Rabu, 20 April 2022

HAKIKAT LAILATUL QADAR : Versi Ahl Baith Nabi

 LAILATUL QADAR DARI PERSPEKTIF  TAFSIR AHLULBAIT

Posted  By:  SAY Qadrie : 

Dari Pustaka Ilmu

Edisi : 18 Ramadhan 1443 / 20 April 2022




      Dalam Kitab Qishashul Anbiyaa dikisahkan bahwa Rasulullah tesenyum sendiri, lalu bertanyalah salah seorang sahabatnya, "Apa yang membuatmu tersenyum wahai Rasulullah?"


          Rasulullah SAW menjawab: "Diperlihatkan kepadaku hari akhir ketika dimana seluruh manusia dikumpulkan di Mahsyar. Semua Nabi dan Rasul berkumpul bersama umatnya masing-masing, masuk ke dalam surga. Ada salah seorang Nabi yang dengan membawa pedang, yang tidak mempunyai pengikut satupun, masuk ke dalam surga, dia adalah Nabi Syam'un."


Kemudian Rasulullah diam sejenak dan Malaikat Jibril pun datang dan mewahyukan kepada Raulullulah tentang satu malam yang sangat agung.

       Bahwa pada bulan Ramadhan ada sebuah malam, dimana malam itu lebih baik daripada 1000 bulan. Itulah Lailatul Qadar yang jika kita mendapatkannya, maka malam itu lebih baik daripada 83 tahun 4 bulan yang sama dengan 1000 bulan. 


(Studi Atas Hakikat Lailatul Qadar Dalam Tafsir Ali bin Abi Thalib, Tafsir Fathimah Az-Zahra, Tafsir Al-Hasan dan Tafsir Al-Husain).


        Memahami Hakikat Lailatul Qadar, sebaiknya kita mengkaji lebih mendalam tentangnya dari riwayat 4 tokoh terdekat dari Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam, yaitu: 

1. Al-Imam Ali bin Abi Thalib (Menantu Rasulullah),

2. Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Muhammad Rasulullah (Putri Rasulullah),

3. Al-Imam Al-Hasan bin Ali (Cucu Rasulullah),

4. Al-Imam Al-Husain bin Ali (Cucu Rasulullah).


Untuk mengkaji lebih mendalam tentang pemikiran 4 tokoh tersebut, 

Mari kita kaji 4 Tafsir dari Riwayat 4 Tokoh ini.





1. TAFSIR ALI BIN ABI THALIB.


          Menurut riwayat Al-Imam Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah dalam Kitab Tafsir Ali bin Abi Thalib, beliau menjelaskan bahwa Malam Lailatul Qadar adalah sebuah malam di bulan Ramadhan yang di dalamnya dipenuhi dengan keberkahan (Mubarakah), kemuliaan (Qadar) dan cinta (Mahabbah).


Dasar Lailatul Qadar adalah malam penuh berkah, adalah Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:


إِنَّا أَنزلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ


“Sungguh telah Kami (Allah) turunkan Al-Qur’an pada malam yang penuh berkah". (QS. Ad-Dukhan (44): 3).


            Al-Imam Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah menjelaskan tentang ayat ini, bahwa Pada malam ini, Allah Subhanahu Wa Ta'ala menurunkan manifestasi utuh Al-Qur’an dari Lauhul Mahfuzh di langit ke tujuh ke langit pertama.


Lailatul Qadar disebut Malam Kemuliaan, berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:


إِنَّا أَنزلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ


“Sungguh telah Kami (Allah) turunkan Al-Qur’an pada malam Lailatul Qadar (QS. Al-Qadar (97): 1).”


           Al-Imam Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah menafsirkan ayat ini dengan menyatakan, “Adapun manifestasi utuh Al-Qur’an diturunkan dalam satu tahap dari Baitul Izzah ke Langit Pertama pada bulan Ramadhan bertepatan dengan malam Lailatul Qadar seperti yang telah Allah Subhanahu Wa Ta'ala firmankan Kemudian ia diturunkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam. secara bertahap sesuai dengan kejadian-kejadian yang berlaku padanya.”


Pada malam Lailatul Qadar ini, manusia berlomba-lomba untuk mencari kebaikan dan keberkahan yang terkandung di dalamnya.


