SEJARAH HIDUP SULTAN ABDURRAHMAN,
DARI MATAN HINGGA MENJADI SULTAN
VERSI DOKUMEN ASLI KESULTANAN PONTIANAK
By : SAY QADRIE
PENGANTAR
DARI MATAN KE MEMPAWAH : 1747 M
Sebelum memutuskan pindah dari Matan karena istrinya meninggal,
Sayid Husein sudah beberapa tahun berada di Matan, beliau juga sudah menerima tawaran dari Opu Daeng Manambong dalam bentuk surat agar mau pindah ke Mempawah, sebab tujuan Utama beliau sesuai dengan petunjuk, memang harus berada di Mempawah, sebab itulah ketika istri beliau Nyai Tua meninggal karena melahirkan, Sayid Husein memutuskan pindah ke Mempawah dan jenazah istrinya juga di makamkan di Mempawah, disebelah beiau
Kepindahan beliau bukan karena tidak cocok dengan Sultan
Sebab sebelum pindah, beliau menikah lagi dengan putri tengahnya Sultan Matan, bernama Utin Krinci Srikandi (Nyai Tengah) memiliki 4 anak, yang lain ibu dari istri pertama Utin Cendramidi / Utin Kabanat
Beliau pindah ke Mempawah pada
8 Muharam 1160 H./
20 januari 1747 M,
Kemudian menetap di Gala herang
Dalam babat Sejarah Maktab NANGQ 1857, Delapan anak Sayid Husein lahir di matan kecuali Anak dari istri bungsu dan anak Nyai piring yang tidak lahir di Matan. Ini juga menunjukkan bahwa, setelah pindah ke Mempawah, Sayyid Husein masih tetap bolak - balik ke Matan, saat itu.
Ketika menetap di Mempawah Syed Husein tinggal di perkampungan Gala Herang, kedatangan beliau menjadi daya tarik bagi masyarakat Mempawah, sehingga banyak orang yang berdatangan di Mempawah selain berniaga juga untuk belajar ilmu agama islam.
Sultan Mempawah Opu Daeng Manambong (yang sebenarnya beliau adalah Syed Syech Abu bakar Adeni Qaulan Jajirah, nenek monyang beliau yang tinggal di perkampungan Aden Yaman). Beliau Mengangkat Syed Husein menjadi Mufthi Mempawah
Keahlian beliau di bidang Lughah dalam bahasa Arab, sehingga banyak yang belajar dengan beliau, sehingga dalam waktu yang singkat Galah Herang menjadi berkembang dengan pesat.
TANGGAL LAHIR SULTAN ABDURRAHMAN : 1732 M
Ketika Syed Husein pindah dari Matan , umur Syarif Abdurrahman hampir 16 tahun (15 sd 16, beliau adalah anak kedua dari Nyai Tua ( Nama aslinya : Utien Cendramidi binti Sultan Maazidin Matan ) sebab itu ahli sejarah menarik mundur tahun kelahiran Syarif Abdurrahman menjadi Senin pagi jam 10.00, 3 Rabiul Awwal 1153 H (sementara tahun masehinya seharusnya 1732, akan tetapi ada yang menafsirkan tahun 1729 M dan 1731 M)
Akan tetapi dalam Dokumen Maktab NANGQ 1857
(beliau Lahir Senin jam 10..00 waktu setempat (03 Rabiul Awwal 1153 H - 1731 M) Berdasarkan catatan Tua langsung dari Syed Husein sendiri. Dalam hal tahun lahir mungkin tidak perlu di permasalahkan sebab tanggal dan hari kelahiran beliau merujuk pada data yang sama.
Ketika usia Syarif Abdurrahman bin Syed Husein 18 tahun beliau menikah dengan Putri Daeng Manambong (Syed Syech Abu bakar Adeni Qaulan Jajirah) Bernama Putri Utien Candramidi, sehingga walaupun istrinya Nyai Tua sudah meniggal saat itu. Untuk istri pertamanya di gantilah dengan nama Utien Kabanat, agar mudah difahami dalam catatan sejarahnya
PERNIKAHAN SYARIF ABDURRAHMAN
DENGAN PUTRI UTIN TJINDRAMIDI : 1750 M
Dalam babat sejarah pernikahan Syarif Abdurrahman dengan Putri Utin Tjindramidi tidaklah Semudah itu karena syarat yang cukup memberatkan menurut Syarif Abdurrahman, sebab calon istrinya meminta mahar 7 peti emas sebagai hantaran,
Tetapi anehnya Syed Husein langsung saja menyanggupinya walaupun hantaran wajibnya 7 peti emas berukuran setengah hasta dan panjang satu hasta ukuran orang Dewasa atau (panjang 97 Cm x Lebar 57 Cm dengan tinggi 57 Cm, terbuat dari tembaga murni
Saat itu Syed Husein meminta tempo dalam waktu 3 bulan sesuai permintaan Opu Daeng Manambong, Karena beliau yaqin Syed Husein mampu memenuhi Mahar wajib tersebut
Peti - peti yang sudah jadi tersebut beliau pesan dari seorang pengrajin yang ahli dalam membuat ukiran Kaligrafi di daerah Matan, Kemudian di masukan dalam kamar tertutup yang di lapisi kain kuning, hijau dan terakhir hitam, baik pada lantai, dinding dan dek atap di ruang yang gelap selama 3 bulan, serta Melarang Anak - anak beliau membuka kamar tersebut kecuali Syed Husein sendiri.
