Bagian III. :
Komparasi Sejarah hidup dengan Sayyid Abubakar Jeranjang
By: SAY Qadrie
Pustaka Sejarah
Bagian III. : Komparasi Sejarah hidup dengan Sayyid Abubakar Jeranjang
Benarkah Sayyid Abubakar Jeranjang diutus Pontianak dalam perang Lombok antara tahun : ( 1855 - 1871- 1891 - 1894 M. ?) Di Zaman kekuasaan Sultan ke III. (Sultan Oesman, 1819 -1855) - ke IV. (Sultan Hamid.I, 1855 – 1872) - ke V. (Sultan Yusuf 1872 – 1895) - duduk di tahta Kesultanan Pontianak saat itu ?
Perlu diketahui bahwa di makam Sayyid Abdurrahman Kupang, tertulis beliau wafat pada tahun 1899, sementara semua kerabat Al Qadri di Indonesia Timur meyakini bahwa beliau ini, bin Abubakar, bin Sultan Abdurrahman?
Kami temukan catatan dari beberapa sumber ,: bahwa Sayyid Abukakar bin Sultan Abdurrahman, beliau, ( menurut catatan itu, Lahir pada : 1154.H - 1735 M, dan kemudian Wafat pada 1177.H - 1758 M), Usia hidup hanya 23 tahun saja, tidak dijelaskan keturunan beliau dsb?- ( Sumber Sayyid Yusuf Bahasyim )
Lalu kenapa ada rumor Syarif Tue Abdullah bin Yahya ini, nasab nya mau dinisbatkan ke beliau? Kalau sudah tahu wafat tahun 1177 Hijriah - 1758 M ???
Data sementara sbb :
1. Syarif Tue, Abdullah bin Yahya Bali : 1802 - 1858 M - 56 tahun
2. Sayyid Abdurrahman Kupang : wafat 1899 - tidak diketahui
3. Sayyid Abubakar Jeranjang : wafat ? antara 1855 - 1891 M
4. Sayyid Abubakar bin Habib Husein : 1735 - 1814 M - 79 tahun
Syarif Abdullah bin Yahya Maulana Al Qadri , dipanggil : Syarif Tue,
Diperkirakan Lahir 1802, Mendarat di Loloan 1825 M di usia sekitar 25-40 tahun. Mengabdi di Loloan selama 16-31 tahun, dan wafat pada tahun 1858 dalam usia : 56 tahun" ,--** Sesuai data tahun tanggal dan tempat kejadian,"-
Mari kita tela"ah bersama berikut ini :
III. Perang Lombok
Catatan tentang Perang Lombok
Pengantar Perang Lombok :
Peperangan ini sebenarnya bermula antara Suku Sasak dengan penjajah Bali - Karangasem, yang menguasai Lombok secara perlahan dan sedikit demi sedikit sejak tahun 1800 - hingga 1839, mereka berhasil menaklukkan kerajaan Islam Selaparang Lombok.
Pada Tahun, 1855 , 1871 pernah terjadi perlawanan akan tetapi dapat dipadamkan
Perang 3 tahun :
Puncak perlawanan terjadi pada tahun 1891 yang berlangsung hingga 1894.
Karena merasa kewalahan, suku Sasak akhirnya Pada tanggal 20 Februari 1894, : meminta bantuan Belanda untuk campur tangan.
Belanda VOC kemudian menurunkan kekuatan penuh, dan: Bali - Mataram: dapat ditaklukkan, akan tetapi sejak saat itu Lombok dijadikan wilayah jajahan VOC Belanda, dan dikendalikan seorang regent bernama Gusti Gede Jelantik diangkat sebagai regen Belanda pada tahun 1894, dengan pemerintahan dikendalikan dari Bali yang saat itu sudah dikuasai Belanda.
Gusti Gede Jelantik memerintah sejak : 1894 hingga tahun 1902, atau selama 8 tahun.
