== www.panglimalaksamana.blogspot.com== * SAYYID ABUBAKAR Ibni SAYYID HUSEIN TUAN BESAR MEMPAWAH,1735 - 1814 M * Bergelar : Panglima Laksamana Adiwijaya Wira Lesmana Mangku Negara, Harimau Waqqar, Singa Lautan, Tuan ABU *
Pada masa nya,Beliau membangun TAMADDUN MELAYU Dengan perahu layar, memperkaya khazanah Pemikiran, dan Peradaban Nusantara. Membuka cakrawala kesadaran diri masyarakat menuju pencerahan, melintasi sekat dan fanatisme,: Agama, Mazhab, Bangsa, dan Suku, di SEGERAM NATUNA
Korban Kebiadaban Jepang di Istana Kadriah : Bagian.I.
Jumat 19 Desember 1941 pukul 11 siang
Kota Pontianak dibombardir Nippon Taikoku
dikenal dengan " Bom Kapal Terbang Sembilan"
By : SAY Qadrie :
Pustaka Istana Kadriah
"Hilang lenyapnya satu generasi terbaik bangsa Indonesia di Kalimantan Barat selama Perang Dunia II, menjadi penanda agar jangan sekali-kali melupakan dan meninggalkan sejarah.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang tahu dan mau menghargai jasa pejuang dan pahlawan bangsa mereka," pungkas Syafruddin.
Wawancara Kepada Kaum kerabat Istana Kadriah
Dilakukan penulis pada awal Juni 1977.,:
Oleh; H.A.Halim R. ( *Penulis salah satu wartawan senior di Kalbar )
Surat kabar Borneo Sinbun yang diterbitkan Pemerintah Bala
Tentara Jepang pada 1 Sitigatu 2604 (1 Juli 1944) diberitakan, telah
dilakukan hukuman mati pada 28 Rokugatu (28 Juni 1944) terhadap sejumlah tokoh
dan warga Kalbar. Mereka dituduh hendak memberontak, melawan Pemerintah Jepang
dan mendirikan Negara Borneo Barat yang merdeka.”
TERCANTUM48 nama korban di situ, yang sesungguhnya
adalah raja-raja di Kalbar, cerdik cendekia, tokoh-tokoh politik, pengusaha,
baik lelaki maupun wanita, dari berbagai etnik dan agama.
Di
antara mereka tercantumlah nama Syarief Muhammad Alqadrie (74 th) yang bukan
lain adalah Sultan Pontianak.
Bagaimana peristiwa
penangkapan Sultan Muhammad tatkala itu, kita ikuti kisahyang
dibeberkan oleh Ratu Perbu Wijaya(kini: almh) danRatu Anom Bendahara(kini: almh).Keduanya putri Sultan Muhammad
Alqadrie.
####, - Wawancara dilakukan
penulis pada awal Juni 1977.,:
Ratu
Perbu WijayadanRatu Anom
Bendahara saksi hidup peristiwa yang sangat mengerikan itu. Saat kejadian beliau berusia sekitar 33 th
dan 30 tahun ketika Jepang masuk dan menduduki Kalbar pada tahun 1942. Dimana kemudian terjadinya Tragedy Mandor Berdarah.
Vide
o Mandor Be
Ratu Perbu WijayadanRatu Anom Bendaharaberusia sekitar 33 th dan 30 tahun ketika Jepang masuk dan menduduki Kalbar pada tahun 1942.
Adapun jumlah putra-putri
Sultan Muhammad
seluruhnya 10 orang,
yaitu:
1.Syarief Hamid Alqadrie,
2.Syarifah Maryam Alqadrie glr (gelar)
Ratu Laksamana Negara,
3.Syarifah Hadijah Alqadrie glr Ratu Perbu Wijaya,
4.Syarifah Fatimah Alqadrie glr Ratu Anom Bendahara,
5.Syarifah Safiah Alqadrie glr
Ratu Cikre,
6.Syarifah Maimunah Alqadrie glr Ratu Kusuma,
7.Syarif Usman Alqadrie
glr Pangeran Adipati,
8.Syarief Mahmud Alqadri glr Pangeran Agung,
9.Syarief Abdul
Muthalib Alqadrie glr Pangeran Muda,
4.Syarief Ibrahim Alqadrie (Suami: Syarifah Safiah),
5.Syarief
Umar Alqadrie (suami: Syarifah Maimunah).