Setelah sampai waktunya, untuk di berikan barulah Syed Husein membuka kamar tersebut dan di saksikan seluruh anak beliau termasuk Syarif Abdurrahman sendiri
Sehingga anak - anak beliau heran tetapi Syed Husein mengatakan jangan heran karena itu pemberian Allah (kisah ini menjadi buah bibir hingga saat tentang Karomah yang di miliki Syed Husein Al-Kadri Jamalulai
NAZAR SULTAN ABDURRAHMAN &
PENGEMBARAAN DI LAUTAN : 1750 - 1760 M
Perlu juga di ketahui oleh seluruh keturunan Syarif Abdurrahman Alqadri kuhsusnya dan keturunan Syarif Husein umumnya,
Setelah Syarif Husein mengabulkan permintaan Utin Tjindramidi calon istri Syarif Abdurrahman., pada saat itu juga di depan calon istrinya , beliau ( Syarif Abdurrahman ) berkata :
""Seandainya dia mampu memenuhi permintaan Mahar 7 peti emas, maka Ulun bernazar akan mengikuti jejak Abah dan bahkan akan melampaui Abah memiliki anak - anak 101 Orang anak, dan ulun tidak akan berhenti menikah jika belum tercapai jumlah anak tersebut serta menjadi Raja dan Pelaut yang ""Tangguh di Negeri ini"", : setelah itu Syarif Abdurrahman berlalu dari hadapan calon istrinya.
(Dan kenyataannya memang benar dalam Dokumen Resmi Maktab NANGQ 1857, anak - anak Syarif Abdurrahman Alqadri berjumlah 101 orang dengan jumlah istri 67, walaupun tidak semua istri Syarif Abdurrahman memiliki anak, sebab ketika istri yang beliau Nikahi tidak memiliki keturunan beliau menikah lagi, sehingga jumlah istri beliau sebanyak 67 dengan hadiah pernikahan 1 peti emas berukuran sama dengan peti yang di berikan Syarif Husein kepada Utin Tjindramidi,)
Ketika mendengar Najar Syarif Abdurrahman., Putri Utin Tjindramidi menemui Abahnya Opu Daeng Manambong., dan menyampaikan Najar Syarif Abdurrahman., mendengar penjelasan Putrinya, Opu Daeng Manambong menjawab., ""Amiin terkabul"".,
Putri Utin Tjindramidi mukanya memerah, maksud hati menyampaikan Najar Syarif Abdurrahman agar mendapat pembelaan dari Abahnya., justru Abahnya mengaminkan tanda setuju
Maka secara spontanitas Putri Utin Tjindramidi juga menyampaikan nazarnya di depan Abahnya., Seandainya Putri meninggal duluan., Maqamkanlah dengan maqam Nyai Tua dengan berjarak, agar di tengahnya untuk Syarif Husein. Semoga beliau Syarif Husein menjadi Hakim yang adil di alam barzah sebagai mana waktu beliau di dunia
Sebab itulah Putri Utin Tjindramidi tidak di maqamkan di batu layang, dan tidak juga di bukit Rama maqam Opu Daeng Manambong, tidak juga di maqam keluarga di Keraton Amantubilah Mempawah . Melainkan di Maqam Syarif Husein Kampung Pedalaman Sejegi Mempawah
WAFATNYA OPU DAENG MANAMBON : 1751 M
Setelah beberapa waktu dari pernikahan Putrinya., :
Opu Daeng Manambong jatuh sakit, kemudian meninggal Dunia pada 1165 H - 1751 M., dalam catatan lain 1761 M
Dan Gusti Djamiril di angkat oleh Syarif Husein sebagai anak angkat beliau tinggal bersama keluarga beliau di Kampung Galah Herang
Kemudian Tahun 1166 H - 1752 di angkat menjadi Sultan dalam usia yang masih cukup muda menggantikan Abah nya Opu Daeng Manambong.
Dengan Gelar ""Penembahan Adiwijaya Kesuma
KETURUNAN SULTAN ABDURRAHMAN
Dalam Dokumen Resmi Maktab NANGQ 1857, anak - anak Syarif Abdurrahman Alqadri berjumlah 101 orang dengan jumlah istri 67, walaupun tidak semua istri Syarif Abdurrahman memiliki anak, sebab ketika istri yang beliau Nikahi tidak memiliki keturunan beliau menikah lagi, sehingga jumlah istri beliau sebanyak 67 dengan hadiah pernikahan 1 peti emas berukuran sama dengan peti yang di berikan Syarif Husein kepada Utin Tjindramidi,
Dari ke 67 istri Syarif Abdurrahman hanya 2 istri saja yang Menerima lebih dari 1 peti emas sebagai mahar yaitu :
1. Putri Utin Tjindramidi binti Opu Daeng Manambong Raja Mempawah, 7 peti emas langsung pemberian dari Syarif Husein sebagai mahar Syarif Abdurrahman dan
2. Kesumasari binti Sultan Sa'ad, 3 peti emas sebagai mahar dari Syarif Abdurrahman
3. 65 istri yang lain masing2 Satu peti emas
4. Jumlah keturunan Sultan Abdurrahman : 101, anak , dari 67 kali menikah
Dalam tempo 7 tahun setelah menikahini Putri Utin Tjindramidi ternyata Syarif Abdurrahman telah menikahi lebih dari 10 perempuan dalam perjalanan hidupnya 1764 M - 1178 melakukan pelayaran di luar Negeri, berawal dari negeri Mempawah, Tambelan Riau kemudian menikahi gadis Tambelan Riau,
Di Siantan beliau juga menikahi seorang gadis Siantan, di Siak, beliau juga menikah dengan gadis Siak, di Sri Indrapura juga menikahi gadis Indrapura, di Indragiri juga menikahi gadis Indragiri, yang jelas dalam Babat Maktab NANGQ 1857, setiap daerah yang beliau singgahi untuk berlayar dan berdagang,
Syarif Abdurrahman menikahi gadis dan janda untuk memenuhi ""Nazar"" tersebut
Selain itu Syarif Abdurrahman juga berlayar dan berdagang di Johor kawasan Selat Malaka, Palembang, Banjarmasin, daerah Pasir.
