Setelah sembahyang Jum’at, Pangeran Abdurrahman Al-Qadrie berangkat bersama seluruh keluarganya menuju ke pemukiman baru yang belum mereka ketahui dalam satu konvoi besar yang terdiri dari 2 kapal besar , dan 14 kapal kecil beserta dengan awak kapalnya lengkap dengan peralatan tidur, makanan, minuman untuk dua bulan.
Termasuk Panembahan Adijaya -- putera Opu Daeng Menambon yang kelak diangkat sebagai Panembahan Mempawah -- dan saudara laki-laki nya -- Syarif Ahmad, Syarif Abubakar, Syarif Ali, dan Syarif Muhammad, dan Syarif Alwi, ikut dalam rombongan itu. Mereka meninggalkan Mempawah mencari pusat pemukiman baru, dan Syarif Abdurrahman ditunjuk sebagai kepala rombongan besar itu
#,23 Oktober 1771 M : Pada subuh hari Rabu tanggal 14 Rajab 1185H bertepatan dengan 23 Oktober 1771 M rombongan Pangeran Syarif Abdurrahman Al-Qadrie memasuki kawasan perairan di pertemuan Sungai Kapuas dan Sungai Landak . Pada sekitar jam , 08.00 pagi, rombongan mendarat di persimpangan tiga Sungai kapuas Kecil, Sungai Landak dan Sungai Kapuas Besar itu. Mereka memulai merimba hutan di kawasan yang sekarang dikenal sebagai Mesjid Jami Sultan Abdurrahman Pontianak.
#, Sejarah Pendiri Kesultanan Kadriah dan Kota Pontianak, :
Sejarah Pendiri Kesultanan Kadriah dan Kota Pontianak
Setelah Dua tahun Sayyid Hussein berada di Kerajaan Mempawah, puteranya, Syarif Abdurrahman Al-Qadrie, yang berumur 18 tahun, dinikahkan dengan Utin Candramidi, puteri Opu Daeng Manambon dengan Puteri Kusumba. Perkawinan ini tidak saja memperkuat kedudukan Sayyid Hussein yang diperlukan oleh rakyat dan Kerajaan Mempawah.
Itu juga mempererat hubungan tiga kerajaan yaitu Matan,: ( karena ibu Abdurrahman, Nyai Tua, berasal dari Matan, demikian juga istri kedua Habib Husein, Nyai Tengah), : Mempawah dan Luwuk di Sulawesi Selatan, karena Utin Cadramidi adalah puteri Opu Daeng Menambon yang berasal dari Kerajaan Luwuk.
Perkawinan ini juga dianggap sebagai permulaan yang baik bagi dorongan politik terhadap kelanjutan cita-cita Habib Hussein untuk menemukan pemukiman baru bagi keluarganya dan bagi penyebaran Islam yang diharapkannya dapat direalisasikan oleh putera tertuanya itu.
Setelah perkawinannya dengan Utin Candramidi, Abdurrahman bergelar Pangeran Syarif Abdurrahman Al-Qadrie. Di dalam tubuh Abdurrahman mengalir darah ayahnya (sebagai keturunan Arab, ia memanggil Habib Hussein sebagai Aba) sebagai pedagang, perantau, pelayar dan ulama penyebar ajaran Islam, ia juga tidak menyimpang dari apa yang telah dilakukan ayahnya.
Abdurrahman muda tumbuh menjadi pedagang muda. Jiwa pedagang dan semangat maritimnya semakin berkembang. Pada tahun 1759 Syarif Abdurrahman mengadakan pelayaran ke beberapa tempat seperti ke Pulau Tambelan, Siantan dan Negeri Siak, ketika ia berumur sekitar 20 tahunan, dan pada tahun 1765 ke Kerajaan Palembang dan Banjarmasin, ketika ia berumur kurang dari 26 tahun.
Di Palembang Sultan kerajaan ini -- yang telah mengenal baik ayah dan mertuanya -- memberinya hadiah berupa sebuah perahu, 100 pikul timah dan uang 2.000 ringgit.
Pemberian ini merupakan modal awal yang mendorongnya menjadi pedagang, pelayar dan pengelana labih jauh lagi. Setelah ia berada lagi di Mempawah sekitar dua tahun, modal awal tersebut ditingkatkannya lagi berupa penambahan sebuah perahu dan barang modal lainnya.
