Selasa, 22 Januari 2013

Kerajaan Sambas : Kemelut Dagang di Perairan Barat Borneo

By SAY Qadrie : Pustaka Sejarah




RUNTUHNYA  PELABUHAAN  KERAJAAN  SAMBAS

Kemelut Dagang di Perairan Barat Borneo

Di Kalimantan, (pendapat sementara) gelar Sultan dipakai pertama kali oleh beberapa penguasa Kerajaan/Kesultanan, antara lain:

1.      Sultan Muhammad Shah (1383-1402M) Kesultanan Brunei Darussalam.

2.      Sultan Suriansyah (1520-1546M) Kesultanan Banjar.

3.     Sultan Muhammad Tsafiuddin, menantu Giri Kesuma / Gusti Aliuddin (1622- 1665M) Kesultanan Tanjungpura di Sukadana.

4.      Sultan Mohammad Jamaluddin Kusumanegara (1658-1690M) Kesultanan Sanggau.

5.      Sultan Muhammad Shafiuddin Ibin Sultan Ibrahim Ali Omar Shah ( Sultan Tengah ) (1671 - 1682) Kesultanan Sambas.

6.      Sultan Aji Muhammad Idris (1735-1778M) Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura.

7.      Sultan Abdurrasyid ( ... -1795M)

8.      Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie bin Habib Husein Alkadrie (1778-1808M) Kesultanan Pontianak.

9.      Sultan Syarif Muhammad bin Syarif Idrus (1795-1829M) Kesultanan Kubu.

10.  Sultan Muhammad Zainal Abidin (1820-1831M) Kerajaan Mempawah.



Belanda memang merasa khawatir dengan sikap Sultan Sambas yang lebih berpihak kepada saudagar-saudagar dari negeri China dibandingkan dengan VOC dan pedagang dari negara Eropah lainnya. Terlebih setelah sebuah pabrik milik VOC di Sambas dalam tahun 1610 diserang dan semua pegawai syarikat dagang itu dibunuh. 

Peristiwa serupa terulang kembali sewaktu terjadi peperangan antara Sukadana sekutu Kerajaan Sambas dengan Mataram yang dibantu Belanda dalam tahun 1612, satu lagi pabrik milik VOC di Sambas telah dibakar. 

Walaupun tidak ada orang Belanda yang mati dibunuh dalam peristiwa kedua itu, tetapi sebenarnya kehadiran Belanda di Sambas tidak diterima baik oleh Sultan yang cenderung mempertahankan hubungan perdagangan Sambas dengan negeri China yang terus merosot karena persoalan dalam negeri China.

Walaupun demikian Belanda tetap menahan diri tidak menyerang Kerajaan Sambas, karena khawatir perang terbuka dengan Kerajaan Sambas akan menguntungkan kedudukan Inggeris yang sudah lama ingin berkuasa di Kalimantan. 

Terlebih setelah Syarikat Dagang Hindia Timur Inggeris  mendapat hak monopoli perdagangan lada hitam dari Sultan Banjarmasin serta membangun sebuah pabrik pengolahan gambir di Sukadana. 

Oleh sebab itu Belanda tidak ingin berperang langsung dengan raja-raja di pesisir Barat Kalimantan, tetapi cenderung melakukan taktik pecah belah (devide et empera) dengan cara memihak salah satu pihak apabila terjadi pertikaian di antara kerajaan yang satu dengan kerajaan yang lainnya.  


Maka, ketika dalam tahun 1772, Raja Landak menyampaikan keberatan kepada sekutunya Sultan Banten (Bentam) atas pendirian Kerajaan Pontianak oleh Syarif Abdurrahman (putera Habib Husen, Mufti di Kerajaan Mempawah), Belanda telah berpihak kepada Kerajaan Pontianak dan Mempawah.

 Dalam surat kepada Sultan Banten, Raja Landak menyatakan keberatan atas pendirian Kerajaan Pontianak oleh Syarif Abdurrahman, karena  perkampungan Pontianak di muara (kuala) Sungai Landak yang dijadikan Syarif Abdurrahman sebagai pusat Kerajaan adalah kawasan perkampungan penduduk yang berada di bawah Kerajaan Landak. 

Oleh sebab itu, Raja Landak meminta bantuan Sultan Banten untuk tidak mengakui Syarif Abdurraham yang telah mengangkat dirinya sebagai Sultan Pontianak dengan gelar Sultam syarif  Abdurrahman Al-qadri, serta membantu Kerajaan Landak mengusir Syarif Abdurrahman dari perkampungan Pontianak.

Tidak pelak lagi, pendirian Kerajaan Pontianak itu telah menyulut perselisihan  antara Kerajaan Landak dan Banten di satu pihak melawan Kerajaan  Pontianak dan Mempawah di pihak yang lain.  



Kolonial Belanda telah mengambil kesempatan dalam sengketa ini untuk memperkuat kedudukannya di pantai barat Kalimantan. Belanda   memihak Kerajaan Pontianak dan Mempawah dalam sengketa dengan Kerajaan Landak, serta  memaksa Sultan Banten untuk menerima berdirinya Kerajaan Pontianak dan mengakui Syarif Abdurrahman sebagai rajanya. 

