Sabtu, 20 Januari 2024

SEGERAM ; MELACAK ASAL USUL '"ENGKU FATIMAH" & "DEMANG MEGAT"(

By : Syarif Tue Tsani

Melacak Asal Usul Engku Fatimah ke Trengganu

Siapakah sebenarnya Engku Fatimah yang masuk ke  Segeram ini ? 


Sultan Terengganu ke-18 yang menjabat saat ini
Al-Wathiqu Billah Tuanku Mizan Zainal Abidin 
Ibni Al-Marhum Sultan Mahmud Al-Muktafi Billah Shah 
(Jawi: سلطان ميزان زين العابدين ابن المرحوم سلطان محمود المكتفي بالله شاه; lahir 22 Januari 1962) 
adalah Sultan Terengganu ke-18 yang bertahta saat ini.


 Sejarah awal berdirinya Kesultanan Terengganu belum dapat dipastikan.  


         Sejarah keberadaan kesultanan ini dapat dirunut dari beberapa fakta sejarah berikut ini.

1. Saudagar asal China, Chao Ju Kua menyebutkan bahwa pada tahun 1225 M, Negeri Terengganu pernah menjadi bagian dari wilayah jajahan Palembang.


2. Kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365 juga menyebutkan bahwa Terengganu, Paka, dan Dungun pernah di bawah taklukan Majapahit.


        Hal itu membuktikan bahwa Terengganu memang pernah ada dalam sejarah.

 


PERKIRAAN BERDIRINYA KESULTANAN TRENGGANU

 

Diperkirakan Kesultanan Terengganu berdiri sebelum abad ke-18.

Terengganu memang pernah berada di bawah kekuasaan Kerajaan Johor.

 

          Ketika itu yang bertugas memerintah Terengganu adalah tiga orang pembesar Kerajaan Johor, yaitu Paduka Megat Seri Rama beserta Laksamana, dan Bendahara Hasan.


 Tun Zain Indera kemudian meneruskan tugas mereka.


         Tiga anak Tun Zain Indera, yaitu Tun Yuan, Tun Sulaiman (Tok Raja Kilat), dan Tun Ismail kemudian memerintah Terengganu. Tepatnya, Tun Ismail memerintah di Pantai Layang (Balik Bukit Kuala Terengganu), sedangkan Tun Yuan sebagai Bendahara dan Tun Ismail sebagai Menteri Tersat.

 

Dalam perkembangan selanjutnya,

 

      Tun Zainal Abidin bin Bendahara Tun Habib Abdul Majid (Bendahara Padang Saujana) mendirikan Kesultanan Terengganu, sebuah kesultanan Melayu yang berdiri sendiri.


Diperkirakan Tun Zainal Abidin menjadi Sultan Terengganu I pada tahun 1708 M.


-- lebih  dulu 70 tahun dari Kesultanan Pontianak, yang berdiri pada : 1778 M, di Borneo Barat ,-


     Hal ini didasarkan pada bukti arkeologis, yaitu berupa uang logam emas Terengganu yang mencantumkan nama Sultan Zainal Abidin I dan keterangan tahunnya pada 1120 H (yang bersamaan dengan tahun 1708 M).

 

      Ada dua versi sumber yang menyebutkan tentang pengangkatan Tun Zainal Abidin sebagai Sultan Terengganu dengan gelar Sultan Zainal Abidin I.

 

      Dalam kitab Tuhfat an-Nafis karya Raja Ali Haji,


      Disebutkan bahwa pengangkatan tersebut dilakukan oleh Daeng Menampuk atau Raja Tua, yang mendapat perintah dari Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah Johor.

 

       Dalam sumber lain, Hikayat Johor Serta Pahang,


       Disebutkan bahwa pengangkatan tersebut dilakukan oleh Phra Nang Chau Yang, Raja Patani. Dalam hikayat ini juga disebutkan bahwa Tun Zainal Abidin datang ke Patani terkait dengan rencananya untuk membunuh Laksamana Johor, Paduka Raja Wan Abdul Rahman, pada tahun 1688 M.


        Ketika berada di Patani, Tun Zainal Abidin dijadikan anak angkat oleh Raja Phra Nang Chau Yang.

 




PARA SULTAN KESULTANAN TRENGGANU

 

1. Sultan Zainal Abidin Shah I ibni Almarhum Dato' Bendahara Seri Maharaja Tun Habib Abdul Majid Al-Aydrus : 1708 - 1733 M, 


--- Hidup Se zaman dengan Habib Husein Tuan Besar Mempawah saat masih di Matan,1725 - 1747 M. Syarif Abdurrahman masa  kecilnya, lahir 1730 M , yang kemudian menjadi Sultan Pontianak I. Syarif Abubakar, lahir 1735 M, 2 tahun setelah mangkat nya, dan hidup di zaman Sultan Trengganu ke II, yang kemudian nanti menjadi Panglima   Laksamana Pertama  Kesultanan Pontianak dan menikahi "Syarifah Aminah binti Abdullah Alidrus dari Trengganu", pada sekitar tahun 1768 - 1772 M ini, - 


    Sultan Zainal Abidin Shah I, 

   Yang lebih dikenal dengan sebutan “Bendahara Padang Saujana” meninggal pada tahun 1733 M. Ia dimakamkan di Bukit Keledang, Kuala Terengganu. Sultan Terengganu I Sultan Zainal Abidin I adik kepada Sultan Abdul Jalil IV Riayat Shah ( Sultan Johor 1699-1718 Marhun Kuala Pahang )


Terengganu pernah menjadi bahagian dari Kerajaan Patani Besar.