Pada malam ini pula

         Malaikat Jibril Alaihis Salam atas perintah Allah Subhanahu Wa Ta'ala turun ke bumi dengan membawa ketenangan bagi semesta alam. Hal itu yang membuat   langit, bintang, angin dan segenap makhluk Allah seakan tertunduk sunyi hening tenang menikmati pancaran energi ilahiyah yang ada pada malam Lailatul Qadar.


Lailatul Qadar adalah malam penuh mahabbah (ليلة المحبة), karena malam ini adalah malam yang hanya Allah berikan kepada Umat Nabi Muhammad saja.


Lailatul Qadar 

        Adalah sebuah karunia yang hanya diberikan kepada umat Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam, sesuai dengan sabdanya yang diriwayatkan dari Al-Imam Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah, bahwa Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Lailatul Qadar telah dikaruniakan kepada umat ini yang tidak diberikan kepada umat-umat sebelumnya.”


       Dikatakan dalam sebuah hadits dari Al-Imam Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah bahwa Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam di kesepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, beliau melipat kasurnya dan pergi ke Masjid untuk beriktikaf dan dengan keadaan Masjid Madinah yang tidak memiliki atap ketika itu, walau dalam cuaca hujanpun Nabi tidak meninggalkan Masjid.


Dalam tafsirnya, Al-Imam Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah memberikan penjelasan, bahwa Malam Lailatul Qadar itu jatuh pada tanggal 19 Ramadhan.


      Hadits Lailatul Qadar jatuh pada tanggal 19 Ramadhan ini dikuatkan dengan banyak riwayat Hadits-hadits lain seperti Hadits yang diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit dan Ibnu Masud. 


Inti dari Tafsir Al-Imam Ali bin Abi Thalib menjelaskan bahwa Lailatul Qadar adalah Malam Cinta. Yaitu Penyatuan Cinta antara Cinta Allah dan hamba-Nya.


Sebagaimana Al-Imam Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah menjelaskan dalam Syairnya:


"عباد الله، الله الله في أعز الأنفس عليكم وأحبها إليكم، فإن الله قد أوضح لكم سبيل الحق وأنار طرقه، فشقوة لازمة، أو سعادةٌ دائمةَ."


"Wahai hamba Allah, hakikat malam Lailatul Qadar ini adalah jika dalam jiwa kalian, Nur Allah menyatu dalam jiwa kalian, Cinta Allah menyatu dalam cinta kalian, sehingga Allah tampakkan pada kalian jalan kebenaran, jalan yang penuh cahaya terang benderang, maka kalian akan merasakan rindu yang sangat kepada Allah, dan kalian merasakan kebahagiaan dan ketenangan ruhani selamanya". 





2. TAFSIR FATHIMAH AZ-ZAHRA


Dalam Tafsirnya, Sayyidah Fathimah Az-Zahra mengungkap tentang Keutamaan malam Lailatul Qadr.


Di antara Keutamaan malam Lailatul Qadar adalah:


1. Lailatul Qadar adalah Raja daripada malam-malam lainnya. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda: 

     "Maka Al-Quran merupakan Raja dari semua kitab-kitab Allah yang diturunkan, Sedangkan bulan Ramadhan merupakan Raja dari bulan-bulan lainnya, dan Lailatul Qadr merupakan Raja dari malam-malam lain".


2. Lailatul Qadar adalah Malam penuh pengampunan. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda: 

    "Siapa saja yang menegakkan malam Lailatul Qadar dengan keimanan dan pengharapan, maka dosanya yang lalu akan diampuni".


Pengampunan dosa sebanyak apapun di Malam Lailatul Qadar 

Akan diampuni Allah.


     Dalam Tafsir Sayyidah Fathimah Az-Zahra Radhiyallahu Anha diriwayatkan bahwa Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda: 

     "Siapa saja yang menghidupkan malam Lailatul Qadar, maka dosa-dosanya telah terampuni meskipun (dosanya) sebanyak bintang-bintang di langit, seberat gunung-gunung di bumi dan seluas lautan".


Itulah 2 keutamaan dari malam Lailatul Qadar yang kami ambil dari Kitab Tafsir Sayyidah Fathimah Az-Zahra. Dan masih banyak lagi keutamaan keutamaan lainnya yang berkaitan dengan malam yang agung dan mulia ini.