Pada tahun 1767 Syarif Abdurrahman Al-Qadrie meninggalkan Mempawah menuju Kerajaan Banjarmasin dan Paser -- sekarang lebih dikenal dengan Kabupaten Paser dengan ibukotanya Tanah Gerogot -- yang masing-masing terletak di kawasan selatan dan pantai timur Pulau Kalimantan.
Kerajaan Banjarmasin adalah kota perdagangan yang sudah lama maju dan lebih berkembang dibanding dengan kota dan kerajaan lainnya di kawasan Kalimantan. Kota kerajaan ini telah menjadi pusat pengembangan Islam di kawasan sekitarnya. Kerajaan Paser belum begitu berkembang, tetapi memiliki potensi besar dalam hal penyediaan sumberdaya alam, termasuk perkebunan, dan dinamika penduduknya dalam hal religiositas.
Istana Kadriah Kesultanan Pontianak
Karena letak geografisnya tidak begitu jauh dari Banjarmasin pada mana pengaruh sosial budaya kerajaan ini sangat besar terhadap Kerajaan Paser, maka sampai sekarang Islam berkembang pesat hampir di seluruh kawasan Paser, termasuk di kawasan pedalamannya, dan budaya Banjar, termasuk bahasanya, berpengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat di situ.
Abdurrahman memperdagangkan rempah-rempah, lada, kain-kain sutera, lenen, dan hasil perkebunan lainnya di sana, dan ia juga berkenalan dengan para pedagang Inggeris, Perancis, Portugis, Belanda dan Cina yang sangat memerlukan barang-barang tersebut untuk dipertukarkan dengan produksi negara mereka.
Masyarakat Barat, menurut Wallerstein (1997), memerlukan sumberdaya alam (SDA) dan kerajinan lainnya yang tidak mereka miliki, dan mereka berkompetisi dalam memperolehnya untuk mempertahan status mereka agar tidak terlempar menjadi masyarakat pinggiran (peripheral societies). Kalau saja pemenuhan kebutuhan akan bahan-bahan hasil bumi tersebut diselenggarakan melalui perdagangan yang adil (fair trade), tidak melalui cara-cara kolonialistis dan imperialistis, maka sudah lama Dunia Timur sama majunya dengan Dunia Barat.
Dari keuntungan yang diperolehnya dari perdagangan tersebut, Syarif Abdurrahman dapat menambah armada perdagangannya berupa sebuah kapal layar besar yang dinamainya Tiang Sambung dilengkapi dengan meriam gurnada, lila dan pamuras (Rahman, 2000:52-53).
Dengan armada, peralatan dan barang modal yang semakin bertambah dari hari kehari, ia telah memenuhi keinginannya baik untuk menjadi pedagang dan pelayar ulung, maupun untuk memenuhi ambisinya membangun tempat pemukiman tetap yang strategis dalam segala hal yang ia dan ayahnya telah lama dambakan untuk anak, cucu, para pengikut setianya dan keturunan mereka.
Dengan pemukiman itu mereka tidak hanya menjadi qadhi, imam besar dan pemuka agama, tetapi menjadi pemimpim yang mengayomi umat dan bagi kemaslahatan rakyat dan keturunan mereka.
Untuk memenuhi cita-cita nya tidak ada jalan lain ia harus memiliki armada dan peralatan yang lengkap, serta didukung oleh awak kapal yang cukup dari segi jumlah, kualitas dan kesetiaan, serta nakhoda yang memiliki keahlian dan keberanian. Beruntung, ia telah memiliki sebagian besar dari keperluan itu, dalam pelayarannya ia selalu bersama armada dan peralatan yang relatif lengkap serta didampingi oleh sejumlah awak dan Nakhoda yang bernama Daud yang setia (Rahman, 2000:52-53).
Setahun berada di Banjarmasin, pada tahun 1768 Abdurrahman Al-Qadrie menikahi puteri Raja Banjar bernama:- Syarifah Anum atau Ratu Syahranum atau, Utin Kasmiri, Ratu Banjar,- dan memperoleh gelar Pangeran Syarif Abdurrahman Nur Alam.
Perkawinan ini, selain merupakan sekedar keinginan pribadi yaitu untuk mengembangkan tali kekeluargaan antara keluarga kerajaan Banjar dengan kerajaan Mempawah, juga dianggap sebagai perkawinan politik untuk memperkuat aliansi paling tidak antara tiga kerajaan di Kalimantan: Mempawah, Matan dan Banjar.