III.1. Kronologi Perang Lombok :
Pada Tahun 1839 :
Kelompok-kelompok bangsawan Bali dari Kerajaan Karangasem kemudian mulai menguasai bagian barat pulau Lombok. Salah satu dari mereka, yaitu kelompok Bali-Mataram, berhasil menguasai lebih banyak daripada kelompok asal Bali lainnya, dan bahkan pada akhirnya menguasai keseluruhan pulau ini pada tahun 1839.[1][2][3]
Penduduk asli Pulau Lombok adalah Suku Sasak, yang memeluk Islam sejak abad ke-16. Kerajaan besar bernama Selaparang, memeluk Islam. Jadi hampir dua setengah abad kemudian baru agama Hindu masuk ke Lombok.
Sejak saat itu kebudayaan istana Bali juga turut berkembang di Lombok.[1]
Pada Tahun 1843 : Hubungan dengan Inggris mulai berkembang, diawali oleh G.P. King yang memegang semua mandat perdagangan luar negeri Inggris.
Namun Belanda berhasil menghentikan pengaruh Inggris dengan menandatangani perjanjian dengan kelompok Bali-Mataram pada tahun 1843.[
Kelompok Bali-Mataram adalah sekutu Belanda selama intervensi Belanda di Bali pada tahun 1849, dan atas bantuannya kelompok ini diberi kedudukan sebagai penguasa vasal atas wilayah Karangasem di Pulau Bali.[2]
Pada kurun waktu yang sama, Syarif Tue diperkirakan sudah ada di Loloan, karena diperkirakan beliau mendarat di Loloan sekitar tahun 1825 M di usia sekitar antara 25-40 tahun, karena prasasti Loloan bertahun 1847 baru dibuat, yang merupakan bukti otentik keberadaan Syarif Tue di Loloan, saat kejadian.
Duduk di bagian depan :
Anak Agung Ketut Karangasem, Mayor Jenderal P.P.H. van Ham (perwakilan),[2] Mayor Jenderal J.A. Vetter (komandan),[2] Residen M.C. Dannenbargh, dan Gusti Jelantik.
Pada Tahun, 1855 , 1871 dan 1891 : Terjadi Pemberontakan Suku Sasak :
Pada tahun 1891:
Zaman Anak Agung Gde Ngurah Karangasem
Terjadilah pemberontakan dari masyarakat muslim Sasak di Lombok Timur terhadap penguasa Bali-Mataram, yaitu Anak Agung Gde Ngurah Karangasem.
Pemberontakan ini, yang merupakan kelanjutan dari pemberontakan sebelumnya pada tahun 1855 dan 1871, yang sebelumnya berhasil ditumpas oleh penguasa Bali-Mataram.
##, Kedatangan Sayyid Abubakar di Lombok : antara 1855 - 1871 - 1891
Antara : 1855 - 1871 - 1891 :
Diperkirakan dimasa inilah
Sayyid Abubakar Jeranjang menginjakkan kaki nya di bumi Selaparang Lombok yang saat itu dalam kecamuk perlawanan Suku Sasak menentang Hegemony Bali - Mataram dari Karang Asem itu.
Perlawanan masyarakat Sasak masa itu terjadi karena penguasa Bali-Mataram tersebut meminta masyarakat Sasak mengumpulkan ribuan orang untuk membantunya menyerang Kerajaan Klungkung di Bali, dalam upayanya untuk menjadi penguasa tertinggi di Bali.[4]
Tidak jelas apakah beliau dikirim langsung dari Pontianak, ataukah datang dari Indonesia bagian timur dari Sumba, Kupang, Sumbawa - menyeberang ke Lombok?
Juga tidak ditemukan adanya kapal perang, senjata, serta sisa - sisa pasukan yang dikirim bersama beliau, baik makam mereka, atau anak keturunan nya dari sisa pasukan tersebut ?
Jejak yang ada, beliau hanya sendiri ?
Dalam riwayat hidup nya, dikatakan beliau di eksekusi di pinggiran pantai Jeranjang, tempat dimana makam beliau ditemukan. Ada juga yang mengatakan, jasad beliau dimakamkan di Sekar Bela. Dua versi ini masih diperdebatkan oleh anak cucu keturunan beliau hingga hari ini yang ada di pulau Lombok.