       Menurut Sayyidah Fathimah Az-Zahra Radhiyallahu Anha meriwayatkan bahwa alasan diberikannya Lailatul Qadar kepada umat ini adalah:


         Dalam sebuah kisah diceritakan bahwa Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam pernah suatu hari merenung mengenai usia umat-umat terdahulu yang lebih panjang dari pada usia umatnya. Dari hal ini Beliau Shallallahu Alaihi Wasallam merasa sedih karena sepertinya mustahil menandingi ibadah umat-umat terdahulu. 

       Akhirnya, dengan kasih sayang-Nya, Allah Subhanahu Wa Ta'ala mengaruniakan Lailatul Qadar terhadap umat Nabi Muhammad ini.


Dalam artian, 

           Ketika ada seorang hamba Allah yang beribadah pada malam ini (malam Lailatul Qadar), maka pahalanya sama nilainya dengan 1000 bulan atau setara dengan beribadah selama 83 tahun 4 bulan bahkan lebih. 


        Adapun metode Sayyidah Fathimah Az-Zahra Radhiyallahu Anha dalam meraih Lailatul Qadar adalah melewati malam-malam Lailatul Qadar dengan beribadah sampai subuh dan memotivasi anak-anaknya serta keluarganya untuk terjaga dan melakukan ibadah dan tidak tidur.


Keluarga Rasulullah termasuk Fathimah Az-Zahra Radhiyallahu Anha di malam-malam Lailatul Qadar, senantiasa hadir di Masjid dan tidak meninggalkan Masjid untuk menghidupkan malam-malam tersebut.


      Menurut sebuah riwayat, di salah satu malam Lailatul Qadar, Sayyidah Fathimah Az-Zahra Radhiyallahu Anha sedang sakit demam, namun walau kondisi sakit pun beliau tetap komitmen dan semangat membawa keluarganya ke Masjid supaya beribadah di sana, untuk beriktikaf.


Bagi Sayyidah Fathimah Az-Zahra Radhiyallahu Anha, Hakikat malam Lailatul Qadar adalah Malam Maghfirah, Malam penuh ampunan Allah.


Sebagaimana beliau berkata:


"حقيقة ليلة القدر هي ليلة المغفرة من أحب الله فيها فغفرهُ الله بحبّه ولو أنًه مملوء بالذنوب ."


        “Hakikat malam Lailatul Qadar adalah malam penuh ampunan. Barangsiapa yang di malam itu dipenuhi cinta pada Allah, dengan banyak beribadah dan bertaubat, maka Allah akan mengampuninya meskipun ia penuh dengan dosa-dosa besar".





3. TAFSIR AL-HASAN


            Menurut Al-Imam Al-Hasan Radhiyallahu Anhu dalam Tafsir Al-Hasan, beliau menjelaskan bahwa arti malam Lailatul Qadar adalah: Qadar ialah pengkadaran atau pengukuran, sedangkan malam Lailatul Qadar adalah malam pentakdiran dan malam pengukuran. Karena pada malam ini, Allah Subhanahu Wa Ta'ala akan menentukan peristiwa-peristiwa yang akan terjadi selama setahun ke depan, dan menetapkan kehidupan, kematian, rezeki, keselamatan dan kesesatan bagi manusia.


Tentang kapan datangnya malam Lailatul Qadar, 

           Al-Imam Al-Hasan Radhiyallahu Anhu menjelaskan bahwa di dalam Al-Qur’an tidak ditemukan satu pun ayat yang dengan gamblang menjelaskan kapan terjadinya malam Lailatul Qadar. Akan tetapi, dari sejumlah ayat Al-Quran ini dapat dipahami bahwa indikator malam agung ini ialah ia adalah salah satu malam dari malam-malam bulan suci Ramadhan. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


“Sesungguhnya Kami telah menurunkan (Al-Qur’an) pada malam yang diberkahi”, (QS. Al-Dukhan (44): 3).


Dari ayat ini dapat dipahami bahwa Allah Subhanahu Wa Ta'ala menurunkan Al-Qur'an secara sekaligus di malam yang penuh diberkahi. Kemudian dalam ayat lainnya Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


“Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Quran.” (QS. Al-Baqarah (2): 185).