 


2.   Sultan Mansur Murriayat Shah I ibni Almarhum Sultan Zainal Abidin Shah I, : 1733 - 1794 M :  Raja Kecik  (Raja Kecil). Naik tahta usia  7 tahun. Bertahta selama 60 tahun. 


    -  Se zaman dengan dimulainya persiapan  dan membuka hutan di Pontianak, pada 1771 M, oleh Syarif Abdurrahman beserta saudara dan kaum kerabatnya di Borneo Barat, yang kemudian di tabal kan oleh Raja Haji Fisabillillah, YAM Tuan Muda Riau, menjadi Sultan di Kesultanan Pontianak, pada  1778 M.-


Bergelar "Sri Paduka Yang Mulia Sultan Syarif Abdurrahman Nur Alam Kahar, ibni Allahyarham Sayyid Syarif Habib Husein Al Qadri Jamalullail, memerintah di negeri Pontianak. "


       Sepeninggalnya Sultan Zainal Abidin I :  tahun 1708 - 1733 M.  Tahta kekuasaan kemudian dipegang oleh puteranya, Sultan Mansur I (1733-1793 M). Beliau dikenal sebagai Raja Kecik  (Raja Kecil).


        Ketika pertama kali diangkat sebagai penguasa (tahun 1733 M), usia Sultan Mansur I masih kanak-kanak, tepatnya berumur 7 tahun. Oleh karenanya, ia dikenal sebagai Raja Kecik  (Raja Kecil).


       Pada tahun 1739 M, ia menikah dengan Raja Bulang, puteri Daeng Chelak (Yamtuan Muda Johor II). Ia kemudian juga menikah dengan Raja Bakul, puteri Sultan Sulaiman Badrul Alam Shah.


        Dalam kurun waktu antara tahun 1746 hingga 1760 M, ia menghabiskan waktunya di Riau dalam urusan persaingan kepentingan antara orang-orang Melayu dengan Bugis. 


Sultan Terengganu ke 2 ini, yaitu Sultan Mansur Murriayat Shah,I. Ibnu Sultan Zainal Abidin Shah I ibni Almarhum Dato' Bendahara Seri Maharaja Tun Habib Abdul Majid Al-Aydrus menikah dengan Tengku Bakul binti Sultan Sulaiman Badrul Alam Shah  ( Sultan Johor 1720-1760 ), sepupunya. 


Ketika menjadi Sultan Terengganu, Sultan Mansur Shah lebih banyak berdiam di Riau, hal ini dilakukan untuk menyekat pengaruh kekuasaan Bugis atas kerajaan Johor Riau. Pentabdiran Terengganu dilaksanakan oleh Ku Tanang Wangsa.


Sri Paduka Baginda Tuanku 
Sultan Ismail Nasir ud-din Shah
 ibni al-Marhum Sultan Zainal Abidin, 
1945 - 1979



Istri dan Keturunan Sultan Mansur  Riayat Shah I :


 Istri , maried. (pertama) di Riau, 10 April 1739, Yang Mulia Raja Bulang binti Raja Chelak, Tengku Ampuan (makam. di samping suaminya di Masjid Zainal Abidin, Kuala Trengganu), putri Raja Chelak bin Daing Rilaga, Yang di-Pertuan Muda dari Riau. 


Istri, Maried. (kedua) di Riau, 10 April 1739, Y.A.M. Tengku Bakul binti al-Marhum Sultan Sulaiman Badr ul-'Alam Shah, putri sulung H.H. Paduka Sri Sultan Sulaiman Badr ul-'Alam Shah   Khalifat ul-Muminim ibni al-Marhum Sultan 'Abdu'l Jalil Ri'ayat Shah, Sultan dari Johor dan Pahang Dar ul-'Alam.


 Istri, Maried. (ketiga) Nang Senik, putri Long Dil, dari Pulau Melur, di Kelantan. 


Istri,  Maried. (keempat) bernama Kira. wafat. di Janggut, 17 Januari 1794 (makam. Masjid Zainal Abidin, Kuala Trengganu), 


Beliau telah mewariskan 

Tiga belas orang putra dan tujuh orang putri: 20 anak , dari   ke empat istrinya 


1) Y.A.M. Tengku Sulong ibni al-Marhum Sultan Mansur Riayat Shah. M. Tuan Kumbiang binti Tuan Abu Said, putri paman dari pihak ayah, Tuan Abu Said bin Engku Inche' Wan, dari Keturunan Chendering.


2) Y.A.M. Tengku 'Abdu'llah [Lah] ibni al-Marhum Sultan Mansur Riayat Shah I, dari Gelugor.  ( Apakah mungkin Syarifah Aminah binti Sayyid Abdullah Alidrus Trengganu, putri beliau ini ? atau Syarifah Fatimah yang dikenal sebagai Engku Putri ? )


Tengku Abdullah mempunyai keturunan, 

tujuh putra dan enam putri:


a) Y.M. Tengku Sulaiman bin Tengku 'Abdu'llah. 

b) Y.M. Tengku Husain bin Tengku 'Abdu'llah.

c) Y.M. Tengku Muhammad bin Tengku 'Abdu'llah. 

d) Y.M. Tengku Ibrahim bin Tengku 'Abdu'llah.

e) Y.M. Tengku Puteh bin Tengku 'Abdu'llah. 

f) Y.M. Tengku Hitam bin Tengku 'Abdu'llah.

g) Y.M. Tengku Ismail bin Tengku 'Abdu'llah.