Aliansi ini berdampak positif bagi dukungan terhadap Abdurrahman dan armadanya untuk menciptakan keamanan pelayaran dan perdagangan kapal-kapal dagang sipil Inggeris, Perancis, Cina dan pedagang Islam lainnya dari perompak atau bajak laut yang mengganggu keamanan kawasan Selat Karimata, Selat Malaka dan Selat Makassar.
Perkawinan politik itu juga bermanfaat dalam mendukung obsesinya untuk mendirikan pemukiman tetap dan mengusir dominasi Barat yang ingin menguasai perdagangan di Nusantara ini.
Sekembalinya dari penjelajahan[8]nya beberapa kawasan disekitar Selat Karimata, Selat Malaka, Laut Natuna, Selat Bangka, Laut Jawa dan Selat Makasar, pada 11 Rabiul Akhir tahun 1185 atau pertengahan 1771, Habib Hussein dan Panembahan Opu Daeng Menambon telah meninggal dunia.
Wafatnya kedua orang yang sangat dihormati dan dibanggakannya itu telah menjadi salah satu pendorong kuat bagi Syarif Abdurraham untuk mencari tempat pemukiman baru tidak saja sebagai pusat perdagangan tetapi juga sebagai pusat pemerintahan dari kerajaan baru yang dipimpim oleh salah seorang dari empat orang saudara laki-lakinya.
Setelah bermusyawarah dengan keluarga besarnya, termasuk dengan Panembahan Adijaya -- putera Opu Daeng Menambon yang diangkat sebagai Panembahan Mempawah -- dan empat saudara laki-lakinya -- Syarif Ahmad, Syarif Abubakar, Syarif Alwie dan Syarif Muhammad, akhirnya mereka meninggalkan Mempawah mencari pusat pemukiman, dan Syarif Abdurrahman ditunjuk sebagai kepala rombongan besar itu.
Penunjukan dengan suara bulat kepada Abdurrahman disebabkan tidak hanya ia merupakan saudara laki-laki tertua dari keluarga atau dinasti Al-Qadrie tetapi juga ia memiliki pengetahuan, pengalaman dan wawasan yang luas dalam berbagai bidang kehidupan. Dengan persetujuan itu cita-cita ayahnya dan obsesinya sejak kecil serta persiapan matang yang dilakukan Abdurraman sejak lama, tampaknya akan terealisasikan.
Mesjid Sultan Abdurrahman : 2020.
Pada pukul 14.00 Jum’at, 9 Rajab tahun 1185 H atau 1771 M,
Setelah sembahyang Jum’at, Pangeran Abdurrahman Al-Qadrie berangkat bersama seluruh keluarganya menuju ke pemukiman baru yang belum mereka ketahui dalam satu konvoi besar yang terdiri dari 2 kapal besar dan 14 kapal kecil beserta dengan awak kapal nya lengkap dengan peralatan tidur, makanan, minuman untuk dua bulan.
Armada yang terdiri dari 16 buah kapal itu dilengkapi dengan persenjataan beberapa buah meriam, persenjataan konvensional lain nya, para pengikut setianya dan sejumlah awak kapal cukup banyak jumlah nya diantaranya terdiri dari orang-orang Benggali yang berasal dari kapal-kapal Perancis yang pernah dikalahkannya.
Armada besar ini dinakhodai oleh Juragan Daud pengikut setianya.
Setelah empat hari perjalanan sampailah rombongan Abdurrahman ke sebuah pulau kecil yang dinamai Batu Layang terletak 15 km dari muara Sungai Kapuas atau lima kilo meter dari kota Pontianak. Tempat itu kemudian menjadi tempat pemakaman resmi keluarga Kesultanan Qadriah sampai sekarang.
Dari tempat ini rombongan melanjutkan perjalanan sampai mendekati persimpangan tiga pertemuan Sungai Kapuas dan Sungai Landak. Di kawasan ini, berdasarkan mitologi atau dongeng tradisional Kalbar rombongan Pangeran Abdurrahman diganggu oleh dan berperang dengan “makhluk halus” khas Pontianak yang disebut “hantu kuntilanak.”[9]
Pada subuh hari Rabu tanggal 14 Rajab 1185 bertepatan dengan 23 Oktober 1771 rombongan Pangeran Syarif Abdurrahman Al-Qadrie memasuki kawasan perairan di pertemuan Sungai Kapuas dan Sungai Landak dan menembaki “hantu Kuntilanak” itu sampai hantu atau perompak itu melarikan diri.
