Keturunan Sayyid Muhdar Mandar di Sulawesi
By : SAY Qadrie :
Pustaka Sejarah
Bagian Ke Empat ( IV )
Catatan Hidup dan Perjuangan Da"wah :
Cucu Sayyid Husein Tuan Besar Mempawah
Syarif Muhdar bin Ali Al Muhsen, bin Abubakar
Di Daratan Pulau Sulawesi dalam 3 zaman
Belanda, Jepang, Transisi Kemerdekaan
1. Keturunan Asal usul, Kelahiran dan Masa Kecil, Syarif Muhdar bin Ali,
Berdasarkan keterangan dari Maulana Syarif Husein, PPU dan Catatan Nan Gq 1857 M, Pangeran Bendahara Syarif Ja Far bin Sultan Hamid.I, Pontianak
Syarif Muhdar bin Ali Al Muhsen,
Lahir sekitar zaman kekuasaan Sultan Hamid I 1855 - 1872 M, atau Sultan Yusuf 1872 - 1895 M, , dari Ibu : Syarifah Khadijah binti SirajudienSyah, bin Sayyid Ibrahim, bin Sayyid Abubakar, bin Sayyid Husein. Dan, Sayyid Muhdar Mandar wafat pada tahun 1952.M, Makam beliau ditemukan di Mandar. Sulawesi Barat.
Zaman kekuasaan para Sultan di Pontianak :
1 .Sultan Syarif Abdurrahman bin Hussein al-Qadri :
(1 September 1778 – 28 Februari 1808)
2. Sultan Syarif Kasim bin Abdurrahman al-Qadri :
(28 Februari 1808 – 25 Februari 1819)
3. Sultan Syarif Usman bin Abdurrahman al-Qadri :
(25 Februari 1819 – 12 April 1855)
4. Sultan Syarif Hamid I bin Usman al-Qadri :
(12 April 1855 – 22 Agustus 1872)
5. Sultan Syarif Yusuf bin Hamid I al-Qadri :
(22 Agustus 1872 – 15 Maret 1895)
6. Sultan Syarif Muhammad bin Yusuf al-Qadri:
(15 Maret 1895 – 24 Juni 1944)
7. Mayjen KNIL Sultan Hamid II al-Qadri:
( 29 Okt, 1945 – 30 Maret 1978)
Syarif Muhdar Mandar, Susunan lengkap nasabnya sbb :
41@ Syarif Muhdar Alkadri Mandar ,
40@ bin Ali Al Muhsen, dari istri Syarifah Khadijah binti SirajudienSyah,
39@ bin Abu Bakar,
38@ bin Pangeran Syarif Ja Far,
37@ bin Sultan Hamid I,
36@ bin Sultan Usman,
35@ bin Sultan Abdurrahman,
34@ bin Sayyid Husein Tuan Besar Mempawah.
Ayah beliau Syarif Ali Al Muhsen,: merupakan keturunan dari : Sayyid Abubakar, bin Pangeran Syarif Ja Far. ( Makam di Segedong Pontianak Kalbar )
Sedangkan Ibu beliau, : Syarifah Khadijah binti SirajudienSyah, bin Sayyid Ibrahim Panglima Hitam Paku Alam Segeram, bin Sayyid Abubakar Panglima Laksamana Pertama, bin Sayyid Husein Tuan Besar Mempawah .
Sayyid SirajudienSyah :
RADEN PANGERAN ADIWIJAYA SABAMBAN SYARIF SIRAJUDDINSYAH bin Ibrahim Panglima Hitam Paku Alam Segeram, lahir dari ibu Syarifah Aminah binti Pangeran Syarif Ali Alidrus Sabamban. Karena cucu Pangeran Syarif Ali Sabamban, beliau mendapat gelar "Pangeran".
Cucu Sayyid Husein Tuan Besar Mempawah ini, diperkirakan lahir di zaman Sultan Hamid 1 akhir, dan hidup se zaman dengan berkuasa nya Sultan Syarif Yusuf bin Hamid I al-Qadri : (22 Agustus 1872 – 15 Maret 1895), Sultan Syarif Muhammad, (15 Maret 1895 – 24 Juni 1944 M) hingga Shahid dibunuh Jepang pada tahun : 1944.M,
Tahta di gantikan oleh Sultan Hamid.II. ( 29 Okt, 1945 – 30 Maret 1978 M ) sebelum kemudian di hapuskan pada tahun 1950.M. oleh Pemerintahan Sukarno. Akan tetapi kedudukan seorang Sultan dalam dinasty Al Kadri, seumur hidup, sejak diangkat hingga wafat, kecuali Dewan Kerajaan menentukan lain.