Di daerah Pasir Syarif Abdurrahman menikah dengam Ratu Syahranum Putri Kerajaan Banjar (1768 M - 1184 H) kemudian Syarif Abdurrahman mendapat gelar Pangeran Syarif Abdurrahman Nur Alam ( Yang maksudnya Pangeran yang menerangi Cahaya Alam)
Beliau jaga meneruskan perjalanan ke Balik Papan serta mengeliligi wilayah Kaltim, dan sempat singgah menemui adik kandungnya : Pangeran Indra Giri Syarif Ahmad yang menikah dengan Putri Ajie Meter, : selanjutnya beliau meneruskan berlayar hingga ke Papua terus menyeberangi Samudra laut Jawa ke Surabaya.
Dari Surabaya beliau mendapat kabar Abahnya Syarif Husein yang sakit kemudian beliau pulang, seminggu setelah tiba di Galah Herang Mempawah
Syarif Husein Alkadri Jamalullail
wafat pada hari Rabu,
3 Dzulhijjah 1184 H -
19 Marc 1763 M
setelah Sholat Juhur,
Beliau berpulang Kerahmatullah dalam usia 64 tahun
Sebelum meninggal dunia Syarif Husein pada ba'da Zhuhur 14.00 (02.00 Siang) sempat berwasiat agar penggantinya nanti sebagai Mufthi Mempawah Syeich Ali bin Fagih Al - Fhatani., Ulama asal Daerah Fatani Thailand.
Maka setelah Syarif Husein wafat, di lantiklah beliau sebagai Mufthi Mempawah dengan Gelar ""Maharaja Imam Mempawah''
Kemashuran lain dari Syarif Husein., Sultan Palembang juga pernah mengirim utusan Sayid Alwi bin Muhammad Syihab dengan dua perahu besar menjemput Syarif Husein., tetapi beliau dengan rendah hati dan menolaknya karena sudah sakit - sakitan dan juga sudah tua., sehingga kondisi beliau tidak mampu untuk perjalanan jauh.
8 tahun kemudian, ....
PERJALANAN PANGERAN NUR ALAM
SYARIF ABDURRAHMAN MEMBUKA HUTAN : 1771 M
Setelah Syarif Husein meninggal dunia, sesuai wasiat abahanya, maka Syarif Abdurrahman memulai perjalanannya kembali untuk membuka lahan tempat tinggal dengan tujuan membuka Kerajaan Kesultanan sendiri untuk selanjutnya di beri nama Kesultanan Qadriyah Pontianak.
Syarif Abdurrahman memulai perjalanannya setelah meninggal Abahnya Syarif Husein., bertepatan tanggal 9 Rajab., Syarif Abdurrahman beserta keluarganya berangkat dari mempawah untuk mencari tempat tinggal yang baru.,
Rombongan berangkat dengan mengunakan 7 kapal perahu beserta anak buah beliau yang di ambil dari keluarga sebelah umi nya "Nyai Tua" Berkebangsaan etnis Daya dari Kesultanan Matan., serta dari pasukan istana Kesultanan Amantubilah untuk melayani rombongan keperluan Istri Syarif Abdurrahman Utin Tjindramidi
Sementara istri - istri yang lain belum beliau ijinkan untuk ikut rombongan., dengan alasan karena medan pelayaran yang sulit dan masih mencari tempat tinggal yang tepat.,
Di antara adik - adik beliau yang ikut , dari 6 saudara, hanya 2 ikut bersama :
1. Syarif Alwi (yang untuk selanjutnya di sebut tuan bujang karena tidak menikah).,
2, Syarif Abu Bakar., ( untuk selanjutnya menjadi Panglima Laksamana I ) keturunan ini menyebar hampir ke seluruh Nusantara, Asia Tenggara, dll.
Sementara saudara
ke 3. Syarif Ali saat itu sudah merantau di negeri seberang (Malaysia) ,keturunan ini masih dicari, sedangkan saudara
ke 4. Syarif Ahmad merantau ke pulau Jawa ( dikenal dengan Pangeran Jaya Indragiri Tuan Umat ), kelak menikah di Kalsel dengan putri : Aji awang meter, keturunan ini maih dicari, dan saudara lelaki
ke 5. Syarif Muhammad juga Sudah merantau di negeri seberang Malaysia (untuk selanjutnya di kenal sebagai Tuan Minta) keturunan ini masih dicari ,
RUTE PELAYARAN
Dalam pelayaran itu, Utin Tjindramidi istri Syarif Abdurrahman termasuk istri yang agak comel, maksudnya suka komentar jika melihat sesuatu,
Padahal saat mau berangkat Sabtu ba, da dhuhur 9 Rajab.,
Sudah di pesankan kepada seluruh keluarga dan awak yang belum pernah berlayar., dipesankan :"apapun yang di lihat di laut tidak boleh di tegur dan cukup di pandang saja walaupun kelihatan nya aneh., karena di laut banyak tipuan mahkluk halus yang dapat mencelakakan orang - orang yang berlayar saat itu,"
MELEWATI MUARA SUNGAI PINYUH
Ketika melintasi sebuah muara, Utin melihat sebuah penyuh yang amat besar menujuh muara pantai sehingga dia berteriak :
" coba lihat ada penyuh putih dan besar !" dan saat itu juga, tiba - tiba terjadi angin kencang dan perahu sempat menjatuhkan jangkar untuk bertahan.