Mereka yang meregang nyawa di tebas samurai Jepang
Dari Kanan ke Kiri , Tampak Depan:
yang tinggi itu Syarif Ibrahim Pangeran Cikra dan Ratu Cikrakesuma
Disebelahnye : Syarif Umar Muthahar Pangeran Amar dan Ratu Kesumayudha
berikutnya : Syarif Yusuf Pangeran Perbu dan Ratu Perbuwijaya
Terakhir Syarif Usman Pangeran Anom dan Ratu Anom Bendahara
Mereka merupakan anak menantu Sultan Syarif Muhammad Alkadrie
Pada penangkapan
tanggal 24 Januari 1944,
Sultan Muhammad telah diambil bersama seluruh anak
laki-lakinya, kecuali Syarif Hamid ( Kemudian dikenal sebagai Sultan Hamid.II ) Juga semua menantunya, kecuali Syarief
Ibrahim. Ditambah lagi dengan sejumlah keluarga dekat, baik yang bertempat
tinggal di dalam lingkungan tembok Istana Qadriyah, maupun yang tinggal di luar
tembok istana.
PKKAJ (Persatuan Keluarga Korban Agresi Jepang) Kalbar mencatat ada 60 korban yang berasal dari keluarga Istana Qadriyah Pontianak.
Selanjutnya,
inilah penuturan Ratu Perbu Wijaya dan Ratu Anom Bendahara:
Pada subuh 24 Januari
1944, sekitar jam 03.00
tiba-tiba saja suasana yang mencekam dan mencemaskan terjadi di dalam
lingkungan tembok Istana Qadriyah, Kampung Dalam – Pontianak. Diperkirakan tidak kurang dari 15 lusin
tentara Jepang telah mengadakan stelling. Mereka berpencar di seluruh rumah
yang didiami keluarga Alqadrie dengan senapan berbayonet terhunus.
Dari celah-celah lantai rumah yang bertiang
tinggi, kelihatan bayonet diacung-acungkan. Kemudian setelah itu, pintu-pintu
rumah digedor. Beberapa orang kempeitai masuk, membawa lampu senter. Di
tangannya tergenggam sebuah daftar “les hitam” berikut foto dari calon-calon
korban. Seluruh penghuni rumah dikumpulkan, dipilih mana yang termasuk ke dalam
daftar tersebut.
Bala tentara Dai Nippon,
dengan bangga bahkan tersenyum
sambil menentengsalah satu kepala korban,
diantara mayat bergelimpangan, Sadis !!
Muka para calon korban ditutup dengan sembarang
apa yang bisa. Apakah itu taplak meja, atau karung atau gorden. Tangan diikat
ke belakang.
Di antara penghuni Istana Qadriyah ada yang
bermaksud untuk meloloskan diri lewat pintu belakang. Tapi ternyata di sana pun
telah berjaga-jaga tentara Jepang.
Sultan
Muhammad Alqadrieyang pada ketika itu
baru saja selesai makan sehabis salat, diberitahu tentang apa yang sedang
terjadi. Namun Sultan tampak tenang-tenang saja, bahkan berkata, :
”Tidak
apa-apa, Jepang sedang mencari orang-orangnya…….. ”
Mungkin sesungguhnya
kalimat itu masih akan berlanjut, tetapi keburu muncul tentara Jepang yang
langsung menangkapnya. Semula Sultan akan diperlakukan juga seperti
korban-korban lainnya, yaitu mata ditutup dan tangan diikat ke belakang. Tapi Sultan
Muhammad menolak, dan dengan berwibawa
berkata, ”Saya tidak akan lari!”
Di rumah yang lain, di
samping istana, Ratu Anom Bendahara sempat menerima pukulan-pukulan senter di
kepalanya karena menentang perlakuan Jepang terhadap suami dan keluarganya yang
lain.