Sementara  nama dari 6 anak perempuan beliau salah satunya bernama :  Y.M. Tengku Fatima binti Tengku 'Abdu'llah. 


Tengku Fatimah Disebutkan Menikah ( nama suami tidak disebutkan ) Ibni Y.A.M. Tengku 'Abdu'llah [Lah] ibni al-Marhum Sultan Mansur Riayat Shah, dari Gelugor.  

Beliau merupakan Salah satu dari enam putri Tengku Abdullah : 

1. Bernama Tengku Fatimah, Lihat>: ( http://www.royalark.net/Malaysia/treng3.htm)

    dan mempunyai keturunan, dua orang putra:

     i) Y.M. Tengku Ngah putra Tengku Fatimah

    ii) Y.M. Tengku Muhammad  Putra Tengku Fatimah


Saudari Tengku Fatimah binti Y.A.M Tengku Abdullah, selengkapnya : 


2) Y.M. Tengku Salkah binti Tengku 'Abdu'llah.

3) Y.M. Tengku Hawa binti Tengku 'Abdu'llah.

4) Y.M. Tengku Asiah binti Tengku 'Abdu'llah.

5) Y.M. Tengku Salama binti Tengku 'Abdu'llah.

6) Y.M. Tengku Saliah binti Tengku 'Abdu'llah.

 



Syarif Tue Tsani
Salah Satu Keturunan 
Syarifah Aminah binti Sayyid Abdullah Alidros Trengganu 

Sayyid  Abdullah bin Yahya Al Kadri
bin Sayyid Muhammad Sei Purun Besar
bin Sayyid Ibrahim Panglima Hitam Paku Alam Segeram Natuna
bin Sayyid Abubakar Panglima Laksamana Pertama Kesultanan Pontianak
Bin 
Sayyid Husein Alkadri Tuan Besar Mempawah



MARI KITA BERKUNJUNG  SEBENTAR KE PONTIANAK, .......


Kilas balik dari Segeram, 245 tahun silam sejak 1779 M - 2024 M


NAZAR SULTAN ABDURRAHMAN  &  

 PENGEMBARAAN DI LAUTAN  : 1751 - 1771 M 


    Dalam Babad Kesultanan Pontianak, ditulis sejak zaman  Habib Husein, 1725M, diteruskan Pangeran Bendahara Ahmad bin Sultan Abdurrahman, 1840 M, dan dilanjutkan oleh Pangeran Bendahara Syarif Ja"far bin Sultan Hamid Satu, 1857 M, yang terpelihara hingga hari ini, disebutkan Selama periode antara 1751 - 1771M


 Dalam berbagai pelayaran niaga dan muhibah, ke berbagai wilayah Nusantara, sekitar kurang lebih 20 tahun, bersama saudara nya Syarif Abubakar yang kelak dilantik sebagai Panglima Laksamana Pertama Kesultanan Pontianak, pada 1778 M. 


      Disebutkan, dalam tempo 7 tahun setelah menikahi  "Putri Utin Tjindramidi", binti Opu Daeng Manambon, saudara dari : Opu Daeng Celak, Opu Daeng Perani, Opu Daeng Kemasi, Opu Daeng Marewa,: Raja Mempawah Islam Pertama, ternyata, Syarif Abdurrahman telah menikahi lebih dari 10 perempuan dalam perjalanan hidupnya 1751  M - 1758 M


Syarif Abdurrahman bersama saudaranya Syarif Abubakar,  melakukan pelayaran keluar Negeri, berawal dari negeri Mempawah, Tambelan Riau, kemudian menikahi gadis Tambelan Riau, 


    Di Siantan beliau juga menikahi seorang gadis Siantan, di Siak, beliau juga menikah dengan gadis Siak, di Sri Indrapura juga menikahi gadis Indrapura, di Indragiri juga menikahi gadis Indragiri, yang jelas dalam Babat Maktab NANGQ 1857, setiap daerah yang beliau singgahi untuk  berlayar dan berdagang, ada wanita yang beliau jadikan istri ditempat itu. 


    Syarif Abdurrahman menikahi gadis dan janda untuk memenuhi ""Nazar"" tersebut, yaitu  mempunyai keturunan yang banyak, hingga 101 anak dari 67 kali menikah, sebagaimana tercatat saat ini,  2024 M


      Selain itu Syarif Abdurrahman  juga berlayar dan berdagang di Johor kawasan Selat Malaka, Palembang, Banjarmasin, daerah Pasir.  


      Di daerah Banjar

    Syarif Abdurrahman menikah dengam Ratu Syahranum Putri Kerajaan Banjar  (1768 M - 1184 H, 10 tahun sebelum menjadi Sultan 1778 M)  kemudian Syarif Abdurrahman mendapat gelar Pangeran Syarif Abdurrahman Nur Alam ( Yang maksudnya Pangeran yang menerangi Cahaya Alam). Putri Syahranum dikenal sebagai Ratu Banjar di Pontianak. Makam di Banjar. Kompleks makam tua kaum kerabat kesultanan Banjar. 