Dalam ayat ini, secara gamblang Allah Subhanahu Wa Ta'ala menegaskan bahwa Al-Quran turun pada bulan Ramadhan. 


Dalam salah satu ayat surah Al-Qadar, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) dalam Malam Qadar”. (QS. Al-Qadar (97): 1).


           Dari beberapa ayat di atas dapat disimpulkan bahwa Al-Quran diturunkan pada malam Lailatul Qadar, malam yang diberkahi yang menjadi bagian dari malam-malam bulan Ramadhan.


Yang menjadi pertanyaan di sini, malam manakah dari malam-malam bulan suci Ramadhan yang merupakan malam Lailatul Qadar?


Dalam Al-Quran, tidak dijumpai penjelasan atas pertanyaan ini, namun itu akan ditemui dalam riwayat.


Dalam riwayat Al-Imam Al-Hasan Radhiyallahu Anhu

         Disebutkan bahwa malam Lailatul Qadar berkisar antara malam ke-19, ke-21 dan ke-23 dari bulan Ramadhan.


Dalam sebagian riwayat lain dikatakan berkisar antara malam ke-21 dan ke-23 dari bulan Ramadhan.


Sedangkan dalam sebagian riwayat lainnya, malam Lailatul Qadar ini tiba pada malam ke-23 bulan Ramadhan.


       Tidak diungkapkannya satu malam tertentu bagi malam Lailatul Qadar adalah dalam rangka menjaga kemuliaan malam ini sehingga, dengan kebodohan, seorang tidak akan menodai kesuciannya dengan dosa-dosa yang akan diperbuatnya malam itu.


Atas dasar ini, menurut riwayat Al-Imam Al-Hasan Radhiyallahu Anhu, bahwa malam Lailatul Qadar ialah salah satu malam di antara malam-malam bulan Ramadhan, yaitu salah satu dari malam-malam ke-19, ke-21 dan ke-23 dari bulan Ramadhan.


Terkait hal ini, Al-Imam Al-Hasan Radhiyallahu Anhu 

      Menukil sebuah riwayat dari Abu Dzar Radhiyallahu Anhu, ia berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam, ‘Apakah Lailatul Qadar adalah malam yang dijanjikan pada para nabi dan diturunkan urusan-urusan pada mereka, namun karena mereka sudah tiada, lantas perkara tersebut tidak lagi diturunkan?’ Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam menjawab, ‘Tidak! Tetapi malam Lailatul Qadar (akan ada) sampai hari Kiamat”.


Kebesaran dan kemuliaan Lailatul Qadar

    Dalam Surah Al-Qadar disebutkan, “Sesungguhnya Kami (Allah) telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan” (QS. Al-Qadr (97): 1-3).


Apabila Allah Subhanahu Wa Ta'ala sekedar ingin menjelaskan kebesaran malam Lailatul Qadar, cukup dengan Dia berfirman, “Dan tahukah kamu apakah ia? Ia lebih baik dari seribu bulan”.


       Artinya, bisa saja Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam firman-Nya menggunakan kata ganti dari malam Lailatul Qadar (yang diartikan dengan malam kemuliaan) pada ayat kedua dan ketiga. Akan tetapi Allah Subhanahu Wa Ta'ala tetap menyebutkan kalimat Lailatul Qadar guna menunjukkan kebesaran malam tersebut.


Kemudian Allah Subhanahu Wa Ta'ala menjelaskan kebesaran malam ini dengan berfirman, “Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” 


       Malam ini dikatakan lebih baik dari pada seribu bulan ialah dari sisi keutamaan ibadah di dalamnya. Hal ini sesuai dengan tujuan diturunkannya Al-Qur’an, sebab kitab suci ini menginginkan agar manusia mendekatkan diri kepada Allah dan mengajak manusia kepada-Nya. Oleh karenanya, beribadah pada malam Lailatul Qadar lebih baik dari ibadah seribu bulan.


       Telah ditanyakan kepada Al-Imam Al-Hasan Radhiyallahu Anhu, “Bagaimana mungkin Malam Qadar lebih baik dari seribu bulan?” Al-Imam Al-Hasan Radhiyallahu Anhu menjawab, “Ibadah pada Malam Qadar lebih baik dari ibadah dalam seribu bulan yang di dalamnya tidak ada Malam Qadar".