Pada pukul 08.00 hari yang sama rombongan itu mendarat pada salah satu kawasan tepi Sungai Kapuas tidak jauh dari muara Sungai Landak. Mereka mulai menebang dan membersihkan pohon-pohon serta mendirikan surau yang sekarang menjadi Mesjid Jami’ Sultan Syarif Abdurrahman Al-Qadrie.
Kemudian Abdurrahman dan para pengikutnya mulai mempersiapkan tempat pemukiman yang letaknya menjorok ke darat sekitar 800 meter dari surau tersebut. Pemukiman itulah kemudian menjadi Istana Kesultanan Qadriah Pontianak.
Balairung Utama Istana Kadriah Pontianak
Mengapa Abdurrahman memutuskan untuk menjadikan kawasan tersebut sebagai kawasan kesultanannya??
Pertama, dari segi religiositas, sebagai seorang yang taat beragama ia telah meminta petunjuk dariNya dan yakin akan petunjuk itu, karena sebelum sampai ketempat itu ia telah sampai ke beberapa tempat, antara lain Segedong di Sungai Peniti -- berlokasi sekitar 20 km dari kota Pontianak, namun tempat itu tidak menjadi pilihannya.
Kedua, keputusan itu merupakan hasil musyawarah antara Syarif Abdurrahman dengan empat saudara laki-lakinya, : ( Syarif Muhammad, Syarif Ahmad, Syarif Abu Bakar, Syarif Alwi bin Habib Husein al-Qadri )isterinya, Nakhoda Daud dan beberapa pengikutnya.
Ini menunjukkan bahwa walaupun Abdurrahman telah dipercaya menjadi pemimpin dalam keluarga besarnya, namun ia masih menginginkan musyawarah. Kebiasaan semacam ini terus dipraktekkannya walaupu a telah menjadi sultan.
Ketiga, keputusan itu merupakan hasil dari pengetahuan maritim praktis yang diperolehnya selama bertahun-tahun menjelajah berbagai pulau, laut dan sungai sehingga ia menemukan pemukiman sebagaimana ia dambakan sebelumnya.
Keberhasilan Syarif Abdurrahman menemukan Kawasan pemukiman yang sangat strategis dalam geografis yang aman dari bencana alam seperti banjir, gempa bumi, tsunami dan angin taufan hingga sekarang, menurut Jimmy Ibrahim (1971:59), tidak terlepas dari latar belakang budaya dan pendidikan non formal ditambah dengan wawasan luas, pandangan strategis dan jiwa pionir yang dimilikinya.
Dengan masih tegak berdirinya istana Kesultanan Kadriah Pontianak hingga sekarang ini tidaklah berlebihan kalau Syarif Abdurrahman disebut sebagai seorang yang akhli Maritim dan akhli strategi.