Salah satu dari 4 makam ini, 
adalah Makam Ratu Syahranum Banjar
Bersama putra nya 
Pangeran Kachil Syarif Alwi bin Sultan Abdurrahman
Wafat di usia 17 tahun, tidak meninggalkan keturunan



    Di Banjar inilah  Syarif Abubakar, adik Syarif Abdurrahman ini, 

    Bertemu dengan seorang wanita bernama :


    "Syarifah Aminah binti Sayyid Abdullah Alidroos yang berasal dari Trengganu, Disebutkan tengah menghindar dari "suatu masalah di negeri nya Trengganu saat itu".  Wanita ini  kemudian dinikahi oleh Syarif Abubakar sebagai istri kedua, pada sekitar tahun 1768 - 1772 M".  


Hal ini  disimpulkan karena tercatat putra pertama Syarifah Aminah, lahir pada : 1773 M, dan diberi nama : "Sayyid  Syarif Ibrahim bin Sayyid Abubakar  Alkadri", yang kemudian dikenal dengan "Panglima Hitam  Paku Alam  Segeram Pulau  Tujuh Natuna"  Syarif Ibrahim wafat pada 1857 M, dimakamkan di Segeram saat itu. 


-- Apakah beliau ini yang kemudian dalam cerita rakyat setempat kemudian dikenal dengan Engku Fatimah ? Karena keluar dan terbuang dari Kesultanan asal nya Terengganu waktu itu? 


Lalu siapakah Demang Megat? 


Dimanakah makam nya? 


Apakah Demang Megat diambil dari kisah sejarah ini ? 


    Karena setelah membabat hutan dan  3 tahun menetap di Segeram, 


    Sayyid Abubakar kembali ke Pontianak, 


   Dan meninggalkan istri dan anak - anaknya ini di Segeram, meskipun kemudian beliau tetap bolak - balik dan sering berkunjung ke Segeram, Pontianak, Banjar, dan Lombok, akan tetapi Syarifah Aminah binti Abdullah Alidros Terengganu, istri kedua, tercatat menetap di Segeram, hingga wafatnya ? -- 


 Perlu penelitian lebih lanjut, siapa Engku Fatimah di Segeram ini ?


Diduga kuat sebagai makam
Syarifah Aminah binti Sayyid Abdullah Alidros Terengganu
( Ibu Panglima Hitam Paku Alam Segeram )  
Ditemukan di Segeram Natuna Pulau Tujuh


Dari Syarifah Aminah, beliau mendapatkan 6 anak, semuanya putra. 


    Syarifah Aminah sebelumnya diperkirakan menetap di Sabamban Banjar,  karena beberapa anak beliau lahir di Sabamban, yang tertua  bernama Syarif Ibrahim bin Syarif Abubakar Panglima Laksamana Satu. Lahir Sabamban, Banjar  Borneo Selatan pada  1773 M. dan 5 saudara lagi. 


      Baru pada sekitar tahun 1779 M, rombongan keluarga ini dari Banjar Sabamban, Borneo Selatan, hijrah ke Pulau Tujuh.


       Syarif Ibrahim kemudian dikenal sebagai Panglima Hitam Paku Alam Segeram Natuna Pulau Tujuh, karena beliau saat itu masih berusia sekitar 6 tahun, bersama Ayah, Ibu, Saudara, istri dan kerabatnya membuka rimba belantara pulau kosong yang pernah ditempati Portugis itu, menjadi kampung pemukiman bernama : Segara ( Segeram saat ini ) pada sekitar tahun 1779 M


Beliau beserta 3  saudaranya, Abdurrahman, Jamalullail, Yusuf dan ibu mereka : Syarifah Aminah binti Sayyid Abdullah Alidrus Trengganu, menetap di Segeram Natuna, hingga wafat pada 1857 M. Makam mereka ditemukan di Segeram Natuna saat ini, 2024 M

         

Demikianlah, 


Kembali ke Pelayaran Syarif Abdurrahman tadi, 


     Beliau jaga meneruskan perjalanan ke Balik Papan serta mengelilingi wilayah Kaltim, dan sempat singgah menemui adik nya : Pangeran Indra Giri Syarif Ahmad yang menikah dengan Putri Ajie Meter, : selanjutnya beliau meneruskan berlayar hingga ke Papua, dalam perjalanan pulang, terus menyeberangi Samudra laut Jawa ke Surabaya.


    Dari Surabaya beliau mendapat kabar Abah nya Syarif Husein yang sakit kemudian beliau pulang, seminggu setelah tiba di Galah Herang Mempawah


Syarif Husein bin Sayyid Ahmad Al Qadri Jamalullail, wafat pada hari Rabu, 3 Dzulhijjah 1184 H - 1771 M, Dalam versi lain  17 Maret tahun 1763 M, - setelah Sholat Zuhur, beliau berpulang Kerahmatullah dalam usia 63 mendekati 64 tahun


Makam tua di Segeram


Selanjutnya, kita kembali ke Trengganu lagi, 


Masih di zaman  kekuasaan Sultan Mansur I : 

Sultan Mansur Murriayat Shah I ibni Almarhum Sultan Zainal Abidin Shah I, bertahta : 1733 - 1794 M Raja Kecik  (Raja Kecil).  Sultan  Trengganu ke II, 


        Pada tahun 1760 M, ketika kembali ke Terengganu,


        Ia membantu Long Yunus, putera Long Sulaiman Ibni Long Bahar (Yang Dipertuan Kelantan) dalam usaha meraih tahta kekuasaan Kesultanan Kelantan.