Syarif Abdurrahman hanya mengelengkan kepala saja sembari berkata mungkin ini suatu pertanda akan menjadi kampung Penyuh yang ramai ( sekarang Sungai Pinyuh, 50 km dari kota Pontianak ).,
Setelah ribut dan badai reda, mereka melanjutkan perjalanan kembali......
MASUK SUNGAI PENITI
Ketika melewati muara laut antara daerah Peniraman dan Sungai Burung rombongan Pangeran Nur Alam Syarif Abdurrahman di cegat kawanan Perompak akan tetapi mereka dapat di kalahkan oleh Pengawal Pangeran Nur Alam Syarif Abdurrahmandan mendapat harta rampasan perompak tersebut,
Menurut keterangan perompak tersebut adalah kawanan Siantan yang pernah melakukan fitnah terhadap salah satu nahkoda Ahmad yang berkeliaran di laut hingga sampai di laut Matan
Kemudian menjelang sore mereka bergerak mulai masuk daerah muara sungai rencana untuk beristirahat tepatnya malam tanggal 10 Rajab,
Tetapi mereka sekali lagi di hadang oleh mahkluk halus yang menyerupai Genderuwo penjaga muara, tetapi atas ijin Allah hanya berbekal bawang merah kemudian di bakar kulit nya, Pangeran Nur Alam berhasil mengusir jin yang berbentuk Genderuwo tersebut,
Rombongan ini membawa perempuan selain Utin juga ada anak perempuan yang ikut, karena jenis mahluk laut ini memang sangat senang dengan perempuan sehingga agak kuwalahan menghadapi mahluk tersebut,
(Sekarang di sebut muara Kuala Peniti)
Setelah masuk sungai melawati pinggiran hutan bakau yang rindang sehingga ranting dan daunnya menyentuh kepala perahu
Melihat keindahan dan rindangnya hutan Bakau, Utin Tjindramidi keluar ingin melihat pemandangan sore, tetapi tiba tiba kepalanya yang memakai Mahkota Putri, salah satu Penitinya tersangkut ranting sehingga terjatuh, kemudian Utin berteriak ""Peniti - Peniti" Putri terjatuh !"
Karena Sungai sangat dalam sehingga Putri Utin mengihklaskan PENITI nya terjatuh.
Pangeran Nur Alam Syarif Abdurrahman berkata :, “biarkan saja, dan berkata barang siapa yang pertama kali membangun daerah ini nantinya akan di namakan ""PENITI""
(Peniti itu terjatuh di perkirakan dekat Jembatan Dua saat ini simpang masuk Segedong, yang dulunya belum ada jembatan dan masih di penuhi hutan bakau yang rindang dan indah di pandang mata)
SAMPAI DI SEGEDONG , SUNGAI LOHOR, KELAPA TINGGI
Sekitar jam 09.00., pagi, Ahad 10 Rajab ;
Rombongan meneruskan perjalanan., dan tepat jam 11.30 siang rombongan tiba di ""SEmpang tiGE " pertengahan hulu sungai. ternyata rombongan di cegat lagi kawanan perompak Siantan yang sama., mereka ingin merebut kembali harta rampasan yang di simpan kuhsus di dalam BanDONG., akan tetapi lagi mereka dapat di kalahkan oleh Pengawal Pangeran Nur Alam Syarif Abdurrahman .
Peristiwa SEmpang tiGE hulu sungaj di sebut Pangeran Nur Alam Syarif Abdurrahman Alkadri dengan nama "Peristiwa SEmpang tiGE banDONG" lalu di singkat oleh beliau ""Peristiwa SEGEDONG" karena nama tersebut terus di sebut - sebut oleh penduduk yang bermukim di sana ahkirnya terkenal dengan kampong SEGEDONG (saat ini sudah menjadi Kecamatan segedong).
Kemudian rombongan untuk selanjutnya ingin beristirahat di suatu tempat yang aman untuk menunaikan Sholat Lohor di pemukiman yang sudah ada penghuninya tetapi hanya ada 3 rumah., peristiwa Sholat Lohor (Dzuhur) untuk mengenang ke datangan Pangeran Nur Alam oleh penghuni setempat di berilah nama ""Sungai LOHOR""
Untuk menghindarkan hal - hal yang tidak di inginkan, untuk sementara waktu Kapal Bandung yang berisikan berbagai barang beharga disembunyikan, di bawalah perahu tersebut masuk ke dalam menjelang sore., ketika dalam perlayaran Utin melihat sebatang kelapa yang menjulang tinggi buahnya hanya tersisa 3 buah yang sudah tua., kemudian Utin berseru: "" KELAPA TINGGi - KELAPA TINGGI, !"
Hingga saat ini nama kampung Kelapa Tinggi ada di hulu Segedong, di sinilah Syarif Abdurahman menyembunyikan Bandung itu.
Untuk selanjutnya rombongan membangun PENDOPO PERISTIRAHATAN.