Satu hal yang sama adalah, mereka mengingat nama penguasa Bali saat itu dengan sebutan : Anak Agung. Mengacu pada Anak Agung Gde Ngurah Karangasem,
Kami jelaskan bahwa, :
Zaman Kekuasaan Sultan Syarif Hamid I, Ibni Sultan Osman Alkadrie : (1855-1872), - Bertahta 17 tahun, beliau melantik *Sayyid Abubakar bin Abdillah* Menjabat Panglima Laksamana IV, Kesultanan Pontianak.
Mungkin beliau ini dikirim ke Bali, membantu Syarif Tue, pada tahun 1855 M yang perang dengan Raja Bali, dan sesudahnya membantu Lombok, yang juga tengah berperang dengan Bali Mataram, pada periode yang sama,
Pada Tahun 1891, :
Zaman Anak Agung Ketut Karangasem
Pada tanggal 25 Agustus 1891, : putra penguasa Bali-Mataram yaitu Anak Agung Ketut Karangasem dikirim beserta 8.000 orang tentara untuk menumpas pemberontakan di Praya, yang termasuk wilayah Kerajaan Selaparang.[2]
Pada tanggal 8 September, : pasukan kedua di bawah putra lainnya Anak Agung Made Karangasem yang berkekuatan 3.000 orang dikirimkan sebagai pasukan tambahan.[2]
Karena tentara kerajaan tampak dalam kesulitan untuk mengatasi keadaan, diminta lagi bantuan penguasa bawahan Karangasem, yaitu Anak Agung Gde Jelantik, untuk mengirimkan 1.200 orang pasukan elit untuk menuntaskan pemberontakan.[2]
Tahun 1891 hingga 1894 :
Perang berkecamuk berkepanjangan sejak 1891 hingga 1894,
Dan tentara Bali-Mataram yang lebih canggih persenjatannya dilengkapi dengan dua kapal perang modern, Sri Mataram dan Sri Cakra, berhasil menduduki banyak desa yang memberontak dan mengelilingi kubu perlawanan Sasak yang terakhir.
Pada tanggal 20 Februari 1894, :
Suku Sasak meminta bantuan Belanda VOC
Suku Sasak yang secara resmi mengirimkan utusan untuk meminta intervensi dan dukungan Belanda.[2]
Belanda, yang melihat peristiwa ini sebagai kesempatan untuk memperluas kendali mereka di Hindia Timur, memilih untuk memihak Sasak yang telah meminta perlindungan kepada mereka.
Belanda segera saja mulai mengganggu impor senjata dan perlengkapan penguasa Bali-Mataram, yang selama ini mereka datangkan dari Singapura.[1][2
Intervensi Belanda (Juli 1894):
Blokade impor yang dilakukan Belanda ternyata tidak cukup untuk menghentikan perang, dan permintaan agar Mataram menyerah juga ditolak.[2]
Pada Juli 1894, Belanda berkeputusan untuk mengirimkan ekspedisi militer dengan tujuan menggulingkan kekuasaan penguasa Mataram.[1]
Tiga kapal dikirim dari Batavia, yaitu Prins Hendrik, Koningin Emma, dan Tromp, untuk mengangkut 107 perwira, 1.320 tentara Eropa, 948 tentara pribumi, dan 386 kuda.[2]
Sejak bulan Agustus 1894, pasukan Bali yang ada di Lombok, mulai menentang kehadiran militer Belanda dalam konflik tersebut.
Pada malam hari tanggal 25 Agustus 1894, :
Secara mendadak pasukan Bali Mataram menyerang kamp militer Belanda yang berpenghuni 900 orang yang didirikan di dekat Istana Mayura di Cakranegara, dan berhasil menewaskan lebih dari 500 orang tentara, pelaut, dan kuli yang berada di sana.[1][4]
Di antara korban tewas serangan tersebut adalah Jenderal P.P.H. van Ham, panglima pasukan Belanda.[5]
Belanda kemudian mundur dan berkubu dalam benteng di pinggir pantai.[5]
III.2. Bala bantuan Belanda (November 1894)
Penghancuran Cakranegara, 1894 : Bali Mataram menjadi taklukan Belanda.
Belanda VOC guna menundukkan perlawanan Kerajaan Bali - Karang asem yang berkuasa di Lombok Belanda kembali dengan bala bantuan tambahan di bawah komando Jenderal Vetter. Bali - Mataram diserang hingga benar-benar hancur.