#, -- Daftar nama - nama istri dan keturunan
putra -putri Sultan Abdurahman
dari 25 istri yang dinikahi :,--
Daftar nama - nama istri dan keturunan
putra -putri Sultan Abdurahman
dari 25 istri yang dinikahi
1. 1750 M ; Utin Chandramidi,
Gelar Ratu Sultan, wafat 1830 M,: --Istri pertama yang dinikahi, putri Opu Daeng Manambon,( Sayyid Syech Abubakar Al Adeni ) Raja Mempawah yang bergelar Pangeran Mas Surya Negara. Keturunan nya :
1.1. 1751 M lahir : Syarif Abdullah bin Sultan Abdurrahman
1.2. 1763 M lahir : Sultan ke II, Syarif Kasim bin Sultan Abdurrahman
1.3. Syarif Husein.I . bin Sultan Abdurrahman
1.4. Syarif Husein.II.bin Sultan Abdurrahman
1.5. Utin Syarifah Safiah binti Sultan Abdurrahman
1.6. Utin Syarifah Fatimah binti Sultan Abdurrahman
1.7. Utin Syarifah Aisha binti Sultan Abdurrahman
2.1783 M Menikahi : Nyai Kusuma Sari, gelar Ratu Sepuh, keturunan nya :
2.1. 1793 M Lahir : Sultan ke III, Syarif Usman ibni Sultan Abdurrahman
2.2. Syarifah Thalhah, binti Sultan Abdurrahman
2.3. Syarifah Aluyah binti Sultan Abdurrahman
2.4. Syarifah Zahra binti Sultan Abdurrahman
3. 1768 M Menikahi : Utin Kashmiri, Ratu Syarifah Anum, Syahharbanum,
Biasa disebut Ratu Banjar, Putri Sultan Tahmidullah.II, Raja Banjar, dan saudara perempuan Sultan Sepuh. Pangkat cucu Sultan Tamjidillah. Keturunan nya :
3.1. 1770 M lahir : Syarif Muhammad Alwi.I. , ( Gelar Pangeran Kachil, Beliau ini seumur hidup tidak pernah menikah, sehingga tidak ada keturunan ini )
3.2. 1775 M lahir : Utin Syarifah Salmah atau Salina, binti Sultan Abdurrahman
4.Nyai Milik, Ratu Anum, keturunan nya :
4.1.Syarifah Safiah binti Sultan Abdurrahman
4.2. Syarifah Norma binti Sultan Abdurrahman
5.Nyai Nyonyah, keturunan Tionghoa, memiliki anak :
5.1. Syarif Umar.I.ibni Sultan Abdurrahman.
5.2. Pangeran Syarif Husein, Pangeran mangku Negara, 1608 M, menjabat sebagai Panembahan Mempawah, dilantik oleh Sultan Pontianak, Sultan Syarif Usman saudara nya,
6.Nyai Tija, Khadijah.I, keturunan nya :
6.1. Syarif Jamalullail ibni Sultan Abdurrahman
6.2. Syarif Maqwi ibni Sultan Abdurrahman - ( wafat kecil )
6.3. Syarif Ibrahim Ibni Sultan Abdurrahman
6.4. Syarif Musa ibni Sultan Abdurrahman
6.5. Syarifah Zainah binti Sultan Abdurrahman
6.6. Syarifah Badriah binti Sultan Abdurrahman
7.Nyai Mas, keturunan nya :
7.1. Syarif Hamid ibni Sultan Abdurrahman
7.2. Syarif Saleh ibni Sultan Abdurrahman, memiliki putra bernama :
7.2.1. Abdulrahman bin Saleh, dan menikah dengan Syarifah Mastura, putri Sultan Usman.
7.3. Syarif Ismail ibni Sultan Abdurrahman
7.4. Syarifah Maimunah binti Sultan Abdurrahman
8.Nyai Sri Kandi, memiliki keturunan :
8.1. Syarifah Muzna binti Sultan Abdurrahman
8.2. Syarifah Zainah binti Sultan Abdurrahman
9. Nyai Ratna, keturunan nya :
9.1. Syarifah Maryam binti Sultan Abdurrahman
9.2. Syarifah Sidah binti Sultan Abdurrahman
10. Nyai Banavati, keturunan nya :
10.1. Pangeran Syarif Muhammad.I. ibni Sultan Abdurrahman
11. Nyai Mengampi, keturunan nya :
11.1. Syarif Muhammad.II. bin Sultan Abdurrahman
11.2. Syarif Alwi.II. bin Sultan Abdurrahman, dikenal sebagai Hakim
11.3. Syarif Hasan.I. bin Sultan Abdurrahman
11.4. Syarif Hasim bin Sultan Abdurrahman
11.5. Syarifah Mastura binti Sultan Abdurrahman
11.6.Syarifah Aminah binti Sultan Abdurrahman
11.7. Syarifah Salekha binti Sultan Abdurrahman
12. Nyai Prebu, atau Rabu, atau Ratu Rabu : Maqam di Banjar
( Nama lengkap : Syarifah Fatimah binti Sayyid Abdullah Tumenggung Banten, bin Sayyid Abu bakar I, bin Sayyid Husen Mempawah ), Saudaranya bernama : Sayyid Abubakar bin Sayyid Abdullah Jamalullail, kelak ditunjuk oleh Sultan Syarif Osman Alkadri, sebagai Panglima Laksamana III, Leaxa, ditempatkan di Banjar . Dilantik pada 1819 M, hingga wafat pada 1855 M di Martapura. Maqamnya di Martapura.