Saat itu hanya ada 2 rumah Penduduk yang telah bermukim di daerah tersebut, beliau menginap lagi di malam tanggal 11 Rajab., di pendopo yang di buat oleh Pengawal dan anak buahnya
4 Tempat Wilayah Segedong Pemberian Syarif Abdurrahman adalah :
1. Peniti
2. Segedong
3. Sungai Lohor
4. Kelapa Tinggi dan
5. Sungai Pinyuh
Nama tersebut hingga saat ini masih ada dan berkembang dengan Pesat
Dalam babad Maktab NANGQ 1857, di jelaskan juga
Bahwa tempat menyimpan bandong yang terdapat berbagai macam harta dan perhiasan Emas tersebut di kenal oleh masyarakat sebagai Lubuk Bandong kemudian agar tidak terlihat di ambilah Tali Pundong ke arah hulu, Yang kemudia juga di kenal saat ini sebagai Sungai Pundong
Saat keluar dari kuala Segedong, Pangeran Nur Alam sempat menginap kembali di rumah se orang warga yang tinggal di antara perbatasan Parit Bugis dan Sungai burung hilir yang pada saat itu juga nama 2 kampung ini masih belum ada di rumah Usman Bin Umar., rombongan ini mendapat jamuan yang istimewa dari beliau
Pagi harinya mereka meneruskan pelayaran menuju Sungai hilir Kapuas dan Siantan
TIBA DI SIMPANG TIGA KAPUAS LANDAK
Ke esokan pagi tanggal 11 Rajab, beliau berpamitan dengan 2 keluarga besar rumah dan menghadiakan pendopo tersebut kepada 2 rumah warga tersebut serta meletakan salah satu Mahkota Pangeran Nur Alam., untuk sebagai Tanda Bahwa, Pangeran Nur Alam Syarif Abdurrahman pernah berkunjung ke daerah tersebut
Syarif Abdurrahman melanjutkan pelayaranya mengelilingi Sungai Kapuas untuk mencari tempat tinggal yang tepat, sempat bentrok kembalj dengan Perompak Siantan, tetapi dengan mudah mereka dapat di kalahkan
Tepat pagi Kamis 14 Rajab 1185 H - 1771 M.,
Rombongan Syarif Abdurrahman mendarat di sebuah DELTA pertemuan antara 2 Sungai Besar., Kapuas Besar dan Landak Kecil
Selanjutnya rombongan beliau dari tanggal 14 sd 30 Rajab ; selama16 hari,
Syarif Abdurrahman membangun barak - barak sementara, sebelum, beliau menentukan tempat yang aman di Jadikan Keraton., tetapi setelah malam menjelang mereka di ganggu oleh mahluk halus yang bernama........
Mahluk halus tersebut tidak lain adalah kuntilanak (hantu Pontianak)
Sehingga Utin dan anak - anaknya ketakutan.,
Untuk mengusir mereka terpaksa di tembakan meriam tanpa peluru sebanyak 3 kali dan di tengah malam di tembakan lagi 1 kali meriam tanpa peluru., barulah mereka tidur dengan tenang
Pada tanggal 1 Sya'ban pagi sekitar jam 07.00.,
Pangeran Nur Alam Syarif Abdurrahman., memerintahkan untuk menembakan meriam dengan peluru sebanyak 3 kali., untuk memasang tiang pancang., tembakan pertama kali jatuh di pertengahan antar muara yang di jadikan tiang pancang bendera., tembakan ke dua jatuh di belakang tiang pancang yang pertama yang di bangun Istanah dan tembekan yang ke tiga jatuh di tepi muara yang di jadikan Surau kemudian berubah di jadikan Masjid Istanah
Akan tetapi yang di bangun secara permanen oleh Pangeran Nur Alam Syarif Abdurrahman adalah Surau terlebih dahulu kemudian berubah menjadi (Masjid Jami Sultan Syarif Abdurrahman Al - Kadri ketika di lantik menjadi Sultan Pertama Pontianak)
Pada saat pembangunan Surau, Syarif Abdurrahman di bulan Sya'ban (7 Sya,'ban) dengan pengawal dan pekerjanya kembali ke Mempawah dengan armadanya untuk mengangkut tiang pancang dan sambungan serta tiang pancang untuk bendera dan bangunan Surau dan Istana,
Ketika sampai di mempawah beliau di sambut Sultan Gusti Djamiril dan bertanya:
“Sudahkah Kanda mendapatkan tempat yang di jadikan negeri baru ?”
Syarif Abdurrahman., menjawab:” sudah dan diberi nama Negeri Pontianak (Kuntilanak., Hantu Pontianak)”
Kemudian Syarif Abdurrahman memesan beberapa buah kapal untuk Armada angkutan tiang pancang dan sambungan nya., karena armada yang di bawa tidak mencukupi
Setelah semua pembangunan selesai.,
Maka yang di perkuat adalah armada perang., di lakukan selama 6 tahun (1185 H - 1771 M sd 1191 H - 1777 M)., merintas Kesultanan dengan menambah armada angkatan laut sebanyak: 70 Kapal perang/Perahu perang
Dalam bulan Muharam Pangeran Nur Alam melakukan strategi perang di bantu Kerajaan Kesultanan Riau (1192 H - 1778 M)
Pangeran Nur Alam Syarif Abdurrahman Alqadri dengan di bantu Kerajaan Riau dengan membawa 70 armada dari Pontianak dan di tambah 20 armada dari Kerajaan Riau menyerang Kerajaan Tayan dan Sanggau.,
Kerajaan Sanggau di taklukan.
Adapun penyerangan tersebut adalah sebagai Syarat untuk mendirikan suatu Kerajaan Kesultanan agar dapat di ketahui peta kekuatan Kerajaan Kesultanan yang akan didirikan.