 Pada tahun 1776 M, Long Yunus diangkat sebagai Sultan Kelantan.


        Pada masa pemerintahan Sultan Mansur I, Kesultanan Terengganu pernah berhubungan dengan Syarikat Hindia Timur Inggris, Kerajaan Patani, Kerajaan Siam, dan Belanda. Ketika mangkat pada tahun 1793 M, ia diberi gelar Marhum Janggut. 


Tahta kekuasaan kemudian dipegang oleh putranya, Sultan Zainal Abidin II, (1793-1808 M).  Setelah Raja Kecil mangkat, - karena Beliau naik tahta pada usia 7 tahun,-  dan bertahta selama 60 tahun,

 


III. Sultan Zainal Abidin II: (1793-1808 M) 

    Sultan Zainal Abidin Shah II, ibni Almarhum Sultan Mansur Murriayat Shah I, - Memerintah se zaman masa pemerintahan Sultan Abdurrahman di Kesultanan Pontianak, ( 1778 - 1808 M) - Masa awal, Sultan Pertama Pontianak.


        Ketika memimpin, Sultan Zainal Abidin II pernah terlibat dalam perselisihan antara salah seorang anggota keluarganya (kakaknya) dengan Kesultanan Kelantan.


        Kakaknya, Tengku Muhammad, merupakan Yang Dipertuan Besar Kelantan dan sekaligus menantu dari Long Yunus, Raja Kelantan. 


Pelantikan Tengku Muhammad sebagai Yang Dipertuan Besar Kelantan pada tahun 1795 M ternyata tidak disenangi oleh putera-putera Long Yunus, yaitu Long Muhammad, Long Zainal, dan Long Tan.


 Hal ini berdampak pada perselisihan yang semakin akut hingga menyebabkan terjadinya perang antara Tengku Muhammad dengan putera-putera Long Yunus yang dipimpin oleh Long Muhammad.

 

Sultan Zainal Abidin II ikut membantu perjuangan Tengku Muhammad.


         Ketika itu, Tengku Muhammad juga mendapat bantuan dari Kerajaan Patani. Namun demikian, pasukan Terengganu-Patani dapat dikalahkan. Sebagai akibat dari kekalahan tersebut, Long Muhammad diangkat sebagai Sultan Kelantan dengan gelar Sultan Muhammad.


Pada perkembangan selanjutnya, Kesultanan Kelantan makin berjaya, bahkan mampu menguasai Kesultanan Terengganu yang sebelumnya justru lebih kuat dan dominan.

 

Sri Paduka Baginda Tuanku
 Sultan Mahmud al-Muktafi Billah Shah
 ibni al-Marhum Sultan Ismail Nasir ud-din Shah, 
1979 - 1998 



IV. Sultan Ahmad Muazam Shah, 1808-1830 M : 

   Sultan Ahmad Muazzam Shah I ibni Almarhum Sultan Zainal Abidin Shah II   bertahta 1808 - 1830 M

       Pada tahun 1808 M, Sultan Zainal Abidin II wafat.

       Ia diberi gelar Marhum Mata Merah. 


   Tahta kekuasaan kemudian dipegang oleh Tengku Ahmad Muazam Shah berkuasa antara tahun 1808-1830 M dengan gelar Sultan Ahmad Muazam Shah. Sultan Terengganu ke 4 ini,  Sultan Ahmad Muazam Shah adalah anak Sultan Zainal Abidin II,. Bundanya bernama Raja Bakul.


--  Se zaman dengan masa kekuasaan Sultan Syarif Kasem, Sultan ke II  (1808 - 1819 M ) dan Sultan Syarif Usman, Sultan ke Tiga ( 1819 - 1855 M ) -  Dua saudara beda Ibu ini, menjabat Sultan ke dua dan Ke tiga Kesultanan Pontianak Borneo Barat, -


     Ketika ia, Sultan Ahmad Muazam Shah, 1808-1830 M :  memerintah, terjadi jalinan hubungan kekeluargaan antara Terengganu dengan Lingga. Pada tahun 1821 M, Sultan Abdul Rahman Lingga datang ke Terengganu dengan maksud ingin menikahi adik Sultan Ahmad Muazam Shah.


      Selanjutnya, terjadi juga perkawinan antara Tengku Besar Muhammad, putera Sultan Abdul Rahman dengan Tengku Teh (atau Tengku Kalsthum), puteri Sultan Ahmad Muazam Shah.


Sultan Abdul Rahman Lingga, sempat menetap di Terengganu selama dua tahun. akan tetapi, Pada November 1822 M, ia telah berada kembali di Lingga.

 

       Pada tanggal 4 Juli 1830, Sultan Ahmad Shah meninggal dunia. Ia kemudian diberi gelar Marhum Parit karena ketika masih hidup ia pernah membangun parit yang mengelilingi kota istana.


