Seputar Tahta Istana Kadriah
Reportase
Realitas sejarah panjang tahta Istana Kadriah sebagaimana diuraikan pada edisi ke-3 kemarin, masih ada pandangan lain yang sama-sama laik untuk dikaji sebagaimana pendapat di bawah ini.
Kelompok yang menulis dan menyatakan masa pemerintahan Sultan Hamid II dengan 2 versi yaitu,
(1) dari 1945-1950 dan (2) dari tanggal 29 Oktober 1945-30 Maret 1978,
Yang perlu kita kaji bersama adalah Bahwa telah sama diketahui pelantikan Sultan Hamid II sebagai Sultan VII berlangsung tanggal 29 Oktober 1945 dan beliau meninggal tanggal 30 Maret 1978.
Sementara itu, tanggal 5 April 1950 adalah pemberhentian beliau sebagai Wakil Kepala Swapraja Pontianak melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor Pem.66/25/6 tanggal 2 September 1952 yang baru diterima oleh Sultan Hamid II tanggal 2 Januari 1953.
Dalam hal ini perlu menjadi koreksi, walaupun kedudukan Sultan Hamid II dicopot sebagai Wakil Kepala Swapraja Pontianak, namun tidak menghilangkan statusnya sebagai Sultan Kerajaan Pontianak. Terbukti dari tahun 1950 ini, tidak ada yang menggantikannya sebagai Sultan hingga wafatnya pada 30 Maret 1978.
Kelompok yang mengemukakan setelah Sultan Hamid II wafat, siapakah yang menjadi Sultan berikutnya? Syarif Abubakar bin Mahmud Alqadri atau Syarif Toto bin Thaha Alqadri? Terhadap kondisi ini dapat dipaparkan antara lain:
Bahwa sejak Sultan Hamid II mangkat tanggal 30 Maret 1978, tidak ada pelantikan dan penobatan Sultan di Kerajaan Pontianak sehingga terjadi kekosongan dan kondisi ini banyak menimbulkan hiruk pikuk.
Akibatnya muncul berbagai nama yang ingin menjadi Sultan.
Memperhatikan kondisi tersebut, maka Bambang Mulyadi Alhinduan, Syarif Hadi Lukman Alqadri dan Syarif Shaleh Thoha Assegaf, menulis di
Harian Akcaya Pontianak, terbitan Sabtu, 5 Juli 1997/
30 Shafar 1418 H, halaman 2 dengan judul :
“SIAPA PEWARIS TAHTA KESULTANAN PONTIANAK“.
Pada tulisan tersebut disampaikan pernyataan Syarif Hamid (Yep Hamid) bin Husin (gelar Pangeran Pati) bin Sultan Syarif Hamid Alqadri.
Yep Hamid saat itu satu-satunya sepupu sekali Sultan Syarif Muhammad Alqadri yang masih hidup. Beliau mengemukakan bahwa yang berhak menjadi Sultan Pontianak sebagai pengganti Sultan Hamid II ada tiga orang yaitu :
(1) Syarif Yusuf Alqadri (anak Syarif Usman Alqadri bergelar Pangeran Adipati),
(2) Syarif Abubakar Alqadri, anak dari Syarif Mahmud (bergelar Pangeran Agung), dan
(3) Syarif Abdullah Alqadri (Boy Syarif) anak dari Syarif Abdul Muthalib Alqadri bergelar Pangeran Muda.
Setelah tulisan pada Harian Akcaya itu diterbitkan, tidak ada tanggapan, sanggahan ataupun respon dari keluarga/kerabat Kesultanan Pontianak sampai dengan dilantiknya Syarif Abubakar bin Mahmud Alqadri, dinobatkan sebagai Sultan Pontianak tanggal 15 Januari 2004.
Dasar lain yang menguatkan sehingga Syarif Abubakar bin Mahmud Alqadri dikukuhkan menjadi sultan menggantikan Sultan Hamid II adalah:
Surat Keputusan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah Pontianak
Nomor :154/1971, Selasa, 10 Zulkaidah 1391 H/28 Desember 1971 yang memutuskan bahwa Syarif Abubakar Alqadri merupakan salah seorang waris dari Syarif Mahmud Alqadri, (bergelar Pangeran Agung) yang mana Pangeran Agung ini sebagai salah seorang anak dari Sultan Syarif Muhammad Alqadri.