Sepanjang hayat nya, Syarif Muhdar bin Ali Al Muhsen, menikahi 13 wanita.
Zaman itu adalah dimana banyak wanita dinikahi diusia belia, bahkan pada haid pertama mereka, dengan tujuan diselamatkan dari incaran Belanda, dan Jepang
Masa itu juga banyak usia yang dituakan dari tanggal kelahiran sebenarnya, dengan tujuan agar bisa dinikahi, dan menikah bagi laki - lakinya.
Banyak laki-laki yang menikah usia 12,13.14 tahun. Dan banyak wanita yang dinikahi pada usia: 10,11,12 tahun, dengan mengubah tanggal lahir mereka.
Dari 13 istrinya, Sayyid Muhdar Mandar mendapatkan karunia keturunan anak , laki - laki dan perempuan sejumlah : 23, karena Sayyid Muhdar ini menikah pertama kali di usia 17 tahun saat itu,
Karena dikejar - kejar Belanda, yang menganggap beliau bekerjasama dengan Jepang, ketika Jepang masuk tahun 1942 di Tarakan, beliau melarikan diri ke Sulawesi. Dalam pelariannya, beliau beberapa kali mengganti nama, dan sempat menikah di beberapa tempat di daratan Sulawesi.
Itulah kenapa keturunan beliau banyak ditemukan di Sulawesi, hingga hari ini, 2020 Masehi.
Salah satu keturunan ini bernama : Syarif Noeh bin Muhdar, bin Ali Al Muhsen, bin Abubakar, makam beliau ( Syarif Noeh bin Muhdar ) ditemukan di Pulau Sepanjang. Daerah Kepulauan Madura.
2. Masa Remaja, dan Dewasa,
Syarif Muhdar tumbuh besar di bawah asuhan orang tua beliau, diperkirakan di sekitar wilayah Borneo Selatan saat itu karena ibu beliau lahir di Sabamban dari keturunan Syarif Sirajudiensyah.
Dimasa remaja diperkirakan pada zaman itu, karena sebagian besar masyarakat menggunakan perahu layar sebagai sarana transportasi dari satu tempat ketempat lainya, kemungkinan Syarif Muhdar ini juga sudah terbiasa dan akrab dengan lautan.
Bekal inilah yang kemudian di gunakannya untuk berniaga sambil berda"wah dari satu pulau kepulau lainya, ketika sudah mulai dewasa, nantinya.
##, Peristiwa Perairan Lombok,
Ketika peristiwa terjadi,: "Ali Al Muhsen", memerintahkan anak buah Kapal untuk melepas bendera Kesultanan Pontianak dan bendera Belanda dengan mengganti bendera hitam, sebab pada saat itu terjadi gelombang tinggi dan angin ribut,
Bendera hitam tersebut di maksudkan untuk tanda perdamaian dengan laut, sehingga ombak dan angin kencang mereda, saat itu mereka sedang melewati laut Lombok dan di lihat tentara dan residen Belanda,
Karena Suasana kabut tanpa memberi peringatan mereka langsung saja menembaki seluruh body kapal dengan meriam dan akhirnya mengakibatkan bocor kemudian tenggelam
Setelah kapal tenggelam mereka mendekati kapal tersebut.
Maka di ketahuilah bahwa kapal yang di tenggelamkan adalah utusan Sultan Pontianak, sebab mereka juga menemukan serdadu Belanda sebagai pengawal di dalam kapal yang sudah meninggal semuanya
Mendengar berita ini Sultan Pontianak ( Sultan Hamid I saat itu ) menjadi murka kepada Belanda dan memutuskan hubungan dagang hampir 1 tahun
Sedang 2 orang syahid, Abdurrahman dan Abdullah, diperintahkan agar jenazah beliau di bawa ke rumah keluarga nya masing masing
4 orang Syahid di temukan nelayan di laut Lombok dan di makamkan di pinggiran laut Lombok tanpa nama, sehingga sampai saat ini baru makam" Alwi dan Shaleh" yang baru di temukan,
Sementara makam *Ali* dan *Ali Al - Muhsen* tidak di temukan, sebenarnya makam beliau ada di daerah pinggiran pantai lombok
##, Keturunan Al Al Muhsen bin Abubakar, :
Ketika meninggal , zaman Sultan Hamid I, Ali Al Muhsen meninggalkan anak
1. Dari Istri Syarifah Khadijah binti Sirajudin Syah, bin Ibrahim Al Qadri Panglima Hitam Paku Alam, lahirlah
!.1. "Sayyid Muhdar ini".
