Made Pasekan bersatu dengan Syarif Tua beserta umat Islam nya termasuk Datuk Panglima Tahal, dan prajurit-prajurit Pan Kelab beserta rakyat Bali yang berpihak kepada nya.
Pihak Kedua, :--, Raja Jembrana, Ida Anak Agung Putu Ngurah dikawal oleh bala tentara I Gusti Agung Made Rai dan seluruh Ksatria yang berpihak. Jika dilihat dari kekuatan, pihak kerajaan jauh lebih kuat.
Syarif Tua mengumpulkan seluruh umat Muslim dari pedesaan-pedesaan ke benteng Fathimah, Loloan Timur, begitu juga di sekitar Puri Negara dan Jembrana telah penuh sesak dengan pengawalan pasukan yang siaga perang.
Peperangan tidak bisa dihindari, dimana I Gusti Agung Made Rai mencabut keris “Tastas” pusaka kerajaan, dan I Gusti Made Pasekan mencabut keris pusaka Buleleng “Ki tunjung Tutus”.
Di lapangan Puri Jembrana dan Puri Negara penuh sesak oleh prajurit pembela kerajaan.
Karena tidak ditemukan jalan keluar, peperangan tidak dapat di hindarkan lagi.
Syarif Tue , Abdullah bin Yahya Panglima Loloan
Syarif Tue, Datuk Tahal dan I Gusti Ngurah Pasekan merapatkan barisan dan memobilisasi dukungan guna berhadapan dengan pihak kerajaan, : Raja I Gusti Anak Agung Putu Ngurah, yang telah melakukan kezaliman ini.
Tiba-tiba berdentumlah meriam-meriam Syarif Tua
Dari Benteng Fathimah di Loloan Timur,!
Begitu juga meriam-meriam Pan Kelab dari dekat arah Desa Pemedilan.
Pasukan Syarif Tua juga dibantu oleh Panglima Datuk Tahal yang terdiri dari orang - orang Melayu, Bugis, Jawa, Madura, dan ummat Islam lain nya di zaman itu.
Pertempuran sangat sengit, terjadi.....
Di Benteng Fathimah,
Syarif Tua mengibarkan bendera Pusaka berwarna Hijau bertuliskan kalimat Syahadat dan Panji-panji berwarna hitam bergambar harimau berhuruf arab hadiah Sultan Kedah dahulu yang berisikan ayat Suci Al-Qur’an. ( **Perhatikan bahwa beliau pernah berlayar ke negeri Kedah, Tanah Melayu yang dekat dengan Trengganu ? )
Karena gempuran-gempuran dari Benteng Fatimah sehingga Puri jatuh.
Syarif Tue , Abdullah bin Yahya Panglima Loloan
Pada malam hari Syarif Tua melakukan siasat kurungan terhadap Puri Negara dengan laskar pilihan. Masing-masing membawa meriam tiruan dari batang-batang pepaya yang dicat warna hitam untuk menakut-nakuti prajurit kerajaan, seraya meminta suaka perundingan dengan tuanku Raja Anak Agung Putu Ngurah.
Syarif Tua selaku utusan umat Islam di Jembrana di kawal oleh panglima Datuk Tahal.
Syarif Tua membuka pembicaraan:
“Maaf Paduka Tuanku Yang Mulia,
-" Kami selaku utusan umat Islam dan rakyat, memohon membuka musyawarah perihal kekuasaan yang mulia yang di ambang pintu keruntuhan. Sesungguh nya kami terlarang membunuh orang-orang yang menyerah kalah.
Demikianlah ajaran agama kami.
Kami mengangkat senjata bukan untuk merebut kekuasaan, melainkan untuk menyebarkan agama sambil berniaga dan menolak sekeras- keras nya perbuatan-perbuatan dholim yang menghambat agama kami.
Demi nama Allah kami menasehatkan berangkatlah besok pagi-pagi sebelum fajar dengan segenap keluarga menyelamatkan diri untuk meminta perlindungan Hukum kepada Gubernur Hindia Belanda" :-" pungkas Syarif tua,
Tuanku Raja terdiam bingung menghayati pembicaraan Syarif Tua sambil menimbang-nimbang, dan diputuskan Raja beserta keluarganya meninggalkan Puri Negara menuju Buleleng.
Raja juga memerintahkan kepada Hulubalang-hulubalang supaya peperangan dihentikan, karena kekuasaan kerajaan telah diserahkan secara damai kepada Syarif Tua dan punggawa I Gusti Ngurah Made Pasekan.
Keesokan hari nya Raja beserta keluarganya dan Anak Agung Made Rai menuju Buleleng.