Keturunan Ratu Rabu Syarifah Fatimah :
12.1. Syarif Abdullah ibni Sultan Abdurrahman
12.2. Syarif Alwi Al Akbar ( Pangeran Tinggi ) maqam di Solo
KETURUNAN PANGERAN SYARIF ALWI BIN SULTAN ABDURRAHMAN,
Dari ibu Ratu Rabu, Syarifah Fatimah binti Sayyid Abdullah Tumenggung Banten, bin Sayyid Abubakar Panglima Laksamana I,
bin Sayyid Husein Tuan Besar Mempawah,
I. 1. Syarif Alwi Alqadri bin Sultan Abdurrahman Alkadrie , anak ke 92 Sultan, ( Ibunda Ratu Rabu Syarifah Fatimah binti Sayyid Abdullah Alakdri Jamalullail Tumenggung Banten bin Sayyid Abubakar Panglima Laksamana I, Makam Yogyakarta
Anak anak beliau, Syarif Alwi ini, : 7 orang, 3 Putra, dan 4 Putri
I.1. 1. Pangeran Khacil Syarif Abdullah Alqadri bin Syarif Alwi Alqadri
I.1. 2. Pangeran Ahmad Syarif Buggur Alqadri bin Syarif Alwi Alqadri
I.1. 3. Pangeran Syarif Ali Muhammad Alqadri, : bin Syarif Alwi Alqadri
Leluhur Mahrani bin Bahrudin, Martapura : dari Pangeran Syarif Ali Muhammad
Keturunan :
I.1.3. Pangeran Syarif Ali Muhammad Alqadri,
bin Pangeran Syarif Alwi ( Ibu Nyai RABU ) anak ke 92,
bin Sultan Abdurrahman, bin Sayyid Husein, :
I.1.3. 1. Syarif Ahmad , bin Syarif Ali Muhammad Alqadri
I.1.3. 2. Syarif Abdurrahman, bin Syarif Ali Muhammad Alqadri
I.1.3. 3. Syarif Hasan, bin Syarif Ali Muhammad Alqadri
I.1.3. 4. Syarif Ismail, bin Syarif Ali Muhammad Alqadri
I.1.3. 5. Syarif Abubakar, bin Syarif Ali Muhammad Alqadri
I.1.3. 6. Syarif Alwi , bin Syarif Ali Muhammad Alqadri
I.1.3. 7. Syarifah Muzainah, binti Syarif Ali Muhammad Alqadr
I.1.3. 8. Syarifah Halimah , binti Syarif Ali Muhammad Alqadri
I.1.3. 9. Syarifah Khadijah, binti Syarif Ali Muhammad Alqadri
I.1.3. 10. Syarifah Nur , binti Syarif Ali Muhammad Alqadri
I.1.3. 11. Syarif Usman, bin Syarif Ali Muhammad Alqadri
I.1.3. 12. Syarif Abdullah, bin Syarif Ali Muhammad Alqadri
I.1.3. 13. Syarif Ali Zainal Abidin, alias "Umar Aminuddin" ( makam Parang Tritis, Yogyakarta ), bin Syarif Ali Muhammad Alqadri, merupakan leluhur Syarif Mahrani bin Syarif Bahruddin Alkadri, Martapura Kalimantan Selatan
I.1.3. 14. Syarifah Rugayyah binti Syarif Ali Muhammad Alqadri
Tahtal Bahas Mahrani bin Bahruddin, Kalsel :
I.1.3. 2. Syarif Abdurrahman, bin Syarif Ali Muhammad Alqadri, bin Pangeran Syarif Alwi, bin
Sultan Abdurrahman, bin Sayyid Husein, memilki keturunan dintaranya :
I.1.3. 2. 1. Syarif Ismail, bin Syarif Abdurrahman
I.1.3. 2. 2. Syarif Ahmad, bin Syarif Abdurrahman
I.1.3. 2. 3. Syarif Muhammad, bin Syarif Abdurrahman
I.1.3. 2. 4. Syarif Hasyim, bin Syarif Abdurrahman
I.1.3. 2. 5. Syarif Ibrahim, bin Syarif Abdurrahman
I.1.3. 2.1. Syarif Ismail, bin Syarif Abdurrahman :
Keturunan ini ditemukan di Pontianak, Kubu Raya, dsk
I.1.3. 2.1.1. Syarif Faisal bin Syarif Ismail,
I.1.3. 2.1.2.Syarif Aris bin Syarif Ismail
I.1.3. 2.1.3. Syarif Ibrahim bin Syarif Ismail
Sumber : Keterangan Mahrani bin Bahruddin by Video Call, 24 Agustus 2022. Pukul : 21.00 - 22.00 Dan dicocokkan dengan Data induk Maktab Nn Gq 1857 Pangeran Syarif Jafar bin Sultan Hamid I Pontianak
Nyai Prebu Fatimah maqam berdampingan dengan Ratu Syahranum Martapura, sebab Nyai Prebu lah yg merawat anak ratu Syahranum pangeran kahcil hingga wapat nya. Setelah pangeran kachil wapat di usia 17 tahun, ibunya ratu syahranum jatuh sakit akhir nya meninggal dunia
Setelah keduanya meninggal dunia
Pangeran Alwi al Akbar pulang ke Solo hingga wafat
Sedangkan ibunya tetap bertahan menjaga adik pangeran kachil bernama Pangeran Syarif Abdurrahman, maqam juga di Martapura . Hingga akhirnya Nyai Prabu mendapat gelar Ratu Prebu hingga wapat dan maqam nya berdampingan dgn Ratu Syahranum Martapura Kalsel.