Saudara lain Ibu diantaranya :
2. Dari Istri : " Umbu Syaihah" di Waingapu, Sumba :
2.1. Shaleh bin Ali Al - Muhsen
2. 2. Muhdhar
2. 3.Yusuf
2. 4. Hasan
2. 5. Husein
3. Dari istri di Lombok, :
3. 6. Ibrahim
3. 7. Syech
3. 8. Ismail
3. 9. Misna
3. 10. Munawaroh
Keturunan "Ali bin Abu bakar, bin Abdillah,
bin Abu bakar, bin Abdullah, bin Abu bakar Tuan Abu, bin Sayyid Husein
Meninggalkan anak anak : ( merupakan
1. Mustafa bin
2. Muhammad Zaein bin
3. Abdullah bin
5. Hasan bin
6. Fatimah binti
Abdullah bin Sultan Usman @anak ke15, saat itu maseh belum menikah sehingga tidak memiliki keturunan,
Sedangkan Pangeran Jaya Syarif Abdullah
Ini anak ke 7 Sultan Syarif Usman. Pangeran Jaya Syarif Abdullah, beliau memiliki keturunan yang banyak termasuk Keluarga Depok , Menado, dll. dalam dokumen NanGq 1857 Merupakan anak ke 7 Sultan Usman dari istri Nyai Culan
Anak Sultan Usman yang bernama Abdullah ada 2
1. "Pangeran Jaya Syarif Abdullah" dalam NanGq 1857 anak ke 7 Sultan Usman dari istri "Nyai Culan" memiliki keturunan yang banyak
2. Sedang "Abdullah bin Sultan Usman anak dari Halimah" anak yang ke 15 meninggal tenggelam beliau pada saat itu bergelar Pangeran Wirakarya Syarif Abdullah bin Sultan Usman . Pangeran Wirakarya Syarif Abdullah bin Sultan Usman anak yang ke 15 meninggal di laut Lombok yang oleh pembuat fitnah disebutkan meninggal di waktu bayi, katanya
3. Pengembaraan di Lautan:
antara Pontianak, Banjarmasin, Lombok dan Ujung Pandang
Mereka para keturunan Ali Al Muhsen ini,
Meneruskan kegiatan berdagang ke daratan Makassar dengan membawa hewan dan palawija. Setelah perahu sampai di pelabuhan Paotere dagangan di bongkar kemudian Syarif Muhdar yang di tinggal untuk menawarkan dagangannya.
Terkadang perahunya masuk di daerah keraton Sadurangas tanah grogot sebab di kraton Sadurangas ada satu orang putra Paduka yang mulia Sultan Syarif Abdurrahman Alqadry *Syarif Achmad bin Sultan Syarif Abdurrahman Alqadry menikah dengan putri Raja Paser blengkong (Ratu Putri Petung) Aji awang meter. ( Makam dan keturunan beliau ini masih dicari )
Dalam catatan Maktab NanGQ1857, disebutkan Pangeran Giri, Sayyid Ahmad bin Sayyid Husein, juga menikah di Kaltim dengan seorang putri Raja ?
Apakah beliau yang dikenal dengan Imam Pawah ? Yang mana sebenarnya ?
4. Berdagang dan Berda"wah ke Ujung Pandang
Sebenarnya peristiwa ini dikenal dengan Tragedi Perairan Lombok
tercatat di Kesultanan Pontianak
Setelah beberapa tahun perjalanan ekspedisi ke daratan Kalimantan, Lombok, Makassar, Sumba, perahu yang ditumpangi dua bersaudara putra dari Syarif Abubakar tersebut ( Ali Al Muhsen ) di tembak oleh serdadu Belanda di karenakan sebelumnya beliau melepas bendera Kesultanan dan bendera Belanda, menggantinya dengan bendera hitam, guna menjinakkan badai dan gelombang saat itu,
Dalam peristiwa itu "Syarif Ali Al Muhsen Alqadry" sebagai komandan kapal layar itu, tertembak sehingga terputuslah hubungan antara Lombok dengan Makassar, Pontianak, dan Sumba.
Perjuangan ayah mereka dilanjutkan oleh ke 2 dua putranya masing - masing bernama Shaleh dan Muhdar,: bin Ali Al Muhsen, bin Abubakar, dengan di dampingi salah satu kerabat mereka bernama : Ali bin Muhammad.