Pada tanggal 8 November 1894,:
Belanda secara sistematis menembakkan meriam kepada posisi pasukan Bali Mataram di Cakranegara, sehingga menghancurkan istana, menewaskan sekitar 2.000 orang Bali, sementara mereka sendiri kehilangan 166 orang.[3]
Pada akhir November 1894, Belanda telah berhasil mengalahkan semua perlawanan Bali, dengan ribuan orang Bali menjadi korban tewas, menyerah, atau melakukan ritual puputan.[1]
Monumen ekspedisi Belanda 1894
Gusti Gede Jelantik diangkat sebagai Regen Belanda pada tahun 1894
Lombok dan Karangasem selanjutnya menjadi bagian dari Hindia Belanda, dan pemerintahan dijalankan dari Bali.[1] Gusti Gede Jelantik diangkat sebagai regen Belanda pada tahun 1894, dan ia memerintah hingga tahun 1902.[6]
Harta kekayaan kerajaan Lombok disita oleh Belanda, di antaranya termasuk 230 kilo emas, 7.000 kilo perak, dan perhiasan dan karya sastra (termasuk Negarakertagama).[2] Bangli dan Gianyar tidak lama kemudian juga mengakui kedaulatan Belanda, namun wilayah Bali selatan terus melawan sampai terjadinya intervensi Belanda di Bali (1906) berikutnya.[3]
IV. Benarkah Syarif Tue keturunan Sayyid Abubakar Jeranjang ?
--" Syarif Abdullah bin Yahya Maulana Al Qadri , dipanggil : Syarif Tue,
Diperkirakan Lahir 1802, M -- Mendarat di Loloan sekitar tahun 1825 M di usia sekitar antara 25-40 tahun - - mengabdi di Loloan selama 16-31 tahun, -- dan wafat pada tahun 1858 M , dalam usia : 56 tahun" ,--** Sesuai data tahun tanggal dan tempat kejadian,"--
--------------------------
Sayyid Abubakar Jeranjang adalah :
Panglima Laksmana IV. Kesultanan Pontianak
*Sayyid Abubakar bin Abdillah*
Dikirim pada Zaman Kekuasaan Sultan Syarif Hamid.I.
Ibni Sultan Osman Alkadrie : (1855-1872), - Bertahta 17 tahun
Syahdan pada zaman kekuasaan Sultan Hamid.I. di Pontianak, beliau melantik Sayyid Abu Bakar Bin Abdillah: di angkat Sultan Hamid Satu, sebagai Panglima Laksamana IV. Untuk wilayah Operasional Indonesia Timur Kalsel. Kaltim, NTT, NTB dan Papua.
Saat itu, Kesultanan Pontianak merupakan kerajaan yang berdaulat, bersendikan azas Islam, dan aktif membantu mereka yang tertindas dimanapun adanya.
Sementara disaat bersamaan, kerajaan Muslim Selaparang Lombok, tengah menghadapi gejolak perlawanan dari aneksasi kelompok Bali Mataram Hindu , yang saat itu menekan masyrakat Muslim Lombok.
Penduduk asli Pulau Lombok adalah Suku Sasak, yang memeluk Islam sejak abad ke-16. Kelompok-kelompok bangsawan Bali dari Kerajaan Karangasem kemudian mulai menguasai bagian barat pulau Lombok.
Salah satu dari mereka, yaitu kelompok Bali-Mataram, berhasil menguasai lebih banyak daripada kelompok asal Bali lainnya, dan bahkan pada akhirnya menguasai keseluruhan pulau ini pada tahun 1839.
Sejak saat itu kebudayaan istana Bali juga turut berkembang di Lombok
Hubungan dengan Inggris mulai berkembang, diawali oleh G.P. King yang memegang semua mandat perdagangan luar negeri Inggris. Namun Belanda berhasil menghentikan pengaruh Inggris dengan menandatangani perjanjian dengan kelompok Bali-Mataram pada tahun 1843
Pada pemberontakan tahun 1855 dan 1871, antara penduduk asli suku sasak melawan Bali Mataram, dibawah penguasa Anak Agung Gde Ngurah Karangasem, kemungkinan beliau terlibat dalam perlawanan dan berada di pihak suku sasak yang muslim dan merupakan kaum tertindas .