Di rumah-rumah keluarga Alqadrie itu, Jepang
bukan hanya telah mengambil manusia, tapi juga barang-barang perhiasan
berharga. Untuk maksud itu mereka telah mengobrak-abrik seluruh isi rumah. Dari
tingkat dua Istana Qadriyah tampak barang-barang perhiasan seperti emas, intan
dan berlian diturunkan dengan menggunakan tali.
Tumpukan tulang belulang akibat keganasan Jepang
Termasuk di situ alat-alat
senjata yang bertatahkan berlian, bahkan dua buah mahkota emas tulen. (Apa yang
masih terlihat pada masa kini, hanyalah duplikat yang terbuat dari perak
bersepuh emas – pen.). Orang-orang yang
berhasil diambil dari rumahnya masing-masing itu dikumpulkan dekat tiang
bendera, di halaman istana. Pada dada mereka disematkan secarik kertas atau
kain sebagai tanda. Kemudian orang-orang itu diseberangkan dengan motor air
yang dikenal dengan sebutan “motor sungkup”.
Hingga sore hari Istana Qadriyah masih
diblokir oleh tentara Jepang. Selain mencari orang-orang yang belum ditemukan,
juga mencari barang-barang berharga. Untuk mencari yang disebut terkahir ini,
kiranya cukup memakan waktu.
Salah seorang putra
Sultan Muhammad yang berhasil meloloskan diri adalah Syarif
Abdul Muthalib glr Pangeran muda. Ketika penangkapan berlangsung, ia berhasil mengelabui tentara
Jepang.
Karena tak berhasil
menemukannya, Jepang membuat janji bohong. Jika Pangeran Muda menyerahkan diri,
maka Sultan Muhammad akan dipulangkan. Atas desakan saudara-saudara
perempuannya yang menginginkan Sultan segera dikembalikan, pun atas kehendak
sendiri akhirnya Pangeran Muda menyerahkan diri.“Selamat tinggal……,” kiranya itulah kalimat perpisahan dan menjadi
kalimat terakhir yang terdengar dari mulut Pangeran Muda.
Sungguh
memilukan. Selesai penangkapan
itu, tanggal 7 Maret 1944 kembali Jepang menangkap lagi seorang keluarga Qadriyah yaitu Syarifah Maimunah glr Ratu Kusuma. Berikutnya Syarief Ibrahim Alkadri, menantu Sultan Muhammad. Namun yang terakhir ini dipulangkan setelah
ditahan selama sebulan.
Untuk memastikan korban benar - benar mati, tentara Dai Nippon
menusukan sangkur nya ke tubuh korban
Belum puas dengan apa yang telah diperolehnya,
selama lebih kurang 6 bulan setelah penangkapan, tentara Jepang selalu saja
datang ke istana. Mereka datang seolah-olah membawa pesan dari warga Istana
Qadriyah yang telah ditahan, minta kirimkan ini dan itu. Apa boleh buat, pesan
itu terpaksa dipenuhi.
Pesan
yang benardari sekian banyak
pesan, mungkin hanyalah permintaan Sultan Muhammad, agar dikirimkan sebuah kelambu kasa, permadani, kipas
dan tasbih. Dan kedatangan
tentara-tentara Jepang itu, seakan mau berbaik-baik. Mereka menghibur dengan
kata-kata, ”Jangan susah, anak-istri, Nippon jaga baik-baik…..”
Terhadap anak kecil, mereka sangat baik. Suka
menggendong dan mengajak bermain-main. Oleh kalangan istana, hal seperti itu
diduga sebagai ingin mengetahui rahasia dari mulut anak-anak yang polos.
Kekejaman Kampetai Jepang
tawanan dihabisi dengan cara
ditusuk jantungnya dengan bayonet
Pada waktu itu Jepang juga mengeluarkan
pengumuman, agar semua barang berharga seperti emas, intan, berlian, diserahkan
kepada pemerintah Jepang.
Disebutkan bahwa barang-barang itu sangat
diperlukan untuk membuat bom atom guna menghancurkan kekuatan orang Eropa. Tak
ketinggalan, disebarkan pula isu, bahwa Nippon memiliki peralatan untuk
mengetahui barang-barang yang disembunyikan.