Atas dasar pengakuan Sultan Banten, pemerintah Belanda kemudian mensyahkan Syarif Abdurrahman sebagai  Sultan Pontianak dan sekaligus menjadikan kerajaan baru itu sebagai sekutu dalam menjalankan perdagangan dan pemerintahan di wilayah Bagian Barat Kalimantan  yang sekarang menjadi wilayah Provinsi Kalimantan Barat. 

Kerajaan Inggeris sudah sejak awal abad ke-17 terus berusaha untuk bisa menguasai wilayah pesisir Barat Kalimantan, tetapi selalu gagal. Selain kerana faktor keganasan lanun yang merompak kapal-kapal dagang Inggeris, juga karena persaingan dengan Belanda menyebabkan beberapa kerajaan setempat yang mempunyai hubungan dekat dengan  Belanda menolak kehadiran Inggeris di kerajaan mereka.

 Persaingan antara Belanda dengan Inggeris ini pada awalnya berkaitan dengan perdagangan lada hitam, gambir, emas dan berlian yang dihasilkan penduduk di pulau Kalimantan, serta rempah-rempah dari Maluku yang dibawa kapal-kapal yang singgah di Kalimantan dalam perjalanan ke India. Salah satu kerajaan yang menolak kehadiran Inggeris di pesisir pantai Barat Kalimantan adalah Kerajaan Sambas, sekutu Brunei, yang sejak lama telah membina hubungan perdagangan dengan saudagar-saudagar dari negeri China.

Dalam tahun 1811, Pengeran Anom, seorang putera Sultan Sambas, telah memerintahkan penyitaan kapal layar  Malacca milik Syarikat Hindia Timur Inggeris yang muatannya bernilai 14.000 Pound Sterling. Penyitaan kapal layar Malacca ini telah menyulut kemarahan Raffles yang menuduh putera Sultan Sambas, Pengeran Anom sebagai komandan lanun yang merompak kapal-kapal dagang Eropah di perairan laut pantai Barat Kalimantan. 

Raffles menuntut agar kapal layar Malacca dikembalikan kepada Inggeris, tetapi ditolak oleh Sultan Sambas. Dalam laporan kepada Lord Minto, Raffles menyebut Sultan Sambas telah nyanyuk (uzur) dan puteranya Pangeran Anom adalah komandan lanun yang sepenuhnya bertanggung jawab atas perampasan kapal Malacca dan kapal-kapal dagang Eropah lainnya.

Akibat penolakan itu, sebuah kapal angkatan laut Inggeris dipimpin Kapten J. Bowen dalam bulan Oktober 1812 menyerang Sambas. Raffles memerintahkan Kapten Bowen  untuk membumi hangus pelabuhan dan kota Sambas untuk memberikan pelajaran kepada Sultan  dan puteranya Pangeran Anom, serta sebagai contoh kepada negeri-negeri lain di Kalimantan yang melindungi aktivitas para lanun. 

Namun, penyerangan itu gagal membumi hangus pelabuhan dan kota Sambas. Ketika kapal angkatan laut Inggeris  memasuki muara  Sungai Sambas, ratusan pasukan Kerajaan Sambas telah menyerang pasukan Inggeris dari pantai, sehingga memaksa Kapten J. Bowen mundur dan kembali berbalik arah ke Pulau Jawa.

Kegagalan penyerangan terhadap Sambas itu sangat memalukan Inggeris, sehingga Raffles mengarahkan semua kapal dagang Eropah yang akan ke Kalimantan Bagian Barat untuk berlayar melalui laut Jawa ke pelabuhan Pontianak. Raffles memang berkeinginan kuat untuk menghancurkan Kerajaan Sambas dan menangkap Pangeran Anom yang dituduh sebagai ”komandan” lanun.




 Untuk itu, Raffles ingin memperkuat kedudukan Kerajaan Pontianak agar dapat menguasai seluruh pantai Barat Kalimantan. Dalam sebuah surat kepada Sultan Pontianak, Raffles menulis ”Saya meminta tuan yang terhormat dapat memberikan kepada saya tanah untuk disewa dan sebagian cukai pelabuhan yang dipungut dari kapal-kapal Eropah. Dan untuk perlindungan saya akan menempatkan duapuluh empat tentara dengan bendera Inggeris di Pontianak,” tulis Raffles.

Pada bulan Maret 1813, Raffles telah mengutus John Hunt sebagai wakil politik dan perdagangan di Pontianak. Melalui John Hunt, Raffles menyampai permintaan bantuan kepada Sultan Pontianak untuk memungut upeti dari orang-orang Cina yang diberi perlindungan oleh Inggeris, serta meminta bantuan melawan Sambas. 

Dengan arahan Raffles banyak barang-barang keperluan di Kerajaan Sambas terpaksa harus diimpor melalui pelabuhan Pontianak, sehingga peranan pelabuhan Sambas dalam perdagangan menjadi semakin merosot sebagai akibat embargo yang dilakukan Inggeris atas perintah Raffles.