#Syarif Shaleh bin Ali Al Muhsen Alqadri berangkat ke pulau Sumba NTT,
5. Zaman Penjajahan Belanda di Pulau Sulawesi
Selang beberapa waktu kemudian "Syarif Muhdar bin Ali Al Muhsen bin Abubakar", yang tinggal di Makassar menjadi bulan bulanan dikejar kejar serdadu Belanda, saat itu sekitar tahun 1937 M, - 1942 M,
Dan nantinya,
Ketika pasukan Jepang mendarat di Tarakan pada 11 Januari 1942 M, beliau ini juga dicurigai bekerjasama dengan Belanda, saat ketika pasukan Jepang mencapai Sulawesi.
Dari peristiwa itu, dalam pelarian nya dari kejaran Belanda, dan Jepang, sehingga Syarif Muhdar terpaksa gonta ganti nama demi kelanjutan misi dakwah mereka.
Di Makassar, Syarif Muhdar sempat di tahan tentara Belanda di penjara Benteng Rotterdam (pantai losari) sekarang. Akan tetapi, Syarif Muhdar bisa meloloskan diri beserta 4 (empat) orang rekan nya meski dengan harus menghabisi petugas penjara (sipir) dan serdadu Belanda lain nya.
Karena kejadian ini, Syarif Muhdar menjadi buronan Belanda,
dan dikejar - kejar kemana-mana, antara tahun 1937 - 1942 itu,
6. Masa pelarian dari kejaran Penjajah Belanda : 1937 - 1942 M
Selama dalam masa pelarian, antara tahun 1937 - 1942 M, ( Penjajahan Belanda ) Dalam penyamaranya Syarif Muhdar terpaksa berganti ganti nama orang tuanya menjadi : "Muhdar bin Muhsen", kadang "Andi Muri bin Said", dll
Sambil tetap ber Da"wah secara bergerilya beberapa tahun kemudian Syarif Muhdar di ketahui keberadaan nya di daerah Wajo Sengkang, beliau kemudian berganti nama "Andi Muri bin Sa'id" dan sempat menikah dengan "Siti Maimunah" dan melahirkan dua orang putra di berinya nama sbb:
1.Sayyid Khatib Alqadry
2.Sayyid Hamzah Alqadry.
Kemudian menikah lagi dalam pelarian nya dengan keturunan Raja Bone "Andi tjaparu" dan melahirkan Syarifah Siti Khadijah Alqadry ( puang sitti )
Sepanjang hayat nya,
Syarif Muhdar bin Ali, menikahi 13 wanita, dan mendapatkan karunia keturunan anak anak , laki - laki dan perempuan sejumlah : 23 putra dan putri.
##, Kehidupan Syarif Muhdar di Mandar, dan sekitarnya,
Salah satu kebiasaan masyarakat di daratan Sulawesi khusus nya di tanah Mandar menyebut habaib dgn panggilan/julukan "puang sayye' artinya "Tuwan sayyid. "
Karena memiliki kedudukan yang terhormat, Tinggi disebutnya : Malinggato' atau Malayo sehingga Syarif Muhdar Alqadri di sebut oleh masyarakat di sana adalah: "Pussayye' layo" artinya Tuwan Sayyid tinggi
Mereka tidak perbah menyebut nama apa lagi terhadap ulama dan orang dewasa yang telah memiliki anak maka nama anaknyalah di sebutkan nya terlebih dahulu. contoh; Abdullah punya anak perempuan nama nya Hadijah maka dipanggil nya Bapaknya Hadijah.
Seperti itulah cara penghormatan suku Sulawesi Selatan Bugis dan Mandar sampai saat ini.
Jadi nama Syarif Muhdar Alqadri itu di daerah Mandar adalah: " Puang assayye' layo kekeramatan sayye' layo " di Mandar.
Karomah :
Pernah pada suatu saat rombongan mereka bertiga dengan santri nya menempuh perjalanan melalui hutan ada salah satu santri nya kehausan yang kebetulan pada saat itu mereka melintasi kebun kelapa. Salah satu santri nya ingin memanjat pohon kelapa dilarang oleh Syarif Muhdar Alqadri.
Beliau menghimbau agar bisa menemui pemiliknya untuk meminta halal dan ridlo nya.
Setelah ada izin dari yang empunya pohon kelapa tsb, Syarif Muhdar langsung berdo'a sehingga pohon kelapa itu merunduk sampai buahnya bisa di petik dengan mudah.
7. Masa Perjuangan di zaman Penjajahan Jepang : 1942 - 1945
Kemudian setelah hijrah ke tanah Mandar dengan meninggalkan 3 ( tiga) orang anak dari dua istrinya di wajo *Da'asi dengan Andi Caparu di Sengkang, tepatnya pada tahun 1946 beliau ditangkap dan di penjarakan oleh tentara jepang (Nippon) di Mamuju, Sulawesi Barat, sebab dianggap tidak mendukung politik penjajah..