Sampai pun dikatakan, bahwa di
segenap pojok dan tiang Istana Qadriyah, Jepang telah memasang alat-alat untuk
menangkap pembicaraan penghuninya! Sehingga perasaan duka yang dirasakan oleh
keluarga Alqadrie semakin bertambah berat dengan rasa was-was dan khawatir
selalu. Belum lagi, di mana para ratu diharuskan bekerja kasar seperti
mencangkul kebun di seberang, yaitu di kawasan Sungai Bangkong.
Korban dieksekusi ala Dai Nippon,
dengan cara ditembak mati pada bagian kepala
Terpaksa para
ratu mengenakan caping lebar untuk menahan sengatan matahari. Pun mengenakan
sepatu yang terbuat dari karet mentah (rubber sheet). Mana lagi keadaan negeri
bak “padang tekukur”. Beli apa-apa harus antre dan menggunakan kupon. Kalau
beras habis, terpaksa makan lempeng sagu. Kalau pun ingin makan mie, terpaksa
harus membuat sendiri dari cendawan hutan.
Tanggal 1 Juli 1944, berita yang dilansir oleh suratkabar Borneo
Sinbun, membuat kalangan keluarga Istana Qadriyah menjadi gempar! Berita
tersebut sampai juga ke istana, kendati ada pula usaha untuk menutup-nutupinya.
Tak dapat dikatakan, betapa kedukaan telah menyelubungi seluruh
keluarga Alqadrie. Sampai-sampai tak dimiliki lagi air mata untuk diteteskan. Kering dalam kehampaan rasa. Setelah kekuasaan Jepang
di Indonesia runtuh pada tahun 1945, Ratu Perbu Wijaya, Ratu
Anom Bendahara bersama keluarga korban lainnya, datang ke Mandor untuk menyaksikan tempat di mana
Jepang telah melakukan pembantaian.
Yang datang ke sana bukan hanya keluarga
Istana Qadriyah, tapi juga masyarakat lainnya. Kepergian ke Mandor diantar oleh
anggota tentara sekutu, bersama beberapa orang Jepang yang diborgol sebagai
penunjuk jalan.
Monumen Makam Juang Mandor Kalbar
Diperkirakan ditempat ini puluhan ribu jasad meregang nyawa
dibawah tebasan samurai Jepang
Apa yang ditemui, tak lain tulang-belulang yang sudah
terpisah-pisah, berserakan di sana-sini. Tak dapat lagi dikenal identitasnya.
Betapa luluh hati menyaksikan pemandangan serupa itu, tak kuasa kata-kata
mengungkapkannya.
Sedangkan jenazah Sultan Muhammad Alqadrie ditemukan pada tahun 1945 , setelah hampir 2 tahun dijemput tentara Jepang, itu juga atas
petunjuk seorang hukuman yang ikut menyiapkan tempat penguburannya. Tempat
penguburan Sultan Muhammad itu lokasinya berada di belakang Kompleks Susteran,
kini Jalan Arif Rahman Hakim – Pontianak.
Waktu
digali, tampak mayat masih dalam keadaan utuh, terbungkus kelambu kasa dan
permadani. Di tangannya masih terlilit tasbih, sedang di bahu kirinya terletak
gigi palsu. Kipas yang biasa dipakai Sultan, juga ditemukan dalam gulungan
kelambu kasa.
Waktu dikeluarkan dari bungkusan kelambu kasa
dan permadani, tampak sebelah tangannya tertekuk ke atas. Kemudian mayat tersebut
dibawa ke RSU Sungai Jawi Pontianak, diperiksa oleh dr. Soedarso. Selanjutnya,
setelah itu, lalu dibawa pulang ke Istana Qadriyah.
Ketika dimandikan kulit terkelupas, tampak
daging tubuh masih memerah segar. Tidak ditemukan bagian-bagian tubuh yang
cacat, seperti terpotong ataupun patah. Pun tak ditemukan bekas penganiayaan
seperti bekas pukulan ataupun tembakan. Kuku jari tangan dan kaki masih
lengkap.