Makam tua di Segeram Natuna


Berikut ini adalah daftar Sultan yang pernah berkuasa di Kesultanan Terengganu:

Sultan-Sultan Terengganu

Bilangan Nama Sultan  dan   Masa Pemerintahan

1. Sultan Zainal Abidin Shah I ibni Almarhum Dato' Bendahara Seri Maharaja Tun Habib Abdul Majid Al-Aydrus  [2] 1708 - 1733 M


2  Sultan Mansur Murriayat Shah I ibni Almarhum Sultan Zainal Abidin Shah I  [3]  1733 - 1794


3  Sultan Zainal Abidin Shah II ibni Almarhum Sultan Mansur Murriayat Shah I [4] 1794 - 1808


4 Sultan Ahmad Muazzam Shah I ibni Almarhum Sultan Zainal Abidin Shah II,  [5] 1808 - 1830


5 Sultan Abdul Rahman Shah ibni Almarhum Sultan Zainal Abidin Shah II 6] 1830 - 1831


6 Sultan Dzhaudd Muazzam Shah ibni Almarhum Sultan Ahmad Muazzam Shah  I 1831 - 1831


7 Sultan Mansur Murriayat Shah II ibni Almarhum Sultan Zainal Abidin Shah II [7] 1831 - 1836


8 Sultan Muhammad Muazzam Shah I ibni Almarhum Sultan Mansur Murriayat Shah II  1836 - 1839


9 Sultan Omar Muazzam Shah ibni Almarhum Sultan Ahmad Muazzam Shah I [7] 1839 - 1876


10 Sultan Mahmud Mustafa Shah  [7] 1876 - 1877


11 Sultan Ahmad Muazzam Shah II cucu sultan ahmad MS1 [7] 1876 - 1881


12 Sultan Zainal Abidin Shah III ibni Sultan Ahmad Muazzam Shah II[8] 1881 - 1918


13 Sultan Muhammad Muazzam Shah II  [9] 1918 - 1920


14 Sultan Sulaiman Badrul Alam Shah  [9] 1920 - 1942


15 Sultan Ali Shah ibni Almarhum Sultan Sulaiman Badrul Alam Shah [9]

        1942 - 1945


16 Sultan Ismail Nasiruddin Shah  [10] 1945 - 1979


17 Sultan Mahmud Al-Muktafi Billah Shah   [10] 1979 - 1998


18 Sultan Mizan Zainal Abidin  [10] 1998 - kini



Struktur Pemerintahan


   Dalam struktur pemerintahan Kesultanan Terengganu, sultan merupakan penguasa tertinggi. Menurut Undang-undang Diri Kesultanan Negeri Terengganu (al-Itqan al-Muluk bi Ta‘dil al-Suluk) yang ditulis pada tanggal 2 November 1911 M, disebutkan bahwa Sultan Terengganu adalah Raja yang bertahta atau juga disebut Duli Yang Maha Mulia Yang Dipertuan Besar Sultan

 


Negeri Terengganu.

 

    Secara keseluruhan, Undang-undang Diri Kesultanan Negeri Terengganu berperan sebagai panduan untuk sultan, pengganti sultan, menteri, dan pembesar kesultanan, baik dalam hal bertingkah-laku maupun dalam hal memerintah Kesultanan Terengganu.

 

       Menurut Undang-undang di atas, sultan merupakan penguasa tertinggi dalam pemerintahan Terengganu dan pemilik Kesultanan Terengganu itu sendiri. Gelar sultan adalah Yang Dipertuan Besar Sultan Terengganu.


    Dalam Undang-undang tersebut disebutkan bahwa syarat-syarat seseorang menjadi sultan adalah sebagai berikut: “Maka hendaklah sultan yang memerintah Kesultanan Terengganu adalah beragama Islam, bangsa Melayu, berasal dari keturunan sultan-sultan yang memerintah Kesultanan Terengganu, dan laki-laki, sebagaimana tertera dalam pasal tiga, empat, dan lima”.



 BACA DISINI SELENGKAPNYA , 


KLIK >>: TERENGGANU 

KESULTANAN MALAYSIA, 

KESULTANAN NUSANTARA, 

KESULTANAN DI DUNIA, 



Makam tua di Segeram Natuna


Oral History di Segeram Natuna  : 


Putri Tengku Fathimah dibuang ke pulau Srindit  ?



1. Sultan Alaudin Riayat Shah Johor, (1528-1564 M),  abad ke 15 M


  Syahdan zaman kekuasaan Sultan Alaudin Riayat Shah menduduki tahta kesultanan Johor, (1528-1564), beliau karena malu, membuang putrinya Tengku Fathimah ke pulau Srindit. 


2. Sultan Alauddin Riayat Syah Sayyid al-Mukammil, Aceh,  1596/1589 – 1604 M


      Kami temukan juga nama Sultan Alaudin Riayat Shah sebagai penguasa Aceh, (nama lengkap: Sultan Alauddin Riayat Syah Sayyid al-Mukammil; meninggal tahun 1605) -  


       Adalah Sultan Kesultanan Aceh yang ke-10, 


      Sultan Alaudin Riayat Shah, Aceh:  yang berkuasa antara tahun 1596/1589–1604.[1] Era pemerintahannya menjadi salah satu era penting dalam sejarah di wilayah Asia Tenggara karena pada masa itu untuk pertama kalinya wilayah perairan Selat Malaka kedatangan   tiga kekuatan asing dari Eropa:   Belanda, Inggris dan Prancis.