Tiba tiba datang gelombang besar setinggi 7 (tujuh) meter menutupi kota Mamuju sehingga banyak menimbulkan kerugian yang berdampak kepada masyarakat sipil sebab sawah ladang bahkan ternak ikut ter seret arus gelombang dahsyat menghantam pemukiman dan meluluh tantakkan daerah pada saat seketika itu.
Menurut penuturan putra nya, yang merupakan Paman Saya :
Sayyid Kadri bin Muhdar Alqadri kepada saya,: " Saat dalam perjalanan dari Bugis pun Syarif Muhdar Alqadri tidak terlepas dari ancaman pembunuhan sehingga beliau harus menempuh perjalanan nya pada malam hari melalui hutan belantara dan pantai,"
Sebab daerah itu sudah di blokir oleh serdadu bahkan mata mata (intel) penjajah mengintai manusia yang bernama Syarif Muhdar.
Sesampainya di daerah Pinrang, Sulawesi Selatan, pada saat itu Syarif Muhdar tengah melaksanakan shalat ashar langsung di kepung oleh serdadu jepang.
Dengan tenang Syarif Muhdar melaksanakan sholat ashar nya sampai selesai 4, raka'at. Setelah beliau salam serdadu hendak menangkapnya, ternyata kaki kaki mereka tidak bisa diangkat bedilpun sia sia di tangannya semuanya menjadi kaku..
Sampai Syarif Muhdar lolos naik kuda putihnya bersama putranya menyeberangi sungai sa'dang di Kabupaten Pinrang sekarang...
"Saya tidak habis fikir kenapa kuda itu bisa melintasi sungai yang airnya dalam dan arus nya deras/" : kata Sayyid Kadri Alqadri takjub
Syarif Muhdar tidak pernah makan nasi selama dalam perjalanan yang dia bawa hanya telur ayam kampung dengan garam dan perlengkapan ransum lain nya.
8. Keturunan Sayyid Muhdar bin Ali Al Muhsen Mandar :
Istri, Keturunan dan Sebaran anak cucu :
Syarif Muhdar bin Ali Al Muhsen, bin Abubakar, bin Pangeran Syarif Ja Far, bin Sultan Hamid I, bin Sultan Usman, bin Sultan Abdurrahman, bin Habib Husein Al Qadri :
Sayyid Muhdhar pertama kali menikahi :
Syarifah Aminah binti Syarif Abubakar Panglima Leaxa III, bin Sayyid Abdullah Tumenggung Banten, bin Sayyid Abubakar I Panglima Laksamana Pertama Wierelles I , bin Sayyid Husein. Ketika berusia sekitar 17 tahun, :
Mertua beliau, Syarif Abubakar Panglima Leaxa III, Lahir : Banten 19 Rajab 1195 H - 1774 M. Wafat : Martapura, 3 Rabiul Awwal 1276 H - 1855. dari ibu Fatimah binti Abdullah Azmatkan Albantani.
Abubakar Panglima Leaxa III, menikahi Sri Sungkoro binti Raden Buardiningrat Azomatkhon Albantani, Kerabat dari sebelah Ibu Beliau.
Bin Sayyid Abdullah bin Abubakar I, Tumenggung Banten
SAYYID ABDULLAH BIN ABUBAKAR PANGLIMA LAKSAMANA I,
Menurunkan keturunan :
PANGLIMA LAKSAMANA III, LEAXSA
SYARIF ABU BAKAR BIN ABDULLAH. Istri : Sri Sungkoro binti Raden Buardiningrat Azomatkhon Albantani . Lahir : Banten 19 Rajab 1195 H - 1774 M . Wafat : Martapura, 3 Rabiul Awwal 1276 H - 1855 M. Makam Banjar Kompleks Pemakaman keluarga Alkadri dan Al Banjari . Nama Ibu Fatimah binti Abdullah Albantani.
Salah satu cucu Beliau bernama : Raden Temenggung Jaya Suryo Senopati Abas, Raden Soeseno ( Syarif Abas Alkadri bin Zein, bin Laksamana III Leaxsa Abu Bakar, bin Abdullah, bin Laksamana I Wierelles Abu Bakar Alkadri ) .,-- Menjadi Tumenggung di Lereng Gunung Salak Bogor dan menikahi Syarifah Fatimah Alkadri, keturunan Pangeran Syarif Abu Musa bin Sultan Abdurrahman Alkadri.