13. Nyai Jamaliah keturunan nya :
13.1. Syarif Ahmad.II. ibni Sultan Abdurrahman, Pangeran Bendahara.
13.2. Syarifah Seha binti Sultan Abdurrahman
13.3. Syarifah Nur binti Sultan Abdurrahman
14. Nyai Akit keturunan nya :
14.1. Syarif Ahmad ibni Sultan Abdurrahman
14.2. Syarif Sheikh .I. ibni Sultan Abdurrahman
14.3. Syarifah Khadijah binti Sultan Abdurrahman
14.4. Syarifah Telaha binti Sultan Abdurrahman
14.5. Syarifah Kadriah binti Sultan Abdurrahman
14.6. Syarifah Fatimah.II. binti Sultan Abdurrahman
14.7. Syarifah Telaha.II.binti Sultan Abdurrahman
15. Nyai Halima atau, Eima keturunan nya :
15.1. Syarif Shurur bin Sultan Abdurrahman
15.2. Syarif Abubakar ibni Sultan Abdurrahman
15.3. Syarif Ghalib bin Sultan Abdurrahman ( wafat kecil )
15.4. Syarifah Sadiyah binti Sultan Abdurrahman
15.5. Syarifah Ruqayyah binti Sultan Abdurrahman
16. Nyai Jaliah keturunan nya :
16.1. Syarif Thaha ibni Sultan Abdurrahman
16.2. Syarifah Maimunah binti Sultan Abdurrahman
16.3. Syarifah alwiyah binti Sultan Abdurrahman
16.4. Syarifah Zubaidah binti Sultan Abdurrahman
17. Nyai Ningrum atau Nirum, keturunan nya :
17.1. Syarifah Mahni binti Sultan Abdurrahman
18. Nyai Saida, keturunan nya :
18.1.Syarif Salim ibni Sultan Abdurrahman
19. Nyai Siyah keturunan nya :
19.1. Syarif Umar .II. ibni Sultan Abdurrahman
19.2.Syarif Sheikh. II. ibni Sultan Abdurrahman
20. Nyai Lijah, keturunan nya :
20.1. Syarif Hasan bin Sultan Abdurrahman
21. Nyai Sarah atau Sara, keturunan nya :
21.1. Syarif Hasan bin Sultan Abdurrahman
22. Nyai Rabu, atau Rabo, keturunan nya :
22.1. Syarif Ali Ahmad bin Sultan Abdurrahman, Pangeran Laksamana
23. Nyai Khadijah.II, keturunan nya :
23.1. Syarifah Sifa binti Sultan Abdurrahman
24. Syarifah Zahara , keturunan nya :
24.1. Syarifah Muzna binti Sultan Abdurrahman
25. Nyai Culan, tidak ada keterangan nama anak nya .
Dari keseluruhan anak laki - laki Sultan Abdurrahman, hanya 17 anak yang meneruskan keturunan beliau. Yang lain mungkin tidak berputra hanya mempunyai anak perempuan saja atau karena sebab- sebab lain nya.
Allahyarham Sultan Syarif Muhammad Al Qadri
Baca juga :