PENTABALAN SYARIF ABDURRAHMAN MENJADI SULTAN PONTIANAK
Pada Hari Senin 18 Sya'ban 1192 H - 1778 M.,
Dengan di prakarsai dan dihadiri Kerajaan Sultan Riau, Mempawah, Matan, Landak Ngabang, Simpang, Sukadana. Maka Sultan Riau YAM Tuan Muda Riau Lingga, Raja Haji Fisabillillah, Menobatkan Syarif Abdurrahman Sebagai Sultan Pontianak pertama
Dengan Gelar:
" Duli Yang Mulia Yang Dipertuan Agung Sultan Syarif Abdurrahman Al-Kadri ". Negara Kerajaan ber Kesultanan dan ber Ketuhanan dengan syariat Islam ini bernama, : Kesultanan Kadriah Pontianak.
Dalam babat Maktab NANGQ 1857
Acara penobatan Kesultanan di lakukan selama tujuh Hari 7 Malam dengan memberikan makan gratis hingga sore hari. Sedang di Malam hari melayani tamu tamu Kerajaan yang datang Dari berbagai negeri
Di hari yang ke 5, Sultan mengadakan pengangkatan perdana menteri Dan penasehat Kesultanan., beliau juga mengangkat adiknya :
Syarif Abu Bakar Al - Kadri sebagai Panglima Laksamana I bin Habeb Husein
Beliau ini menikahi 10 wanita, dan mempunyai keturunan 30 anak.
Karena Syarif Abubakar ini, memang sudah berjuang dari awal bersama beliau dalam pelayaran dan perdagangan di berbagai negeri serta biasa berhadapan dengan bajak laut , perompak dan sangat paham ketika berada di lautan
Selain Itu beliau juga mengangkat anak beliau yang Masih muda belia
Pangeran Syarif Abu Bakar bin Sultan Abdurrahman AlKadri sebagai Panglime Laksamana Muda II untuk wilayah Tibet
Setelah pelantikan Panglima Laksamana Muda II dinikahkan dengan Fatimah kemudian dengan 3 perahu layar mereka berangkat ke Cina Di Tibet . Beliau ini dimakamkan di Wuhan Tibet , mempunyai keturunan 7 anak, semua hidup disana, tak satupun yang kembali ke Nusantara.
Kemudian beliau, Sultan Abdurrahman Al Kadri meresmikan Masjid., menjadi Masjid Jami Kesultanan Syarif Abdurrahman Al-kadri
Beliau juga meresmikan Keraton
Menjadi Keraton Kesultanan Kadriah Pontianak
Dan meresmikan Batu Layang sebagai Makam Keluarga Kesultanan
Selain Itu beliau juga memberikan nama Perkampungan Bugis Karena saat Itu suke Bugis terbanyak yang menjadi perdagang, pelaut dan perlayaran
Di Hari yang ke 7 beliau berangkat ke Mempawah, menziarahi maqam Abah nya Syed Husein, kemudian mengganti Batu Nisan dengan nama : Habib Husein Bin Ahmad Al - Kadri Jamalulail. Yang sebelumnya tertulis Syed Husein Bin Ahmad Jamalulai
Dengan demikian
Nama kampung yang di beri Sultan Abdurrahman Al - Kadri adalah ,:
1. Pinyuh
2. Peniti
3. Segedong
4. Sungai Lohor
5. Lubuk Bandong
6. kelapa Tinggi
7. Sungai Pundong
8. Pontianak
9. Kampong Bugis dan
10. Batu Layang
( Baca selengkapnya disini >> :
Biografi Tuan Abu Panglima Laksamana I )
PELAYARAN MUHIBAH KE BEBERAPA NEGARA :
Setelah selesai rangkaian acara penobatan 7 hari 7 Malam.,
Sultan Abdurrahman Al-Kadrie., langsung mempersiapkan diri untuk memulai melakukan pelayaran dan perdagangan termasuk memenuhi nazarnya yang Masih Kurang 11 Anak dari yang beliau rencanakan
KE NEGERI BELANDA
Pada sekitar 1778 M,
Beliau dengan 17 Kapal perahu menuju Denhaag Belanda atas undangan Panglima angkatan laut belanda Residen Rembang Willem Adrian Palm mewakili VOC.,
( Inilah awal penyebab masuknya Belanda dan melemahnya Kesultanan serta perang saudara sendiri "Devide Ad Ampera", politik Pecah belah dan Kuasai, yang di mainkan Belanda di Seluruh Nusantara )
Sesampainya di Denhaag beliau di terlebih dahulu menunaikan nazarnya dan menikahini seorang wanita Belanda bernama :
Lia Van Heden binti Van Heden Werjawei
Dari hasil pernikahanya dengan mualaf Lia memiliki satu anak :
1. Pangeran Mas Mangku Tunggal Syarif Van Derdhen Werjawei Al - Kadri
Tidak di ketahui hingga sekarang apakah keturunan nya berlangsung atau tidak
Dari belanda ini Sultan banyak menerima Hadiah yang kemudian di jadikan Barang koleksi kesultanan Pontianak
Menurut catatan diantaranya Kaca pecah seribu (a'la hu'alam bisawaf (Hanya Allah yang Maha Tau)., meja makan Kuno berukuran besar., beberapa Pakaian untuk Kesultanan, tetapi Barang - Barang tersebut tidak beliau bawa dengan Alasan akan ke Tibet Menemui Anak beliau.,
sehingga dititipkan ke rumah istrinya sekaligus memberikan 1 peti emas Sebagai mahar perkawinan. Mungkin barang ini yang kemudian dikirimkan dari Belanda ke Pontianak pada zaman Sultan Usman atau Sultan berikutnya.