Peran beliau sebagai Panglima Perang menyebabkan beliau kemudian diculik, dianiaya, disiksa, dan dihabisi dipinggir pantai Jeranjang, sebagaimana diketahui dari riwayat penduduk setempat dan keturunan beliau berikut ini.
Jadi jelaslah beliau adalah : *Sayyid Abubakar bin Abdillah* Panglima Laksamana IV, Kesultanan Pontianak* bin Abu Bakar (Laksamana III , bin Abdullah , bin Abu Bakar laksamana I , bin Habeb Husein ), dan bukan Sayyid Abubakar bin Sultan Abdurrahman, karena beliau yang disebut terakhir ini dikirim sebagai Duta Kesultanan ke Tibet, tidak kembali hingga wafatnya, bahkan anak cucu beliau menetap disana, hingga hari ini.
Sumber Rujukan :
KitabTua tulisan Pangeran Bendahara, Syarif Ja"far bin Sultan Hamid.I. bertahun 1857 M, ditulis dengan huruf Arab dan berbahasa Arab Melayu. Koleksi Kesultanan Pontianak.
Bahwa Makam yang di klaim sebagai Abu Bakar bin Sultan Abdurrahman tidak benar, dan beliau bukan juga Abu Bakar bin Sultan Usman, tetapi makam ini adalah Makam :
Sayyid Abu Bakar Bin Abdillah : ( beliau di angkat Sultan Hamid Satu, sebagai Panglima Laksamana IV) untuk wilayah Indonesia Timur Kalsel. Kaltim, NTT, NTB dan Papua : bin Abu Bakar Laksamana III , bin Abdullah , bin Abu Bakar laksamana I , bin Habeb Husein )
Demikian keterangan yang kami dapatkan dari dokumen tua keluarga bertahun 1870 M, Sebagaimana tercatat di Kesultanan Pontianak.
Artinya, periode itu di zaman akhir kekuasaan :
Sultan Oesman, 1819 – 1855, dan awal kekuasaan Sultan Hamid.I : 1855 – 1872, hingga kekuasaan Sultan Yusuf 1872 – 1895 M :
Sementara nama beliau ini, Syarif Tue, tersurat dalam prasasti Loloan sebagai bukti tertulis bertahun 1847. Tentunya ini membuktikan bahwa beliau ada di Loloan, pada tahun 1847 dan jika diperkirakan mendarat nya pada tahun 1825, maka beliau, Syarif Tue, Abdullah bin Yahya sudah menetap disana selama sekitar 20 tahunan.
Saat prasasti dibuat, beliau diperkirakan sudah berusia sekitar 40 tahun, atau lebih dari itu. Syarif Abdullah bin Yahya Wafat pada tahun, 1858 M, 3 tahun setelah perang dengan Raja Bali pada tahun 1855 itu, sesuai catatan keturunannya yang masih hidup hingga hari ini.
Perang lombok terjadi antara tahun: 1855- 1894 secara sporadis dalam rentang selama 39 tahun, artinya bersamaan waktunya dengan perang Bali Syarif Tue, 1855, hanya saja perang Lombok berkelanjutan, perang Bali, segera berakhir.
---" Pertanyaannya :
Jadi siapakah leluhur Sayyid Abubakar Jeranjang yang sebenarnya? Baca Kembali ke atas tadi !
Perlu kami jelaskan bahwa Sayyid Abubakar bin Sultan Abdurrahman adalah putra dari ibu Nyai Halimah, atau, Eima. Beliau bukan keturunan dari istri pertama Sultan Abdurrahman Utin Chandramidi, yang melahirkan : Abdullah, Kasim,( Yang menjadi Sultan berikutnya ) Husein.I, dan, Husein.II. Safiah, Fathimah dan Aisha, itu.
Dalam data kami, ibu beliau, Sayyid Abubakar ini, merupakan istri ke 15 dari 21, 23, atau 25 perempuan yang dinikahi oleh Sultan Abdurrahman Pontianak.
Itulah kenapa Beliau diperkirakan lahir sekitar tahun 1800 M bahkan mungkin jauh lebih mendekati ke abad 18 pertengahan, sebabnya jelas ibu beliau di nikahi setelah kesultanan Pontianak berdiri, 1778 M dan Sultan Abdurrahman sudah duduk di tahta mungkin 10 atau 15 tahun lama nya.