Raden Temenggong Jaya Surya Senopati Syarif Abas Alkadri bin Zein
Istri beliau : Syarifah Patimah merupakan Keturunan Pangeran Mas Mangku Negara Abu Musa yang sudah terbuka maqam Gunung Salak, sedangkan Raden Temenggung Jaya Surya Senopati : Sayid Abas bin Zein Alkadri merupakan keturunan Panglima Laksamana I, Syarif Abu Bakar bin Sayyid Husein Alkadri Jamallullail
Dan, PANGLIMA LAKSAMANA IV.
SAYYID ABUBAKAR BIN ABDILLAH, ( Dilantik oleh Sultan Hamid I, menjadi Panglima Laksamana pada tahun 1855 M ) - bin Abubakar III Leaxa, bin Abdullah Temenggung Banten, bin Sayyid Abubakar I, Panglima Laksamana Pertama Kesultanan Pontianak, bin Sayyid Husein Tuan Besar Mempawah Mufthi dan Kadi 2 negeri yaitu Kerajaan Matan dan Kerajaan Mempawah.
Makam Panglima Laksamana IV, ditemukan di Jeranjang Lombok Nusa Tenggara Barat. Sayangnya sebagian keturunan Beliau saat ini, salah jalur dan salah nisbat ke : Sayyid Abubakar bin Sultan Abdurrahman Alkadri.
Abubakar II, PANGLIMA LAKSAMANA III, LEAXSA
Menjabat sebagai Panglima Laksamana III, Kesultanan Pontianak. Dilantik zaman kekuasaan Sultan Syarif Usman. Beliau ditugaskan dan menetap di Banjar hingga wafat 1855 M. Bersamaan Naik Tahta nya Sultan Hamid I, - 1855 M. di Pontianak
Sebelumnya Beliau sempat menjabat sebagai Tumenggung di wilayah Kesultanan Banten, menggantikan ayahnya - Sayyid Syarif Abdullah yang menghabiskan masa tuanya di Lombok Nusa Tenggara Barat bersama 2 saudara nya Husein dan Abdillah, lahir kembar pada 1772 di Lombok, - bin Abubakar I - hingga wafat nya. Makam Abdullah bin Abubakar I, tercatat di Lombok.
Sayyid Muhdhar Kemudian menikah lagi dengan :