      Belum jelas apakah Sultan Alaudin Johor, atau Sultan Alaudin Aceh, yang membuang putrinya Tengku Fathimah ke pulau Srindit ini, karena masa kekuasan mereka dapat dikatakan berdekatan  dan hampir  se zaman, hanya selisih sekitar 30 tahunan saja. 


Alkisah, 


       Karena malu, Sultan Alaudin Riayat Shah, kemudian membuang putrinya Tengku Fathimah ke Pulau Srindit. Dengan 40 pengawal dan dayang -dayangnya, dibekali sebuah Mahkota. 


      Kemudian terdamparlah seorang pemuda dari Fathani, Thailand dikenal dengan nama Demang Megat. Mereka kemudian menikah dan membentuk peradaban di Natuna ini. 


      Demang Megat bergelar Orang Kaya Dina Mahkota yang menikahi Tengku Fathimah kemudian membangun Perkampungan pertama yang mereka dirikan dan bangunan itu  dibuat dari kayu Bungur, diberi nama : Mahligai. 


           Pulau Srindit kemudian  berubah menjadi Bunguran. dst


Dipercaya Masyarakat sebagai 
Makam Seorang Putri di Gunung Sedenuk Natuna



Kritik Sejarah : 


       Kritik ini bukan dengan maksud menjadi pembenaran, atau menyalahkan sejarah yang ada di Natuna, akan tetapi lebih pada upaya mencari dan menemukan kebenaran dengan didukung bukti - bukti artefak kuno, galian, makam - makam, keramik, gerabah, dan bukti sejarah lain nya, untuk mendekati kebenaran riwayat sejarah sebenarnya, dengan mengacu kepada Manuskrip kuno dari Kesultanan Pontianak, bertahun :  1725 M -  1840 M, dan 1857 M. 



Kritik Pertama :


         Sekejam itukah seorang Raja Melayu Islam kepada anak kandungnya sendiri, apalagi dikatakan Engku Putri Fatimah ini lumpuh sejak lahir ? 


Seorang Sultan yang bijaksana, beragama Islam, rasanya agak mustahil melakukan perbuatan sekejam ini. Apalagi sampai membuang anak kandung darah dagingnya sendiri  ke tengah lautan lepas tanpa arah dan tujuan. 


Jika dikatakan pelayaran ini dalam upaya menyelamatkan atau mengungsikan sementara dari kerajaan Johor, atau, kerajaan Aceh, atau Trengganu , masih dapat diterima  - 


 Menurut pendapat kami lebih tepatnya Kesultanan Terengganu, antara tahun 1733 - 1793 M, zaman kekuasaan Raja  Kecik, Sultan Mansur I, Sultan Mansur Murriayat Shah I ibni Almarhum Sultan Zainal Abidin Shah I, - yang bisa jadi mengungsikan salah satu putri mereka, atau kerabat mereka, yang dikenal di Natuna dengan "Tengku Fatimah", bukan membuangnya, tapi   meng - ungsikan


 - Karena situasi  politik yang dipandang genting saat itu, oleh Sultan, --Sebagaimana yang dialami "Syarifah Aminah binti Abdullah Alidros Terengganu" yang diungsikan ke Sabamban Banjar pada sekitar  abad ke 17, antara 1768 -1772 Masehi  pertengahan. 


Bisa jadi beliau ini juga merupakan Cucu Sultan Mansur Murriayat Shah I ibni Almarhum Sultan Zainal Abidin Shah I, bertahta 1733 - 1794 M. 


Karena salah satu putra Sultan Mansur ini bernama  "Abdullah ??" -- 




Kritik  Kedua : 


        Pada 1511 M, Kesultanan  Melayu Melaka, dihancurkan oleh penjajah Portugis, sehingga tidak tertutup kemungkinan sejarah Kesultanan Melayu "dirusak" oleh bangsa - bangsa Barat ini, sebagaimana kata "Lanun" yang dikonotasikan sebagai "Perompak Laut" 


Padahal kata Lanun berasal dari nama salah satu puak Melayu, "Ilanun". 


Karena suku ini terus menerus mengadakan perlawanan, kepada para penjajah yang menghisap kekayaan Melayu,  berbuat sewenang - wenang, zalim, dan  biadab, : 


   Dimana suku Ilanun adalah keturunan dari kerajaan Melayu Kuno, Langkasuka, yang sangat ahli di lautan dan banyak menenggelamkan kapal - kapal Portugis, Inggris, Perancis dan Belanda, maka perjuangan suku ini kemudian di asosiasikan sebagai : -  "Lanun" Perompak lautan -


  Dalam catatan Melayu disebutkan,  Sultan Mansur Shah telah menikahkan anaknya Tengku Neh dengan Raja Ismail bin Tengku Buang Asmara bin Raja Kecik Siak.


Raja Ismail pernah menguasai Laut China Selatan 

Sebagai "Lanun" bermarkas di Pulau Siantan.


    Sebelum Raja Ismail menguasai Laut China Selatan, yang merajai Laut China Selatan adalah Raja Alam atau Raja Alamuddin (dikemudian hari menjadi Sultan Siak IV) Raja Alamuddin pernah mengarau di Sungai Segeram pada masa Orang Kaya Jetung.


Bisa jadi, cerita  dibuangnya Engku Fatimah, bagian dari upaya merusak nama baik Sultan Alaudin Riayat Shah. Nama ini dipilih karena ada 2 nama Sultan Melayu, dan ber agama Islam,  yang menggunakan nama ini, dalam rentang waktu hampir se zaman, di Johor dan  di Aceh. 