Surat Ketetapan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah Pontianak, Nomor : 118/1978 tanggal 11 Juli 1978 yang menetapkan bahwa Syarif Abubakar merupakan waris dari Sultan Hamid II bin Sultan Muhammad Alqadri, disebabkan Syarif Abubakar Alqadri merupakan keponakan dari Sultan Hamid II.
Dimana Sultan Hamid II adalah saudara abahnya/ayahnya yang bernama Syarif Mahmud sebagaimana tersebut diatas.
Titah Penobatan dari Syarifah Chadijah Alkadrie binti Sulthan Syarif Muhammad Alkadrie, gelar Ratu Perbu Wijaya pada tanggal 22 Dzulkaedah 1424 H/15 Januari 2004, dimana Ratu Perbu Wijaya menyatakan, :
Memberikan Titah Penobatan Putra saudara kandung saya Almarhum Syarif Machmud Alkadrie bin Sulthan Muhammad Alkadrie, gelar Pangeran Mas Perdana Agung, bernama : Syarif Abubakar Alkadri, gelar Pangeran Mas Perdana Agung sebagai Sulthan Pontianak.
Titah ini dibubuhi tanda tangan oleh saksi-saksi:
(1) Ketua Forum Keraton Nusantara: Kanjeng Pangeran Haryo Kusumodiningrat,
(2) Pangeran Ratu H. Winata Kusuma, Sulthan Istana Kerajaan Alwatzikoebillah Sambas,
(3) Pangeran Ratu Ir. Mardan Adijaya Kusuma Ibrahim,M.Sc, PhD, Kerajaan Amantubillah Mempawah.
Untuk diketahui Ratu Perbu Wijaya adalah anak Sultan Syarif Muhammad Alqadri dari istrinya yang bernama Encik Haji Aminah.
Surat Kesepakatan Bertiga dari cucu Sultan Syarif Muhammad Alqadri melalui garis anak-anaknya yang lelaki yaitu :
(1) Syarif Yusuf bin Usman (Pangeran Adipati) bin Sultan Syarif Muhammad Alqadri,
(2) Syarif Abubakar bin Mahmud (Pangeran Agung) bin Sultan Syarif Muhammad Alqadri,
(3) Syarif Abdullah (Boy Syarif) bin Abdul Muthalib (Pangeran Muda) bin Sultan Syarif Muhammad Alqadri,
Mereka bertiga menyatakan sebagai Ahli Waris Kesultanan Pontianak menetapkan : "Syarif Abubakar Alkadri bin Syarif Mahmud Alkadri bin Syarif Muhammad Alkadri sebagai Sultan Pontianak masa bakti 3 tahun (tahun 2002 – 2005)"
Masa bakti berikutnya akan ditentukan berdasarkan kesepakatan bertiga pada waktunya.
Bahwa segala sesuatu Keputusan Sultan yang akan diambil merupakan keputusan mutlak Sultan yang ditetapkan.
Kesepakatan ini dibuat di Pontianak, tanggal 10 Desember 2002.
Untuk diketahui bahwa :
Syarif Abdullah bin Abdul Muthalib Alqadri, wafat 23 September 2003,
sedangkan Syarif Yusuf bin Usman bin Sultan Muhammad Alqadri wafat tanggal 19 Oktober 2005.
Dengan wafatnya kedua ahli waris tersebut yaitu Syarif Yusuf Alqadri dan Syarif Abdullah (Boy Syarif) Alqadri, maka otomatis Syarif Abubakar bin Mahmud Alqadri yang berhak meneruskan jabatan kesultanan ini hingga sekarang.
Bahwa pada saat pelantikan Sultan Syarif Abubakar bin Mahmud Alqadri sebagai Sultan Pontianak tanggal 15 Januari 2004, Syarif Toto bin Thaha Alqadri adalah panitia penyelenggara acara tersebut dan memberikan sambutan atas nama kerabat Kraton Kadriah.
Demikian ulasan atau analisis ini disampaikan, dengan harapan dapat menjadi evaluasi, renungan bagi semua pihak dan tidak dijadikan polemik. Dan dalam bersikap seyogyanya kembali kepada nilai-nilai Islami.
Semoga Istana Kadriah Kesultanan Pontianak tetap tegak berjayahingga akhir zaman, dan Sultan dapat mengayomi keluarga serta masyarakat Pontianak.
Pontianak, 13 Desember 2014
Dedi Kusnadi (Lembaga Pemerhati Kraton Indonesia)