Ini bukan foto Sultan Abdurrahman
Ini adalah foto
Syarif Yusuf gelar Pangeran Perbu menantu Sultan Muhammad,
dan Ratu Perbu Umi nye Om Simon
Slamet Yousoef Alkadri ( Allahyarham )
Apakah
penyebab beliau wafat?
Adakah
beliau wafat karena sakit? Hasil
visum dari RSU Sungai Jawi – Pontianak tidak pernah diungkapkan,sehingga penyebab wafatnya Sultan Muhammad pun
menjadi sebuah misteri. Menurut dugaan
kalangan Istana Qadriyah, kemungkinan almarhum belum lama meninggal. Kendati
ditangkap sudah lebih kurang setahun. Akhirnya, dengan upacara kebesaran, jenazah
almarhum Sultan Syarief Muhammad Alqadrie dimakamkan di Pemakaman Raja-Raja
Pontianak, di Batu Layang.
Mengenai mayat korban lain yang berasal dari
Istana Qadriyah, tetap tidak ditemukan. Apakah berada di Mandor ataukah di
tempat lain, tidak diketahui dengan jelas…… ***
Alfatehah buat arwah mereka semua,.....
*Penulis
salah satu wartawan senior di Kalbar.
Catatan Kaki :
* an Redaksi:
Ratu Perbu Wijaya tersebutlah yang memberikan TITAH PENOBATAN pada Syarief Abubakar Alqadrie gelar Pangeran Mas Perdana Agung sebagai Sultan Pontianak pada tgl. 22 Dzulkaedah 1424 Hijriah, bersamaan dengan 15 Januari 2004 Miladiyah, dan dilantik sebagai Sultan Pontianak ke. VIII. Berdasarkah silsilah dan Penetapan Departemen Agama Republik Indonesia cq. Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah di Pontianak, No.118/1978 tgl.11 Juli 1978.
Korban pembantaian Nippon
Hi!Pontianak - Setiap 28 Juni, masyarakat Kalimantan Barat memperingati Hari Berkabung Daerah. Peringatan tersebut untuk mengenang perjuangan rakyat Kalbar yang dibantai oleh Nippon Teikoku Kaigun atau Tentara Angkatan Laut Jepang.
Peristiwa Mandor atau yang dikenal juga dengan istilah insiden Pontianak ini adalah peristiwa pembantaian massal yang menurut catatan sejarah terjadi pada tanggal 28 Juni 1944. Peristiwa Mandor sendiri sering dikenang dengan istilah Tragedi Mandor Berdarah, yaitu terjadinya pembantaian massal tanpa batas etnis dan ras oleh tentara Jepang.
Sejarawan Kalimantan Barat, Syafaruddin Usman, mengungkapkan malapetaka bagi Kalimantan Barat terjadi saat Perang Dunia II. Kota Pontianak dibombardir Nippon Taikoku Jumat 19 Desember 1941 pukul 11 siang.
"Sasaran utama memporak-porandakan KMK Pontianak, namun salah arah. Maka luluh lantaklah bangunan dan berjatuhan korban siswa HCS Kampung Bali (Jalan Sisingamangaraja sekarang). Setelah Pontianak luluh lantak dan mengakibatkan ribuan korban jiwa tewas, selanjutnya diduduki sepenuhnya Februari 1942 dan tindak asusila dan amoral dari bala tentara fasis militer Jepang pun tak terbendung," kata Syafruddin, Minggu (28/6).
Pada masa itu bala tentara fasis militer Jepang memperlakukan kaum wanita usia muda dengan tindak amoral dan asusila, terutama kaum perempuan dari masyarakat Tionghoa, khususnya di Pontianak, Singkawang dan Pemangkat. Kebejatan mereka menjadikan maksiat di mana-mana.
Menolak Lupa, Mandor Berdarah
Akibat penderitaan dan kesengsaraan yang menimpa lahir dan batin takyat Kalimantan Barat, permulaan tahun 1943 diplopori Ketua Komisariat Parindra Karesidenan Kalimantan Barat RPM Dzoebier Notosoedjono, dibentuk dan diresmikan organisasi kooperatif Nissinkwai.