Masih dicari data tahun berapa beliau ini keluar dari kota leluhurnya Pontianak?
Ini juga menunjukkan bahwa, beliau Sayyid Abubakar Jeranjang, sezaman dengan Syarif Tue Loloan, se zaman masa akhir pemerintahan Sultan Usman, 1819 -1855M: se zaman dengan pecahnya perang lombok , 1855-1894 M
Dan tidak mungkin kemudian beliau ini di kaitkan menjadi leluhur Syarif Tue Loloan meskipun jika ternyata beliau Sayyid Abubakar ini bin Sultan Usman, maka kemustahilan itu akan menjadi lebih sangat mustahil lagi. ( ** Silahkan baca ulang uraian kami sebelumnya )
V. Kesimpulan
Dari uraian panjang lebar diatas tadi, berdasarkan analisa waktu, tanggal tahun dan tempat kejadian, dapat disimpulkan bahwa Syarif Abdullah bin Yahya, atau Syarif Tue Loloan, tidak mungkin nenek moyang leluhurnya di hubungkan dengan Sayyid Abubakar makam Jeranjang di pulau Lombok,
Terlepas apakah beliau bin Sultan Abdurrahman, atau pun, bin Sultan Usman, karena tahun dan tanggal kejadian, serta kondisi real di lapangan, serta hubungan kekerabatan dan sejarahnya, tidak cocok, satu dengan yang lain.
Perlu diketahui, secara kebetulan, yang hunting data dan menyerahkan temuan makam tua Sayyid Abubakar Jeranjang Lombok itu, adalah kaum kerabat kami, pada tahun 2012.
Ketika data diserahkan, ikut menyaksikan adalah Max Yusuf Alkadri, ( Alm) dan Prof. Dien Majid, guru besar ilmu sejarah dan peradaban Nusantara di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, saat itu 2012.
Menyambungkan nasab leluhur kepada bukan jalurnya adalah perbuatan tercela dan dosa besar, diancam dengan azab neraka bagi pelaku nya.
Hal itu pula, sama dengan menuduh zina tanpa bukti,
Karena keturunan yang tidak jelas leluhurnya, sama dengan menempatkan mereka, para leluhur tersebut, sebagai pernikahan nya tidak sah.
Nauzubillah,!
VI. Penutup
Sebagai penutup, kami ingin kutipkan Hadis Rasullullah, SAW :
-- " Semua nasab berpulang kepada ayahnya, kecuali nasab Ku, bermula dari Fathimah berpulang kepada Ku. " --
*Tidaklah seseorang menisbatkan kepada selain ayahnya sedang dia mengetahui melainkan dia telah kufur kepada Allah.
Dan barangsiapa yang mengaku-ngaku sebagai suatu kaum dan dia tidak ada hubungan nasab dengan mereka, maka hendaklah dia menyiapkan tempat duduknya di neraka” (HR. al-Bukhori, No. 3508 dan Muslim, No. 112)*
Dan dalam Shahih al-Bukhori, No. 3509 dari hadits Watsilah bin al-Asqa’zia berkata: Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Seungguhnya sebesar-besar kedustaan adalah penisbatan diri seseorang kepada selain ayahnya atau dia berkata atas nama Rasulullah apa yang tidak beliau katakan”.
Nauzubillah,..!
Siapakah yang berani mengundang murka Rasullullah?
** Mari kita merenung sejenak,!
Klik > Baca kembali Bagian Pertama.I.