Hakikat malam Lailatul Qadar menurut Al-Imam Al-Hasan Radhiyallahu Anhu, sebagaimana beliau berkata:

"حقيقة ليلة القدر هي ليلة العترة من أحبنا فليعمل بعملنا، وليستعن بالورع، فإنه أَفضلُ ما يُستعانُ به في أمرِ الدُّنيا والآخرة."

      "Hakikat malam Lailatul Qadar adalah Malam Kesetiaan kepada Ahlul bait Rasulullah, Siapa yang mencintai Ahlul bait Rasulullah, maka ikuti dan teladani akhlak mulia kami Ahlulbait, dan membela Ahlulbait dengan penuh cinta. Sesungguhnya mencintai Ahlulbait Rasulullah itu lebih utama dari seluruh apa yang ada di dunia dan di akhirat".


Indahnya berbagi di bulan Suci


4. TAFSIR AL-HUSAIN


          Dalam Tafsir Al-Husain, dijelaskan oleh Al-Imam Al-Husain Radhiyallahu Anhu bahwa  mengejar malam Lailatul Qadar tidak terlalu penting karena bagaimanapun Lailatul Qadar hanya bagian dari makhluk, sama dengan surga yang juga makhluk. Yang paling penting bagi Al-Imam Al-Husain Radhiyallahu Anhu ialah mencari Tuhan Sang Pencipta Lailatul Qadar dan surga. 


Apakah masih perlu Lailatul Qadar dan surga bila telah berada di dalam ‘pelukan’ Sang Maha Pencipta segalanya (Allah Subhanahu Wa Ta'ala)?.


Kata Al-Imam Al-Husain Radhiyallahu Anhu adalah bahwa "Bertemu Allah (Liqo Allah) lebih penting daripada Malam Lailatul Qadar".


Al-Imam Al-Husain Radhiyallahu Anhu memiliki definisi tersendiri terhadap malam yang sering diumpamakan sebagai malam yang lebih mulia dari seribu bulan ini.


      Al-Imam Al-Husain Radhiyallahu Anhu mengatakan bahwa "Bagi seorang hamba yang sudah mencapai tingkatan Makrifatullah, maka semua malam adalah malam Lailatul Qadar”.


Al-Imam Al-Husain Radhiyallahu Anhu mengatakan, “Substansi Lailatul Qadar pada seorang hamba yang sudah mencapai Makrifatullah adalah kebersihan dan kemurnian jiwa yang ia miliki, sehingga jiwanya bisa berjumpa Allah yang Maha Pencipta.”


          Al-Imam Al-Husain Radhiyallahu Anhu berkata, “Lailatul qadar adalah malam pencapaian, dimana ia lebih baik dari seribu derajat dan kedudukan. Maka siapa saja yang telah sampai dan menemukan hakikat malam ini, jiwanya akan fana (melebur) secara keseluruhan sebagai tanda terbukanya penghalang antara dia dan Tuhannya.”


        Al-Imam Al-Husaini Radhiyallahu Anhu menjelaskan tentang pengertian Lailatul Mubarakah (malam keberkahan), “Dialah malam di mana hati seorang hamba hadir dan menyaksikan ‘pancaran’ Cahaya Allah (Nuur Ala Nuur). Di dalamnya ia merasakan kenikmatan dari cahaya pencapaian  dan kedekatan kepada Tuhannya.”

 

Al-Imam Al-Husain Radhiyallahu Anhu menegaskan dalam tafsirnya bahwa: seorang manusia, untuk mencapai kesempurnaan dan ketinggian kemanusiaan, hanya bisa diraih di bawah naungan dan hubungan kedekatan hamba dengan Allah Subhanahu Wa Ta'ala. 


Menurut Al-Imam Al-Husain Radhiyallahu Anhu menegaskan bahwa bulan Ramadhan adalah kesempatan yang sangat luar biasa. Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah berfirman, “Lailatul Qadri Khairun min Alfi Syahr, Malam Lailatul Qadar lebih baik daripada seribu bulan.” (QS. Al-Qadr (97): 3). 


Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam juga bersabda bahwa, 

         Bulan Ramadhan ini dianggap sebagai bulan perjamuan-Nya. Apakah mungkin, manusia yang telah duduk di suatu perjamuan, kemudian ia keluar dari tempat itu, sedangkan ia tidak mendapatkan sesuatu dari perjamuan itu? Perjamuan yang dimaksud adalah Liqo Allah yaitu bertemu Allah, atau bahasa lainnya adalah Ma'rifatullah.


Kecuali mereka yang tidak memasuki perjamuan yang syarat dan penuh dengan ampunan dan keridhaan Ilahi. Iya, mereka yang tidak memperoleh nikmat ini sungguh tidak memperoleh nikmat Ilahi itu secara hakiki. Ketidakpunyaan yang sesungguhnya adalah bagi seseorang yang tidak mampu memperolah ampunan Ilahi.


Al-Imam Al-Husain Radhiyallahu Anhu berkata bahwa Malam Lailatul Qadar adalah malam salam. “Salamun hiya hatta Mathla’il Fajr, malam itu (penuh) dengan kesejahteraan (salam) hingga terbit fajar.” (Qs. Al-Qadr (97): 5). 


Rahmat dan kemuliaan Tuhanlah yang telah turun kepada para hamba-Nya. 


            Lailatul Qadar adalah malam yang sangat berharga. Karena itu sinarilah hati kita dengan dzikir kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala sebanyak mungkin sehingga kita akan mampu mempersiapkan diri untuk menyambut datangnya malam Lailatul Qadr. 


Malam yang kemuliaannya melebihi dari seribu bulan ibadah, “Lailatul Qadri Khairun min Alfi Syahr, Malam Qadar lebih baik daripada seribu bulan”. (Qs. Al-Qadr: 3). 


           Tanazalul Malaikatu wa Ruhi fi ha bi Idzni Rabihim min kuli Amr. “Pada malam itu, para malaikat dan ruh (malaikat Jibril) turun dengan izin Tuhan mereka untuk menentukan segala urusan.” (Qs. Al-Qadr (97): 4). 


Terangi hati kita dengan cahaya dan penuhilah rumah-rumah kita dengan cahaya ketakwaan dan kasih sayang-Nya.


Al-Imam Al-Husain Radhiyallahu Anhu mengatakan bahwa Lailatul Qadar adalah Malam Penyembuhan berbagai Penyakit. Baik penyakit fisik, maupun penyakit moral mental spiritual  dan segala macam jenis penyakit sosial.


         Obat dan terapi untuk menyembuhkan semua musibah penyakit ini bisa di dapatkan pada Lailatul Qadar, dengan syarat telah mempersiapkan diri kita terlebih dahulu sebelum memasuki malam mulia ini.


Al-Imam Al-Husain Radhiyallahu Anhu berkata:


"حقيقة ليلة القدر هي ليلة المعرفة . قال الامام الحسين من اشتاق خدم، ومن خدم اتَّصل، ومن اتَّصل وصل، ومن وصَل عَرَفَ." 


          "Hakikat malam Lailatul Qadar adalah Malam Makrifatullah. Beliau Al-Imam Al-Husain Radhiyallahu Anhu berkata: Siapa yang dipenuhi rindu pada Allah, maka ia akan mengabdi dan melayani Allah dengan setulus-tulusnya. Siapa yang tulus melayani Allah, maka ia akan menemui-Nya. Siapa yang menemui Allah, maka ia akan menyatu dengan-Nya. Siapa yang menyatu dengan-Nya maka ia akan mengenal Hakikat Dzat-Nya".


Disadur dari tulisan :

Al-Habib Prof.Dr. KH.R. Shohibul Faroji Al-Azhmatkhan Al-Husaini.SAg.MA.PhD 



DAFTAR PUSTAKA

1. Tafsir Ali bin Abi Thalib, Karya Al-Imam Ali bin Abi Thalib.

2. Tafsir Fathimah Az-Zahra, Karya Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Muhammad Rasulillah.

3. Tafsir Al-Hasan, Karya Al-Imam Al-Hasan bin Ali

4. Tafsir Al-Husain, Karya Al-Imam Al-Husain bin Ali

5. Kitab Musyafaqatul Qulub.

6. Kitab Qishaashul Anbiyya.