1. Maimunah dari Wajo, putri dari Andi Muri bin Mahmud, keturunan :
1.1. Syayyid Khatib bin Sayyid Muhdhar Mandar
1,2, Sayyid Hamzah bin Sayyid Muhdhar Mandar
2. Andi Caparu dari dari Sengkang, keturunan :
2.1. Syarifah Khadijah binti Sayyid Muhdhar Mandar
3. La" Birannah dari Mandar, keturunan :
3.1. Syarifah Sami binti Sayyid Muhdhar Mandar
3.2. Syarifah Mahliah binti Sayyid Muhdhar Mandar
3.3. Sayyid Rajeng bin Sayyid Muhdhar Mandar
3.4. Sayyid Mahmud bin Sayyid Muhdhar Mandar
3.5. Syarifah Bas'se binti Sayyid Muhdhar Mandar
3.6. Sayyid Abdullah bin Sayyid Muhdhar Mandar
4. Sa'i dari Mandar Lombong, keturunan :
4.1. Sayyid Noeh bin Sayyid Muhdhar Mandar
5. Siti Aishah , dari Mandar Limboro, keturunan :
5.1. Syarifah Intan binti Sayyid Muhdhar Mandar
5.2. Sayyid Abubakar bin Sayyid Muhdhar Mandar
5.3. Sayyid Kadri bin Sayyid Muhdhar Mandar
6. Yatani dari Maje"ne, Sulawesi Barat, keturunan :
6.1. Sayyid Alwi ( dot ) bin Sayyid Muhdhar Mandar
6.2. Syarifah Aminah binti Sayyid Muhdhar Mandar
7. Angga dari Maje"ne, keturunan :
7.1. Sayyid Umar bin Sayyid Muhdhar Mandar
7.2. Sayyid Usman bin Sayyid Muhdhar Mandar
8. Inche Padang dri Tappalang Mamuju, keturunan :
8.1. Sayyid Habibi bin Sayyid Muhdhar Mandar
9. Inche Tappalang , keturunan :
9. 1. Syarifah Baiduri binti Sayyid Muhdhar Mandar
10. Siti Aishah. dari Polmas, keturunan :
10.1. Syarifah Dewi binti Sayyid Muhdhar Mandar
10.2. Syarifah Jamilah binti Sayyid Muhdhar Mandar
10.3. Syarifah Jauhari binti Sayyid Muhdhar Mandar
10.4. Syarifah Cayya binti Sayyid Muhdhar Mandar
11. Inche Matang" Nga dari Polman, tidak dapat keturunan.
12. Tengku Syarifah Aminah dari Aceh , dinikahi di Kalsel, - tidak dapat keturunan
13. Syarifah Saidah Al Qadri, binti Syarif Syafarudin Najamudin, bin Sultan Abdurrahman, yang berdiam di sekitar Kalimantan bagian selatan ini, - tidak dapat keturunan
SAYYID NOEH BIN SAYYID MUHDAR MANDAR
Pada tahun 1930 syarif Muhdar mengirim putra nya Sayyid Nuh
Kemudian Sayyid Muhdar bin Ali Al muhsen ini, Mengirim salah satu Putra nya Sayyid Noeh bin Muhdar , ke Pulau Sepanjang dengan tujuan Da"wah :
Pada tahun 1930 Syarif Muhdar mengirim putra nya Sayyid Nuh bin Muhdar Alqadri ke kepulauan Sapeken daerah timur pulau Madura guna menyebar agama disana. Sayyid Noh bin Muhdar bin Ali, lahir di desa lombong kecamatan Malunda pada tahun 1921,
Setelah menyelesaikan tugas belajarnya di "Desa Pambusuang Mandar" Beliau di kirim ke Kepulauan Sapeken pada tahun 1931, di usia sekitar 10 tahun, ikut keluarga dari ibu nya yang bernama "Muhammad Hafiz"
Setelah beberapa tahun tinggal di pulau sepanjang Noeh yang masih terhitung remaja itu, ditugaskan mengajar mengaji alqur'an oleh "Muhammad Hafiz" terhadap anak anak sebayanya..
Alhasil banyak yang sudah faham mengeja lafaz alqur'an Noeh pun beranjak dewasa kemudian ditingkatkan mata pelajaran terhadap para santri nya untuk menghafal kitab barzanji dan kitab parukunan (fiqhi).
Konon ceritanya "Noeh alqadri" menikah pada umur 15 tahun dan istrinya umur 11 tahun". beberapa bulan "Siti Jamilah binti Abdurrahman" di sembunyikan diatas plafon rumahnya agar tidak di dapat oleh serdadu
Setiap hari rumah mereka di kosongkan dengan kesan rumah tanpa penghuni sehingga jika serdadu datang mendobrak dobrak pintu, tak seorang pun yang melayaninya sebab orang tuanya bersembunyi di dalam lubang yang telah mereka buat sendiri...
Menurut cerita yang bersangkutan "Siti Jamilah" sempat ketakutan, sampai gemetaran jika penjajah itu datang memukul mukul tiang rumah terkadang melepaskan tembakan..
Setelah ada pasangan, serdadu pun tidak mau mengganggunya lagi,
Noeh di anugrahi momongan pertama pada tahun 1942 di berinya nama "Syarifah Siti" . Keturunan nya sampai saat ini sebahagian di kepulauan .
Makam Sayyid Nuh Alqadri berada di pulau Sepanjang , Keturunan nya sebahagian ada di Kaltim...termasuk Maulana Syarif Husein Alqadri di Penajam Paser Utara ( PPU )
Sayyid Noeh hanya di karuniahi 3 (tiga) orang anak laki laki..
1.Sayyid Muhammad Yasin Alqadri (wafat) di pulau sepanjang,
2.Sayyid Muhammad Zein Alqadri, (Menetap di Penajam Pasir Utara, Kalimantan Timur)
3.Maulana Syarif Husein Alqadri (Menetap di Penajam Pasir Utara, Kalimantan Timur)
Dalam catatan Nan Gq 1857 M, keturunan ini memang banyak menikah muda. Bahkan Pangeran Syarif Ja Far, leluhur mereka, menikah di usia 14 tahun.