----------------------------
Referensi Utama :
==Diantara berbagai sumber adalah :
1. Kitab Almausuah Li Ansabil Imam Al-Husaini . Pustaka Azmatkhan
2. Asy-syajarah Al-Alawiyyah. Pustaka Azmatkhan
3. Asy-Syajarah Al-Husainiyyah Al Mausuah li Al Imam Husein, Pustaka Azmatkan
4. Berdasarkan Manaqib singkat tulisan Pengeran Bendahara Syarif Ahmad bin Sultan Abdurrahman, dan dokumentasi Belanda tahun 1827 M, yang menyebutkan tentang nama Ki Sauki atau Syaugi Yusuf, makam nya ditemukan di kepulauan Natuna, wilayah kepulauan Riau, dan hingga hari ini banyak ditemukan keluarga Al Qadri di Serasan, Terempa, Midai, Letung, Sedanau, Bunguran Besar, Natuna, Ranai, Sarawak, dll.Koleksi keluarga Al Qadri
5. Berdasarkan Data Tua Nomor buku 763 s/ 770 halaman 336, angka tahun : 1857 M Tulisan Pangeran Bendahara Tua, Syarif Ja far bin Sultan Hamid I Alqadri, : Koleksi Pribadi keluarga AlQadri
Daftar Pustaka :
Sejarah Abdullah bin Yahya Maulana Al Qadry ( Syarif TUE )
— Tijdschrift voor Indische taal-, land- en volkenkunde (1855:569).[1] Dokumen Belanda
Agung, A.A. Gde Putra. 2001.“Teknik Penulisan Biografi”. Makalah disampaikan Pada Forum Evaluasi dan Pembahasan Proposal Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Denpasar bekerjasama dengan Fakultas Sastra Universitas Udayana dan UNHI di Denpasar, 20 Pebruari.
Agung, Anak Agung Ktut. 1991. Kupu-Kupu Kuning yang Terbang di Selat Lombok: Lintasan Sejarah Kerajaan karangasem 1660 – 1950. Denpasar: PT. Upada Sastra.
Buda, I Made. 1990. “Hubungan Antar Etnik di Jembrana 1856 – 1942”. Fakultas Sastra Universitas Udayana Denpasar (Skripsi).
Damanhuri, A. 1993. “Sejarah Kelahiran Kota Negara”. Makalah Seminar yang disampaikan dalam seminar lahirnya Kota Negara.
Damanhuri, H. Achmad. 1993. “Sejarah Kelahiran Kabupaten Jembrana”. Makalah diajukan untuk Bahan Seminar Sejarah Lahirnya Kabupaten Jembrana dan Kota Negara.
Ginarsa, Ketut, Suparman Hs. 2002. “Umat Islam di Buleleng”. Dalam Shaleh Saidi, Yahya Anshori (penynting). Sejarah Keberadaan Umat Islam di Bali. Denpasar: Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bali.
Jays, I Nyoman, I Ketut Suwentra. 1993. “Babad Tanah Jembrana”. Makalah diajukan untuk Seminar Sejarah Lahirnya Kabupaten Jembrana dan Kota Negara.
Kada, Thomas. 1982. Kepemimpinan Dalam Teori dan Praktek Serta Masalah-Masalahnya. Kupang: FKIP Undana.
Kantor Informasi Komunikasi dan Pelayanan Umum Kab. Jembrana. 2002. Feature Mozaik Jembrana. Jembrana: Seksi Humas Kantor Inkom dan Yanum Kab. Jembrana.
Kartodirdjo, Sartono. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodelogi Sejarah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Kelurahan Loloan Timur. 2008. Laporan Bulanan Desa/Kelurahan. Negara.
Nyoka.1990. Sejarah Bali. Denpasar: Penerbit dan Toko Buku RIA.
Panitia Pelaksana Kuliah Kerja Lapangan. 1996. “Laporan Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) 1996 Jurusan Pendidikan Sejarah”. Jakarta: Fakultas Pendidikan ilmu Pengetahuan Sosial IKIP Jakarta.
Parisada Hindu Dharma. 1975. Pemargan Danghyang Nirartha di Bali (Dwi Jendra Tatwa/Riwayat Danghyang Nirartha). Denpasar: Parisada Hindu Dharma Kabupaten Badung.
Parwata, I Putu. 1994. “Sejarah Kota Negara 1958 – 1992”. Fakultas Sastra Universitas Udayana Denpasar (Skripsi).
Puspawati, Ni Nyoman Suhendra. 1990. “Perkembangan Kesenian Jegog, Kendang Mebarung, Bungbung Gebyog dan Atraksi Makepung di Kabupaten Jembrana Tahun 1944 – 1979”. Fakultas Sastra Universitas Udayana (Skripsi).
Putra, Ida Bagus Rai. 1991. Babad Dalem. Denpasar: PT. Upada Sastra.