KE NEGERI CHINA
Kemudian Sultan berangkat menuju Tibet negeri Cina.,
Di Tibet, beliau mengikat perjanjian dagang dengan Khubulai Khan, seorang Cina yang berdarah Sayid, ( bukan Kubilai Khan raja Mongol yang hidup di abad ke 13 ) beliiau sempat beberapa malam tinggal di Tibet di rumah anak beliau :
Panglima Laksamana Muda II Syarif Abu Bakar Al - Kadri
Atas saran Khubulai Khan, akhirnya Sultan menikah lagi dengan seorang gadis tiongwa Cina di Tibet, bernama :
Sunglifah binti Sungliwa Siangshung, Istri yang ke 61 dengan Mahar 1 peti Emas
Dari pernikahanya dengan Sunglifah memiliki satu anak :
1.Pangeran Syah Adikarya Syarif Muhammad Phanglain Siangshung AlKadri
Saudagar Khubulai Khan juga banyak memberikan Hadiah ke pada Sultan berupa tempayan yang bertuliskan naga dan beberapa samurai untuk berperang. termasuk pinggan - pinggan antik lainnya sebagai tanda persahabatan dan perdagangan
Dari Tibet beliau pulang dengan membawab armada laut 20 kapal karena barang dagangan yang Penuh serta hadiah - hadiah yang di berikan setiap tempat beliau berkunjung
Setelah 6 bulan berdagang dan berlayar., dan kemudian pulang, akan tetapi se sampai di Pontianak, beliau hanya membongkar barang dan beristirahat selama 1 minggu di istana nya,
KE IRIAN JAYA PAPUA
Kemudian bersiap - Siap lagi melakukan pelayaran ke negeri Timur Papua.,
Setelah semua perlengkapan cukup Sultan Abdurrahman berangkat kembali menuju negeri timur dengan membawa 17 armada kapal perdagangan., tujuan utama beliau adalah untuk berdagang dan menjalin silaturahmi serta kerja sama dalam perniagaan dan perdagangan,
beliau berangkat di perkirakan awal bulan Syafar 1193
Langsung menuju laut jawa kemudian memasuki kepulauan Sulawesi dalam menawarkan barang perniagaanya sekaligus mengadakan perjanjian perniagaan yang saling menguntungkan
Kesempatan itu beliau juga gunakan untuk memnuhi najarnya sehingga menikah kembali dengan gadis Ulu Sulawesi bernama Hafijah binti Abu Bakar Usman Jamalulail istri yang ke 64 yang maseh cicit Habeb Husein Al-Kadri Jamalulai yang beliau nikahi waktu berada di Ulu Sulawesi kemudian memiliki 2 anak :
Hafijah binti Abu Bakar Usman Jamalulail , melahirkan 2 anak :
64. 1. Pangeran Negara Adikusuma Syarif Khasem Ahmad anak yang ke 96 dan
64.2. Pangeran Syah Adikarya Syarif Usman Ahmad anak yang ke 97
Yang masing2 memiliki anak 3., di antara anak tersebut juga ada yang bernama Abu bakar Al - Kadri (Makam Ulu Sulawesi menurut (menurut Maktab NANGQ 1857) keturunan ini maseh berlangsung hingga sekarang tetapi menutupi diri)
Mahar pernikahanya juga 1 peti emas dengan maksud untuk merawat dan membesarkan anak2 Sultan., sebab Sultan akan melanjutkan perniagaan ke negeri Papua.,
Ketika berada di Papua tepatnya di (Manokwari sekarang) beliau juga melanjutkan najarnya dengan menikahi Salmah binti Abu Bakar istri yang 67., dengan mahar 1 peti emas., dan memiliki anak 4
Salmah binti Abu Bakar melahirkan 4 anak :
67.1. Usman anak yang ke 100 (bukan Sultan Usman),
67.2.Jafar anak yang ke 101
dan usman juga ada memiliki anak yang Bernama abu bakar yang melahirkan keturunan yang banyak di manokwari dan adik beliau yang bernama Jafar anak yang ke 101 yang menetap di Brunai Darussalam yang keturunannya juga berlangsung hingga sekarang, (sedangkan jika ada keturunan lain dari Sultan Abdurrahman kebanyakan mereka perantau dari beberapa negeri ke papua termasuk perantau dari Pontianak)
sedangkan usman Al - Kadri merupakan penduduk asli dari Papua yang ibunya asli Papua Rantau)
Sekalipun Sultan Abdurrahman seorang Sultan beliau selalu menjunjung tinggi adad setempat., sebab itulah kehadiran sultan di beberapa negeri tidak pernah menimbulkan pergolakan atau permusuhan., selain beliau darmawan suka memberi tanpa memandang suku dan agama.,
sehingga setiap tempat yang beliau singgahi selalu ada memiliki istri dengan mudah., sebab selain tubuh beliau yang tinggi dan kekar serta memiliki hidung yang mancung., juga memiliki rambut yang panjang hingga mendekati pinggul Jika beliau uraikan.,
Sultan dengan rambut panjangnya suka di ikat kepang 2., biasa juga beliau kuncir 2 lalu di kepang 2 untuk menyangga mahkota yang di pakai sehingga mahkotanya melekat di kepang
Beliau dalam ke sehariannya bahkan hampir tidak pernah memakai pakaian jubah seperti sultan - sultan lain., sehingga jika dalam perniagaan dan pelayaran hanya memakai pakaian sederhana dan kepang rambut., terkecuali jika sudah sampai ke tempat tujuan barulah mahkota beliau gunakan
Sehingga tidaklah heran najar beliau mudah di penuhi., karena bukan beliau yang mengejar perempuan., tetapi perempuanlah yang mengejar beliau., selain sebagai Sultan juga Hartawan.,
Lantas benarkah beliau banyak memiliki hutang sebagaimana yang telah beredar. (ikuti sajak jejak - jejak sejarah kehidupan beliau)
Setelah 6 bulan Sultan mengitari negeri bagian timur., dari Kalteng, Kalsel, Kaltim juga menyempatkan diri silaturahmi dengan adik beliau Ahmad., Sulawesi., NTT, NTB dan betkali - kali beliau ke Papua setiap melakukan pelayaran dan perrniagaan sehingga melahirkan 4 orang anak kecil sebagai penutup najar beliiau., barulah Sultan pulang berlayar kembali ke Pontianak.