Zaman dan masa itu, banyak putri yang dinikahkan dikala haid pertama, usia 10 - 12 tahun, agar tidak dirampas Belanda dijadikan gundik, atau ditangkap Jepang ( ketika Jepang masuk pada 11 Januari 1942, di Tarakan ) dijadikan pemuas nafsu pasukan mereka, disebut : "Jugun Ianfu "
Untuk keperluan ini, banyak usia anak perempuan yang dituakan,: 5 sampai 10 tahun, Agar bisa menikah. Karena kalau sudah menikah, aman dari "perampasan penjajah ! Belanda maupun Jepang"
##, Putri Syarif Muhdar,
Hj.Syarifah Khadijah binti Syarif Muhdhar Alqadri lahir di Sengkang Sulawesi Selatan dari pasangan istri kedua dari Syarif Muhdhar Alqadri dengan Andi Chaparu
Alhamdulillah Maulana sempat menemui beliau pada tahun 1986
Beliau menuturkan bahwa YM. Sultan Syarif Hamid.II. - sering berkunjung kerumah nya dan beliaupun sering berkunjung ke asrama dimana YM. Sultan Hamid Alqadri II bersekolah di Jln. Rappocini, bersama abah beliau Syarif Muhdar Alqadri .
Antara YM.Sultan Hamid II dengan Syarif Muhdhar Alqadri - ( Note : Dalam catatan kami yang sempat sekolah di Makassar bukan Sultan Hamid II, tapi Syarif Ahmad YAN, Om Yan. Kelak beliau menjadi Poliisi berpangkat cukup tinggi, setingkat Perwira ) - mereka sangat akrab.
Beliau bercerita bahwa Sultan Hamid itu besar tinggi dan orangnya berperawakan seperti orang Belanda kalau sekarang seperti orang (barat). Figur ini juga cocok dengan Om Yan. Besar tinggi, gagah, ganteng, dan rambut beliau sedikit kemerahan, mirip orang barat.
Sosok Hj.Syarifah Khadijah Alqadri (Puang Sitti) berturur sangat lembut dengan logat bahasa Bugis kadang beliau berbahasa Indonesia kepada saya. sempat beliau bertanya kepada abah, mengertikah dia berbahasa Bugis, saya menimpalinya:" iye puang uissemmoa" artinya, "iya halati saya mengerti**
Keterangan :
Selisih data tanggal tahun dan tempat kejadian menyebabkan kerancuan sejarah.
Mirip yang terjadi dengan sejarah Syarif Tue Abdullah bin Yahya di Bali. Menurut I Wayan Reken, usia beliau 104 tahun. Tapi menurut catatan Kesultanan dan analisa Kami, usia beliau 56 tahun.
Hasil akhirnya : Syarif Tue Abdullah bin Yahya sudah di identifikasi sebagai keturunan cucu Panglima Laksamana Pertama Abubakar binSayyid Husein !
Susunan lengkap nasab beliau :
Syarif Tue Abdullah bin Yahya Maulana Al Kadri, bin Sayyid Yusuf ( Ki Sauki Yusuf ) ulama besar abad ke 18 di Pulau Tujuh, makam beliau ditemukan di Kampung Segeram, Natuna.
Sayyid Yusuf tercatat merupakan saudara / adik dari : "Sayyid Ibrahim Panglima Hitam Paku Alam", yang membangun kembali peradaban di Segeram Natuna, pada awal abad ke 18.
Dibimbing ayah mereka ( Panglima Laksamana Pertama, Tuan Abu ) pada 3 tahun pertama, sekitar 1799 M, mereka mendarat di Segeram Pulau Tujuh Natuna, berlayar dari Sabamban Borneo Selatan, karena keluarga ini dulunya ikut bersama rombongan Pangeran Syarif Ali Alidrus dari Pontianak ke Sabamban, pada 17 Agustus 1787M. Banyak dari keturunan ini yang lahir di Pontianak, besar di Sabamban, atau sebaliknya.
Pulau Tujuh sekarang di sebut Seven Island wilayah Provinsi Riau Kepulauan.
Mereka semua keturunan "Sayyid Abubakar "Panglima Laksamana Pertama Kesultanan Pontianak, menjabat 1778 - 5 Juli 1779 M ( Rezign )" - Lahir 1735 - Wafat 1814 M.: Usia hidup 79 tahun. merupakan saudara beda ibu dari Sultan Syarif Abdurrahman, 1730 - 1808 M, Usia hidup 78 tahun. Tercatat dengan rapi di Kesultanan Pontianak.
Kedua nya merupakan putra Sayyid Husein Tuan Besar Mempawah.
Sumber : "Dari Catatan Pangeran Bandahara Syarif Ahmad bin Sultan Abdurrahman ,1840 M
Baca selengkapnya disini , Klik >> : Tuan Abu, Harimau Waqqar
** Sumber : Narasi dari Maulana Syarif Husein bin Noeh, Penajam Paser Utara ( PPU ) dari catatan yang beliau kumpulkan sejak tahun 1984
** Catatan Pangeran Syarif Ja Far bin Sultan Hamid I, tahun 1870 kode Nan Gq 1857 M