Setelah mendapat informasi dari Sultan Pontanak tentang kekuatan Kerajaan Sambas, kemudian Raffles memerintahkan penyerangan kedua ke Kerajaan Sambas dengan jumlah tentara yang lebih banyak daripada penyerangan pertama yang gagal. 

Satu pasukan darat yang dipimpin Kolonel James Watson dari Resimen 14 telah mendarat di kuala Sungai Sambas pada 23 Juni 1813 bersamaan dengan kapal angkatan laut Inggeris dari Malaka. Sepucuk surat pun dikirim oleh Kolonel Watson kepada Sultan Sambas yang menuntut penyerahan Pangeran Anom, tetapi tidak mendapat tanggapan dari Sultan. 

Sekumpulan pasukan Inggeris yang telah dipisahkan dari awal keberangkatan mendarat di pantai yang tidak dijaga pasukan Kerajaan Sambas. Mereka menyerang dari belakang pasukan yang dipimpin Pangeran Anom. 

Menurut surat Kolonel Watson tertanggal 3 Juli 1813 kepada Raffles, pasukan Inggeris telah berhasil menduduki pelabuhan Sambas dan kawasan perkebunan sekitarnya, serta membunuh seratus lima puluh orang musuh. Namun, Pangeran Anom  berhasil melarikan diri ke daerah pedalaman berlindung di perkampungan penduduk pribumi Dayak.

Selanjutnya, Raffles mengumumkan penutupan (embargo) terhadap semua pelabuhan di pulau Kalimantan bagi semua kapal dagang dari Eropah, kecuali pelabuhan Banjarmasin,  Pontianak dan Brunei. 

Kemudian dalam bulan Agustus 1813 Raffles mengutus C.Garnham perwakilan dagang Inggeris di  Makasar untuk melawat ke pantai Barat Kalimantan guna memastikan penutupan terhadap pelabuhan-pelabuhan yang diperintah Raffles itu benar-benar telah berjalan, serta tidak ada  lagi basis lanun yang eksis beroperasi di laut pantai Barat, laut pantai Utara dan pantai Timur Kalimantan.

Setiba di Sambas pada 10 September 1813, Kapten Garnham mengumumkan pengampunan umum (termasuk Pengeran Anom) dan mengirim surat kepada Sultan Sambas menawarkan tahtanya kembali dengan syarat antara lain seorang Residen Inggeris harus dilantik sebagai penasehat Sultan, dan Kerajaan Sambas tidak boleh memiliki tentara, kecuali pasukan pengawal istana.

 Selanjutnya Garnham melanjutkan pelayaran ke ke pantai Utara untuk menasehati Raja Sarawak. Dengan sepucuk surat Garnham meminta Raja Sarawak tidak melindungi lanun-lanun yang beroperasi di wilayahnya. Utusan Raffles itu juga menulis surat kepada Sultan Kutei dan Pasir untuk menghentikan aktivitas lanun di pantai laut bagian Timur Kalimantan.  

Seterusnya utusan khusus Raffles itu bertolak ke Brunei untuk berjumpa Sultan membicarakan embargo terhadap pelabuhan-pelabuhan di pulau Kalimantan, kecuali pelabuhan Banjarmasin, Pontianak dan Brunei.  

Dalam surat kepada Raffles, Garnham menyatakan Sultan Brunei dapat menerima alasan penutupan pelabuhan-pelabuhan di Kalimantan bagi kapal-kapal dagang Eropah. Sultan Brunei juga berjanji  akan membicarakan hal itu dengan Raja Sambas dan Raja Sarawak.  Ketika Garnham kembali lagi ke Sambas, ia telah menerima jawaban kesediaan  Sultan Sambas menyetujui semua syarat yang telah disampaikan kepada Sultan melalui surat. 

Maka, pada tanggal 24 Oktober 1813 di atas kapal H.M.S Malacca yang  berlabuh di perairan pelabuhan Sambas, tahta Sultan  Sambas telah dikembalikan oleh Garnham atas nama Kerajaan Inggeris. Sejak itu, Sambas menjadi sebuah kerajaan tidak memiliki pasukan tempur, dan hanya memiliki pasukan pengawal istana saja. Setahun setelah tahtanya dikembalikan oleh Inggeris, Sultan Sambas pun wafat dalam bulan Agustus 1814 seminggu setelah Pangeran Anom kembali ke istana Sambas.

Kesimpulan penulis, aksi lanun di perairaan laut pantai Barat dan Utara Kalimantan sebenarnya berkaitan dengan upaya  persaingan  dagang antara saudagar-saudagar negeri China dan para saudagar dari Eropah. Dalam konteks ini Kerajaan Sambas, Sarawak dan Brunei, cenderung bekerjasama dengan para saudagar dari negeri China, sehingga mereka memberikan ”perlindungan” kepada para lanun yang merompak kapal-kapal dagang Eropah.***




Sumber  data :

Judul Artikel : Peranan Belanda, Pontianak dan Inggeris  Terbitan Suratkabar : Borneo Tribun Rabu, 21 Juli 2010 09:25 DR. Zainuddin Isman

https://www.borneotribun.com/2021/12/warga-singkawang-heboh-penemuan-badan.html