Organisasi ini lahir dan anti fasis Jepang, dalam praktiknya berpura-pura bekerjasama dengan Dai Nippon Jepang. Nissinkwai serupa dengan Gerakan 3A dan Putera di Jawa.
Namun kemudian, kaki tangan Jepang melaporkan maksud yang dikandung keberadaan Nissinkwai ini. Maka, Oktober 1943, Sultan Pontianak beserta keluarga besarnya ditangkap, menyusul penangkapan berikutnya dan seterusnya secara kejam dan mengerikan.
Kekejaman, kebengisan dan kesadisan bala tentara Jepang di Kalimantan Barat dikenal dengan sebutan Penyungkupan. Calon korban yang diciduk militer Jepang, tangan diikat kebelakang dan wajah ditutup dengan sembarang penutup disebut sungkup.
Tak ada pengecualian dalam penangkapan dan pembantaian secara sadis oleh militer Jepang, mulai dari kaum terpelajar dan kaum politisi lintas suku, agama, ras dan etnis. Mereka disungkup kemudian dipenggal dengan samurai ataupun ditembak secara membabi buta. Maka, di masa itu, Kalbar telah kehilangan satu generasi terbaiknya.
"Selanjutnya calon korban digiring ke suatu tempat yang saat itu tak diketahui pasti. Di sanalah kemudian calon korban dieksekusi secara sadis, dipenggal kepala ataukah ditembak mati. Belakangan kemudian, tahun 1946, ditemukan pusat pembantaian terbesar berada di Kopiang Mandor," ungkap Syafruddin.
Syafaruddin menuturkan, hingga saat ini belum bisa dipastikan berapa banyak korban pembunuhan yang dilakukan selama militer Jepang menduduki Kalimantan Barat. Dalam catatan Syafruddin, ada banyak versi menyebut korban sebanyak 21.037 jiwa.
"Namun angka ini sangat tidak bisa diyakini, tak ada data autentik untuk jumlah korban. Namun yang pasti, Kalbar telah kehilangan satu generasi terbaiknya," jelas Syafruddin.
Makam Juang Mandor kini menjadi area pemakaman para pejuang Kalimantan Barat yang melawan pendudukan Jepang. Makam Juang Mandor menjadi saksi bisu atas terjadinya tragedi Mandor Berdarah.
Peristiwa penting dan bersejarah tersebut sudah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2007 tentang Peristiwa Mandor pada 28 Juni, sebagai Hari Berkabung Daerah Provinsi Kalimantan Barat. Setiap instansi diwajibkan untuk menaikkan bendera setengah tiang.
"Hilang lenyapnya satu generasi terbaik bangsa Indonesia di Kalimantan Barat selama Perang Dunia II, menjadi penanda agar jangan sekali-kali melupakan dan meninggalkan sejarah. Bangsa yang besar adalah bangsa yang tahu dan mau menghargai jada pejuang dan pahlawan bangsa mereka," pungkas Syafruddin.
Catatan Kaki :
* an
Redaksi:
Ratu
Perbu Wijaya tersebutlah yang memberikan TITAH PENOBATAN pada Syarief Abubakar
Alqadrie gelar Pangeran Mas Perdana Agung sebagai Sultan Pontianak pada tgl. 22
Dzulkaedah 1424 Hijriah, bersamaan dengan 15 Januari 2004 Miladiyah, dan dilantik sebagai Sultan Pontianak ke. VIII. Berdasarkah silsilah dan Penetapan Departemen Agama Republik Indonesia cq.
Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah di Pontianak, No.118/1978 tgl.11 Juli
1978.
Sultan Pontianak ke VIII. sebagai penerus Kesultanan Pontianak, dilantik pada tgl. 22 Dzulkaedah 1424 Hijriah, bersamaan dengan 15 Januari 2004 Miladiyah,
Kesultanan ini mengalami kekosongan Sultan selama 25 tahun sejak wafatnya Sultan Hamid.II. pada tahun 1978.