Di Jembrana :
Raja I Gusti Anak Agung Putu Ngurah, - Putra Putu Seloka nomor 2, - dengan kemauannya sendiri melepaskan hak Kerajaan kepada Gouvernement Hindia Belanda, kemudian oleh Belanda VOC dijadikan Landschap Gouvernement di bawah seorang Regent, bertitel Raja : dijabat oleh I Gusti Ngurah Made Pasekan.
Klik Disini > :
----------------------------
Syarif Tue , Abdullah bin Yahya Panglima Loloan
Referensi Utama :
== Diantara berbagai sumber adalah :
1. Berdasarkan Manaqib singkat tulisan Pengeran Bendahara Syarif Ahmad bin Sultan Abdurrahman, dan dokumentasi Belanda tahun 1827 M, yang menyebutkan tentang nama Ki Sauki atau Syaugi Yusuf, makam nya ditemukan di kepulauan Natuna, wilayah kepulauan Riau, dan hingga hari ini banyak ditemukan keluarga Al Qadri di Serasan, Terempa, Midai, Letung, Sedanau, Bunguran Besar, Natuna, Ranai, Sarawak, dll.Koleksi keluarga Al Qadri
2. Berdasarkan Data Tua Nomor buku 763 s/ 770 halaman 336, angka tahun : 1857 M Tulisan Pangeran Bendahara Tua, Syarif Ja far bin Sultan Hamid I Alqadri, : Koleksi Pribadi keluarga AlQadri
3. Maktab NanGq 1857 Pangeran Bendahara Tua Syarif Ja"far Alkadri Pontianak
Klik disini >> : ( Pangeran Bendahara Tua Syarif Ja "far )
Daftar Pustaka :
Sejarah Abdullah bin Yahya Maulana Al Qadry ( Syarif TUE )
— Tijdschrift voor Indische taal-, land- en volkenkunde (1855:569).[1] Dokumen Belanda
Agung, A.A. Gde Putra. 2001.“Teknik Penulisan Biografi”. Makalah disampaikan Pada Forum Evaluasi dan Pembahasan Proposal Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Denpasar bekerjasama dengan Fakultas Sastra Universitas Udayana dan UNHI di Denpasar, 20 Pebruari.
Agung, Anak Agung Ktut. 1991. Kupu-Kupu Kuning yang Terbang di Selat Lombok: Lintasan Sejarah Kerajaan karangasem 1660 – 1950. Denpasar: PT. Upada Sastra.
Buda, I Made. 1990. “Hubungan Antar Etnik di Jembrana 1856 – 1942”. Fakultas Sastra Universitas Udayana Denpasar (Skripsi).
Damanhuri, A. 1993. “Sejarah Kelahiran Kota Negara”. Makalah Seminar yang disampaikan dalam seminar lahirnya Kota Negara.
Damanhuri, H. Achmad. 1993. “Sejarah Kelahiran Kabupaten Jembrana”. Makalah diajukan untuk Bahan Seminar Sejarah Lahirnya Kabupaten Jembrana dan Kota Negara.
Ginarsa, Ketut, Suparman Hs. 2002. “Umat Islam di Buleleng”. Dalam Shaleh Saidi, Yahya Anshori (penynting). Sejarah Keberadaan Umat Islam di Bali. Denpasar: Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bali.
Jays, I Nyoman, I Ketut Suwentra. 1993. “Babad Tanah Jembrana”. Makalah diajukan untuk Seminar Sejarah Lahirnya Kabupaten Jembrana dan Kota Negara.
Kada, Thomas. 1982. Kepemimpinan Dalam Teori dan Praktek Serta Masalah-Masalahnya. Kupang: FKIP Undana.
Kantor Informasi Komunikasi dan Pelayanan Umum Kab. Jembrana. 2002. Feature Mozaik Jembrana. Jembrana: Seksi Humas Kantor Inkom dan Yanum Kab. Jembrana.
Kartodirdjo, Sartono. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodelogi Sejarah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Kelurahan Loloan Timur. 2008. Laporan Bulanan Desa/Kelurahan. Negara.
Nyoka.1990. Sejarah Bali. Denpasar: Penerbit dan Toko Buku RIA.
Panitia Pelaksana Kuliah Kerja Lapangan. 1996. “Laporan Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) 1996 Jurusan Pendidikan Sejarah”. Jakarta: Fakultas Pendidikan ilmu Pengetahuan Sosial IKIP Jakarta.
Parisada Hindu Dharma. 1975. Pemargan Danghyang Nirartha di Bali (Dwi Jendra Tatwa/Riwayat Danghyang Nirartha). Denpasar: Parisada Hindu Dharma Kabupaten Badung.