Kritik ke tiga : 


     Hingga ditemukan nya, catatan tertulis yang benar, bukti arkeologis di Segeram, serta makam pastinya Engku Putri Fatimah, Kita harus menganggap bahwa "riwayat Engku Putri yang dibuang ini, adalah rekayasa sejarah", 


    Dalam hal ini bisa jadi Portugis, Inggris, Prancis, atau Belanda, yang demi kepentingan kolonialis fasisnya, sengaja menulis atau menghembuskan Issue narasi negatif tentang Sultan  dan  Pembesar  Melayu dengan tujuan merampas kehormatan mereka. 

      Down Gred Dignity. 


     Sebagaimana Sultan Abdurrahman Pontianak, 


    Yang ditulis oleh salah satu sejarawan Belanda sebagai "Bajak Sungai"  sebelum diikat perjanjian pada 5 Juli 1779 M, bahkan sesudahnya, julukan ini kemudian diteruskan kepada saudaranya " Syarif Abubakar Panglima Laksamana Pertama Kesultanan Pontianak"yang memilih mengundurkan diri dari jabatan "Panglima Laksamana" 


Tepat pada waktu Perjanjian antara Kesultanan Pontianak  dengan Belanda  di teken, : 5 Juli 1779 M, tadi. Dan sejak hari itu, catatan tentang Beliau ini, hilang dari catatan Barat, baik Inggris maupun Belanda, bahkan pencatat nasab sekelas Ali bin Jafar Assegaf, apalagi pencatat yang datang dari Yaman pada abad ke 19 M


Bahkan yang sangat mengejutkan, 

 Hampir  semua keturunan Sayyid Husein Pontianak bernama "Abubakar" di hilangkan dari catatan 


      Dimasa yang katanya  Merdeka sekarang pun, cara - cara licik penjajah masih meninggalkan jejak nya, seperti yang dialami, Sultan Hamid II, Sultan Pontianak ke 7, dituduh sebagai pengkhianat 


 Jasa beliau tidak lagi disebut sebagai Diplomat yang memperjuangkan hingga  terselenggara KMB di Denhaag Belanda 1949, sebagai pintu Kemerdekaan  karena Indonesia  diakui dunia Internasional, sebagai negara Merdeka dengan berdirinya negara RIS, Republik Indonesia Serikat, yang kemudian dilipat pada 1950.


     Hasil karya intelektual Sultan Hamid,II, merancang dan membuat lambang negara, elang rajawali garuda Pancasila, - demikian beliau menyebutnya -  pun tak secara tegas dimasukkan kedalam UUD 45, sebagaimana penjahit bendera dan pencipta lagu Indonesia Raya. 


     Bahkan status perjuangan dan kepahlawanan beliau dipertanyakan.


     Hingga hari ini, nama Sultan Hamid II,  masih terkubur dalam pengap pekat dan hitamnya sejarah yang ditulis oleh Sejarawan Penguasa. 


"Karena kadang memang sejarah hanya ditulis oleh pemenang"


Susur Galur Kerajaan Melayu 


==========

Sumber Klik >>:

Rujukan

Mohamed Anwar Omar Din, Nik Anuar Nik Mahmud dan Jawatan kuasa Teknikal & Sidang Editor Yayasan Di Raja Sultan Mohamad (2011).

 Dirgahayu Tuanku:Sejarah Kesultanan Terengganu 1708-2008. Yayasan DiRaja Sultan mohamad.

Laman web Rasmi KDYMM Sultan Terengganu Diarkibkan 2015-04-07 di Wayback Machine

Nota kaki

 Mohamed Anwar Omar Din, Nik Anuar Nik Mahmud dan Jawatankuasa Teknikal & Sidang Editor Yayasan DiRaja Sultan Mizan, 2011, m/s 36-38

 "Terengganu". The Royal Ark. Christopher Buyers. 2008. 

"Terengganu". The Royal Ark. Christopher Buyers. 2008. 

  "Terengganu". The Royal Ark. Christopher Buyers. 2008. 

 "Terengganu". The Royal Ark. Christopher Buyers. 2008. 

 "Terengganu". The Royal Ark. Christopher Buyers. 2008..

 "Terengganu". The Royal Ark. Christopher Buyers. 2008..

 "Terengganu". The Royal Ark. Christopher Buyers. 2008. 

 "Terengganu". The Royal Ark. Christopher Buyers. 2008. 

 "Terengganu". The Royal Ark. Christopher Buyers. 2008. 

 "Terengganu". The Royal Ark. Christopher Buyers. 2008. 

 "Terengganu". The Royal Ark. Christopher Buyers. 2008. 

https://serambi-melayu.blogspot.com/2010/07/selayang-pandang-kesultanan-negeri_9744.html?sc=1705706831816#c6038793071614134341

https://serambi-melayu.blogspot.com/2011/05/kerajaan-melayu-purba-langkasuka.html

https://serambi-melayu.blogspot.com/2010/07/kesultanan-johor-riau-lingga.html

https://serambi-melayu.blogspot.com/2010/07/selayang-pandang-kesultanan-negeri_596.html

https://serambi-melayu.blogspot.com/2010/07/selayang-pandang-kesultanan-negeri_839.html