Raka, I Gusti Gede. 1955. Monografi Pulau Bali. Djakarta: Bagian Publikasi Pusat DJawatan Pertanian Rakjat.
Reken, I Wayan. 2002. Sejarah Keberadaan Umat Islam di Bali. Denpasar: MUI Bali.
Sjafei, Suwadji. 1984. Pemikiran Biografi dan Kesejarahan, Suatu Kumpulan Prasaran pada Berbagai Lokakarya Jilid III. Jakarta: Depdikbud Ditjarahnitra, Proyek IDSN.
Soebantardjo, R. M.1983. Pemikiran Biografi dan Kesejarahan, Suatu Kumpulan Prasaran pada Berbagai Lokakarya, Jilid I. Jakarta: Depdikbud Proyek IDSN.
Sumarsono. 1993. Pemertahanan Bahasa Melayu Loloan di Bali. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Sumerta, I Made, dkk. 2000. Tatakrama Suku Bangsa Loloan di Kabupaten Jembrana Provinsi Bali. Denpasar: Depdiknas, Proyek P2NB Daerah Bali.
Suprayogo, Imam.1988.“Patron Klien Dalam Kepemimpinan”. Seluk Beluk Perubahan Sosial. Surabaya: Usaha nasional.
Suryawati, Cok Istri. 2003. “Biografi Tokoh Pejuang I Nyoman Mantik”. Dalam Jurnal Penelitian Sejarah dan Nilai Tradisional, Edisi Kesebelas No. 11/III/2003. Denpasar: BKSNT Denpasar.
Suwita, I Putu Gede. 1997. “Loloan Bandar Laut, dan Hubungan Antara Budaya”. Dalam Depdikbud RI. Kongres Nasional Sejarah 1996 Sub Tema Dinamika Sosial Ekonomi III. Jakarta: Depdikbud RI.
Swarsi, S. dkk. 1998/1999. “Sejarah Kerajaan Tradisional Bali (Kerajaan Karangasem)”. Denpasar: Depdikbud, Proyek Iventarisasi dan dokumentasi Sejarah Nasional.
Tim Penulis. 1997. “Sejarah Jembrana dan Lahirnya Ibukota Negara”. Jembrana: Bagian Pemerintahan Pemda Tinkkat II Kabupaten Jembrana.
Toetoer Lambangkawi (transkripsi). Koleksi Gedong Kirtya Singaraja, No. 1339/Va.
Wirawan, A.A.B., Dian Arriegalung. 2002. Umat Islam di Badung”. Dalam Saleh Saidi, Yahya Anshori. Sejarah Keberadaan Umat Islam di Bali. Denpasar: Majelis Umat Islam Bali.
Referensi tambahan :
Syarif Abdullah bin Yahya , Sejarah Habib Husein bin Ahmad , Sultan Pontianak ke.I.
Biografi Sayyid Yahya Al Qadri, Biografi Abdullah bin Yahya, Sultan Osman Pontianak, Sultan Kasim Pontianak, Syarif Tue dalam PDF, Sejarah Loloan , Bandar Pancoran Jembrana, Sejarah Jembrana
Kampung Loloan , Toleransi di loloan , Syarif Tua PDF, Silsilah Alqadri Loloan hal.304, Awal mula Muslim di Bali, Between harmony and discrimantion, Merawat Pluralisme, Muslim di Bali hal. 300
Referensi Perang Lombok :
1. Southeast Asia: a historical encyclopedia, from Angkor Wat to East ..., Volume 3 by Keat Gin Ooi p.790ff
2. Colonial collections revisited By Pieter ter Keurs p.190ff
3. Priests and programmers by John Stephen Lansing p.20
4. The rough guide to Bali & Lombok By Lesley Reader, Lucy Ridout p.494
5. Bali handbook with Lombok and the Eastern Isles: the travel guide by Liz Capaldi, Joshua Eliot p.300
6. The rough guide to Bali & Lombok by Lesley Reader, Lucy Ridout p.298
7. Sayyid Abubakar Jeranjang Bagian Pertama
8.Sayyid Abubakar Jeranjang Bagian Kedua
9. Monogram Pontianak dan Mempawah
10. Monogram kekerabatan Raja Raja Kalimantan