Parwata, I Putu. 1994. “Sejarah Kota Negara 1958 – 1992”. Fakultas Sastra Universitas Udayana Denpasar (Skripsi).
Puspawati, Ni Nyoman Suhendra. 1990. “Perkembangan Kesenian Jegog, Kendang Mebarung, Bungbung Gebyog dan Atraksi Makepung di Kabupaten Jembrana Tahun 1944 – 1979”. Fakultas Sastra Universitas Udayana (Skripsi).
Putra, Ida Bagus Rai. 1991. Babad Dalem. Denpasar: PT. Upada Sastra.
Raka, I Gusti Gede. 1955. Monografi Pulau Bali. Djakarta: Bagian Publikasi Pusat DJawatan Pertanian Rakjat.
Reken, I Wayan. 2002. Sejarah Keberadaan Umat Islam di Bali. Denpasar: MUI Bali.
Sjafei, Suwadji. 1984. Pemikiran Biografi dan Kesejarahan, Suatu Kumpulan Prasaran pada Berbagai Lokakarya Jilid III. Jakarta: Depdikbud Ditjarahnitra, Proyek IDSN.
Soebantardjo, R. M.1983. Pemikiran Biografi dan Kesejarahan, Suatu Kumpulan Prasaran pada Berbagai Lokakarya, Jilid I. Jakarta: Depdikbud Proyek IDSN.
Sumarsono. 1993. Pemertahanan Bahasa Melayu Loloan di Bali. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Sumerta, I Made, dkk. 2000. Tatakrama Suku Bangsa Loloan di Kabupaten Jembrana Provinsi Bali. Denpasar: Depdiknas, Proyek P2NB Daerah Bali.
Suprayogo, Imam.1988.“Patron Klien Dalam Kepemimpinan”. Seluk Beluk Perubahan Sosial. Surabaya: Usaha nasional.
Suryawati, Cok Istri. 2003. “Biografi Tokoh Pejuang I Nyoman Mantik”. Dalam Jurnal Penelitian Sejarah dan Nilai Tradisional, Edisi Kesebelas No. 11/III/2003. Denpasar: BKSNT Denpasar.
Suwita, I Putu Gede. 1997. “Loloan Bandar Laut, dan Hubungan Antara Budaya”. Dalam Depdikbud RI. Kongres Nasional Sejarah 1996 Sub Tema Dinamika Sosial Ekonomi III. Jakarta: Depdikbud RI.
Swarsi, S. dkk. 1998/1999. “Sejarah Kerajaan Tradisional Bali (Kerajaan Karangasem)”. Denpasar: Depdikbud, Proyek Iventarisasi dan dokumentasi Sejarah Nasional.
Tim Penulis. 1997. “Sejarah Jembrana dan Lahirnya Ibukota Negara”. Jembrana: Bagian Pemerintahan Pemda Tinkkat II Kabupaten Jembrana.
Toetoer Lambangkawi (transkripsi). Koleksi Gedong Kirtya Singaraja, No. 1339/Va.
Wirawan, A.A.B., Dian Arriegalung. 2002. Umat Islam di Badung”. Dalam Saleh Saidi, Yahya Anshori. Sejarah Keberadaan Umat Islam di Bali. Denpasar: Majelis Umat Islam Bali.
Referensi tambahan :
Syarif Abdullah bin Yahya , Sejarah Habib Husein bin Ahmad , Sultan Pontianak ke.I.
Biografi Sayyid Yahya Al Qadri, Biografi Abdullah bin Yahya, Sultan Osman Pontianak, Sultan Kasim Pontianak, Syarif Tue dalam PDF, Sejarah Loloan , Bandar Pancoran Jembrana, Sejarah Jembrana
Kampung Loloan , Toleransi di loloan , Syarif Tua PDF, Silsilah Alqadri Loloan hal.304, Awal mula Muslim di Bali, Between harmony and discrimantion, Merawat Pluralisme, Muslim di Bali hal. 300
Referensi Perang Lombok :
1. Southeast Asia: a historical encyclopedia, from Angkor Wat to East ..., Volume 3 by Keat Gin Ooi p.790ff
2. Colonial collections revisited By Pieter ter Keurs p.190ff
3. Priests and programmers by John Stephen Lansing p.20
4. The rough guide to Bali & Lombok By Lesley Reader, Lucy Ridout p.494
5. Bali handbook with Lombok and the Eastern Isles: the travel guide by Liz Capaldi, Joshua Eliot p.300
6. The rough guide to Bali & Lombok by Lesley Reader, Lucy Ridout p.298
7. Sayyid Abubakar Jeranjang Bagian Pertama
8.Sayyid Abubakar Jeranjang Bagian Kedua