KEDATANGAN RESIDEN BELANDA : 29 Juni 1779 M (1193 H)
Setelah hampir 1 bulan berada di Pontianak.,
Utusan VOC Panglima angkatan laut belanda Residen Rembang Wiliam Adrian Palm tiba di Pontianak. Kedatangan ini juga membawa hadiah - hadiah yang di titipkan ke rumah istri Sultan Lia Van Heden binti Van Heden Werjawei di bawa oleh Wiliam Adrian Palm., karena istrinya tau bahwa Wiliam Adrian Palm akan bertemu Sultan Abdurrahman suaminya,
(Pertemuan ini merupakan Pertemuan yang membuat awal dari melemahnya Kesultanan., termasuk Kesultanan yang ada di seluruh Nusantara karena belanda menerapkan politik Devide ad ampera., pecah belah kemudian di jajah secara pelan - pelan).
Residen Rentenir Rembang Willem Adrian Palm tiba di pontianak., di perkirakan pada tanggal 29 Juni 1779 M (1193 H)., kemudian Willem Adrian menyerahkan hadiah - hadiah tersebut., yang di kira oleh Keluarga Kesultanan saat itu., hadiah dari Willem sehingga menjadi isu yang berkembang hingga di luar Kesultanan ( Rakyat saat itu juga mendengar isu seperti itu) .,
Untuk yang pertama kali menginjakan kakinya di Pontianak., maka di langsungkanlah kontrak yang pertama antara VOC dengan Kesultanan Pontianak, Sanggau terjadi pada tanggal 5 Juli 1779 M (1193 H)., Sejak saat itu Kesultanan Pontianak, Sanggau dan Tayan berada di bawah kekuasaan VOC.,
PANGLIMA LAKSAMANA PERTAMA, IZIN PENSIUN : 1779 M
Mendengar adanya kontrak perjanjian tersebut., setelah Panglima Laksamana I Syarif Abu Bakar bin Habeb Husein meminta untuk melihat isi Kontrak tersebut., setelah beliau baca dengan teliti dan di pahami nya., maka beliau memohon ke pada Sultan untuk tinggal dan membuka lahan di seberang Kapuas
(Sekarang sudah menjadi jalan Sidas Kecil lalu berubah jalan Sidas Grand Mahkota Hotel., hingga maqam beliau pun di tempatkan di Gg, Mariana 1 dan 2., dimana 2 gang ini tembus ke Gang Merak 1 yang terdapat maqam beliau)
Beliau membuka sebuah perkampungan sendiri dengan tujuan untuk menyendiri dan keluar dari kesibukan ke Sultanan (tidak di jelaskanya sebab tersebut kepada Sultan saat itu )., hanya yang di sampaikanya kepada abang kandungnya,:
" Ulun ingin istirahat dan konsentrasi untuk menyebarkan agama islam di seluruh pelosok negeri.",
Permintaan itu., direstui dan dikabulkan oleh Sultan Abdurrahman,
Sejak itulah Panglima Laksamana I Tuan Abu, Syarif Abu bakar bin Habib Husein Al-Kadri Jamalulai., menjadi perantau dan pengembara untuk ber da"wah menyeberangi laut dan Samudra. Sepanjang hayatnya, beliau menikahi 10 wanita, dan mempunyai keturunan 30 anak. Nama lain yang dikenal " TUAN ABU "
Keturunan beliau tetap diberikan kehormatan jabatan Panglima Laksamana dan menggunakan gelar ini.
Nantinya cucu beliau :
Syarif Abubakar bin Abdullah Jamalullail Tumenggung Banten, bin Abubakar bin Sayyid Husein Mempawah, dilantik sebagai "Panglima Laksamana III", oleh Sultan Osman, 1819 M ( makamnya ditemukan di Martapura Kalimantan Selatan sekarang ) dan cucu dari Panglima Laksamana III, menjadi :
Panglima Laksamana IV, bernama : Syarif Abubakar bin Abdillah Alkadri, bin Abubakar III, bin Abdullah Tumenggung Banten. Dilantik pada tahun 1855 M, oleh Sultan Hamid.I, 1855 M di Pontianak. Makam Panglima Laksamana IV, ditemukan di Jeranjang Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Bersambung, ........
=============
BACA JUGA ;
1. KLIK ; KETURUNAN SULTAN ABDURRAHMAN
2. KLIK ; KETURUNAN HABIB HUSEIN MEMPAWAH
3.KLIK : KETURUNAN TUAN ABU, LAKSAMANA TUA
4.KLIK ; NAMA ABUBAKAR KETURUNAN INI